I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

Tahun Bawang

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN *

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

30% Pertanian 0% TAHUN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan.

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang


I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Pada Tahun (Miliar Rupiah)

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting

KOMODITAS HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN SEMARANG (PENDEKATAN LQ DAN SURPLUS PRODUKSI)

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah sumber mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat Indonesia. Sektor pertanian melalui komoditaskomoditas yang dihasilkannya mempunyai potensi besar dalam meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Hal ini didukung oleh peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen pada tahun 2008 menjadi 15,3 persen pada tahun 2009. 1 PDB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui peranan subsektor pertanian khususnya komoditi hortikultura terhadap pendapatan nasional. Beberapa produk pertanian Indonesia merupakan produk-produk andalan ekspor, oleh karena itu upaya peningkatan dan pengembangan produk pertanian diharapkan dapat meningkatkan stabilitas ekonomi. Salah satu sektor pertanian yang menjadi pusat perhatian adalah sektor hortikultura. Peningkatan nilai impor pada sektor hortikultura mengindikasikan adanya kegagalan dalam memenuhi permintaan dalam negeri sehingga melakukan impor. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan nilai impor dari tahun 2008 sampai tahun 2009 untuk setiap sub sektor pertanian cenderung menurun, hal ini juga diikuti oleh penurunan nilai ekspor. Berbeda dengan sub sektor-sub sektor yang lain sub sektor hortikultura mengalami peningkatan nilai impor dari tahun ke tahun sebesar 16,35 persen. Peningkatan impor di sub sektor hortikultura ini perlu dilakukan analisis, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan impor tersebut. Peningkatan impor tersebut selain disebabkan karena permintaan konsumen domestik yang lebih menyukai produk luar negeri juga disebabkan ketidakmampuan dalam memproduksi produk-produk hortikultura, seperti produksi menurun dan terjadinya gagal panen. Perkembangan nilai 1 Kementerian Pertanian. 2010. Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. www.bbpplembang.deptan.go.id. Diakses 17 Maret 2011 1

ekspor impor sektor pertanian Indonesia pada tahun 2008-2009 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor Pertanian Tahun 2008-2009 No Sub 2008 2009 Perkembangan (%) sektor Nilai (US$000) Nilai (US$000) 1 Tanaman pangan Ekspor Impor 348.883 3.526.957 321.261 2.737.862-7,91-22,37 2 Hortikultura Ekspor 433.921 379.739-12,48 Impor 926.045 1.077.463 16,35 3 Perkebunan Ekspor 27.369.363 21.581.669-21,14 Impor 4.535.918 3.949.191-12,93 4 Peternakan Ekspor 1.148.170 754.913-34,25 Impor 2.352.219 2.132.800-9,32 Sumber : Kementerian Pertanian, 2010 (diolah) Hortikultura terbagi atas sub sektor seperti sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman biofarmaka. Beberapa produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan, dan tanaman biofarmaka sangat berguna bagi kebutuhan tubuh seperti sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan lingkungan. Oleh karena itu produk-produk hortikultura perlu ditingkatkan maupun dikembangkan selain untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat juga karena berpotensi dalam meningkatkan penghasilan. Berdasarkan Tabel 2 semua sub sektor hortikultura mengalami peningkatan luas lahan yang diikuti dengan peningkatan produksi, kecuali pada sub sektor tanaman biofarmaka yang mengalami penurunan. Sayuran mengalami 2

