BAB 2 LANDASAN TEORI. peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak pada dasarnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Andriani dalam bukunya Waluyo (2009: 2) menyatakan bahwa

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI. sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing ahli pada saat merumuskan. Definisi pajak menurut para ahli sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda, tetapi

BAB II BAHAN RUJUKAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

: a. bahwa untuk melaksanakan pemungutan Pajak Daerah

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Pengantar Perpajakan MINGGU 1

PAJAK DAERAH PROVINSI

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian pajak

Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon (022) Faks (022) BANDUNG 40115

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB II BAHAN RUJUKAN

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

PENGGOLONGAN PAJAK, JENIS PAJAK, TARIF PAJAK, DAN SANKSI DALAM PAJAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah.

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 68 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR,

BAB II BAHAN RUJUKAN

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian Hukum Pajak Menurut IAI (2012:1). Hukum Pajak (Hukum Fiskal) adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara. Hukum pajak merupakan bagian dari Hukum Publik yang mengatur hubungan hukum antar negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak). Hukum Pajak memuat pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana. 2.1.2 Definisi Pajak Menurut UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Pajak adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''. Pengertian pajak menurut buku modul IAI (2012:1), telah banyak dikemukakan oleh para ahli, berikut beberapa pengertian tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain : A. Menurut Rochmat Soemitro, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 7

B. Menurut Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. C. Menurut Smeets, pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan secara individual. Maksudnya adalah untuk mebiayai pengeluaran pemerintah. Dari beberapa definisi diatas menurut Siahaan (2010) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu: a. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya. b. Pembayaran pajak harus masuk kepada kas negara yaitu kas pemerintah pusat atau kas pemerintah daerah (sesuai dengan jenis pajak yang dipungut) c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah. Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antar jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu. d. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dikenakan pajak. e. Pajak memiliki sifat dipaksakan. Jadi secara garis besar, pajak merupakan peralihan/ harta dari sektor swasta/individu ke sektor masyarakat/pemerintah tanpa ada imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk. Pajak mengurangi pendapatan seseorang, dan mengurangi daya beli 8

individu. Mempunyai dampak besar pada ekonomi individu, sehingga pajak dapat mengubah pola konsumsi dan pola individu. 2.1.3 Fungsi Pajak Menurut IAI (2012:2), ada dua fungsi pajak yaitu: 1. Fungsi Budgetair, yaitu: Pemerintah memungut pajak terutama atau semata-mata untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik bersifat rutin maupun untuk pembangunan. 2. Fungsi Mengatur (regularend) A. Sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan negara dalam bidang ekonomi dan sosial. B. Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. 3. Fungsi Redistribusi Dalam fungsi redistribusi ini lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak dengan adanya tarif pajak yang lebih besar unutk tingkat penghasilan yang lebih timggi. 4. Fungsi Demokrasi Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak. 9

2.1.4 Jenis-Jenis Pajak Dalam Modul IAI (2012:7) pajak dibedakan dalam beberapa kategori berdasarkan penggolongan, sifatnya dan menurut lembaga pemungutnya. 1. Pajak Menurut Golongannya. Menurut Golongannya Pajak dibagai menjadi dua, yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. a. Pajak Langsung : Dalam pengertian ekonomis, Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian Administratif, Pajak Langsung adalah pajak yang dipungut secara berkala. b. Pajak Tidak Langsung : Dalam pengertian ekonomis, Pajak Tidak Langsung adalah pajak pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen. Dalam pengertian Administratif, Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang, pembuatan akte. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai, Bea Balik Nama. 2. Pajak Menurut Sifatnya : Menurut sifatnya, Pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak Subyektif dan Pajak Obyektif. a. Pajak Subyektif ( bersifat Perorangan ) : Pajak Subyektif adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi Wajib Pajak untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan 10

alasan yang obyektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut gaya pikul. Sebagai contoh adalah Pajak Penghasilan orang pribadi, berhubungan antara pajak dan Wajib Pajak (subyek) adalah langsung, oleh karena besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar tergantung pada besarnya gaya pikulnya. Pada pajak pajak subyektif ini keadaan wajib pajak sangat mempengaruhi besar kecilnya jumlah pajak yang terutang. b. Pajak Obyektif (bersifat Kebendaan) Pajak Obyektif pertama tama melihat kepada obyeknya baik itu berupa benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian barulah dicari subyeknya (orang atau badan hukum) yang bersangkutan langsung dengan tidak mempersoalkan apakah subyek pajak ini berdomisili di Indonesia atau tidak. 3. Menurut Lembaga Pemungutannya. Menurut Lembaga Pemungutannya, pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak Negara (Pajak Pusat) dan Pajak Daerah. a. Pajak Negara (Pajak Pusat) Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan Rumah Tangga Negara pada umunya. 1. Pajak yang dipungut oleh Dirjen Pajak : a. Pajak Pengahsilan (PPH) b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11

