BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi untuk mengisolasi Actinomycetes dan melihat kemampuannya dalam menghasilkan metabolit sekunder. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai dari persiapan sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian. 3.2 Subjek penelitian Subjek penelitian ini adalah Actinomycetes dari sedimen rhizosfer, batang dan daun tegakan Sonneratia alba 3.3 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan : Oven, inkubator, autoclave, Erlenmeyer, mikropipet, tabung reaksi, spektrofotometer, kromatografi lapis tipis (KLT), sentrifuge, shaker incubator, colony counter, Laminar air flow, water bath, phmeter, salinometer, ose, mikroskop, Vortex dan camera. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan : Sedimen rhizosfer, Batang dan daun tanaman jenis Sonneratia alba, medium starch casein agar, Nystatin, air laut, 70% etanol, B.subtilis, E.coli, S. aureus, Nutreint Agar, Nutrient Broth, Ethyl acetat, medium Muller Hilton Agar, Streptomycin, medium fermentasi.
3.4 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode Ex post facto dan data dianalisis secara deskriptif. 3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.5.1 Koleksi sampel Sampel untuk isolasi Actinomycetes diperoleh dari sedimen daerah rhizosfer, batang dan daun tanaman Sonneratia alba. Sampel ditempatkan dalam botol steril kemudian dibawa ke laboratorium untuk pengamatan selanjutnya. 3.5.2 Pengukuran Fisikokimia Sedimen Pengukuran fisikokimia terhadap sampel sedimen meliputi ph dan salinitas lingkungan. 3.5.3 Isolasi dan Pengamatan Morfologi Actinomycetes a. Isolasi dari Sedimen Rhizosfer pada Tegakan Sonneratia alba Teknik isolasi Actinomycetes dari sampel sedimen rizosfer tanaman Sonneratia alba diawali dengan pembuatan seri pengenceran sampel (Ravikumar et al. 2011). Sampel sedimen basah sebanyak 1 gram ditambahkan ke dalam 5 ml air laut steril (pengenceran 10-1 ). Pengenceran dilakukan sampai taraf 10-4. Masing-masing pengenceran ditanam pada medium Starch Casein Agar dengan metode surface plate sebanyak 1 ml. Medium disuplementasi dengan 25µg.ml -1 Nystatin untuk mencegah pertumbuhan fungi. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 28 0 C selama 7 10 hari.
b. Isolasi Actinomycetes endofitik Sampel akar dan daun tanaman Sonneratia alba dilakukan sterilisasi permukaan dengan menggunakan 70% etanol dan dikering-anginkan di dalam laminar air flow. Permukaan terluar sampel akar dibuang dengan menggunakan pisau steril dan jaringan dalam sampel akar selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan mortar steril. Demikian juga dengan sampel daun dihaluskan dengan mortar steril. Sampel yang sudah halus kemudian dilakukan serangkaian pengenceran sampai pada taraf 10-4. Masing-masing pengenceran ditanam pada medium Starch Casein Agar dengan metode surface plate sebanyak 1 ml. Medium disuplementasi dengan 25µg.ml -1 Nystatin untuk mencegah pertubuhan fungi. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 30 0 C selama 7 10 hari (Ravikumar et al. 2011). c. Pengamatan Morfologi Mikroba Morfologi koloni actinomycetes diamati dengan cara menginokulasikan isolat actinomycetes pada medium Nutrient Agar dan diinkubasikan pada suhu 30 0 C selama 7 hari. Actinomycetes yang tumbuh diamati karakter morfologinya meliputi karakteristik koloni dan hasil pengamatan didokumentasikan sebagai data morfologi (Nanjwade et al, 2010). Pengamatan morfologi sel didasarkan pada metode pewarnaan menggunakan pewarnaan gram. 3.5.4 Uji Penghasilan Antibiotik (Metabolit Sekunder) Uji penghasilan antibiotika dilakukan dengan tahapan : a) Kultivasi Isolate dalam Medium Cair Hasil isolasi actinomycetes selanjutnya digunakan untuk uji kemampuan penghasilan senyawa antibiotik. Isolat actinomycetes ditumbuhkan pada agar
miring pada suhu 28 0 C selama 2 minggu, kemudian spora dewasa diinokulasikan dalam medium fermentasi sebanyak 100 ml (dextrosa 2 g, soya bean meal 2 g, soluble starch 0.5 g, peptone 0.5 g, corn steep liquor 0.25 g, (NH 4 )2 SO 4 0.25 g, MgSO 4.7H 2 O 0.25 g, K 2 HPO 4 0.002 g, NaCl 0.4 g, CaCO 3 0.2 g, air laut 50%) dan diinkubasi pada suhu 30 0 C pada rotary shaker (200rpm) selama 9 x 24 jam (Baskaran et al. 2011). Selanjutnya dilakukan isolasi metabolit antibakterial atau antibiotika. b) Isolasi antibiotika (metabolit antibakterial) Untuk mendapatkan antibiotik fase cair, medium cair yang sudah terfermentasi disentrifugasi pada 10.000 rpm suhu 4 o C selama 20 menit. Supernatan yang dihasilkan dikoleksi sebagai sampel antibiotik (Baskaran et al. 2011). Sampel antibiotik kemudian digunakan untuk penentuan aktivitas antibiotik. c) Penentuan Aktivitas Antibiotik Aktivitas antibiotik didasarkan pada metode paper disc (difusi cakram) (Ambarwati, 2007). Penyiapan starter bakteri uji (E.coli, B. subtilis dan S. aureus) ditumbuhkan pada medium cair, masing-masing bakteri uji ditanam pada media Muller Hinton Agar dengan metode pour plate. Selanjutnya kertas cakram yang telah direndam pada sampel antibiotik diletakan pada media yang telah padat dan diinkubasi pada suhu 30 0 C selama 18 24 jam. Diameter zone bening diukur untuk menentukan pembentukan zona hambat.
d) Deteksi Antibiotik Antibiotik yang dihasilkan oleh isolat Actinomycetes dideteksi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Disiapkan Silika gel plates ukuran 10 x 20 cm dan ketebalan 1 mm. Fraksi ethyl acetat sebanyak 10µl dan antibiotik marker (Streptomycin) ditempatkan pada plate dan chromatogram dikembangkan menggunakan chloroform : methanol (4:1) sebagai sistem solven. Spot yang dibentuk pada chromatogram divisualisasi dalam iodine vapaour chamber dan UV chamber. 3.6 Analisis Data Isolat Actinomycetes yang diperoleh dilakukan uji penghasilan metabolit sekunder yang menggunakan metade paper disk dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk. Menurut Ambarwati dan Gama (2009) bila diameter daerah hambatan sebesar 5-9 mm maka aktivitas penghambatannya dikategorikan lemah, 10-19 mm dikategorikan sedang, dan lebih dari 20 mm dikategorikan kuat. Identifikasi golongan senyawa aktif dari metabolit sekunder (antibiotik) Actinomycetes dilakukan dengan melihat kromatogram berdasarkan fase gerak antara senyawa uji (Actinomycetes) dengan bercak senyawa marker (Stertomycin). Setelah itu dilakukan penghitungan nilai resulition fungtion (Rf) pada masing-masing bercak. Jika nilai perbandingan Rf sampel dan Marker adalah 1 (satu) maka sampel dinyatakan positif antibiotik (Ambarwati, 2007).