Educational Psychology Journal

dokumen-dokumen yang mirip
Educational Psychology Journal

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB III METODE PENELITIAN. Identifikasi variabel penelitian diuraikan berdasarkan hipotesis, yaitu: 1. Variabel terikat (Y): Motivasi Kerja Karyawan

Indonesian Journal of Early Childhood Education Studies

Economic Education Analysis Journal

Educational Psychology Journal

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB III METODE PENELITIAN

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

Bagaimana? Apa? Mengapa?

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

Edu Geography 3 (8) (2015) Edu Geography.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

SIKAP GURU SLB TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF. Nia Sutisna dan Indri Retnayu. Jurusan PLB FIP Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK

BAB V DESKRIPSI DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. analisis kuantitaif data penelitian. Identitas responden meliputi jenis kelamin,

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB III METODE PENELITIAN

Journal of Japanese Learning and Teaching

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN

Journal of Social and Industrial Psychology

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

Journal of Social and Industrial Psychology

BAB III METODE PENELITIAN

Fashion And Fashion Education

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian sebagai pedoman dan cara-cara (metode) berkaitan dengan kegiatan

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian merupakan pedoman dan langkah-langkah yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian adalah proses yang sistematik, terencana, dan dan terkontrol

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Desain eksperimen dalam penelitian ini menggunakan desain one group pretest

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Economic Education Analysis Journal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisisnya dalam bentuk data numerikal (Sumarsono, Kedua variabel tersebut seabagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang

PERSEPSI TENTANG JAM PELAJARAN TAMBAHAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS UNGGULAN DAN REGULER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan komparasi, yaitu penelitian yang menekankan

3. Belum ada yang meneliti tentang kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2013/2014.

BAB III METODE PENELITIAN. merumuskan masalah sampai dengan menarik kesimpulan (Purwanto,

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

Journal of Arabic Learning and Teaching

BAB III METODE PENELITIAN. pada penelitian kuantitatif, lebih menekankan pada pengujian teori melalui angka,

BAB III METODE PENELITIAN. masalah dalam penelitian. Melalui penelitian manusia dapat menggunakan

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kelurahan Bendan Duwur terdapat 40 pertanyaan yang masing-masing. pertanyaan memiliki empat alternatif jawaban, yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar,

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

3. Hasil dan Pembahasan

DAFTAR ISI. PERNYATAAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR. iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI. viii

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

III. METODE PENELITIAN. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 19 Bandar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian survei ini

BAB III METODE PENELITIAN. hendaknya metode penulisan dengan memperhatikan kesesuaian antara objek yang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Maksum (2012:68) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

ANALISIS KESIAPAN GURU DALAM MENANGANI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PEMBELAJARAN DI SDN KETAWANGGEDE MALANG SKRIPSI

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berjumlah 60 orang, untuk karyawan divisi keuangan berjumlah 20 orang dan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Responden Penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. adalah penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan angka-angka dari

Transkripsi:

EPJ 1 (1) (2012) Educational Psychology Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj TINJAUAN PSIKOLOGIS KESIAPAN GURU DALAM MENANGANI PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PROGRAM INKLUSI (STUDI DESKRIPTIF DI SD DAN SMP SEKOLAH ALAM AR-RIDHO) Rahma Kartika Cahyaningrum Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima Januari 2012 Disetujui Februari 2012 Dipublikasikan Juni 2012 Keywords: kesiapan guru, anak berkebutuhan khusus, program inklusi Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kesiapan para guru di SD dan SMP Alam Ar- Ridho dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Variabel dalam penelitian ini adalah kesiapan guru di SD dan SMP Alam Ar-Ridho dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah para guru di SD dan SMP Alam Ar-Ridho yang berjumlah 35 guru. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah skala psikologi. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, karena butir-butir item disusun berdasarkan skala psikologis tentang kesiapan dan strategi dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Reliabilitas Skala Psikologi Kesiapan Guru didapat dengan menggunakan perhitungan Cronbach Alpha. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa rata-rata kesiapan guru-guru SD dan SMP Alam Ar Rihdo dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus tergolong tinggi (66%) dan kategori rendah (3 %) ditemukan pada indikator pengalaman yang dimiliki. Artinya, sebanyak 3 % responden memiliki pengalaman yang minim dalam menangni peserta didik berkebutuhan khusus. 2012 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung A1 Lantai 2 FIP Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: journal@unnes.ac.id ISSN 2252-634X 1