c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) d. Bea Meterai e. Bea Lelang. 2.Pajak yang dipungut oleh Bea Cukai (Dirjen Bea Cukai). b. Pajak Daerah. Pajak pajak yang dipungut oleh Daerah Provinsi, Kabupaten / Kota, pemungutanya berdasarkan pada Peraturan Daerah masing masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan Rumah Tangga Daerah masing masing. 1. Jenis Pajak Provinsi terdiri dari a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan. e. Pajak Rokok 2. Jenis Pajak Kabupaten / Kota : a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral Bukan Logam g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah 12

i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 2.1.5 Sistem Pemungutannya Berdasarkan IAI (2012:9) sistem pemungutannya, pajak dapat dibedakan dalam tiga golongan, yaitu : a. Official assessment system Suatu sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak yang harus dilunasi atau pajak yang terutang oleh Wajib Pajak ditentukan oleh fiskus. b. Self assessment system Suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang, sehingga Wajib Pajak harus aktif dalam memenuhi hak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. c. Witholding system Suatu sistem pemungutan pajak dimana penghitungan besarnya pajak, penyetoran dan pelaporan pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dilakukan oleh pihak ketiga, misalnya PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.23 Dalam sistem perpajakan yang sekarang wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri yang disebut self assessment system. Diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam penyetoran pajaknya. 13

2.1.6 Asas Pemungutan Pajak Asas pemungutan pajak menurut Waluyo (2011:16) dibagi dalam 3 asas, yaitu: 1. Asas Tempat Tinggal Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negri. 2. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilam yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.. 3. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. 2.1.7 Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka Mardiasmo (2011:2) mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan). 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis). 3. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis). 4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial). 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana 14

2.1.8 Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2011:16) pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel : a. Stelsel Nyata ( riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek ( penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. b. Stelsel Anggapan ( Fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi anatar stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. 2.1.9 Hambatan Pemungutan Pajak Hambatan pemungutan pajak Mardiasmo (2011:8) terdiri dari dua perlawanan yaitu: 1. Perlawanan Pasif Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi. 15

2. Perlawanan aktif Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada semua usaha dan perbuatan secara langsung ditujukan kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan untuk menghindari pajak. 2.1.10 Tarif Pajak Menurut Mardiasmo (2011:9) dalam Pajak terdapat 4 macam tarif dibedakan yaitu : 1. Sebanding/proporsional Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: Untuk penyerahan barang kena pajak didalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% 2. Tarif Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah uang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000 3. Tarif Progresif Presentasi tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. 16

4. Tarif Degresif Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. 2.2 Pajak Daerah Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009, Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah. Beberapa pengertian terkait pajak daerah Mardiasmo (2011:12) antara lain: 1. Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung. 3. Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perderoan komanditer, perseroan lainnya, BUMN, dan bentuk badan lainnya. 17

4. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. 5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. 2.2.1 Jenis-Jenis Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, pajak daerah yaitu terbagi menjadi : 1. Jenis Pajak Provinsi terdiri dari a. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d. Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. e. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. 18

2. Jenis Pajak Kabupaten / Kota : a. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. b. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. c. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. d. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. e. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f. Pajak Mineral Bukan Logam adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. g. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. h. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaanpajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. 19

2.3 Pajak Kendaraan Bermotor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 8 ayat 5, hasil penerimaan PKB sebesar paling sedikit sepuluh persen, termasuk yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dialokasikan untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. Hal ini dikenal sebagai earmarking yaitu suatu kewajiban pemerintah provinsi untuk mengalokasikan sebagian hasil penerimaan pajak daerah untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat. Earmarking dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus sekaligus menciptakan good governance dan clean government. 2.3.1 Dasar Hukum Sistem pemungutan pajak daerah yang dipergunakan dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yaitu Sistem Official Assessment. Sistem Official Assessment adalah pemungutan pajak berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Pajak setelah menerima SKPD atau dokumen lainnya yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada Kantor Pos atau Bank Persepsi. Jika Wajib Pajak tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Kriteria Pajak Daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak secara umum, yang membedakan antara keduanya adalah pihak pemungutnya. Kalau Pajak Umum atau biasa disebut Pajak Pusat, yang memungut adalah Pemerintah Pusat, sedangkan 20

