BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Darmojo dan Martono, 2004).

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Vol. 1 No. 1 ISSN Analisis Kapasitas Vital Paru Terhadap VO2Max Mahasiswa Baru FPOK IKIP Mataram Tahun Akademik 2015 / 2016

BAB I PENDAHULUAN. merokok juga banyak dilakukan oleh remaja bahkan anak-anak. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam DepKes RI

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 62 tahun pada negara berkembang dan 79 tahun pada negara maju (WHO, 2015).

FAAL PERNAPASAN. Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa dihindari. Lanjut usia (lansia) menurut Undang-Undang Republik

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, memiliki UHH penduduk yang semakin meningkat sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa. (United Nation, 2002). Populasi lansia di dunia mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

BAB 1 PENDAHULUAN. orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan

Vol. 1 No. 1 ISSN Analisis Kapasitas Vital Paru Terhadap VO2Max Mahasiswa Baru FPOK IKIP Mataram Tahun Akademik 2015 / 2016

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi komunikasi dan trasportasi dirasa memperpendek jarak dan

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. berbanding lurus dengan bertambahnya usia yang menyebabkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO usia tahun adalah usia pertengahan, usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

I. PENDAHULUAN. satu sasaran dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kejadian yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia karena

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa, sesuai Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 Bab I pasal 11 ayat 11

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB IV PENUTUP. Unit Budi Luhur Yogyakarta. Dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut 54 tahun untuk wanita dan laki-laki 50,9 tahun. Pada tahun 1985

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN LANSIA MENGENAI SENAM LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI PERTIWI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri atas beberapa bagian, satuan fungsi dan seksi yaitu : Bag Ops, Bag Ren,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Randy Suwandi Yusuf, 2013

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

IRMA MUSTIKA SARI J

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta. Semua responden penelitian berdomisili di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Problem kebugaran dan kesehatan. Suharjana FIK UNY

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta * ABSTRAK

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. berkembang yang memiliki angka harapan hidup penduduk semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia. Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara Indonesia selalu menempati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 6 HASIL PENELITIAN

AKTIVITAS FISIK BAGI KEBUGARAN DAN KESEHATAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Umbulharjo, Yogyakarta, memiliki 24 kelas, yang masing masing kelas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian. usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria inklusi dan

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemunduran (Padila, 2013). Penuaan biasanya diikuti dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo. Puskesmas Tapa didirikan pada tahun 1963 dengan luas

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki kekuatan otot yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tentunya akan mengalami yang namanya penuaan. Secara. kronologi, manusia dapat dikatakan lanjut usia apabila umurnya sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjangnya (Almatsier, 2003). Menurut WHO (2016), aktivitas fisik. sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat (Pate, 2005).

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi.

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Luhur Bantul dengan waktu penelitian antara bulan November 2016 hingga Desember 2016. Subyek penelitian adalah lansia penghuni Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Luhur Bantul yang beralamatkan di Jalan Raya Kasongan desa Bangunjiwo, kecamatan Kasihan. PSTW memiliki 8 wisma yang terdiri atas wisma A-H dengan jumlah penghuni rata-rata setiap wisma 11 orang lansia sehingga jumlah seluruh penghuni panti berkisar 88 orang. Wisma terdiri dari lansia laki-laki dan perempuan. Lansia perempuan lebih banyak dibanding lansia laki-laki dengan perbandingan 3:5. Wisma A-D dan H berpenghuni lansia perempuan sedangkan wisma E, F dan G berpenghuni lansia laki-laki. Jumlah penghuni hampir selalu berubah setiap tahunnya. Panti ini memberikan pelayanan kepada seluruh penghuninya berupa (1) makan sebanyak tiga kali dalam satu hari dengan menu yang sesuai kebutuhan gizi lansia. (2) pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan kesehatan rutin oleh dokter setiap hari Rabu. (3) pelayanan aspek psikis berupa bimbingan psikologis secara kelompok dan 24