PENDAHULUAN Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 32 tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru pendidikan khusus, pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik lain pada satuan pendidikan umum maupun kejuruan, dengan cara menyediakan sarana, tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik. Pendidikan inklusi mulai dicanangkan pada Konferensi Internasional yang diselenggarakan oleh UNESCO pada tanggal 7-10 Juni tahun 1994 di Salamanca Spanyol. Konferensi yang diikuti oleh 92 negara dan 25 organisasi internasional ini menghasilkan kesepakatan yang dikenal dengan Kesepakatan Salamanca (Salamanca Statement) yang menyepakati pentingnya pelaksanaan pendidikan inklusi oleh semua negara di dunia sehingga setiap sekolah dapat melayani semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus (Marthan 2007: 137). Menurut Depdiknas (2004: 2), anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anakanak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan tertentu, tetapi kelainan atau penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tidak harus di SLB tetapi dapat dilakukan di sekolah regular, 2 diuraikan oleh Marthan (2007: 43) sebagai berikut : 1. Anak berkesulitan belajar 2. Anak dengan keterbatasan keterampilan kognitif 3. Anak dengan keterampilan kognitif tinggi (berbakat intelektual) 4. Anak dengan gangguan emosional dan perilaku 5. Anak dengan hambatan sensoris 6. Anak dengan problema pemusatan perhatian 7. Anak dengan gangguan memori 8. Anak dengan gangguan komunikasi 9. Anak yang memiliki kelainan kronis 10. Anak yang tergolong cacat berat atau cacat ganda Geniofam (2010:64) menjelaskan bahwa penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut: 1. Kelas reguler (inklusi penuh) Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. 2. Kelas reguler dengan cluster Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus. 3. Kelas reguler dengan pull out Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.

6. Kelas khusus penuh Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. Hal ini berarti, anak berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah inklusi. Pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah umum merupakan pembaharuan dalam pendidikan. Biasanya sesuatu yang baru akan dirasakan asing dan tidak mudah diterima. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga guru yang profesional dan memiliki kompetensi dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru pendidikan khusus diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 32 tahun 2008 yang menjelaskan bahwa guru pendidikan khusus adalah tenaga pendidik yang memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik bagi peserta didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, dan/atau satuan pendidikan kejuruan. Guru yang telah memenuhi kualifikasi tersebut tentu saja harus memiliki kesiapan yang matang agar dapat menangani peserta didik berkebutuhan khusus dengan baik. Kesiapan dalam hal ini meliputi pemahaman dan keterampilan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus, sehingga anak berkebutuhan khusus tidak mengalami kesulitan atau keterlambatan dalam mengikuti pendidikan di sekolah umum, mampu bersosialisasi dengan anak normal dan guru sehingga mereka tidak merasa dibedakan. Menurut God yang dikutip oleh Sukirin (2004: 57), kesiapan terhadap sesuatu akan terbentuk jika tercapai perpaduan antara tiga faktor, yaitu tingkat kematangan, pengalamanpengalaman yang diperlukan, dan keadaan mental dan emosi yang serasi. Ketiga faktor kesiapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tingkat kematangan 3 Tingkat kematangan ini banyak berhubungan dengan usia dan kondisi fisik seseorang. Kematangan tidak dapat dipengaruhi bila saatnya belum tiba, tetapi dengan latihan, tingkat kematangan dapat dicapai. Pada saat inilah kematangan dapat memberikan hasil yang maksimal karena pada saat ini seorang individu dapat memilih kesiapan sehingga mempunyai kemungkinan yang terbaik untuk melaksanakan kemampuan tertentu. 2. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki Seseorang dapat dikatakan berpengalaman apabila memiliki tingkat penguasaan dan keterampilan yang banyak, serta sesuai dengan bidang pekerjaannya. Jadi seorang guru yang mengajar anak berkebutuhan khusus dikatakan berpengalaman apabila memiliki tingkat penguasaan dan keterampilan yang banyak berkait dengan anak berkebutuhan khusus. 3. Keadaan mental dan emosi yang Serasi Keadaan mental dan emosi yang serasi merupakan salah satu faktor yang membentuk kesiapan. Keadaan mental atau emosi yang serasi adalah status keadaan yang meliputi sikap kritis, memiliki pertimbangan-pertimbangan yang logis, objektif, bersifat dewasa dan emosi terkendali. Jadi seorang guru yang mengajar anak berkebutuhan khusus dikatakan memiliki keadaan mental dan emosi yang serasi apabila ia memiliki sikap kritis, memiliki pertimbangan-pertimbangan yang logis, objektif, bersifat dewasa dan memiliki emosi yang terkendali ketika menghadapi siswa berkebutuhan khusus. Seberapa jauh para guru siap menangani siswa berkebutuhan khusus di sekolah masih merupakan sebuah pertanyaan yang harus diuji lebih lanjut. Sekolah Alam Ar-Ridho adalah salah satu sekolah di Kota Semarang yang menyelenggarakan pendidikan inklusi. Sekolah ini memiliki tiga tingkatan pendidikan, yaitu TK, SD dan SMP. Saat ini Sekolah Alam Ar- Ridho mempunyai peserta didik berkebutuhan khusus di tingkat SD dan SMP. Jumlah kelas di tingkat SD masing-masing tingkat memiliki tiga kelas, kecuali di kelas 6 hanya memiliki dua

