BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk (Nasikun,1985:30,51)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia kaya akan kebudayaan. sangat erat dengan masyarakat. Salah satu masyarakat yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial, untuk berkerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. berpikir manusia dalam rangka menghadapi masalah kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keanekaragaman bangsa Indonesia ditandai dengan adat istiadatnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL TRANSFORMASI MEDIA CERITA RAKYAT INDONESIA SEBAGAI PENGENALAN WARISAN BUDAYA NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan dan merupakan tiang yang

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. disusun selaras dengan irama musik, serta mempunyai maksud tertentu. Tari pada

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam membedakan suku-suku yang ada di Sumatera Utara. Yaitu ende dan ende-ende atau endeng-endeng. Ende adalah nyanyian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya. Menurut Koenrtjaraningrat (1996:186), wujud kebudayaan dibedakan

BAB I PENDAHULUAN. Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengenali apa saja terdapat di daerah itu. Keberagaman kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman kebudayaan Indonesia merupan kebanggaan yang pant as

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita rakyat atau folklor adalah adatistiadat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang,

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

CERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. yang unik pula. Selain itu, di setiap daerah tersebut memiliki suatu cerita atau

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa memungkinkan

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk (Nasikun,1985:30,51) baik secara horizontal maupun secara vertikal. Secara horizontal terdapat kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, adat, dan kedaerahan. Sedangkan secara vertikal terdapat perbedaan-perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam dalam bentuk semakin tumbuhnya polarisasi sosial berdasarkan kekuatan politik dan kekayaan. Merujuk kepada pendapat diatas, masyarakat Indonesia bersifat multi-etnik, sedangkan salah satu etnik yang termasuk didalamnya ialah etnik Simalungun. Van Vollenhoven dalam Soekamto (1981.a:20-40) pernah membuat klasifikasi aneka warna suku bangsa di Indonesia dalam sembilan belas daerah lingkungan hukum adat, salah satu diantaranya ialah daerah lingkungan hukum adat etnik Batak yang meliputi Tanah Batak atau Tapanuli yaitu Pakpak Batak, Karo Batak, Simelungun Batak, Toba Batak, dan Tapanuli Selatan yaitu Padang Lawas, Angkola dan Mandailing. Etnik Simalungun selaku bagian dari suku bangsa Indonesia pada awalnya hanya tinggal menetap dalam wilayah kabupaten Simalungun, tetapi karena terbukanya migrasi keberbagai tempat lain di Indonesia maka etnik Simalungun pada waktu ini sudah berdomisili hampir pada setiap propinsi di Indonesia. Menurut Koentjaraningrat (1980.a:278) istilah suku bangsa atau etnik mengacu kepada suatu golongan manusia yang terikat kepada kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tersebut seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Merujuk kepada pendapat diatas, etnik Simalungun merupakan suatu golongan manusia yang terikat kepada kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan

2 kesadaran dan identitas tersebut dikuatkan dengan adanya bahasa etnik yaitu bahasa Simalungun. Pembentukan kesadaran dan identitas etnik Simalungun sebagai suatu golongan manusia yang terikat kepada kesatuan kebudayaan didasarkan kepada tradisi atau warisan sosial yang terdapat dalam etnik tersebut. Menurut Kluckhohn (1984:83) kebudayaan sebagai warisan sosial diperoleh melalui proses belajar oleh individu-individu sebagai hasil interaksi anggota-anggota kelompok satu sama lain sehingga kebudayaan tersebut sifatnya dimiliki bersama. Tetapi juga setiap praktek kebudayaan adalah fungsional untuk membantu survival masyarakat ataupun penyesuaian diri bagi individu. Pada segi yang lain tradisi (Sztompka,2008:69-70) adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dibuang atau dilupakan. Tradisi dari aspek benda material ialah benda material yang mengingatkan kepada kehidupan masa lalu. Sedangkan tradisi dari aspek gagasan termasuk keyakinan, kepercayaan, symbol, norma, nilai, aturan dan ideologi. Menurut Sztompka yang terpenting diperhatikan untuk memahami suatu tradisi ialah sikap atau orientasi pikiran terhadap benda material atau gagasan yang berasal dari masa lalu tersebut yang dipungut orang di masakini dan menempatkannya menjadi tradisi. Salah satu bentuk tradisi atau warisan sosial etnik Simalungun yang eksis sampai waktu ini ialah folklore. Menurut Danandjaja, folklore berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore (2002:1-2). Folk sinonim artinya dengan kata kolektif (collectivity) yaitu sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan yang sama sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok yang lain. Namun yang lebih penting ialah bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang mereka warisi secara turun-temurun sekurang-kurangnya dalam dua generasi, diakui sebagai milik bersama, dan sadar akan identitas kelompok mereka