25 individu setiap hari Kamis. (4) pelayanan dan bimbingan sosial dari tenaga profesional yang diberikan untuk lansia secara berkelompok maupun individu. Selain program tersebut, terdapat beberapa kegiatan rutin seperti: 1) Kegiatan fisik berupa senam bugar lansia yang dilaksanakan setiap hari kecuali hari Jumat dan Minggu. 2) Membersihkan wisma yang dilakukan oleh semua penghuni pada hari Jumat. Panti juga menyediakan kegiatan kerohanian atau peribadatan seperti pengajian untuk penghuni yang beragama Islam dan kebaktian untuk penghuni yang beragama Kristen. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Luhur Bantul sendiri memiliki program senam lansia sebagai salah satu program utama penunjang pemeliharaan kesehatan para lansia. Kegiatan ini dimulai pukul 07.00 hingga pukul 07.45 pagi WIB. Para lansia difasilitasi tempat yang teduh, pendamping, musik dan instruktur senam. Para lansia yang memiliki masalah dengan stamina, kesehatan kaki dan lutut serta keadaan yang sulit untuk melakukan gerakan senam sambil berdiri, disediakan kursi untuk duduk. Gerakan untuk para lansia golongan ini juga mendapat penyesuaian dan pendampingan lebih intens supaya tetap bisa melakukan gerakan fisik yang optimal dan sesuai tujuan dari senam bugar lansia. Tingkat partisipasi para lansia mengikuti kegiatan senam dapat dikatakan baik. Mayoritas lansia rutin dan bersedia mengikuti senam karena mereka menikmati aktivitas senam, merasakan manfaat dari senam dan juga sadar sepenuhnya untuk menjaga kesehatan. Partisipasi paling tinggi dimiliki oleh lansia di bangsal A,B,C,D dan E. Bangsal

26 isolasi tidak mengikuti kegiatan senam karena kondisi kesehatan fisik dan psikis yang tidak memungkinkan. Beberapa lansia tidak aktif mengikuti senam karena alasan kesehatan seperti memiliki masalah anggota gerak, keterbatasan penglihatan atau memang tidak menyukai aktivitas olah raga karena dianggap terlalu melelahkan. Sebagian besar lansia berpendapat bahwa kegiatan senam sangat menyenangkan. Hal yang dinilai pada penelitian ini adalah hubungan senam lansia terhadap frekuensi pernapasan pada lansia. Perhitungan frekuensi napas dilakukan berkala sebanyak 9x dalam kurun waktu 3 minggu dengan pemeriksaan langsung. Lansia yang dipilih menjadi kelompok perlakuan adalah penghuni panti yang aktif secara rutin mengikuti senam lansia serta sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kelompok kontrol, lansia yang dipilih adalah lansia yang tidak aktif mengikuti senam lansia serta sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Sebelum dilakukan pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan observasi langsung selama satu minggu untuk menentukan lansia yang benar-benar aktif mengikuti kegiatan senam kebugaran lansia di Panti Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Luhur Bantul. 2. Karateristik Subyek Penelitian Berikut adalah tabel distribusi frekuensi karateristik responden kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berdasarkan aspek usia, jenis kelamin, status pendidikan dan riwayat pekerjaan.