kelas. Setiap kelas memiliki satu peserta didik berkebutuhan khusus, sehingga jumlah seluruh peserta didik berkebutuhan khusus di tingkat SD sebanyak 17 orang. Tingkat SMP, masingmasing tingkat hanya memiliki satu kelas, di kelas VII terdapat empat peserta didik berkebutuhan khusus, di kelas VIII terdapat dua orang, dan di kelas IX terdapat empat orang. Dengan demikian, jumlah peserta didik berkebutuhan khusus di tingkat SMP berjumlah 10 orang. Berdasarkan data tersebut, tentunya sangat dibutuhkan kesiapan dari pihak para guru dalam menangani para peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah tersebut, agar hasil yang dicapai menjadi maksimal. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan variabel tunggal yaitu kesiapan guru di SD dan SMP Alam Ar- Ridho dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah para guru di SD dan SMP Alam Ar-Ridho yang berjumlah 35 guru. Karakteristik populasi dari penelitian ini adalah: 1. Tercatat sebagai guru di SD atau SMP Alam Ar-Ridho 2. Mengajar anak berkebutuhan khusus di SD atau SMP Alam Ar-Ridho Penelitian ini tidak mengambil sampel atau sebagian populasi sebagai responden, melainkan mengambil semua populasi sebagai responden. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah skala psikologi. Dalam penelitian ini digunakan item skala yang berbentuk pernyataan dan sifatnya tertutup. Skala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kesiapan guru. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan Pearson Correlation yang dihitung menggunakan piranti lunak SPSS 17. Butir-butir item disusun berdasarkan teori psikologis tentang kesiapan dan strategi dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Reliabilitas skala psikologi kesiapan guru didapatkan dengan menggunakan perhitungan Cronbach Alpha yang dihitung menggunakan SPSS 17. Data dalam penelitian ini diolah menggunakan teknik statistik deskriptif. Analisis data dilakukan untuk mengetahui mean tiap bentuk perilaku sehingga dapat ditentukan perilaku kesiapan yang banyak terjadi pada guru. Perhitungan statistik deskriptif dilakukan menggunakan piranti lunak SPSS 17 for Windows. Kategori dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan menggunakan skala psikologi yang telah dilakukan pada tanggal 12 September 2011, didapat data berupa skor kesiapan guru secara umum, maupun skor secara rinci berdasarkan aspek-aspek yang merupakan indikator kesiapan, yaitu : pengalaman yang dimiliki, mental dan emosi yang serasi, minat dalam menangani anak berkebutuhan khusus, dan nilai- nilai yang positif terhadap anak berkebutuhan khusus. Data tersebut disajikan dalam tabel 1. berikut ini. 4

