BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

Definisi dan Jenis Bencana

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Definisi dan Jenis Bencana

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

MITIGASI BENCANA BENCANA :

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Sosialisasi Kebumian dan Kebencanaan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BAB III LANDASAN TEORI

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004)

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

Jenis Bahaya Geologi

Empowerment in disaster risk reduction

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2080, 2014 BNPB. Logistik. Penanggulangan Bencana. Standarisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Bencana

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

Powered by TCPDF (

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN BAHAYA DAN KERENTANAN BANJIR DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 60 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam (Purwadarminta, 2006) Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia (Kamadhis UGM, 2007). Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. 3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik 11

12 sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI, 2007). Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitu bencana geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial seperti terlihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Jenis Bencana Alam Berdasarkan Penyebabnya Jenis Penyebab Bencana Alam Beberapa Contoh Kejadiannya Bencana alam geologis Gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, longsor/gerakan tanah, amblesan atau abrasi Bencana alam klimatologis Banjir, banjir bandang, angin putting beliung, kekeringan, hutan (bukan oleh manusia) Bencana alam ekstra-terestrial Impact atau hantaman benda dari luar angkasa Sumber : Kamadhis UGM, 2007 B. Pengertian Mitigasi Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Bencana sendiri adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat berupa kebakaran, tsunami,gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsor, badai tropis, dan lainnya. Kegiatan mitigasi bencana di antaranya :

13 pengenalan dan pemantauan risiko bencana; perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana; penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana; identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana; pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam; pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi; pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan mitigasi bencana lainnya. Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, mengatakan bahwa pengertian mitigasi dapat didefinisikan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Secara Umum pengertian mitigasi adalah usaha untuk mengurangi dan atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan / peredaman atau dikenal dengan istilah Mitigasi.Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster). C. Pengertian Kerentanan Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang meningkatkan kecenderungan (susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak bahaya (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih menekankan aspek manusia di tingkat komunitas yang langsung berhadapan dengan ancaman (bahaya) sehingga kerentanan

14 menjadi faktor utama dalam suatu tatanan sosial yang memiliki risiko bencana lebih tinggi apabila tidak di dukung oleh kemampuan (capacity) seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan, kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok rentan yang meliputi lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental. Kapasitas (capacity) adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan sumber daya yang tersedia di dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability) rendahnya daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi tingkat risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor lingkungan, sosial budaya, kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial dan lingkungan yang tidak strategis, yang menurunkan daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman. D. Lahar dingin Lahar adalah aliran material vulkanik yang biasanya berupa campuran batu, pasir, dan kerikil akibat adanya aliran air yang terjadi di lereng gunung api. Lahar dapat mengalir dengan kecepatan beberapa puluh meter per detik dan menempuh jarak sampai beberapa kilometer dengan membawa energi yang cukup besar. Lahar merupakan salah satu bahaya yang ditimbulkan oleh erupsi gunung api dan pada saat musim hujan dapat mengancam penduduk di sekitar DAS yang berhulu di gunung api (Miswata dkk., 2008). Secara umum berdasarkan proses terjadinya lahar dibagi menjadi 2 (dua), yaitu lahar letusan atau laharprimer dan lahar hujan atau lahar sekunder. Lahar letusan terjadi akibat letusan eksplosif pada gunungapi yang mempunyai danau kawah.luas daerah yang dilanda oleh lahar letusan tergantung pada volume air yang ada di dalam kawah dan kondisi morfologi di sekitar kawah.semakin besar volume air di dalam kawah maka, semakin luas pula penyebaran laharnya (Noor, 2006).