27 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Karakteristik Responden Berdasarkan Aspek Usia, Jenis Kelamin, Status Pendidikan dan Riwayat Pekerjaan. Karateristik Kontrol, n (%) Perlakuan, n (%) Usia 45-59 tahun 1 (2.1) 3 (6.4) 60-74 tahun 15 (31.5) 20 (42.6) 74-90 tahun 30 (63) 20 (42.6) >90 tahun 1 (2.1) 4 (8.5) Jumlah 47 (100) 47 (100) Jenis Kelamin Laki-laki 31 (66) 19 (40.6) Perempuan 16 (34) 28 (59.6) Jumlah 47 (100) 47 (100) Status pendidikan Tidak sekolah 6 (12.8) 18 (38.3) SD 16 (34) 17 (36.2) SMP 9 (19.1) 6 (12.8) SMA 15 (31.9) 6 (12.8) S1 1 (2.1) 0 (0) Jumlah 47 (100) 47 (100) Riwayat Pekerjaan Tidak Bekerja 6 (12.8) 7 (14.9) PNS 8 (17) 4 (8.5) Wiraswasta 20 (42.6) 16 (34) Petani 7 (14.9) 5 (10.6) Buruh 4 (8.5) 8 (17) Karyawan Swasta 2 (4.3) 7 (14.9) Jumlah 47 (100) 47(100) Berdasarkan keterangan data pada tabel 4.1 diketahui bahwa pada kelompok perlakuan didominasi lansia dengan usia 60-74 tahun yaitu sebanyak 20 orang (42,6%). Kelompok kontrol didominasi lansia dengan usia 77-90 tahun yaitu sebanyak 30 orang (63%). Total lansia yang digunakan sebagai responden kelompok perlakuan dan kontrol pada penelitian ini masing-masing sebanyak 47 orang. Hanya ada 1 orang (2,1%) lansia yang berusia di atas 90 tahun dari kelompok

28 kontrol. Kelompok perlakuan responden didominasi oleh lansia berjenis kelamin perempuan yaitu sejumlah 28 orang (59,6%), sedangkan pada kelompok kontrol responden penelitian didominasi oleh para lansia dengan jenis kelamin laki-laki sejumlah 31 orang (66%). Responden pada kelompok perlakuan terbanyak memiliki riwayat tidak bersekolah yaitu sejumlah 18 lansia atau setara dengan 38.3%. Riwayat pendidikan tertinggi dari 47 responden yang ada adalah berpendidikan SMA yaitu sebanyak 6 orang atau sebesar 12,8%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia penghuni panti memiliki riwayat tidak bersekolah. Alasan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan formal di sekolah adalah karena faktor keterbatasan ekonomi. Data pada responden kelompok kontrol menunjukan mayoritas memiliki riwayat pendidikan lebih tinggi yaitu tingkat SMA sebanyak 15 orang atau sebesar 31,9%. Data juga menunjukan ada 1 orang lansia yang memiliki riwayat pendidikan hingga jenjang S1(2,1%). Data yang diperoleh dari pengurus PSTW mengungkapkan bahwa lansia yang ada di panti tersebut terbanyak memiliki riwayat bekerja di sektor wiraswasta yaitu sebanyak 16 orang (34%). Serupa dengan responden pada kelompok perlakuan, kelompok kontrol juga didominasi oleh lansia dengan riwayat pekerjaan sebagai wiraswata yaitu sebesar 20 orang (42,6%). Sedikitnya lansia yang memiliki riwayat pekerjaan di sektor formal karena memang sebagian besar

29 lansia pada penelitian ini tidak memiliki riwayat pendidikan yang cukup. 3. Hasil Penelitian Penelitian ini ditemukan hasil bahwa senam lansia memiliki hubungan terhadap frekuensi pernapasan pada lansia. Uji hubungan antar variabel dilakukan dengan uji statistik Chi-Square test. Uji ini dipilih untuk melihat hubungan faktor resiko dengan output antara data frekuensi pernapasan (ordinal) dan kategori senam/ tidak senam (nominal). Berikut adalah tabel data hasil penelitian dan uji hubungan senam lansia terhadap frekuensi pernapasan pada lansia. Tabel 4.2 Tabel Uji Hubungan Senam Lansia terhadap Frekuensi Pernapasan Lansia dengan Uji Chi-Square Test Rerata Frekuensi Pernapasan p-value Contingency Kelompok Normal Takipnea Bradipnea Chi Square Coefficient Senam 43 1 3 (91,5%) (2,1%) (6,4%) 0,004 Tidak Senam 7 (14, 9%) 10 (21,3%) 30 (63,8%) 0,609 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa p-value 0,004 (p<0,05) sehingga terbukti adanya hubungan antara senam lansia terhadap frekuensi pernapasan lansia. Data menunjukan 91,5% responden dengan status aktif mengikuti senam lansia memiliki nilai rerata Respiration Rate normal. Hanya 14,9% responden kelompok kontrol yang tidak aktif mengikuti senam memiliki nilai rerata Respiration Rate normal. Prosentase responden kelompok senam yang memiliki rerata nilai napas