Pajak Daerah yang memungut adalah Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota. Berdasarkan buku Pajak Daerah dan Retribusi Daerah oleh Siahaan (2010:177) disebutkan dasar hukum pemungutan PKB & KAA pada suatu provinsi yaitu : 1. Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 4. Peraturan daerah provinsi yang mengatur PKB & KAA. Peraturan Daerah ini dapat menyatu, yaitu satu peraturan daerah untuk PKB & KAA, tetapi dapat juga dibuat secara terpisah yaitu Peraturan Daerah tentang PKB dan Peraturan Daerah tentang PKAA. Beberapa provinsi yang menetapkan Peraturan Daerah tentang PKB antara lain sebagai berikut : a. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pajak Kendaraan diatas Air; b. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air; c. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air; d. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pajak Alat Angkut di Atas Air; 21

e. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 03 Tahun 2007 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air. f. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air; dan g. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air. 5. Keputusan gubernur yang mengatur tentang PKB & KAA sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang PKB & KAA pada provinsi dimaksu. 2.3.2 Definisi Pajak Kendaraan Bermotor a. Pajak Kendaran Bermotor (PKB) adalah pajak yang dipungut oleh Daerah atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. b. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang disemua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraanbermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air c. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaran yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. d. Kendaraan Bermotor Pribadi adalah setiap kendaraan bermotor yang dimiliki/dikuasai/dipergunakan untuk kepentingan orang pribadi, badan, 22

Lembaga Negara dan yang dimiliki/kuasai oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah. 2.3.3 Obyek Pajak Kendaraan Bemotor Menurut Siahaan (2010:180) Obyek PKB adalah kepemilikan dan atau penguasaan Kendaraan Bermotor yang terdaftar di Daerah termasuk kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan sebagai angkutan orang dan atau barang. Pada PKB tidak semua kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 3 ayat 3, dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor yang kepemilikan dan penguasaan atasnya menjadi objek pajak PKB adalah : a. Kereta api b. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara. c. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah pusat. d. Objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Beberapa alternatif objek pajak lainnya yang dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor yang dapat ditetapkan dalam peraturan daerah antara lain sebagaimana dibawah ini : a. Kepemilikan atas penguasaan kendaraan bermotor oleh orang pribadi yang digunakan untuk keperluan pengolahan lahan pertanian rakyat. 23

b. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh BUMN yang digunakan untuk keperluan keselamatan. c. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh pabrikan atau milik importir yang semata-mata digunakan untuk pameran, untuk dijual, dan tidak dipergunakan dalam lalu lintas bebas. d. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh turis asing yang berada didaerah untuk jangka waktu 60 hari. e. Kendaraan bermotor yang disegel atau disita oleh negara. 2.3.4 Subjek Pajak Kendaraan Bermotor Siahaan (2010:182) mengatakan subyek PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor. Wajib Pajak PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki Kendaraan Bermotor. Yang bertanggung jawab atas pembayaran PKB adalah: 1. Untuk orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya dan atau ahli warisnya. 2. Untuk badan adalah pengurus atau kuasanya. 2.3.5 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dasar pengenaan PKB berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yaitu: a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor. b. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor dengan pengertian sebagai berikut : 24

a) koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi b) koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap melewati batas toleransi. Khusus untuk Kendaraan Bermotor yang digunakan di luar jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor. Nilai Jual Kendaraan Bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas suatu Kendaraan Bermotor yang besarnya ditetapkan oleh Gubernur. Dalam hal harga pasaran umum atas suatu Kendaraan Bermotor tidak diketahui nilai jualnya ditentukan berdasarkan faktor-faktor: a. Isi silinder dan satuan daya. b. Penggunaan Kendaraan Bermotor. c. Jenis Kendaraan Bermotor. d. Merk Kendaraan Bermotor. e. Tahun pembuatan Kendaraan Bermotor. f. Berat total Kendaraan Bermotor dan banyaknya penumpang yang diiizinkan. g. Negara pembuat Kendaraan Bermotor. h. Dokumen import untuk jenis Kendaraan Bermotor tertentu. Bobot dihitung berdasarkan faktor-faktor: a. Tekanan gandar. b. Jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor. c. Jenis, penggunaan, tahun pembuatan dan ciri-ciri mesin dari Kendaraan Bermotor. 25

