BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif,

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk kedepan. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang keluarga berencana (KB) yang telah dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan anggota keluarganya. Pada umumnya, apabila hal tersebut

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

BAB I PENDAHULUAN. berencana secara komprehensif (Saifuddin, 2006). mencapai kesejahteraan keluarga. Program KB merupakan bagian terpadu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seimbang agar kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. menunggu mendapatkan keturunan dan menunda kehamilan dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN MOTIVASI SUAMI TERHADAP KONTRASEPSI MANTAP DI DUKUH SIDOKERTO PURWOMARTANI KALASAN SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat yang menyebabkan. kepadatan penduduk (Hatta, 2012). Permasalahan lain yang dihadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada saat ini Keluarga Berencana (KB) telah dikenal hampir di

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. KB Nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. keterbatasan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan terbatasnya lahan sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar

BAB 1 PENDAHULUAN. dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mulai menerapkan Program Keluarga Berencana Nasional pada tahun 1970

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penduduk 2010 telah mencapai jiwa (BPS, 2010).

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian program pembangunan nasional di Indonesia yang sudah dimulai sejak masa awal pembangunan lima tahun (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera dengan cara pengaturan kelahiran dan juga pengendalian pertumbuhan penduduk. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010 diperoleh bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237,2 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan sekitar 3,1% setahun dan tingkat kelahiran 2,6 per wanita. Jumlah penduduk Indonesia makin hari semakin meningkat, padahal pemerintah terus berupaya untuk mencapai 2,1 anak per wanita. Meski demikian, masih saja banyak penduduk yang memiliki anak yang jumlahnya banyak (BPS, 2010). Salah satu upaya pemerintah untuk menekan laju pertambahan penduduk melalui upaya pengendalian fertilitas yang instrumen utamanya adalah Program Keluarga Berencana (KB) (Hatmadji, 2004). Sejak pertama sekali dicanangkan pada tahun 1970, program KB telah menunjukkan hasil dengan terjadinya penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dan Total Fertility Rate (TFR), sedangkan tingkat penggunaan kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) mengalami peningkatan.

Pada periode tahun 1980-1990 LPP adalah 1,97%, tahun 1990-2000 turun menjadi 1,45% dan tahun 2000-2006 turun lagi menjadi 1,34% dan naik lagi pada tahun 2010 yaitu 1,49%. TFR tahun 1971 adalah 5,5 per Pasangan Usia Subur (PUS), tahun 1980-1990 turun menjadi 2,34, dan pada tahun 2000-2005 turun lagi menjadi 2,28 (BPS, 2007b). Angka ini menunjukkan penurunan TFR dari waktu ke waktu tetapi belum mencapai target nasional yaitu 2,1 (BKKBN, 2010). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan peningkatan CPR dari 54,7% (tahun 1994), menjadi 57,4% (tahun 2010). Hal ini disebabkan oleh kesadaran PUS untuk menggunakan kontrasepsi dalam pengaturan kelahiran sudah semakin baik, namun peningkatan CPR belum mampu mencapai target TFR nasional yaitu 2,1 (BPS, 2011). Dari laporan jumlah kepesertaan ber KB per tahun (BKKBN, 2005) disimpulkan bahwa apabila angka kepesertaan KB tetap sama sebesar 60,3%, maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 menjadi sekitar 255, 5 juta jiwa. Jika kepesertaan ber KB turun 0,5 % per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 meningkat menjadi 264,4 juta jiwa. Ini berarti jumlah penduduk Indonesia akan semakin padat. Namun, apabila bisa dinaikkan presentasi kepesertaan jumlah ber KB pertahun jadi 1%, maka diprediksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sekitar 237,8 juta jiwa. Upaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan mensukseskan program pemerintah dalam melaksanakan KB tidak hanya ditujukan pada wanita, namun juga pria. Menurut Sumarjati (2005) keikutsertaan pria dalam ber KB masih

rendah. Secara nasional, angka keikutsertaan pria dalam ber KB sangat sedikit (1,7%) dari total PUS, sangat jauh jika dibandingkan dengan keikutsertaan perempuan yaitu sebesar 98%. Berdasarkan data SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2007, partisipasi pria dalam ber-kb secara nasional hanya mencapai 1,5%, diantaranya 1,3% akseptor kondom dan 0,2% akseptor vasektomi. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi pria dalam ber-kb masih rendah jika dibandingkan dengan sasaran nasional pada tahun 2009 yaitu, 4,5%. Angka partisipasi ber-kb secara nasional juga masih lebih rendah, jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi pria dalam ber-kb pada tahun 2006 di negara-negara berkembang, dimana negara Pakistan mencapai 5,2%, Bangladesh mencapai 13,9%, Nepal mencapai 24%, Malaysia mencapai 16,8% dan Jepang mencapai 80% (BKKBN, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2001menunjukkan rendahnya keikutsertaan pria dalam ber KB. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pilihan bagi pria untuk ber KB. Dari hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa hanya satu dari tiga pria yang setuju dengan Metode Operasi Pria (MOP/Vasektomi), sedangkan 41% pria mengatakan bahwa kondom tidak disukai karena dapat mengurangi kenikmatan. Hasil penelitian lain yang disarikan dalam buku UNFPA-BKKBN (2001) menunjukkan tiga dari empat istri, atau lebih dari 70% tidak mendukung suami ber KB. Laporan BKKBN (2005) juga menunjukkan bahwa secara nasional KB pria kurang diminati. Para pria memberi alasan secara psikologis mengikuti program KB