3 sendiri. Sedangkan lore adalah tradisi folk, yaitu sebahagian dari kebudayaan yang diwariskan turun-temurun secara lisan, atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Dengan demikian folklore ialah sebahagian dari kebudayaan suatu kolektif manusia yang diwariskan secara turun-temurun diantara kolektif tersebut, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka,1990:243) dikemukakan folklore lisan dan folklore bukan lisan. Folklore lisan adalah folklore yang diciptakan, disebarluaskan dan diwariskan dalam bentuk lisan, umpamanya bahasa rakyat, teka-teki, puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat. Sedangkan folklore bukan lisan adalah folklore yang diciptakan, disebarluaskan dan diwariskan tidak dalam bentuk lisan, umpamanya arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tradisional, obat-obatan tradisional, makanan dan minuman tradisional, bunyi isyarat, dan musik tradisional. Salah satu bentuk folklore lisan etnik Simalungun ialah peribahasa. Peribahasa atau saying ialah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna dan fungsinya dalam masyarakat, bersifat turun-temurun, dipergunakan untuk penghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran atau pedoman hidup; mencakup bidal, pepatah, perumpamaan ibarat, dan pemeo (Kridalaksana,1982:131). Bidal ialah peribahasa yang berupa kalimat tak lengkap dan berisi nasehat atau pengajaran, misalnya: Biar lambat asal selamat. Pepatah ialah kalimat pendek yang berisi kiasan tentang keadaan atau tingkah laku, mengungkapkan pikiran yang berpaedah atau kebenaran yang wajar, misalnya: Indah khabar dari rupa; Perumpamaan ibarat ialah kalimat yang mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang dengan mengambil perbandingan dari alam sekitar yang didahului oleh kata

4 perbandingan (umpama, seperti, bagai), misalnya: Seperti katak dibawah tempurung; Ibarat bunga, sedap dipakai dan layu dibuang; Pemeo ialah peribahasa yang dijadikan semboyan, misalnya: Esa hilang, dua terbilang; Tak use ye!. Peribahasa etnik Simalungun yang disebut umpama, atau limbaga lajim dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu kepada seseorang ataupun sejumlah orang dalam kegiatan sosial budaya, ataupun dalam perjumpaan antar sesama individu, baik dalam suasana sukacita maupun dalam suasana dukacita dilingkungan etnik Simalungun. Umpamanya berkaitan dengan perkawinan atau marhajabuan, berkaitan dengan kelahiran anak atau partubuh ni anak, berkaitan dengan peristiwa kematian atau parmatei, berkaitan dengan peristiwa menempati rumah baru atau manmasuki rumah bayu, dan lain-lain. Sebagaimana peribahasa pada umumnya (Iper,1997:17) dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu yang berisi nasehat, sindiran, pujian, mematahkan pembicaraan lawan bicara, dan bahasa diplomasi, demikian juga halnya dengan peribahasa etnik Simalungun dipergunakan. Contoh peribahasa etnik Simalungun (Tarigan,1979) yang berisi nasihat ialah: Parlobei nidilat bibir ase nahatahon hata. Terjemahannya: Jilat dahulu bibir sebelum mengucapkan perkataan. Maknanya: Hendaklah dipikirkan matang-matang terlebih dahulu sebelum mengutarakan suatu pendapat supaya jangan melantur atau menyimpang tak menentu ujung pangkalnya. Selanjutnya contoh peribahasa yang berisi sindiran ialah: Songon parbuah ni ambotik, mangisati na maisat. Terjemahannya: Seperti cara berbuah pepaya, mendesak yang terdesak. Maknanya: Dikiaskan kepada seseorang yang menyusahkan orang yang susah; atau mendesak orang yang terdesak. Dengan perbuatan itu maka kesusahan orang tersebut bertambah-tambah. Sedangkan contoh peribahasa yang berisi pujian ialah: Buenan ma ipangan garam, loseinanma itangar tahuak ni dayok. Terjemahannya: Lebih banyak garam dimakan, lebih dahulu didengar kokok ayam. Maknanya: Dikiaskan kepada orang yang lebih tua, lebih banyak pengalaman, lebih banyak ilmu pengetahuan, lebih pintar dan

