BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

rumah sakit. Selain hal tersebut, pasien juga dapat mengalami resistensi terhadap obat tertentu (Hayers dkk., 2009). Seperti halnya diagnosa suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) berdasarkan American Diabetes

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kegagalan pengendalian gula darah. Kegagalan ini

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

EFEKTIVITAS EDUKASI KELOMPOK OLEH APOTEKERTERHADAP KEPATUHAN DAN OUTCOME KLINIK PASIEN DIABETES MELITUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kurangnya aktivitas fisik (Wild et al., 2004).Di negara berkembang, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. dibutuhkan atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang. Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 I. PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. World Health Organization (WHO) dan American Diabetes Association

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisai membawa pengaruh yang sangat besar tidak hanya dalam

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh ENY SULISTYOWATI J

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF), diabetes adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) merupakan kelainan yang bersifat kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. jiwa (Wild et.al., 2004). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah. daerah rural (Pusat Data Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia yang serius. World Health Organization (WHO) merupakan yang tertinggi di dunia (Wild, et al., 2009).

Iswidhani¹, Suhaema¹ ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan 90% dari semua kasus DM, yang akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan insidensi dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang memerlukan biaya pengobatan yang besar. Pengendalian DM yang buruk dapat menimbulkan komplikasi sehingga meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas serta kerusakan beberapa fungsi organ. Pasien DM memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap penyakit kardiovaskuler dan hiperlipidemia (Andayani, 2006; Depkes, 2005; Perkeni, 2011 b ). Salah satu komponen kritis dalam penatalaksanaan diabetes adalah edukasi pasien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa edukasi pada pasien diabetes memberikan pengaruh yang positif terhadap outcome kesehatan dan psikososial. Peningkatan pengetahuan dan perbaikan pola hidup pasien dapat memperbaiki kontrol glikemik. Suatu materi edukasi telah dikembangkan untuk membatasi materi intervensi edukasi dan menyediakan format yang konsisten, materi tersebut adalah Diabetes Self-Management Education (DSME) (Rickheim dkk., 2002). 1

Edukasi berkelompok mendapatkan banyak perhatian dari kalangan pendidik, pembuat kebijakan, dan pihak pendana atau asuransi. Tim edukator diabetes yang terdiri dari dokter, perawat, dan ahli gizi, merekomendasikan edukasi berkelompok menjadi lini pertama untuk memperbaiki outcome diabetes. Edukasi berkelompok memiliki efektivitas yang sama dengan edukasi secara individu dalam memperbaiki kontrol glikemik. Jika dibandingkan dengan edukasi secara individu, edukasi berkelompok lebih cost effective dan lebih efisien dalam menjelaskan materi pokok edukasi pada pasien diabetes (Mensing dan Norris, 2003; Rickheim dkk., 2002). Target terapi DM yang ingin dicapai adalah mencegah terjadinya komplikasi dengan menjaga kadar gula darah normal serta meningkatkan kualitas hidup pasien (Huang dkk., 2007). Rubin dan Peyrot (1999) menyebutkan, peningkatan kepuasan terhadap terapi menggunakan insulin meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2. Selain itu, komplikasi yang timbul akibat DM seperti nefropati, neuropati, penyakit hati, stroke dan lain sebagainya, juga memberikan dampak negatif terhadap Quality of Life (QOL) (Redekop dkk., 2002). Edukasi merupakan salah satu pilar utama penatalaksanaan DM tipe 2 (Perkeni, 2011). Adanya edukasi dapat memperbaiki kontrol glikemik pasien (Rickheim dkk., 2002). Salah satu metode edukasi yang dapat dilakukan adalah edukasi secara berkelompok. Di sisi lain, perlu diketahui pengaruh edukasi secara berkelompok terhadap kepuasan terapi serta kualitas hidup pasien yang merupakan tujuan akhir penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2. 2

B. Rumusan Masalah 1. Apakah edukasi secara berkelompok dapat meningkatkan kepuasan terapi pasien DM tipe 2 di Poliklinik Endokrin RSUP Dr. Sardjito dibandingkan kontrol? 2. Apakah edukasi secara berkelompok dapat meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Poliklinik Endokrin RSUP Dr. Sardjito dibandingkan kontrol? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh pemberian edukasi pada pasien diabetes melitus tipe 2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. untuk mengetahui pengaruh metode edukasi secara berkelompok terhadap kepuasan terapi dibandingkan kontrol, 2. untuk mengetahui pengaruh metode edukasi secara berkelompok terhadap kualitas hidup pasien dibandingkan kontrol. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pasien, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pasien terhadap pengobatan serta memperbaiki perawatan diabetes secara mandiri oleh pasien sehingga kualitas hidup pasien dapat meningkat. 2. Bagi RSUP Dr. Sardjito, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada pasien diabetes melitus 3

tipe 2 sehingga peningkatan kepuasan terapi dan kualitas hidup pasien dapat tercapai. 3. Bagi sistem pelayanan kesehatan, pemberian edukasi yang efektif dapat memperbaiki kontrol glikemik sehingga dapat menurunkan kejadian komplikasi, dan menurunkan beban ekonomi akibat diabetes melitus. E. Keaslian Penelitian Perbandingan efektivitas edukasi secara berkelompok dibandingkan edukasi secara perorangan telah dilakukan Rickheim dkk. (2002). Parameter yang dinilai dalam penelitian tersebut adalah perubahan pengetahuan, self-management behaviors, berat badan, BMI, HbA 1 c, kualitas hidup, perilaku pasien, dan regimen pengobatan. Pengamatan dilakukan pada minggu kedua, bulan ketiga, dan bulan keenam setelah dilakukan edukasi. Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian Rickheim dkk. (2002) adalah adanya intervensi edukasi secara berkelompok. Perbedaannya terletak pada metode penelitian yang dilakukan. Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini hanya edukasi secara berkelompok, sedangkan penelitian Rickheim dkk. (2002) membandingkan efektivitas edukasi secara perorangan dengan edukasi secara berkelompok. Selain itu, parameter yang dinilai pada penelitian Rickheim dkk. (2002) meliputi outcome klinis (berat badan, HbA 1 c, BMI, dan regimen pengobatan) dan outcome humanistik (perubahan pengetahuan, self-management behaviors, kualitas hidup, dan perilaku pasien), sedangkan pada penelitian ini hanya menilai outcome humanistik, yaitu kepuasan terapi dan kualitas hidup. 4

Keban (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh edukasi terhadap kontrol glikemik pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Endokrin RSUP Dr. Sardjito. Penelitian ini menilai pengaruh edukasi farmasis terhadap kontrol glikemik pasien. Dalam penelitian tersebut juga dilihat pengaruh edukasi terhadap kepatuhan terapi dan perkembangan tingkat pengetahuan pasien. Metode edukasi yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah edukasi secara perorangan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Keban (2008) adalah adanya intervensi edukasi mengenai terapi diabetes melitus pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Perbedaannya terletak pada parameter yang diamati dengan adanya intervensi edukasi. Parameter yang digunakan Keban (2008) untuk melihat pengaruh edukasi adalah kontrol glikemik, sedangkan pada penelitian ini parameter yang diamati adalah kepuasan terapi dan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian mengenai kepuasan terapi juga pernah dilakukan Mulyani (2012) tanpa adanya intervensi edukasi. Berdasarkan data yang telah disebutkan, penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi secara berkelompok terhadap kepuasan terapi dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Menurut Rickheim dkk. (2002) edukasi berkelompok lebih cost-effective jika dibandingkan dengan edukasi perorangan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh edukasi berkelompok terhadap kepuasan terapi dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 5