BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator kesehatan yang digunakan untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan ibu dan bayi, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas. Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34/1.000 KH, sedangkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kementrian Kesehatan tahun 2014, AKI sebanyak 118 / 100.000 KH, dan AKB sebanyak 24/1.000 KH (Kemenkes RI, 2011). Menurut Sudhaberata (2006) penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor non medis atau faktor tidak langsung yaitu faktor ekonomi, sosial budaya, demografi serta faktor agama. Sebagai contoh, banyak kaum ibu yang menganggap sebagai peristiwa alamiah biasa padahal kehamilan merupakan peristiwa yang luar biasa, sehingga perhatian terhadap kesehatan ibu hamil harus diperhatikan. Rendahnya pengetahuan ibu terhadap kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan menjadi sebab tingginya kematian ibu selain pelayanan dan akses mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk.
Sebagian besar kematian terjadi pada masyarakat miskin dan mereka yang tinggal jauh dari rumah sakit. Penyebab kematian ibu langsung atau penyebab utama adalah perdarahan (28%), eklampsia (13%), aborsi yang tidak aman (11%), serta sepsis (10%). Preeklampsia dan eklampsia, serta infeksi dan perdarahan diperkirakan mencakup 75%-80% dari seluruh kematian maternal. Kejadian preeklampsiaeklampsia dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila Case Fatality Rate Preeklampsia-Eklampsia (CFR PE-E) mencapai angka 1,4%-1,8% (Zuspan dalam Roeshadi, 2006). Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari: hipertensi, dan proteinuria. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, angka kejadian preeklampsia di seluruh dunia berkisar antara 0,51%-38,4%. Di negara maju, angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5-6% dan eklampsia 0,1-0,7% (Bahari, 2009). Menurut Roeshadi (2006), angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di seluruh dunia adalah 6%-8% di antara seluruh wanita hamil. Pada tahun 2005, Angka Kematian Maternal (AKM) di rumah sakit seluruh Indonesia akibat eklampsia atau preeklampsia sebesar 44,91%. Di Surabaya, diperkirakan kematian akibat preeklampsia-eklampsia pada ibu mencapai 20% dan kematian perinatal berkisar 28% (Bahari, 2009). Data preeklampsia dan eklampsia yang dihimpun oleh Girsang yang dikutip Roeshadi (2006) adalah sebagai berikut: penelitian Simanjuntak di RSPM tahun 1993-1997 sebesar 5,75%, penelitian Tribawono di 12 rumah sakit di Indonesia tahun 1996-1997 sebesar 0,8-14%,
penelitian Maizia di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung tahun 1995-1998 sebesar 13,0%, penelitian Girsang E. di Rumah Sakit H. Adam Malik dan Rumah Sakit Pirngadi Medan tahun 2000-2002 sebesar 7,0%, dan penelitian Priyatini di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta tahun 2002 sebesar 9,17%. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Soedjonoes (1983) di 12 rumah sakit pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian preeklampsia-eklampsia yaitu 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 per seribu (4,9 kali lebih besar dibanding kehamilan normal). Hasil penelitian Lukas dan Rambulangi (1994), di dua rumah sakit pendidikan di Makassar, insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2%. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ditemukan 400-500 kasus/4.000 5.000 persalinan per tahun. (Dharma, 2005). Hasil penelitian Bahari (2009), di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soetomo Surabaya mendapatkan hasil bahwa kejadian preeklampsia pada ibu bersalin sebagian besar dialami oleh ibu bersalin dengan usia <20 tahun, lebih dari setengah kejadian preeklampsia pada ibu bersalin terjadi pada ibu primipara, dan ada hubungan usia dan paritas terhadap kejadian preeklampsia pada ibu bersalin. Penelitian Rozikhan (2007) yang meneliti di Rumah Sakit Dr. H Soewondo Kendal, mendapatkan hasil bahwa variabel yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia berat adalah riwayat preeklampsia mempunyai risiko 15,506 kali, keturunan mempunyai risiko 7,110 kali, dan paritas mempunyai risiko 4,751 kali untuk terjadi preeklampsia berat.