5 sebagainya. Selanjutnya contoh peribahasa yang berisi bahasa diplomasi ialah: Sahei utang sapuluhdua ibahen demban santasak. Terjemahannya: Lunas utang duabelas karena sekapur sirih. Maknanya: Walaupun rupa jelek tetapi kalau kelakuan baik dan pekerjaan beres maka sayang juga orang terhadapnya. Pendek kata, pandai mengambil hati orang lain. Peribahasa selaku kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna dan fungsinya dalam masyarakat, bersifat turun-temurun, dipergunakan untuk penghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran atau pedoman hidup berfungsi mewujudkan fungsi folklore lisan (Danandjaja,2002:32) yaitu sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan anak, dan sebagai pemaksa atau pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi. Dilihat berdasarkan fungsi-fungsi seperti ini tentulah aktualisasi pemanfaatan peribahasa dalam lingkungan suatu etnik akan memberikan kontribusi memperkuat loyalitas terhadap kelompok etnik itu sendiri. Berdasarkan pengamatan penulis terdapat gejala dikalangan generasi muda etnik Simalungun bahwa mereka tidak begitu tertarik terhadap peribahasa etniknya sendiri yang disampaikan dalam berbagai kegiatan sosial budaya, ataupun dalam berbagai perjumpaam antar sesama individu dilingkungan etnik itu sendiri. Alasannya sederhana bahwa peribahasa tersebut dianggap kuno, kolot atau ketinggalan jaman sehingga tidak relevan dipergunakan. Secara ekstrim dapat dikatakan, banyak generasi muda etnik Simalungun pada waktu ini tidak trampil mempergunakan bahasa etniknya sendiri, padahal kesadaran dan identitas etnik itu sendiri diperkuat dengan adanya bahasa kesatuan yaitu bahasa Simalungun. Dengan demikian ditinjau dari segi fungsi folklore lisan dalam bentuk peribahasa khususnya yaitu sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan anak, dan sebagai pemaksa atau pengawas norma-norma

6 masyarakat agar selalu dipatuhi sebagaimana dikemukakan diatas dipertanyakan disini. Seberapa jauhkah orientasi nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun berfungsi? Dengan kata lain apakah folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun memang kuno, kolot atau ketinggalan jaman sehingga tidak relevan dipergunakan? Berdasarkan keseluruhan paparan diatas, permasalahan yang diajukan dalam tulisan ini ialah orientasi nilainilai folklore lisan etnik Simalungun. 2. Perumusan Masalah Permasalahan tentang orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun yang diajukan dalam tulisan ini dibatasi ruang lingkungnya dilingkungan kota Pematang Siantar saja. Dengan demikian permasalahannya disini adalah orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun di kota Pematang Siantar. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah orientasi nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar? 2. Bagaimanakah proses pewarisan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar? 3. Apakah kegunaan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar?