Penghitungan dasar pengenaan PKB dinyatakan dalam satu tabel yang ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. 2.3.6 Tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Tarif PKB berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 7 ayat 1, ditetapkan sebesar: 1. Kepemilikan Kendaraan Bermotor oleh orang pribadi ditetapkan tarif pajak progresif sebesar: (a) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama, sebesar 1,50% (b) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua, sebesar 2% (c) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga, sebesar 2,50% (d) untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat dan seterusnya, sebesar 4% 2. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud diatas, didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama. 3. Kepemilikan oleh badan tarif pajak sebesar 1.50% 4. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor untuk : a. TNI, POLRI, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ditetapkan sebesar 0,50% b. Angkutan umum, ambulans, mobil jenazah dan pemadam kebakaran, sebesar 0,50% c. Sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan sebesar 0,50% 5. Tarif Pajak Kendaraaan Bemotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen). 26

Menurut Siahaan (2010:186) Perhitungan PKB yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan PKB adalah: Cara Perhitungan Pajak = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x (NJKB x Bobot) Contoh perhitungan dasar pengenaan pajak yaitu : Untuk mobil Mercedes Benz C180 automatic tahun pembuatan 2000 besarnya PKB yang terutang adalah 1.5% x Rp 290.000.000 = Rp 4.350.000 Kriteria Tarif Progresif yaitu Kendaraan bermotor milik perorangan /pribadi berdasarkan nama dan/atau alamat yang sama. Tidak Kena Tarif Progresif yaitu: a. Orang pribadi yang memiliki satu kendaraan bermotor roda 2 (dua), satu kendaraan roda 3 (tiga), dan satu kendaraan roda 4 (empat) masing-masing diperlakukan sebagai kepemilikan pertama sehingga tidak dikenakan pajak progresif. b. Kendaraan bermotor yang dimiliki oleh Badan c. Kendaraan bermotor yang dimiliki Angkutan Umum d. Kendaraan bermotor yang dimiliki Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, POLRI/TNI 2.3.7 Saat Pajak Terutang, Masa Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah a. Saat terutang pajak terjadi pada saat pendaftaran kendaraan bermotor. b. Masa Pajak adalah 12 bulan berturut-turut, mulai saat pendaftaran Kendaraan Bermotor 27

c. Kewajiban Pajak yang berakhir sebelum 12 bulan, besarnya Pajak terutang dihitung berdasarkan jumlah bulan berjalan. d. Bagian dari bulan yang melebihi 15 hari dihitung satu bulan penuh. 2.3.8 Sanksi keterlambatan pembayaran a. Apabila pembayaran PKB terlambat dikenakan sanksi administrasi berupa b unga sebesar 2% dari pokok pajak setiap bulan keterlambatan. b. Apabila tidak dilakukan dikenakan sanksi administrasi kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak, ditambah bunga 2% dihitung dari pajak terutang untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. 2.3.9 Sistem Pemungutan Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 126 tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, prosedur penyelesaian pajak kendaraan bermotor diawali dengan melakukan pendaftaran dan atau pelaporan kendaraan bermotor dengan menggunakan Surat Pendaftaran Objek Pajak Daerah (SPOPD), Surat Pendaftaran dan Pendataan Kendaraan Bermotor (SPPKB), Surat Pendaftaran/Pelaporan dan Pendataan Kendaraan Bermotor Pengesahan (SPPKB Pengesahan). Pendaftaran atau pelaporan terdiri dari pendaftaran baru kendaraan bermotor, pendaftaran kendaraan bermotor dari luar daerah dan keluar daerah, serta pendaftaran ulang. Dalam melakukan pendaftaran atau pelaporan harus memperhatikan syaratsyarat yang harus dipenuhi. Apabila sudah terpenuhi maka wajib mendaftarkan kepada Kepala Unit PKB dan BBN-KB disertai syarat-syarat yang harus dilampirkan. 28

Nilai pajak kendaraan bermotor yang terhutang dihitung atas dasar SPOPD atau SPPKB atau SPPKB pengesahan dan dituangkan ke dalam Nota Perhitungan Pajak yang berfungsi sebagai Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) kemudian ditetapkan bearnya pajak terutang dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). 2.3.10 Bagi Hasil Pajak Menurut Siahaan (2010:203) Hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor merupakan pendapatan daerah yang yang harus disetorkan seluruhnya ke kas daerah provinsi. Hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor sebagian diperuntukan bagi daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi tempat pemungutan pajak kendaraan bermotor. Pembagian hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor ditetapkan dalam peraturan daerah provinsi, dengan perimbangan adalah : a. 70% menjadi bagian provinsi b. 30% diserahkan kepada kabupaten/kota 29