pertumbuhan produksi sebesar 6,13 persen seiring peningkatan luas lahan sebesar 2,53 persen. Dengan kata lain persentase peningkatan luas lahan yang kecil diikuti dengan persentase peningkatan produksi yang lebih tinggi dan ini menandakan bahwa produktivitas sayuran nasional cukup baik. Tabel 2. Produksi dan Luas Panen Hortikultura di Indonesia 2007-2008 No Uraian Tahun Pertumbuhan 1 Produksi 2007 2008 Sayuran (Ton) 9.455.463 10.035.093 6,13 Buah-buahan (Ton) 17.116.622 18.027.889 5,32 Tanaman Hias (Tangkai) 179.374.218 205.564.659 14,60 Tanaman Biofarmaka (Kg) 444.201.067 398.808.803-10,22 2 Luas Panen Sayuran (Ha) 1,001.606 1.026.990 2,53 Buah-buahan (Ha) 756.766 781.333 3,25 Tanaman Hias (m) 9.189.976 10.877.307 18,36 Tanaman Biofarmaka (m) 245.253.798 227.952.040-7,05 (%) Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2009 Komoditi hortikultura yang menjadi bahan pangan penting yang dikonsumsi sehari-hari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia adalah sayuran, sehingga diproduksi secara terus menerus. Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang memiliki prospek potensial untuk dibudidayakan, karena mengalami pertumbuhan tertinggi kedua setelah tanaman hias dari segi luas dan produksi. hal ini juga karena pada umumnya pembudidayaan sayuran tergolong mudah dan sederhana. 2 2 Departemen Pertanian. 2008. Prospek Tanaman Sayuran. http://www.agribisnis.deptan.go.id 3

Tanaman hortikultura terutama sayuran mengalami perkembangan yang cukup baik dari tahun ke tahun baik, dari segi luasan panen, produktivitas dan produksi. Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Sayuran di Indonesia tahun 2005-2008 Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton) 2005 944.695 9,63 9.101.986 2006 1.007.839 9,45 9.527.464 2007 1.001.606 9,44 9.455.462 2008 1.026.990 9,77 10.035.093 Sumber: BPS dan Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2009 (diolah) Berdasarkan Tabel 3 produksi sayuran Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2005-2006, dimana peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan luas panen yang cukup besar. Pada tahun 2007 terjadi penurunan sekitar 0,76 persen yaitu dari 9.527.464 ton pada tahun 2006 menjadi 9.455.462 ton pada tahun 2007, selanjutnya pada tahun 2008 mengalami peningkatan produksi sebesar 6,13 persen. Secara keseluruhan sayuran di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan luas panen sebesar 2,86 persen yang diikuti oleh peningkatan produksi sebesar 3,34 persen dengan peningkatan produktivitas sebesar 0,52 persen. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa produktivitas sayuran Indonesia dari tahun 2005 sampai 2008 mengalami kenaikan (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2009). Hal ini sejalan dengan peningkatan konsumsi sayuran masyarakat Indonesia, dimana pada tahun 2007 sebesar 40,90 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2008 meningkat sebesar 51,31 kg/kapita/tahun (Deptan 2009). Adapun beberapa jenis sayuran meliputi bayam, kangkung, kol, buncis, kacang, tomat, cabai, bawang, nangka, labu siam, sayur asam dan pepaya. Perkembangan beberapa jenis sayuran dari segi produksi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. 4

Tabel 4. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2006-2009 Komoditas Produksi (Ton) Perkembangan Sayuran 2006 2007 2008 2009 * (%) Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 13,07 Cabai 1.185.057 1.128.793 1.153.060 1.378.727 19,57 Daun Bawang 571.268 479.924 547.743 549.365 0,30 Kembang Kol 135.518 124.252 109.497 96.038-12,29 Kacang Merah 125.250 112.271 115.817 110.051-4,98 Tomat 629.744 635.474 725.973 853.061 17,51 Buncis 269.532 266.790 266.551 290.993 9,17 Labu siam 212.697 254.056 394.386 321.023-18,60 Kangkung 292.950 335.086 323.757 360.992 11,50 Bayam 149.435 155.863 163.817 17.375-89,39 Keterangan * Pertumbuhan tahun 2008 sampai tahun 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik (2009) Berdasarkan Tabel 4 beberapa jenis sayuran mengalami peningkatan produksi dan sebagian jenis sayuran juga mengalami penurunan produksi. Mulai dari kurun waktu 2008 ke 2009 beberapa sayuran seperti kembang kol, kacang merah, labu siam dan bayam mengalami penurunan, sedangkan jenis sayuran seperti bawang merah, cabai, daun bawang, tomat, buncis dan kangkung justru mengalami kenaikan, dan jenis sayuran yang mengalami pertumbuhan yang cukup baik adalah cabai yaitu meningkat sebesar 19,57 persen. Cabai merupakan produk hortikultura yang digolongkan kedalam empat kelompok yaitu cabai merah, cabai hijau, cabai kecil dan cabai hias. Cabai merah 5

terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting dan cabai merah merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan. Menurut Statistik Pertanian (2009) areal pertanaman cabai di Indonesia pada tahun 2008 adalah seluas 211.566 ha atau sekitar 20,6 persen dari luas areal panen sayuran. Pada tahun 2009 luas panen komoditas cabai di Indonesia sebesar 233.904 Ha dengan jumlah produksi sebesar 1.378.727 dimana produktivitas mencapai 5,89 ton/ha (Badan Pusat Statistik, 2010). Hal ini menunjukkan tanaman cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki prospek bagus untuk dikembangkan. Khusus untuk daerah Jawa produktivitas cabai merah pada tahun 2009 terbesar berada di daerah Jawa Barat yaitu 13,6 persen dengan luas lahan cabai sekitar 23.212 ha dan produksi 315.569 ton (BPS, 2010). Dari Tabel 5 dapat dilihat luas lahan, produksi dan produktivitas cabai di Pulau Jawa. Tabel 5. Luas Lahan, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa, 2009 No Propinsi Luas Lahan Produktivitas Produksi (ton) (ha) (ton/ha) 1 Jawa Barat 23.212 13,6 315.569 2 Jawa Tengah 40.729 5,42 220.929 3 DI Yogyakarta 2.858 5,95 17.010 4 Jawa Timur 59.308 4,11 243.562 5 Banten 1.747 3,68 6.427 Badan Pusat Statistik (BPS), 2010 Jawa Barat adalah salah satu propinsi sentra produksi cabai merah di Indonesia, yang menyebar dibeberapa kabupaten seperti Kabupaten Bogor. Komoditas unggulan di Kabupaten Bogor adalah buah-buahan seperti pisang, manggis raya, pepaya dan durian, sayuran seperti cabai, buncis, sawi dan tanaman hias seperti anggrek, dan agrasena. Budidaya cabai merah sudah dikenal cukup lama oleh para petani di Bogor. Usahatani cabai merah sampai saat ini masih 6

berorientasi pada produksi dan bukan pada permintaan pasar dan hal ini menyebabkan fluktuasi harga di pasar. Berdasarkan Tabel 6 peningkatan luas lahan cabai merah rata-rata sebesar 25,2 persen dan peningkatan produksi rata-rata sebesar 8,05 persen dengan produktivitas cabai merah mengalami penurunan sebesar 14,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan luas panen dan produksi cabai merah dari tahun 2007 sampai 2009 diiringi dengan penurunan produktivitas cabai merah. Hal ini menunjukkan adanya indikasi risiko produksi cabai merah yang terjadi di Kabupaten Bogor. Berikut perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas cabai merah di Kabupaten Bogor. Tabel 6. Luas panen, Produksi dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor Tahun 2007 Sampai 2009 Tahun Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas 2007 531 4.683 8,81 2008 721 6.215 8,61 2009 828 5.181 6,25 (Ton/Ha) Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010 (diolah) Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, dimana Kecamatan Ciawi merupakan salah satu penghasil cabai merah keriting. Kecamatan Ciawi memiliki kemiringan yang relatif tinggi dari 5 persen sampai dengan 40 persen dengan tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Sedangkan curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara sejuk alam pegunungan, hal ini di karenakan letaknya diapit oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung Salak. Karakteristik tanah dan iklim yang dimiliki oleh Kecamatan Ciawi tersebut sangat potensial dalam membudidayakan produk-produk hortikultura (Monografi UPT PTPHPK Wilayah Ciawi 2009). Beberapa komoditi utama di Kecamatan Ciawi yaitu bawang daun, kubis, wortel, cabai merah keriting dan tomat. Berikut pada Tabel 7 luas panen, produksi dan produktivitas komoditas utama sayuran di Kecamatan Ciawi. 7