30 (takipnea) sebanyak 2,1% dan sebanyak 6,4% mengalami rerata napas dalam rentang nilai (bradipnea). Kelompok kontrol (lansia yang tidak aktif senam) ditemukan dominasi nilai rerata Respiration Rate yang tidak normal yaitu 21,3% untuk kondisi (takipnea) dan 63,8% untuk kondisi (bradipnea). Perhitungan dari nilai Contingency Coefficient menunjukan nilai sebesar 0,609 (pada rentang 0,6-0,79) yang dapat diartikan bahwa variabel senam lansia dan variabel frekuensi pernapasan lansia terbukti memiliki hubungan yang bersifat erat. Senam lansia akan mempengaruhi frekuensi pernapasan lansia sehingga cenderung lebih teratur dan dalam kisaran frekuensi normal. B. Pembahasan Ditemukan hubungan antara senam lansia terhadap frekuensi pernapasan lansia (Tabel 4.2) dengan p-value 0,004 (p<0,05) membuktikan hipotesis senam lansia memiliki hubungan terhadap frekuensi pernapasan pada lansia. Nilai kekuatan hubungan r (Contingency Coefficient) sebesar 0,609 menunjukan hubungan yang bermakna. Lansia yang rajin mengikuti senam tidak mudah terjadi gangguan pernapasan (Tabel 4.2). Responden yang rutin melakukan senam lansia memiliki frekuensi pernapasan rata-rata nilai normal karena senam lansia termasuk aktivitas latihan fisik yang memacu frekuensi ventilasi menjadi berfungsi lebih baik. Frekuensi ventilasi normal pada lansia dengan keadaan sehat dan bugar cenderung lebih rendah yaitu 14-16 x/ menit, kondisi ini masih dalam

31 rentang normal yang sama dengan frekuensi pernapasan dewasa produktif yaitu 16-20 x/ menit. Kondisi abnormal frekuensi ventilasi pernapasan disebut dengan istilah takipnea dan bradipnea. Jika angka Respiration Rate > 24 x/ menit maka kondisi tersebut disebut takipnea dan jika Respiration Rate < 10 x/ menit disebut bradipnea (Guyton and Hall, 2014). Frekuensi ventilasi responden mempunyai hubungan linier dengan konsumsi oksigen pada latihan olah raga. Saat latihan senam, konsumsi oksigen akan meningkat. Responden yang melakukan latihan teratur menjadikan kapasitas parunya lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah berlatih senam. Kondisi ini berpengaruh terhadap ketahanan dan kestabilan proses respirasi secara keseluruhan (Arogundade, 2012). Kondisi frekuensi ventilasi responden ini bersifat multifaktorial yang dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, usia (infant dan anak-anak memiliki frekeunsi Respiration Rate yang lebih tinggi), kondisi fisik, kebiasaan pola exercises, gangguan pernapasan dan kondisi psikis (Elizabeth, 2009). Perubahan frekuensi ventilasi pada lansia berhubungan dengan perubahan anatomi dan fisiologi paru akibat proses penuaan. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang akan menyebabkan dinding dada berubah menjadi lebih kaku dan sulit bergerak, otot-otot pernapasan menjadi lebih lemah dan elastic recoil paru berkurang. Hal ini menyebabkan kapasitas fungsional paru pada lansia secara bertahap berkurang sehingga proses inspirasi dan ekspirasi menjadi melambat (Tortora, 2006).