dinilai sebagai tindakan yang aneh dan asing. Ada juga yang beranggapan bahwa KB pria merupakan hal yang lucu karena pria tidak akan pernah hamil. Selain itu, pilihan alat kontrasepsi pria sangat terbatas, karena alat kontrasepsi yang tersedia kebanyakan untuk perempuan. Kurangnya partisipasi pria ber KB juga dipicu oleh banyak sebab antara lain: rumor medis, agama, budaya dan biaya. Namun dari keseluruhan alasan tersebut yang paling utama adalah minimnya kampanye dan sosialisasi. Namun, beberapa hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa di beberapa daerah justru terjadi peningkatan partisipasi pria untuk mengikuti program KB. Untuk daerah DKI Jakarta kesadaran kaum pria untuk menjadi akseptor KB dalam dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan cukup besar, dari sebelumnya 2,62% menjadi 4%. Pada tahun 2003, pria yang mengikuti program vasektomi yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Daerah Jakarta Selatan diikuti oleh 37 orang, dan pada tahun 2004 jumlah pria yang mengikuti program vasektomi bertambah menjadi 45 orang (Hajar, 2005). Data BKKBN menunjukkan bahwa jumlah akseptor KB di Sumatera Utara (2009) mencapai 1.311.625 orang, dengan total Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 2.075.120. Dari keseluruhan peserta aktif tersebut, akseptor KB pria mencapai 69.659 orang (3,3%) yang terdiri dari MOP 4.288 orang (6%) dan pengguna kodom 65.362 (94%). Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi pria dalam ber-kb di Provinsi Sumatera Utara masih rendah. Serdang Bedagai yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk 588.263 jiwa dengan jumlah PUS sebanyak

111.271 pasang. Tercatat sebanyak 82.944 akseptor KB aktif pada Januari-Juli 2010, dengan capaian 38 akseptor MOP (0,045%) dan 2.862 akseptor kondom (3,45%). Cakupan PUS terbesar di Kecamatan Perbaungan yaitu 18.291 pasang dengan jumlah peserta non-kb sebesar 4.577 pasang dan peserta KB aktif sebesar 13.694 pasang. Diantara jumlah tersebut 6 peserta MOP (0,04%); 353 akseptor kondom (2,5%); 627 peserta IUD (45%); 505 peserta MOW (36%), 491 peserta implant (35%), 5.560 peserta KB suntik (40%) dan 6.152 peserta KB pil (44%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi wanita lebih besar daripada pria. Hasil laporan Rapat Kerja Pembangunan dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Tahun 2010, menunjukkan bahwa jumlah PUS di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 sebanyak 293.472 pasang, dengan peserta akseptor KB aktif sebanyak 213.844 orang. Berdasarkan jenis kontrasepsi yang digunakan, maka dapat dilihat bahwa peserta kontrasepsi IUD 22.147 orang (10,36%); kondom 15.408 peserta (7,21%); suntik 68.357 peserta (31,97%); pil 80.761 peserta (37,77%); MOW 11.647 peserta (5,45%) dan MOP 282 peserta (0,13%). Berdasarkan data Laporan Puskesmas Labuhan Deli (2010) jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang sebanyak 10.829 pasangan dan peserta kontrasepsi aktif sebanyak 7.481 orang. Dari 7.483 pasangan, 690 menggunakan IUD, 522 menggunakan Implant, 2.419 menggunakan suntikan, 3.092 menggunakan pil, 454 menggunakan kondom, 291 orang menggunakan Metode Operasi Wanita (MOW)/tubektomi dan 15 orang