Tabel 7. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditas Utama Sayuran di Kecamatan Ciawi Pada Tahun 2009 No Komoditas Luas panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1 Bawang Daun 350 3.461,50 98,9 2 Kubis 23 462,76 201,2 3 Wortel 229 2.748 120 4 Cabai Merah Keriting 95 465,5 49 5 Tomat 113 3.503 310 Sumber: Statistik Pertanian, UPT PTPPHPK Wilayah Ciawi, 2009 Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa cabai merah keriting adalah komoditas unggulan di kecamatan Ciawi dengan luas panen 95 Ha, produksi 465,5 ton dan produktivitas 49 ton/ha. Kecamatan Ciawi terdiri dari 13 desa yang mayoritas penduduknya adalah petani, dimana salah satu desa yang sedang berusaha mengoptimalkan potensi daerahnya sendiri adalah Desa Citapen. Desa Citapen memiliki kondisi geografis yakni ketinggian tempat 450 sampai 700 diatas permukaan laut (DPL), ph Tanah 5,0 sampai 7,0 dan beriklim basah (BP3K Wilayah Ciawi, 2010). Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) bahwa ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan cabai merah keriting adalah 0 sampai 1000 meter dpl, dengan kondisi tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik dan PH tanah antara 6 sampai 7. Oleh karena itu kondisi geografis yang dimiliki Desa Citapen sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting Komoditi cabai potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kenaikan harga cabai terutama disebabkan produksi cabai yang menurun, pasokan yang terbatas dan kegagalan panen. Kebutuhan akan cabai merah, diduga masih akan terus meningkat dengan pesat sejalan dengan kenaikan pendapatan dan jumlah penduduk sebagaimana terlihat pada tahun 2002, 8

2005 dan 2008 pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai mengalami peningkatan, yaitu masing-masing sebesar 1,42 kg/tahun/kapita, 1,51 kg/tahun/kapita, dan 1,54 kg/tahun/kapita (Ditjen Hortikultura, 2009). Oleh karena itu produktivitas cabai merah harus ditingkatkan sehingga mampu mengimbangi peningkatan permintaan akan cabai merah. Sebagai tanaman pertanian kondisi alam sangat mempengaruhi keberlangsungan proses produksi cabai merah. Kondisi alam yang tidak dapat diprediksi, mudah berubah, sulit untuk diramalkan, dan tidak dapat dikendalikan menjadi suatu risiko bagi pelaku usaha dibidang pertanian. Faktor alam seperti perubahan suhu dan fluktuasi iklim atau cuaca merupakan suatu ketidakpastian yang menjadi variabel penyebab terjadinya risiko dalam usaha pertanian, dan risiko tersebut dapat terjadi pada kegiatan usahatani cabai merah. Faktor-faktor risiko inilah yang akan menjadi penghalang dalam pemenuhan permintaan akan cabai merah keriting. Oleh karena itu sangat penting untuk dianalisis risiko produksi cabai merah keriting karena berdampak pada kerugian yang harus ditanggung oleh petani, dalam kasus ini petani yang tergabung dalam kelompoktani Pondok Menteng Desa Citapen. 1.2. Perumusan Masalah Kelompoktani Pondok Menteng adalah salah satu anggota dari gabungan kelompoktani (Gapoktan) Rukun Tani yang berlokasi di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi. Gapoktan Rukun Tani terdiri dari 7 kelompoktani yaitu kelompoktani Pondok Menteng, Sukamaju, Bina Mandiri, Silih Asih, sawah Lega, Tani Jaya dan KWT Citapen Berkarya. Pada dasarnya gapoktan terbentuk karena kepentingan usaha petani agar lebih luas dan meningkat sehingga petani mempunyai posisi tawar yang kuat. Produk unggulan kelompoktani Pondok Menteng antara lain caisin, cabai merah keriting, tomat, dan kubis. Anggota kelompoktani Pondok Menteng yang aktif setiap tahun memproduksi cabai merah keriting ada 5 orang dengan kisaran masing-masing lahan cukup luas mulai 1 Ha sampai 5 Ha. Penanaman cabai merah keriting di kelompoktani Pondok Menteng hanya sekali setahun, karena waktu yang dibutuhkan mulai dari penyemaian, penanaman sampai panen adalah 6 bulan. 9

