1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu masalah penting pencapaian pembangunan kesehatan dunia. Pencapaian program KIA dapat dilihat dari Laporan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA yang pencatatannya bulanan yang merupakan hal yang sangat penting, karena hasil laporan tersebut dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai pengendalian masalah kesehatan di seluruh wilayah kabupaten atau kota. Puskesmas memiliki upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, upaya kesehatan wajib terdiri dari Upaya Promosi Kesehatan, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, Upaya Perbaikan Gizi, Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan Upaya Pengobatan. Upaya kesehatan pengembangan ditetapkan sesuai dengan kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program wajib di puskesmas. Perhatian khusus harus diberikan terhadap kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita. Hal ini karena ibu, bayi dan balita termasuk dalam penduduk yang rentan terhadap penyakit. Selain itu, Angka Kematian Ibu (AKI), Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan suatu negara. Kegiatan pokok Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang meliputi pelayanan antenatal, pelayanan 1
2 pertolongan persalinan, deteksi dini ibu hamil beresiko, penanganan komplikasi kebidanan, pelayanan kesehatan neonatal dan ibu nifas (Depkes RI, 2010). Pada pelaksanaan program KIA, di Indonesia telah diaplikasikan alat pemantauan program dengan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Pemantauan Wilayah Setempat dapat digunakan sebagai alat manajemen untuk melakukan pemantauan program di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Adapun kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut serta alat monitoring sekaligus manajemen data KIA (Depkes RI, 2009) Pada Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak, kegiatan program pokok KIA meliputi Pelayanan Antenatal, Pertolongan Persalinan, Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas, Pelayanan Kesehatan Neonatus, Deteksi Dini dan Penanganan Komplikasi Kebidanan dan Neonatus oleh Tenaga Kesehatan maupun Masyarakat, Penanganan Komplikasi Kebidanan, Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi, Pelayanan Kesehatan Bayi, Pelayanan Kesehatan Anak Balita dan Pelayanan KB Berkualitas (Madya,2012). Di Indonesia derajat kesehatan ibu dan anak masih sangat memprihatinkan hal ini dapat di lihat dari Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI sebesar 214 per 1000 kelahiran hidup, AKB sebesar 31 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal (AKN) sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000
3 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatal (AKN) mencapai 19 kematian per 1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) mencapai 40 kematian per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Menurut hasil Riskesdas 2013 penyebab langsung kematian ibu, bayi, dan balita sebetulnya merupakan penyebab yang dapat dicegah jika dapat terdeteksi secara dini. Oleh karena itu dikembangkan alat manajemen untuk mendeteksi dini penyebab kematian berupa pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS KIA) agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap masalah KIA yang dihadapi. Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja, sehingga seluruh kasus dengan faktor resiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai (Depkes RI,2009). Cakupan program KIA di Puskesmas Simalingkar pada tahun 2016 yaitu cakupan pemeriksaan kehamilan yang pertama (K1) sebesar 97,3% (target 95%), cakupan pemeriksaan kehamilan yang keempat kali (K4) sebesar 93,9% (target 95%), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan 97,8% (target 90% ), cakupan Fe3 sebesar 83,9 % (target 95%), Cakupan ASI Eksklusif pada Februari 26% (target 42%) dan Agustus 23% (target 42%), Cakupan Vitamin A Bufas 96% (target 100%), Cakupan penimbangan bayi/balita 70% (target 85%) (Profil Puskesmas Simalingkar, 2016).
4 Berdasarkan survei pendahuluan, Puskesmas Simalingkar adalah puskesmas yang pelaksanaan pencatatan dan pelaporan PWS KIA secara manual yaitu pencatatan di buku register, buku kohort anak, buku kohort ibu hamil, buku kohort bayi namun pada kartu ibu tidak dilakukan pengisian. Masih adanya Bidan Pustu yang pengetahuan dan sikapnya kurang dalam pengisian form PWS KIA. Kinerja Bidan Koordinator selaku penanggungjawab pada bagian KIA masih kurang baik dalam melakukan supervisi ataupun pengawasan. Hal tersebut, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas informasi yang akan dihasilkan baik pada tingkat puskesmas, kabupaten/kota, Propinsi, hingga tingkat Nasional. Permasalahan tersebut berdampak pada informasi yang dihasilkan yang diakibatkan dari keterlambatan pelaporan..keterlambatan pelaporan data yang dikirimkan dapat mengganggu kelancaran pengumpulan, penghitungan dan pengolahan data yang dilakukan oleh bidan koordinator sehingga dalam penyajian informasipun mengalami keterlambatan. Keterlambatan dan ketidaksesuain pengolahan data dapat disebabkan karena kurangnya supervisi yang dilakukan oleh Bidan Koordinator maupun Kepala Puskesmas dalam mengawasi dan memeriksa setiap laporan PWS KIA sebelum di laporkan kepada Dinas Kesehatan. Kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam pengelolaan data juga menjadi faktor yang mengakibatkan lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan terutama dalam hal manajemen data, termasuk dalam sistem PWS KIA. Jumlah SDM yang tersedia di lapangan masih kurang bila dibandingkan dengan
5 jumlah inisiatif penguatan sistem informasi kesehatan secara manual ataupun terkomputerisasi (Kemenkes,2012). Ada beberapa penelitian yang sama yaitu Dharmawan dkk (2015) membuktikan bahwa informasi (output) dalam PWS KIA sering tidak akurat dan tepat waktu karena masih dikerjakan secara manual. Hal ini dikarenakan ada masalah pada saat penangkapan data (input) dimana penulisan data tidak tepat dan lengkap. Masalah juga ditemukan pada saat perekapan dan pembuatan salinan untuk pembuatan laporan (proses), seperti pada perekapan data dan penyalinan buku bantu ke dalam format pelaporan di tingkat puskesmas. Dalam pencatatan dan pelaporan KIA dapat dikatakan berhasil bila didukung oleh Bidan Pustu. Ketika pengumpulan data dan pelaporan data yang dilakukan Bidan Pustu ke puskesmas terlambat, maka pengumpulan dan pelaporan data dari puskesmas ke DKK juga terlambat karena Bidan Koordinator sebagai penanggungjawab program KIA terlebih dahulu harus melakukan validasi, evaluasi dan analisis data dan laporan yang masuk dari Bidan Pustu. Seorang pemimpin harus memotivasi dirinya sendiri dan orang lain agar mau bekerja dengan mencapai tujuan. Pemimpin dapat mempengaruhi motivasi kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja, dan terutama tingkat prestasi dalam suatu organisasi, hal tersebut memberi arti bahwa kepemimpinan memiliki faktor penting bagi organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan kemampuan yang dimiliki pemimpin mempengaruhi petugasnya melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang diarahkan dan diinginkannya dalam mencapai tujuan organisasi (Siagian, 2013).