15 Lahar hujan atau biasa disebut lahar dingin terjadi akibat hujan yang terus-menerus dalam jangka waktu tertentu di atas timbunan endapan material vulkanik hasil erupsi gunungapi yang berada di sekitar puncak dan lereng gunungapi. Air hujan yang turun di atas endapan material vulkanik di sekitar puncak dan lereng gunungapi akan mengakibatkan endapan material menjadi jenuh dan mudah longsor atau runtuh. Longsoran material vulkanik dengan air hujan ini mengalir menuju sungaisungai yang berhulu di sekitar lereng dan puncak gunungapi dalam bentuk lahar dingin yang bisa berupa aliran lumpur atau aliran batuan (Kusumosubroto dkk., 2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lahar dingin yaitu, kemiringan lereng, curah hujan,dan material vulkanik. Kemiringan lereng sebagi awal terjadinya lahar dingin dimulai pada hulu sungai dengan kemiringan dasar lebih dari 200, kemiringan antara 150-200 merupakan daerah aliran material vulkanik dan sedimen yang berasal dari hulu menuju ke hilir sedangkan kemiringan kurang dari 150 sebagai daerah pengedapan. Curah hujan sangat menentukan terjadinya lahar dingin pada suatu daerah di sekitar gunungapi. Daerah dengan intensitas hujan tinggi dalam waktu yang pendek maupun daerah dengan intensitas hujan rendah dalam waktu yang panjang sama-sama memiliki potensi terjadi mengalami aliran lahar dingin. Material vulkanik yang dihasilkan dari peristiwa erupsi gunungapi akan mengendap pada lereng-lereng gunungapi dan bergerak dari lereng puncak gunung menuju sungai ketika terjadi hujan deras. Semakin besar volume material vulkanik hasil erupsi maka aliran lahar dingin yang terjadi akan semakin kuat dengan membawa semakin banyak endapan (Taufik, 1997). E. Desa Tangguh Bencana Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah sebuah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk

16 mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana.kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan pascabencana. Dalam Destana, masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka, terutama dengan memanfaatkan sumber daya lokal demi menjamin keberkelanjutan. Tujuan khusus pengembangan Destana ini adalah: 1. Melindungi masyarakat di kawasan rawan bahaya dari dampakdampak merugikan bencana. 2. Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam pengelolaan sumber daya untuk mengurangi risiko bencana. 3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi PRB. 4. Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber daya dan teknis bagi PRB. 5. Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam PRB, pihak pemerintah daerah, lembaga usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyakarat (LSM), organisasi masyarakat, dan kelompok-kelompok lainnya yang peduli. F. Metode Skoring / Pembobotan Menurut Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB, pembobotan merupakan teknik pengambilan keputusan pada suatu proses yang melibatkan berbagai faktor secara bersama-sama dengan cara memberi bobot pada masing-masing faktor tersebut. Pembobotan dapat dilakukan secara objektif dengan perhitungan statistik maupun secara subyektif dengan menetapkan berdasarkan pertimbangan tertentu.

17 Namun penentuan bobot secara subyektif harus dilandasi pemahaman yang kuat mengenai proses tersebut. Pada penelitian ini penentuan bobot diperoleh dari pendapat atau penilaian para pakar dalam bentuk kuesioner penilaian.sementara itu pembobotan faktor yang terbaik menurut BNPB (2012) diperoleh melalui konsensus pendapat para ahli atau yang terkenal disebut Analytic Hierarchy Proses (AHP).Metodologi ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty sejak 1970.Awal mulanya AHP digunakan sebagai alat untuk pengambilan keputusan. AHP adalah suatu metodologi pengukuran melalui perbandingan pasangan-bijaksana yang bergantung pada penilaian para pakar untuk memperoleh skala prioritas. Dan skala inilah yang mengukur wujud secara relatif. Ristya (2012) menambahkan bahwa pada dasarnya, metode skoring AHP ini dirancang untuk menghimpun persepsi orang secara rasional yang berhubungan erat dengan permasalah tertentu melalui suatu prosedur untuk sampai pada skala referensi diantara berbagai alternatif. Selain itu, Oktriyadi dalam Ristya (2012) juga menganalisis bahwa metode skoring AHP ini ditujukan untuk permasalahan yang 26 tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement), maupun situasi kompleks yakni situasi ketika data dan informasi statistik sangat minim.

18 G. Deskripsi Lokasi Penelitian Studi kasus pada penelitian ini berada di Desa Gulon dan Desa Jumoyo yang terletak di Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Desa Gulon dan Desa Jumoyo termasuk desa yang terdampak bencana banjir lahar hujan berdasarkan data dari BNPB pada tahun 2010. Berikut adalah peta lokasi desa terdampak bencana banjir lahar hujan : Gambar 3.1 Peta Lokasi Desa Terdampak Banjir Lahar Dingin Gunung Merapi Secara administrasi batas wilayah Desa Gulon, disebelah utara Desa Bringin, disebelah barat Desa Muntilan, disebelah timur Desa Jumoyo dan disebelah selatan Desa Seloboro. Sedangkan untuk Desa Jumoyo, disebelah utara Desa Kradenan, disebelah barat Desa Gulon, disebelah timur Desa Sucen dan disebelah selatan Desa Tirto.