Tabel 1. Skor Kesiapan Guru No. Kesiapan Pengalaman Mental Minat Nilai 1 163.00 20.00 57.00 68.00 16.00 2 103.00 9.00 39.00 44.00 11.00 3 144.00 20.00 48.00 63.00 13.00 4 147.00 20.00 56.00 59.00 12.00 5 160.00 20.00 60.00 64.00 16.00 6 137.00 19.00 51.00 53.00 13.00 7 154.00 21.00 54.00 65.00 14.00 8 126.00 18.00 45.00 51.00 12.00 9 135.00 18.00 48.00 54.00 15.00 10 120.00 18.00 43.00 48.00 11.00 11 120.00 17.00 45.00 49.00 9.00 12 154.00 22.00 58.00 61.00 13.00 13 155.00 21.00 56.00 63.00 15.00 14 121.00 16.00 45.00 48.00 12.00 15 119.00 17.00 42.00 49.00 11.00 16 126.00 18.00 45.00 51.00 12.00 17 129.00 21.00 46.00 50.00 12.00 18 125.00 18.00 44.00 51.00 12.00 19 118.00 16.00 43.00 49.00 10.00 20 153.00 21.00 56.00 60.00 16.00 21 127.00 18.00 44.00 53.00 12.00 22 121.00 18.00 43.00 49.00 11.00 23 115.00 12.00 41.00 50.00 12.00 24 130.00 20.00 46.00 52.00 12.00 25 144.00 19.00 53.00 56.00 16.00 26 126.00 18.00 45.00 51.00 12.00 27 122.00 17.00 44.00 49.00 12.00 28 128.00 18.00 47.00 50.00 13.00 29 160.00 23.00 56.00 66.00 15.00 30 136.00 20.00 51.00 52.00 13.00 31 124.00 15.00 47.00 52.00 10.00 32 118.00 16.00 43.00 49.00 10.00 33 155.00 23.00 54.00 64.00 14.00 34 156.00 21.00 56.00 63.00 16.00 35 135.00 17.00 51.00 57.00 10.00 Gambaran Kesiapan Guru Secara Umum Kesiapan guru dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus pada program inklusi diukur menggunakan skala psikologi yang diisi oleh responden penelitian. Kuesioner terdiri atas 42 pernyataan yang harus direspon oleh responden. Tiap item pernyataan memiliki nilai minimum 1 dan nilai maksimum adalah 4. Nilai tengah dari tiap item adalah 2,5. Dengan demikian, skor terendah yang didapatkan responden adalah nilai minimum dikalikan dengan jumlah keseluruhan item, yaitu 42; sedangkan skor tertinggi yang didapatkan responden yaitu nilai maksimum item dikalikan dengan keseluruhan item yaitu 168. Skor terendah dalam persentase adalah 25 persen dari 5

skor maksimal. Luas sebaran skor adalah selisih skor tertinggi dan skor terendah yaitu 126. Standar deviasi (σ) dari kuisioner ini adalah luas sebaran skor dibagi enam (126 : 6) sehingga dihasilkan angka 21. Mean teoritis (μ) dalam kuesioner ini adalah jumlah item dikali nilai tengah skor (42 x 2,5 ) sehingga dihasilkan angka 105. Nilai μ - 1,0 σ berdasarkan perhitungan sebelumnya adalah 105-21 = 84. Nilai μ + 1,0 σ adalah 105 + 21 = 126. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Azwar maka dapat ditentukan suatu nilai termasuk dalam kriteria kesiapan guru yang terbagi dalam rendah, sedang, dan tinggi. Dengan demikian, maka kesiapan guru termasuk dalam kategori rendah ketika skor lebih kecil dari 84. Kesiapan guru termasuk dalam kategori sedang ketika skor yang didapat berada antara 84 hingga 126, dan kesiapan guru tergolong tinggi ketika skor yang didapat lebih tinggi dari 126. Tabel 2. Kesiapan Guru X < 84 Rendah 84 X < 126 Sedang 126 X Tinggi Berdasarkan perhitungan statistik deskriptif diperoleh mean kesiapan guru adalah 134,4571. Berdasarkan kriteria di atas, maka dapat dikatakan bahwa rata-rata kesiapan guru yang menjadi responden dalam penelitian ini termasuk dalam kriteria tinggi. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kesiapan Guru Frekuensi Persentase (%) X < 84 - - Rendah 84 X < 126 12 34% Sedang 126 X 23 66% Tinggi Pada distribusi frekuensi di atas terlihat bahwa 34 % kesiapan responden penelitian berada dalam kriteria sedang. Responden yang lain sebanyak 66% terungkap memiliki kesiapan dalam kriteria tinggi. Gambaran Kesiapan Guru pada Indikator Pengalaman yang Dimiliki Indikator ini terwakili oleh 6 item. Berdasarkan analisis statistik terlihat bahwa sebanyak 3% responden tergolong memiliki pengalaman dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus dalam kriteria rendah, 26 % dalam kriteria sedang, dan 71% dalam kriteria tinggi. Berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi berdasarkan indikator pengalaman yang dimiliki. 6