6 Menurut Soekarso (2015) fungsi-fungsi kepemimpinan antara lain pengambilan keputusan, pengarahan, pendelegasian, motivator, pengawasan dan pengendalian. Selain itu fungsi kepemimpinan menggerakkan orang yang dipimpin menuju tercapainya tujuan organisasi. Agar dapat menanamkan kepercayaan pada orang yang dipimpinnya dan menyadarkan bahwa mereka mampu berbuat sesuatu dengan baik. Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat berupa penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi ( Ilyas, 2001). Kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, Menurut Ilyas (2001) ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi yaitu variabel individu (kemampuan dan keterampilan, latar belakang, demografis), variabel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan) dan variabel psikologis ( persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi). Dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti, faktor- faktor yang menyebabkan kinerja belum optimal antara lain pada pelaksanaan pencatatan dan pelaporan KIA dan ketepatan waktu pelaporan oleh Bidan diantaranya masih belum memiliki komitmen terhadap tugas dan fungsinyadalam melaksanakan manajemen pelayanan KIA. Kurangnya rasa tanggung jawab petugas KIA terhadap tugas yang diberikan, kegiatan- kegiatan pelatihan yang masih terbatas, tidak adanya insentif bagi petugas KIA yang bekerja dengan baik, kurangnya
7 Sumber Daya Manusia (SDM), serta masih kurangnya sarana, prasarana dan dana untuk mendukung pelaksanaan program KIA tersebut. Peranan Kepemimpinan Bidan Koordinator masih kurang dalam pendelegasian petugas KIA yang masih kekurangan tenaga dalam pelaksanaan PWS KIA, motivasi yang kurang karena kesibukan sebagai Dosen dan juga memiliki praktek Bidan, pengawasan juga dalam pencatatan dan pelaporan sehingga masih ditemukan laporan yang kurang valid dilaporkan sehingga kewalahan pada saat ingin pelaporan ke Dinkes. Upaya pengendalian dari Bidan Koordinator juga kurang sebagai perpanjangan tangan ke Dinkes dalam penyampaian kekurangan sarana maupun peralatan diwilayah kerjanya dan Bidan sudah mengupayakan mengajukan ke Dinkes namun belum terealisasi sampai sekarang. Tidak adanya juga insentif maupun reward bagi Bidan yang bagus kinerjanya dalam pencapaian target serta pelatihan PWS KIA juga tidak didapat oleh Bidan penanggungjawab PWS KIA di puskesmas maupun di pustu. Menurut Kareth dkk (2015) keberhasilan pelaksanaan pencatatan dan pelaporan pelayanan KIA oleh Bidan di Puskesmas Nabire, Provinsi Papua sangat didukung oleh Bidan Pustu dalam proses pencatatan dan pelaporan KIA yang dilakukannya. Serta peran Bidan Koordinator sebagai penanggungjawab laporan terlebih dahulu harus melakukan validasi, evaluasi dan analisis data dan laporan yang masuk dari Bidan Pustudalam kegiatan pelayanan KIA di puskesmas. Berdasarkan uraian di atas dan penelitian yang dilakukan pada Puskesmas Simalingkar, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Peranan Kepemimpinan
8 Bidan Koordinator dengan kinerja Bidan dalam pencatatan dan pelaporan PWS KIA di Puskesmas Simalingkar. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peranan kepemimpinan bidan koordinator dengan kinerja bidan dalam kelengkapan pencatatan dan pelaporan PWS KIA. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan peranan kepemimpinan Bidan Koordinator dengan kinerja Bidan dalam pencatatan dan pelaporan PWS KIA di Puskesmas Simalingkar. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi dinas kesehatan dan puskesmas lainnya dalam meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan PWS KIA. 2. Sebagai masukan bagi Bidan Koordinator dalam meningkatkan kepemimpinan dalam kelengkapan pencatatan dan pelaporan PWS KIA. 3. Sebagai masukan bagi Bidan meningkatkan kinerja dalam kelengkapan pencatatan dan pelaporan PWS KIA. 4. Bagi peneliti sendiri dapat menambah pengetahuan dan pengalaman langsung dalam penerapan ilmu yang telah diperoleh.