Sampai saat ini etiologi preeklampsia yang pasti belum diketahui. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeklampsia antara lain iskemik plasenta, maladaptasi imun dan factor genetik (Dharma, 2005). Risiko preeklampsia juga meningkat pada kehamilan ibu yang memang sudah pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. Jika hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, preeklampsia akan segera berubah menjadi eklampsia, yaitu infeksi dan pendarahan yang dapat berakibat fatal bagi ibu. Di Sumatera Utara, dilaporkan kasus preeklampsia terjadi sebanyak 3.560 kasus dari 251.449 kehamilan selama tahun 2010, sedangkan di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dilaporkan angka kematian ibu penderita preeklampsia tahun 2007-2008 adalah 3,45%, pada tahun 2008-2009 sebanyak 2,1%, dan pada tahun 2009-2010 adalah 4,65% (Dinkes Sumut, 2011). Angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Langkat pada tahun 2010 yaitu 24 orang atau 83,02/100.000 kelahiran hidup (KH) dan 7 orang diantaranya meninggal karena preeklampsia/eklampsia. Angka kematian bayi pada tahun 2010 yaitu 115 bayi atau 6,20/1.000 KH. Berdasarkan data kasus preeklampsia di Kabupaten Langkat, bahwa pada tahun 2010 tercatat sebanyak 250 kasus preeklampsia dari 21.192 ibu hamil (Dinkes Kabupaten Langkat, 2011). Data yang diperoleh di Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura bahwa pada tahun 2011 terdapat 36 kasus preeklampsia dari 972 ibu hamil (3,7%) (Puskesmas Pantai Cermin, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa kasus preeklampsia di Kecamatan Tanjung Pura masih tinggi,
dan memerlukan penanganan yang lebih serius. Salah satu upaya penanganan kasus preeklampsia pada masa kehamilan yaitu dengan deteksi dini. Deteksi dini dalam pelayanan atau asuhan antenatal care (ANC) merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal agar tidak menjadi abnormal. Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya. Ibu hamil dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal (Saifuddin, 2006). Pemeriksaan selama masa kehamilan (ANC) dilakukan ke dokter, bidan atau puskesmas. Pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal 3 kali selama kehamilan. Namun idealnya sesuai standar yang ditetapkan 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga, atau semakin tua kehamilan semakin sering melakukan pemeriksaan (Indiarti, 2009). Pada pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan tekanan darah sangat penting dilakukan pada setiap kunjungan karena setiap kenaikan tekanan darah saat kehamilan perlu diwaspadai terhadap bahaya hipertensi kehamilan (preeklampsia dan eklampsia). Hipertensi kehamilan hingga sekarang belum diketahui penyebabnya, tetapi jelas diketahui bahwa pembuluh nadi yang mengaliri rahim dan ginjal mengejang. Bila kekejangan ini sangat hebat, aliran darah menuju ke uri akan terganggu sehingga bayi juga terganggu pertumbuhannya atau bahkan mati sewaktu
masih dalam kandungan. Bahaya ini dapat diperkecil dengan dilakukan deteksi dini, yaitu bila tanda-tanda hipertensi dapat diketahui sejak awal (Jones, 2005). Aktivitas deteksi dini kehamilan merupakan bagian dari perilaku kesehatan. Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Meskipun perilaku merupakan bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Karakteristik merupakan faktor internal, sedangkan faktor lain dari luar merupakan faktor eksternal. Menurut Widianingrum (1999), perilaku seseorang dipengaruhi oleh karakteristik, yang terdiri dari: pengetahuan, sikap, budaya, umur, sosial ekonomi dan sebagainya. Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan (karakteristik), seperti pengetahuan, persepsi, sikap, keinginan, kehendak, motivasi, dan niat. Studi pendahuluan yang penulis lakukan di Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil hingga bulan Desember 2011 sebanyak 972 orang. Data cakupan K1 (Kunjungan Pertama) pada bulan Desember 2011 sebesar 75%, sedangkan cakupan K4 (Kunjungan Keempat) hanya 58%. Tidak tercapainya target cakupan K1 dan K4 pada ibu hamil mengindikasikan masih rendahnya minat ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kepada petugas kesehatan dalam rangka deteksi dini
komplikasi kehamilan seperti preeklampsia. Hasil wawancara dengan beberapa ibu hamil menunjukkan bahwa ibu kurang paham tentang preeklampsia (hipertensi dalam kehamilan) ataupun berapa kali ibu harus melakukan pemeriksaan kehamilan selama masa kehamilan, sikap ibu juga cenderung negatif terhadap deteksi dini kehamilan. Beberapa ibu hamil mengatakan melakukan pemeriksaan kepada dukun bayi dengan frekuensi yang tidak teratur. Beranjak dari uraian dan permasalahan di atas, maka peneliti akan meneliti pengaruh karakteristik ibu hamil terhadap deteksi dini preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2012, sebagai salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu di Kecamatan Tanjung Pura pada khususnya dan seluruh Indonesia pada umumnya. 1.2. Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh karakteristik ibu hamil (pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi) terhadap pemanfaatan ANC untuk deteksi dini preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh karakteristik ibu hamil (pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi) terhadap pemanfaatan ANC untuk deteksi dini
preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun 2012. 1.4. Hipotesis Ada pengaruh karakteristik ibu hamil (pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi) terhadap deteksi dini preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun 2012. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan reproduksi agar preeklampsia dan eklampsia dapat dideteksi lebih dini dan menambah pengalaman dalam penelitian kesehatan. 2. Bagi Puskesmas Pantai Cermin Hasil penelitian ini dapat sebagai masukan untuk mengevaluasi pelaksanaan program penyuluhan tentang manfaat ANC oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya pre-eklampsia. 3. Bagi Dinkes Kabupaten Langkat Menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Langkat khususnya Dinas Kesehatan dalam perencanaan Pembangunan guna penurunan Angka Kesakitan dan Kematian Ibu di Kabupaten Langkat. 4. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan referensi serta perbandingan bagi peneliti selanjutnya.