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Indikator Pengalaman yang dimiliki Frekuensi Persentase (%) X < 12 1 3 Rendah 12 X < 18 9 26 Sedang 18 X 25 71 Tinggi Gambaran Kesiapan Guru pada Indikator Mental dan Emosi yang Serasi Indikator mental dan emosi yang serasi diungkapkan dalam 15 aitem. Berdasarkan perhitungan statistik terlihat bahwa sebanyak 29% responden tergolong memiliki mental dan emosi yang serasi dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus dalam kriteria sedang, dan 71% dalam kriteria tinggi. Hasil analisis responden penelitian dalam tabel distribusi frekuensi tersaji dalam tabel 5. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Indikator Mental dan Emosi yang Serasi Frekuensi Persentase (%) X < 30 - - Rendah 30 X < 45 10 29 Sedang 45 X 25 71 Tinggi Gambaran Kesiapan Guru pada Indikator Minat dalam Menangani Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Indikator minat dalam menangani peserta didik berkebutuha diwakili dengan 17 pernyataan dalam skala psikologis. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebanyak 34% responden tergolong memiliki minat dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus dalam kriteria sedang, dan 66% dalam kriteria tinggi. Distribusi frekuensi data indikator minat dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus tersaji dalam tabel 6. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Indikator Minat dalam Menangani Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Frekuensi Persentase (%) X <34 - - Rendah 34 X < 51 12 34% Sedang 51 X 23 66% Tinggi Gambaran Kesiapan Guru pada Indikator Nilai-Nilai yang Positif terhadap Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Indikator nilai-nilai yang positif terhadap peserta didik berkebutuhan khusus diungkapkan dalam 4 item. Berdasarkan perhitungan statistik terlihat bahwa sebanyak 26% responden tergolong memiliki nilai-nilai yang positif 7

terhadap peserta didik berkebutuhan khusus dalam kriteria sedang, dan 74% dalam kriteria tinggi. Data responden mengenai indikator nilainilai yang positif terhadap peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilihat dalam tabel distribusi frekuensi pada tabel 7. Tabel 7. Tabel Distribusi Frekuensi Indikator Nilai-Nilai yang Positif terhadap Peserta Didik Berkebutuhan Khusus. Frekuensi Persentase (%) X <8 - - Rendah 8 X < 12 9 26% Sedang 12 X 26 74% Tinggi Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang diperoleh, secara umum dapat dikatakan bahwa kesiapan guru yang menjadi responden dalam penelitian ini berada pada kriteria tinggi. Hal ini dapat diketahui dari data yang menunjukkan bahwa sebagian besar mean responden berada dalam kategori tinggi, namun dari distribusi frekuensi terlihat bahwa 34 persen responden berada dalam kriteria sedang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, secara umum sebagian besar guru-guru di SD dan SMP Alam Ar-Ridho memiliki kesiapan yang tinggi dalam menangani peserta didik mereka yang berkebutuhan khusus. Data yang diperoleh mengungkapkan hasil yang rinci mengenai kesiapan guru dalam menangani peserta didik mereka yang berkebutuhan khusus. Ketika kesiapan guru dibagi dalam beberapa indikator, dapat diketahui pada indikator yang mana kesiapan tersebut lebih menonjol. Berdasarkan mean responden dalam tiap indikator kesiapan, terlihat bahwa secara umum kesiapan untuk tiap indikator berada dalam kategori tinggi. Namun meskipun secara rata-rata kesiapan responden dalam menangani peserta didik mereka yang berkebutuhan khusus berada dalam kategori tinggi, kesiapan responden yang berada dalam kategori sedang memiliki jumlah yang perlu diperhitungkan. Persentase kategori sedang yang paling tinggi (34 persen) terdapat pada indikator minat dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus. Indikator ini dibagi menjadi sub indikator : perhatian, ketertarikan, keinginan, dan keyakinan. Dari hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa pada sub indikator perhatian, 20 persen responden menyatakan kurang perhatian terhadap peserta didik mereka yang berkebutuhan khusus, sedangkan pada sub indikator yang lain, masing-masing 4 persen pada sub indikator ketertarikan, 0,57 persen pada sub indikator keinginan, dan 16 persen pada sub keyakinan. Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa pada indikator minat dalam menangani anak didik berkebutuhan khusus, sub indikator perhatian dan keyakinan menjadi penyebab yang lebih dominan mengenai kurangnya minat responden dalam menangani peserta didik mereka yang berkebutuhan khusus. Kategori sedang terbanyak berikutnya terdapat pada indikator mental dan emosi yang serasi. Indikator ini terdiri dari sub indikator : memiliki sikap kritis, memiliki pertimbangan yang logis, memiliki pertimbangan yang objektif, bersifat dewasa, dan dapat mengendalikan emosi. Data dari penelitian yang menunjukkan pernyataan responden yang mengindikasikan kurang memiliki mental dan emosi yang serasi dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut: 7 persen pada sub indikator memiliki sikap kritis, masing masing 10 persen pada sub indikator memiliki pertimbangan yang logis dan bersifat dewasa, 4 persen pada sub indikator memiliki pertimbangan yang objektif, dan 6 persen pada sub indikator dapat mengendalikan 8