Menurut pengalaman petani Pondok Menteng lahan bekas tanaman cabai tidak bisa langsung ditanami cabai lagi karena akan menghadapi risiko yang besar seperti produksi gagal total. Setelah panen lahan diistirahatkan sekitar satu bulan kemudian ditanami komoditas lain seperti kacang-kacangan dan sawi. Hal ini dilakukan guna mengembalikan kondisi lahan lebih baik, karena tanaman kacang mampu mengembalikan unsur hara dalam tanah sehingga untuk periode berikutnya lahan sudah layak ditanami cabai. Produktivitas cabai merah keriting yang ideal adalah 8000 kg/ha, sedangkan berdasarkan data yang didapat terkait produksi cabai merah keriting pada kelompoktani Pondok Menteng sangat berfluktuasi meskipun trendnya cenderung meningkat. Dimana dari tahun 2005 sampai 2010 produktivitas cabai merah keriting kelompoktani Pondok Menteng berkisar antara 4000 kg/ha sampai 11000 kg/ha. Tidak selamanya fluktuasi mengindikasikan risiko yang merugikan, apabila fluktuasi berada diatas kondisi ideal itu bukan mengindikasikan risiko. Berdasarkan grafik pada Gambar 1 produktivitas cabai merah keriting kelompoktani Pondok Menteng menghadapi risiko kerugian karena sebanyak empat kali periode produktivitas cabai merah keriting berada di bawah kondisi ideal yaitu produktivitas dibawah 8000 kg/ha. Gambar 1. Produktivitas Cabai Merah Keriting Kelompoktani Pondok Menteng Sumber: Kelompoktani Pondok Menteng 2011 Fluktuasi berdasarkan Gambar 1 mengindikasikan risiko produksi yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng, dimana dalam proses produksi cabai merah keriting terdapat risiko. Sebelum memecahkan permasalahan ada baiknya 10

mengetahui akar dari penyebab masalah, sehingga rumusan masalah dapat diselesaikan dan target tercapai. Begitu halnya dengan usahatani cabai merah keriting perlu diketahui penyebab terjadinya risiko pada produksi sebelum memecahkan solusi untuk risiko tersebut, oleh karena itu penting dikaji hal-hal berikut ini: 1. Sumber-sumber risiko pada usahatani cabai merah keriting pada kelompoktani Pondok Menteng. 2. Tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber risiko tersebut pada usahatani cabai merah keriting. 3. Strategi maupun solusi yang akan digunakan dalam menyelesaikan atau mengurangi risiko yang dihadapi petani cabai merah keriting. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah: 1. Mengidentifikasi sumber risiko pada tanaman cabai merah keriting. 2. Menganalisis risiko produksi pada usahatani tanaman cabai merah keriting pada kelompoktani Pondok Menteng. 3. Merumuskan strategi dalam menangani risiko tanaman cabai merah keriting. 1.4. Manfaat Penelitian Berikut merupakan manfaat dalam melakukan penelitian: 1. Melatih kemampuan penulis dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data yang disesuaikan dengan bidang keahlian penulis. 2. Sebagai masukan bagi yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi penelitian selanjutnya. 11