I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama penduduk Indonesia. Kebutuhan beras terus meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan penduduk (Sinar Tani 2011). Beras merupakan bahan makanan pokok bangsa Indonesia, namun produksi beras dalam negeri sampai sekarang masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri sehingga dilakukan program-program intensifikasi dan ektensifikasi penanaman padi (Soplanit dan Nukuhaly 2012). Varietas unggul memiliki peran penting dalam peningkatan hasil padi sawah. Varietas sebagai salah satu komponen produksi telah memberikan sumbangan sebesar 56%, oleh karena itu salah satu titik tumpu utama peningkatan produksi padi adalah perakitan dan perbaikan varietas unggul baru (Chairuman 2013). Penggunaan Varietas Unggul Baru (VUB) merupakan salah satu teknologi utama yang mampu meningkatkan produktivitas sampai 50%. Varietas Ciherang dengan umur tanaman 121 hari dapat mencapai hasil 8 ton/ha, sementara varietas lokal lainnya hanya mampu menghasilkan rata-rata 4 ton/ha. Sehingga dengan mengganti VUB produksi dapat ditinggikan (Polakitan et al 2011). Penggunaan varietas unggul merupakan teknologi yang handal dalam meningkatkan produksi pangan karena lebih aman dan lebih ramah terhadap lingkungan serta murah harganya bagi petani. Oleh karena itu usaha untuk mendapatkan varietas padi unggul melalui penelitian pemuliaan dengan teknik mutasi atau teknik yang lain perlu dilakukan secara intensif. Mutasi dapat didefenisikan sebagai perubahan mendadak materi genetik yang diwariskan pada generasi berikutnya, dan perubahan itu bukan disebabkan oleh fenomena umum dari segregasi atau rekombinasi genetik. Pemuliaan tanaman dengan mutasi induksi merupakan cara yang efektif untuk memperkaya plasma nutfah yang sudah ada dan sekaligus untuk perbaikan sifat varietas. Pemuliaan mutasi sangat bermanfaat untuk perbaikan beberapa sifat tanaman saja dengan tidak merubah sebagian besar sifat tanaman aslinya. Mutasi gen resesif lebih sering terjadi dibanding gen dominan. Mutasi gen ini berkaitan dengan sifat kualitatif yang dikendalikan oleh sedikit gen 1
2 sehingga pemuliaan mutasi akan lebih cepat dibanding karakter genetik yang dikendalikan oleh banyak gen (Mugiono et al 2009). Salah satu upaya yang dilakukan agar produksi padi tetap tinggi adalah dengan melakukan rekayasa pada tanaman padi sehingga melahirkan varietas padi unggul. Di Indonesia sendiri misalnya, upaya pemuliaan tanaman dilakukan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) hingga melahirkan varietas padi baru Cilosari, yang tahan hama melalui teknik iradiasi (Maulana et al 2013). Namun persoalannya, budidaya padi dewasa ini dihadapkan pada perubahan iklim global yang tidak menentu, sehingga dapat menyebabkan terganggunya stabilitias perberasan nasional (Sinar Tani 2011). Perubahan iklim merupakan fenomena global yang menjadi tantangan serius pada saat ini dan masa yang akan datang. Rusaknya infra struktur pengairan menyebabkan resiko kekeringan bukan hanya terjadi di lahan gogo dan sawah tadah hujan, tetapi mengancam juga pertanaman padi sawah irigasi terkendali. Meluasnya areal dengan resiko gagal panen karena cekaman kekeringan dapat mengancam produksi beras dan ketahanan pangan nasional (Supriyanto 2013). Salah satu kendala yang dapat membatasi pertumbuhan dan produksi tanaman pada lahan kering adalah ketersediaan air yang rendah. Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada tingkat cekaman yang dialami dan jenis kultivar yang akan ditanam. Pengaruh awal dari tanaman yang mendapat cekaman air adalah terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata daun yang kemudian berpengaruh besar terhadap proses fisiologis dan metabolisme dalam tanaman (Mapegau 2006). Keterbatasan suplai air pada lahan kering merupakan kendala utama untuk mengembangkan padi lahan kering karena tanaman padi butuh air yang cukup tersedia selama fase pertumbuhannya. Pengembangan padi ladang selama ini sulit dilakukan, selain disebabkan kurangnya varietas padi yang dapat beradaptasi pada lahan kering, juga jenis padi ladang yang tersedia, produktivitasnya masih rendah. Oleh sebab itu, penggunaan varietas yang adaptif terhadap cekaman kekeringan merupakan suatu alternatif dalam memanfaatkan lahan kering (Kadir 2011).