7 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui orientasi nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar. 2. Mengetahui proses pewarisan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar. 3. Mengetahui kegunaan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar. 4. Manfaat Penelitian Hasil-hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun secara praktis bagi pihak-pihak yang membutuhkannya sebagai berikut. 1. Secara teoritis hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan orientasi nilainilai folklore lisan yang bersumber dari konsepsi peribahasa etnik Simalungun. 2. Secara teoritis hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah konsepsi Antropologis tentang orientasi nilai-nilai folklore lisan yang bersumber dari konsepsi peribahasa etnik Simalungun. 3. Secara praktis hasil-hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi komunitas etnik Simalungun, asosiasi-asosiasi kelompok marga etnik Simalungun, dan juga organisasi pemangku adat etnik Simalungun yaitu Partuha Maujana Simalungun (PMS) untuk mendaya-gunakan kearifan lokal etnik Simalungun bagi kehidupan. 4. Secara praktis hasil-hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan informasi tentang orientasi nilai-nilai folklore lisan yang bersumber dari konsepsi peribahasa etnik

8 Simalungun bagi pemerintah kota Pematang Siantar, demikian juga pemerintah daerah kabupaten Simalungun dalam rangka mendaya-gunakan kebudayaan daerah memperkuat kesatuan bangsa. 5. Defenisi Operasional Defenisi operasional (Maryaeni,2008:15) adalah gambaran konsep, fakta, maupun relasi kontekstual atas konsep, fakta, dan relasi pokok yang berkaitan dengan penelitian yang akan digarap, yang terealisasikan dalam bentuk kata-kata dan kalimat. Defenisi operasional merujuk kepada kata-kata ataupun terminologi yang terdapat dalam judul maupun rumusan masalah. Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa judul maupun rumusan masalah dalam tulisan ini ialah orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun di kota Pematang Siantar. Oleh sebab itu defenisi operasional dalam tulisan ini merujuk kepada kata ataupun terminologi dalam judul maupun rumusan masalah tersebut sebagai berikut. Orientasi (Balai Pustaka,1990:630) adalah peninjauan menentukan sikap (arah, tempat dan sebagainya) yang tepat dan benar. Sedangkan nilai (Marzali,2007:104-115) adalah konsepsi mengenai hal yang seharusnya diinginkan. Nilai hanya dapat disimpulkan dan ditafsirkan dari ucapan, perbuatan dan materi yang dibuat oleh manusia, karena nilai itu sendiri diwujudkan dalam bentuk ucapan, perbuatan dan materi yang dibuat oleh manusia. Selanjutnya Folklore lisan ialah sebahagian dari kebudayaan suatu kolektif manusia yang diwariskan secara turun-temurun diantara kolektif tersebut, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk contoh. Salah satu bentuk folklore lisan etnik Simalungun ialah peribahasa. Peribahasa atau saying ialah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna dan fungsinya dalam masyarakat, bersifat turun-temurun, dipergunakan untuk penghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran atau

9 pedoman hidup; peribahasa mencakup bidal, pepatah, perumpamaan ibarat, dan pemeo (Kridalaksana,1982:131). Dengan demikian orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun adalah peninjauan menentukan sikap yang tepat terhadap konsepsi-konsepsi yang terdapat dalam peribahasa etnik Simalungun mengenai hal-hal yang amat bernilai dalam hidup. Clyde Kluckhohn dalam Koentjaraningrat (2007:77-88) menjabarkan lebih rinci bahwa sistem nilai budaya manusia didunia ini berkaitan kepada lima masalah pokok, sedangkan masing-masing sistem nilai budaya manusia didunia ini mengkonsepsikannya secara berbeda-beda. Konsepsikonsepsi yang amat bernilai dalam hidup tersebut terdiri dari: (1) masalah tentang human nature atau makna hidup manusia; (2) masalah tentang man-nature atau makna hubungan manusia kepada alam sekitarnya; (3) masalah tentang time atau persepsi manusia tentang waktu; (4) masalah tentang activity atau makna pekerjaan manusia; dan (5) masalah tentang relational atau hubungan manusia kepada sesamanya. Berdasarkan paparan diatas maka orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun di kota Pematang Siantar dalam penelitian ini mengacu kepada konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai lima masalah pokok manusia yaitu: masalah tentang human nature atau makna hidup manusia; masalah tentang man-nature atau makna hubungan manusia kepada alam sekitarnya; masalah tentang time atau persepsi manusia tentang waktu; masalah tentang activity atau makna pekerjaan manusia; dan masalah tentang relational atau hubungan manusia kepada sesamanya. Sedangkan kota Pematang Siantar dalam penelitian ini mengacu kepada salah satu tempat pewarisan nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun tersebut dilakukan.