32 Masalah yang sering dijumpai pada lansia adalah sindrom geriatri yang meliputi: imobilisasi, instabilitas, inkontinensia, insomnia, depresi, infeksi, defisiensi imun, gangguan pernapasan dan sensory, gangguan intelektual, colon irritable, impecunity dan impotensi. Individu dengan usia lanjut memiliki karakteristik khas yaitu keadaan multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis degeneratif. Karakteristik kedua adalah daya cadangan faali menurun karena menurunnya fungsi organ akibat proses menua. Karakteristik yang ketiga adalah gejala dan tanda penyakit yang tidak khas. Tampilan gejala tidak khas seringkali mengaburkan penyakit yang diderita lansia. Karakteristik berikutnya adalah penurunan status fungsional yang merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penurunan status fungsional menyebabkan lansia berada pada kondisi imobilisasi yang berakibat ketergantungan pada orang lain (Grath, 2012). Keadaan multifaktorial inilah yang menyebabkan keaktifan senam lansia bukanlah faktor tunggal yang berpengaruh pada frekuensi pernapasan lansia. Data dari (Tabel 4.2) menunjukan pada kelompok lansia yang aktif mengikuti senam, masih ditemukan 1 orang responden yang mengalami takipnea dan 3 orang responden yang mengalami bradipnea. Faktor genetika dan riwayat merokok di masa lalu turut menjadi faktor resiko terganggunya sistem pernapasan. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Orang dengan fungsi paru normal dan tidak merokok mengalami penurunan kapasitas paru 20 ml tiap tahunnya, sedangkan pada

33 perokok penurunan terjadi hingga 50 ml pertahun akibat kerusakan jaringan paru karena terkena radikal bebas, racun dan karbon monoksida dari aktivitas merokok (Sumantri, 2013). Responden pada kelompok yang tidak rutin melakukan aktivitas senam lansia memiliki frekeuensi pernapasan yang cenderung tidak normal karena kemampuan fungsi ventilasi paru tidak terlatih serta memiliki nilai efektivitas pemakaian volume oksigen yang rendah jika dibandingkan dengan individu yang aktif melakukan latihan fisik. Olahraga seperti senam merupakan cara yang sangat baik untuk meningkatkan vitalitas fungsi Paru. Olahraga merangsang pernapasan yang dalam dan menyebabkan paru berkembang sehingga oksigen banyak masuk dan disalurkan ke dalam darah, demikian pula dengan karbondioksida yang mampu lebih banyak dikeluarkan. Seorang sehat berusia 50 tahun yang berolahraga teratur mempunyai volume oksigen 20-30% lebih besar dari orang muda yang tidak berolahraga. Bila seseorang mempunyai volume oksigen yang lebih banyak maka peredaran darahnya lebih baik, sehingga otot-otot mendapatkan oksigen lebih banyak dan dapat melakukan berbagai aktivitas tanpa rasa letih (Foss, 2013). Rangkaian gerakan senam lansia melatih otot-otot bantu pernapasan pada lansia sehingga bekerja lebih optimal dalam membantu sistem respirasi beradaptasi dengan kondisi degeneratif akibat usia tua. Otot yang terlatih turut membantu terjaganya elastisitas recoil paru. Elastic recoil paru merupakan faktor penting dalam menjaga volume kapasitas paru yang