emosi. Berdasarkan kenyataan ini dapat dikatakan bahwa sub indikator memiliki pertimbangan yang logis dan bersifat dewasa merupakan faktor yang memiliki kontribusi tinggi yang menyebabkan kesiapan responden pada indikator mental dan emosi yang serasi menempati kategori sedang sebanyak 29 persen. Dua indikator yang lain, yaitu pengalaman yang dimiliki dan nilai-nilai yang positif terhadap peserta didik berkebutuhan khusus, masing-masing memiliki kategori sedang sebanyak 26 persen. Pada indikator pengalaman yang dimiliki, yang terdiri dari sub indikator memiliki banyak pengetahuan dan memiliki banyak keterampilan dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus, masing-masing memiliki persentase 19 persen dan 11 persen yang mengindikasikan kurang memiliki pengalaman dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada responden yang kurang memiliki pengalaman dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus. Indikator nilai-nilai yang positif terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tidak memiliki sub indikator. Data pada indikator tersebut memperlihatkan bahwa terdapat 14 persen pernyataan responden yang mengindikasikan kurang memiliki nilai-nilai yang positif terhadap peserta didik berkebutuhan khusus. Khusus pada indikator pengalaman yang dimiliki, satu orang responden (3 persen), termasuk dalam kategori rendah. Data ini memperlihatkan bahwa secara umum, kesiapan guru-guru SD dan SMP Alam Ar-Ridho dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus pada indikator pengalaman yang dimiliki termasuk dalam kategori tinggi, namun masih ada satu orang guru yang termasuk dalam kategori rendah. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 9 1. Rata-rata kesiapan guru-guru SD dan SMP Alam Ar-Ridho dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus tergolong tinggi. 2. Kategori rendah ditemukan pada indikator pengalaman yang dimiliki. SARAN Berdasarkan simpulan yang diuraikan di atas, diajukan saran sebagai berikut: 1. Hendaknya guru-guru di SD dan SMP Alam Ar-Ridho tetap mempertahankan kesiapan dalam menangani peserta didik yang berkebutuhan khusus. Hal ini dapat dilakukan dengan cara tetap memperlakukan para peserta didik berkebutuhan khusus seperti yang selama ini sudah dilakukan, sehingga para peserta didik berkebutuhan khusus tersebut dapat mengikuti program inklusi dengan baik. Apabila dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus diperlukan sarana atau prasarana tertentu, maka sekolah hendaknya dapat memfasilitasinya. 2. Bagi sekolah lain yang akan membuka kelas inklusi, dapat melakukan sharing dengan para guru di sekolah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas.2004. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusi. Jakarta: DitPLB Geniofam. 2010. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta : Garailmu. Marthan, Lay Kekeh. 2007. Manajemen Pendidikan Inklusif. Departemen Pendidikan Nasional. Sukirin. 2004. Tingkat Kesiapan Sebagai Titik Permulaan Baru, Yogyakarta : Pidato pengukuhan Lektor Kepala Psikologi Perkembangan pada FIP UNY. www.diknas.go.id/downloadx/1231407366.pdf. Diakses pada hari Selasa 28 September 2010. www. ranking-ptai.info /regulasi/permendiknas_32. Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2008. Diakses pada hari Rabu 29 September 2011. 10