3 Namun, pada kondisi lingkungan yang ekstrim yang umumnya terjadi beberapa kali sepanjang masa pengusahaan tanaman, faktor pupuk dapat tidak lagi menjadi penentu tingkat produksi, melainkan faktor lain yang tersedia terbatas bagi pertumbuhan tanaman. Faktor lain selain pupuk yang sering membatasi pertumbuhan tanaman dan menyebabkan gagalnya produksi tanaman adalah kekeringan. Kelangkaan air sering menjadi bencana bagi sektor pertanian yang dapat terjadi karena pergeseran musim, perubahan sebaran hujan bulanan, atau kemarau panjang (Erwiyono dan Wibawa 2008). Masalah cekaman kekeringan dapat diatasi melalui dua cara, yaitu dengan mengubah lingkungan agar cekamannya dapat diminimumkan serta memperbaiki genotipe tanaman agar tahan terhadap cekaman kekeringan. Sifat tahan kekeringan yang dimiliki oleh suatu genotipe padi selalu berkaitan dengan perubahanperubahan morfologis dan fisiologis sebagai cara adaptasi pada kondisi kekeringan, sehingga suatu genotipe padi tersebut dapat dikatakan tahan. Sifat-sifat tanaman baik morfologis maupun fisiologis dapat digunakan sebagai dasar penilaian sifat ketahanan terhadap kekeringan (Effendi 2008). Varietas padi yang toleran kekeringan, akan mampu untuk beradaptasi pada lingkungan yang lebih luas. Toleransi tersebut dikarenakan tanaman mempunyai kemampuan untuk memodifikasi sifat-sifat pertumbuhannya dengan cara menghindarkan diri dari kerusakan yang disebabkan oleh kekeringan, serta diikuti dengan kemampuan untuk tumbuh lagi dengan cepat bila tekanan kekeringan berakhir (Munarso 2010). Tanaman padi dapat tumbuh dan berkembang baik pada lingkungan yang ekstrim seperti kekeringan, melalui proses evolusi atau artificial mutasi. Proses ini terjadi dengan cara perubahan konstitusi genetik sebagai upaya adaptasi tanaman terhadap lingkungan. Keragaman pertumbuhan vegetatif genotipe mutan, disebabkan karena terjadinya perubahan gen akibat penggunaan sinar gamma (Kadir 2011). Dosis iradiasi yang digunakan untuk menginduksi keragaman sangat menentukan keberhasilan terbentuknya tanaman mutan. Jika iradiasi dilakukan pada benih (seperti padi), pada umumnya kisaran dosis yang efektif lebih tinggi
4 yaitu antara 100-500 Gray dibandingkan jika dilakukan pada bagian tanaman lainnya seperti tanaman hias (anyelir dan krisan) yang hanya pada dosis iradiasi antara 25-120 Gray (Ritonga dan Wulansari 2011). Hal ini dikarenakan setiap jenis, bagian, dan umur tanaman memiliki sensitivitas dan tanggap yang berbeda terhadap jenis dan dosis iradiasi. Semakin banyak kadar oksigen dan molekul air (H2O) dalam materi yang diiradiasi, maka akan semakin banyak pula radikal bebas yang terbentuk sehingga tanaman menjadi lebih sensitif (Herison et al 2008). Pada tanaman padi Ciherang, dosis yang disarankan adalah lebih rendah dari kurva LD50 (Lethal Dose 50) yaitu di bawah dosis 500 Gray (Khikmah 2014). LD50 adalah dosis yang menyebabkan 50% kematian dari populasi yang diradiasi (Ritonga dan Wulansari 2011). Induksi mutasi dengan aplikasi dosis iradiasi sinar gamma yang tepat diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman padi varietas Ciherang sehingga diperoleh kultivar yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Penelitian awal pada padi varietas Ciherang ini menunjukkan interaksi antara cekaman kekeringan 75% kapasitas lapang dengan dosis radiasi sinar gamma 100 Gray memperlihatkan jumlah gabah isi tertinggi. Sedangkan interaksi cekaman kekeringan 100% kapasitas lapang dengan dosis radiasi sinar gamma 400 Gray memperlihatkan jumlah gabah isi terendah. Hasil uji lanjut bahwa pada kondisi penggenangan, perlakuan dosis radiasi sinar gamma 100 Gray tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan tanpa radiasi dan mulai memperlihatkan perbedaan yang nyata pada perlakuan dosis radiasi sinar gamma 200 Gray sampai 400 Gray. Pada kondisi kadar lengas 100% kapasitas lapang, perlakuan dosis radiasi sinar gamma 100 Gray sampai 200 Gray tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan tanpa radiasi dan mulai memperlihatkan perbedaan yang nyata pada perlakuan dosis radiasi sinar gamma 300 Gray sampai 400 Gray. Pada kondisi kadar lengas 75% kapasitas lapang, perlakuan dosis radiasi sinar gamma 100 Gray tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan tanpa radiasi dan mulai memperlihatkan perbedaan yang nyata pada perlakuan dosis radiasi sinar gamma 200 Gray sampai 400 Gray (Maulida 2015).
5 B. Perumusan Masalah Bagaimana keragaan (performa) yang ditunjukkan oleh padi Ciherang M2 hasil radiasi sinar gamma pada cekaman kekeringan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaan (performa) dari padi Ciherang M2 hasil dari radiasi sinar gamma pada cekaman kekeringan. Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Sebagai bahan referensi dalam hal memperkaya pengetahuan tentang pemuliaan tanaman dalam upaya mendapatkan varietas padi yang tahan terhadap cekaman kekeringan 2. memberikan informasi mengenai M2 dari padi Ciherang hasil radiasi sinar gamma dalam rangka menyiapkan galur mutan yang tahan terhadap kekeringan.