34 merupakan komponen utama kapasitas fungsional paru. Kapasitas fungsional paru yang baik mampu mengakomodasi kebutuhan oksigen yang adekuat tanpa harus melakukan kompensasi berupa naiknya frekeunsi pernapasan (takipnea) yang justru membuat otot-otot pernapasan lansia menjadi lebih lemah dan mengurangi elastic recoil paru sehingga akhirnya membuat inspirasi dan ekspirasi lansia menjadi melambat (Goodwin, 2013). Teori tersebut mendukung bahwa aktivitas di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Luhur Bantul berupa senam lansia membawa banyak manfaat sehingga frekuensi pernapasan pada lansia yang aktif melakukan senam menjadi lebih baik (normal) jika dibandingkan kelompok lansia yang tidak mengikuti senam. Data menunjukan 91,5% (Tabel 4.2) lansia dengan status aktif mengikuti senam lansia memiliki nilai rerata Respiration Rate normal. Sebaliknya, Kelompok kontrol (lansia yang tidak aktif senam) ditemukan dominasi nilai rerata Respiration Rate yang tidak normal. Total 47 responden kelompok kontrol, terdapat 10 responden (21,3%) dengan kondisi takipnea (Tabel 4.2) dan 30 responden (63,8%) dengan kondisi bradipnea (Tabel 4.2). Saat bernapas, udara masuk ke paru-paru melalui organ berbentuk pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) lalu bercabang menjadi dua jalur. Jalur tersebut berakhir di alveoli yang merupakan kantong udara untuk oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari sirkulasi. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh surfaktan yang mencegah kecenderungan

35 alveoli untuk kolaps. Molekul oksigen dapat disaring melalui dinding pembuluh darah untuk masuk ke sirkulasi. Sama halnya dengan karbondioksida yang dilepaskan dari darah ke dalam alveolus untuk dikeluarkan melalui proses ekspirasi, proses ini menentukan jumlah oksigen yang masuk ke dalam darah dan jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari darah. Saat berolahraga, volume tidal akan meningkat, sehingga inspirasi menjadi lebih dalam. Insprasi yang lebih dalam maka tekanan udara intra pleura akan meningkat, sehingga difusi antara O2 dan CO2 juga meningkat. Meningkatnya volume tidal menyebabkan kemampuan frekuensi ventilasi meningkat. Semakin konsisten intensitas frekuensi latihan dilakukan, kemampuan daya ventilasi paru juga akan semakin baik (Elizabeth, 2009). Lansia yang tidak aktif mengikuti senam, memiliki frekuensi napas yang cenderung pada kondisi bradipnea seperti 63.8% responden kelompok kontrol pada penelitian ini. Kondisi paru-paru lansia yang elastisitasnya menurun dapat mempengaruhi kecepatan pernapasan lansia. Semakin sulit paru-paru untuk mengembang maka frekeunsi pernapasan akan semakin cepat. Peningkatan respiration rate pada lansia disebabkan karena adanya peningkatan tahanan jalan napas, sehingga energi yang dibutuhkan untuk melakukan pernapasan cenderung meningkat, hal ini tampak dengan adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan usaha untuk melakukan pernapasan pada lansia. Kompensasi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi

36 adalah dengan mempercepat pernapasan untuk menghasilkan pemenuhan oksigenasi yang adekuat, sehingga respiration rate akan meningkat, namun seiring berjalannya waktu otot-otot pernapasan menjadi melemah karena bekerja sangat keras membantu proses pernapasan dalam memenuhi oxygen demand, akibatnya elastic recoil paru menurun. Hal ini menyebabkan kapasitas fungsional paru pada lansia secara bertahap berkurang, sehingga memacu keadaan umpan balik negatif dari medulla untuk menjaga elastic recoil paru dengan cara menurunkan laju frekuensi pernapasan hingga akhirnya frekuensi napas semakin melambat menuju pada titik bradipnea (Briggs, 2014). Hal inilah yang menyebabkan para lansia yang rutin melakukan aktivitas senam cenderung memiliki nilai frekuensi pernapasan yang normal. Para lansia yang tidak rutin mengikuti latihan senam, memiliki kemampuan daya ventilasi paru yang tidak dilatih sehingga seiring bertambahnya usia dan penurunan fisiologis dari fungsi organ respirasi, kelompok lansia tanpa senam lebih rentan memiliki frekuensi pernapasan yang tidak normal (bradipnea dan takipnea).