menggunakan Metode Operasi Pria (MOP)/vasektomi. Dari laporan tersebut dapat dilihat bahwa proporsi pria yang menggunakan vasektomi hanya 0,20%, angka ini jauh lebih rendah dari target angka peserta aktif KB pria secara nasional, yaitu 4,5%. Padahal, petugas BKKBN Kabupaten Deli Serdang telah banyak melakukan program peningkatan akseptor KB melalui program: safari KB, pemberian insentif pada pasangan yang mau menjadi akseptor KB vasektomi, layanan pemasangan vasektomi gratis dan berbagai program lainnya. Dari berbagai hasil penelitian dan laporan tersebut dapat diperoleh suatu gambaran kurangnya peran pria dalam mengikuti program KB. Namun, selain faktor pengguna KB pria, petugas kesehatan juga berkontribusi terhadap rendahnya penggunaan KB pada pria. Sering sekali kompetensi dan motivasi petugas kesehatan yang rendah menyebabkan proses sosialisasi penggunaan KB pada pria jadi terhalang. Hal ini dapat dilihat dari hasil laporan UNFPA-BKKBN (2001) menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pria yang pernah mendengar dan mengetahui istilah kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat promosi, penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Selain hal tersebut, laporan juga menunjukkan informasi yang diterima oleh para pria pada saat konseling untuk ber KB umumnya sangat rendah. Sejauh ini diketahui bahwa pengelola KB di lapangan lebih memperhatikan kuantitas pencapaian ketimbang kualitas pelayanan. Akibatnya pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan Standart Operating Prosedur (SOP). Sebagaimana hasil penelitian yang diadakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur (2001)

memperlihatkan dari 137 responden peserta vasektomi, sebanyak 16,8% mengatakan ada gangguan kesehatan. Dari jumlah tersebut, 39,1% mengatakan timbul rasa nyeri, sedangkan 13% menyatakan abses. Ketidakpuasan peserta KB pria akibat kualitas pelayanan yang diterima menimbulkan rumor baru di masyarakat yang menyatakan bahwa operasi steril pria menyebabkan tenaga berkurang 40% dibanding sebelum operasi. Rendahnya partisipasi pria/suami dalam KB vasektomi disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: (a) faktor dukungan, baik politis, sosial budaya, maupun keluarga yang masih rendah sebagai akibat rendah/kurangnya pengetahuan pria/suami serta lingkungan sosial budaya yang menganggap KB dan kesehatan reproduksi merupakan urusan dan tanggung jawab perempuan, (b) faktor akses, baik akses informasi, maupun akses pelayanan. Dilihat dari akses informasi, materi informasi pria masih sangat terbatas, demikian halnya dengan kesempatan pria/suami yang masih kurang dalam mendapatkan informasi mengenai KB dan kesehatan reproduksi. Keterbatasan juga dilihat dari sisi pelayanan dimana sarana/ tempat pelayanan yang dapat mengakomodasikan kebutuhan KB dan kesehatan reproduksi pria/suami masih sangat terbatas, sementara jenis pelayanan kesehatan reproduksi untuk pria/suami belum tersedia pada semua tempat pelayanan dan alat kontrasepsi untuk suami hanya terbatas pada kondom dan vasektomi (BKKBN, 2006). Rendahnya partisipasi suami dalam penggunaan KB vasektomi juga dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan suami tentang kontrasepsi vasektomi. Para suami sering menganggap bahwa orang yang menggunakan KB vasektomi akan

mengurangi hasrat seksual. Jumlah anak juga menjadi salah satu faktor penting seseorang untuk menjadi akseptor vasektomi. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk menjadi akseptor KB vasektomi atau tidak. Demikian juga dengan umur, semakin tua umur seseorang maka semakin rendah tujuan untuk memiliki anak, sehingga seseorang cenderung untuk menggunakan kontrasepsi yang sifatnya permanen, dalam hal ini vasektomi (BKKBN, 2006). Selain itu, belum semua pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan vasektomi. Hanya 5 81 persen pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen pelayanan kesehatan pemerintah (Wibowo, 1994). Bahkan hasil baseline survei di 4 propinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan NTT tahun 2002 memperlihatkan bahwa dari 30% pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi, hanya 4% yang melayani vasektomi. Dari sisi provider terlihat bahwa keberadaan dan kesiapan provider pemberi pelayanan secara teknis telah mendukung pelaksanaan vasektomi. Namun secara mental masih ada hambatan, disamping itu mutasi dokter terlatihpun sangat cepat. Terbatasnya akses ke tempat pelayanan disebabkan antara lain oleh: citra terhadap tempat pelayanan KB yang dipersiapkan sebagai tempat pelayanan untuk wanita, kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi, kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi dan kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh faktor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan faktor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang tahun 2011. 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan faktor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang tahun 2011. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan faktor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

1.4. Hipotesis Ada pengaruh faktor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan faktor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang tahun 2011. 1.5. Manfaat Penelitian a. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap penerapan kebijakan penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang. b. Masyarakat Kecamatan Labuhan Deli Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada masyarakat di Kecamatan Labuhan Deli agar memperoleh pemahaman yang jelas tentang kontrsepsi mantap yaitu metode vasektomi. c. Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan informasi dalam ilmu kesehatan masyarakat, khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi vasektomi.