BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumbersumber

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah. untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang berdampak perubahan dalam undang-undang pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan dana untuk membiayai segala kebutuhannya. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Pajak. digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakankebijakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

DANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam terselenggaranya pemerintahan daerah yang baik. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Pendapatan daerah lainnya. dari pusat itu diserah kan sepenuhnya kedaerah.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan Negara yang terbesar yang memberikan peran aktif di dalam menentukan keberhasilan pemerintah dalam mengatur pembangunan nasional. Berdasarkan pemungutannya, di Indonesia pajak dapat dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat untuk membiayai rumah tangga neagara sedangkan Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah untuk membiayai rumah tangga daerah (Agoes dan Trisnawati Estralita, 2010: 5). Pada umumnya pengeluaran-pengeluaran pemerintah mencakup pengeluaran-pengeluaran rutin dan pengeluaran-pengeluaran pembangunan (public investment). Sedangkan dilihat dari fungsinya sebagai pengatur (regulerend), maka menurut Brotodihardjo (1993: 205) pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur ini banyak ditujukan kepada sektor swasta. Sedangkan fungsi stabilitas mengandung arti bahwa pajak yang ada dapat menjamin stabilitas perekonomian suatu negara.

Ada berbagai jenis pajak yang dikenanakan kepada masyarakat, namun beberapa di antaranya pajak bumi dan bangunan merupakan jenis pajak sangat potensial dan strategis sebagai sumber penghasilan Negara dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, salah satu aspek menunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional selain dari aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumbersumber pajak maupun non pajak. Penghasilan dari pajak meliputi berbagai sektor perpajakan antara lain di peroleh dari pajak bumi dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan bagi Negara yang cukup potensial dan kontribusi terhadap pandapatan Negara jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya. Strategisnya pajak bumi dan bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pentingnya pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan telah ditetapkan didalam berbagai produk perundang-undangan pemerintah, dalam neraca APBN misalnya telah ditentukan penerimaan Negara bersumber dari penerimaan dalam Negara dan penerimaan pembangunan. Penerimaan dalam negeri terdiri atas atas minyak bumi dan gas alam, selain itu adalah penerimaan migas dan penerimaan yang berasal dari pajak.

Di bidang perpajakan, untuk mendukung pelaksanaan otonom daerah pemerintah pusat telah memberikan bagian penerimaan yang berasal dari pajak pusat untuk kegiatan pembangunan bagi pemerintah daerah. Saat ini, pajak pusat yang sebagian penerimaannya telah diberikan kepada pemerintah daerah antara lain pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri dan pajak penghasilan pasal 2, ada yang sebagian besar telah diberikan seperti pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan atas tanah dan bangunan, sedangkan pajak lainnya masih sebagian kecil saja. Pembagian penerimaan pajak pusat pemerintah daerah merupakan contoh penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia. Semangat otonomi daerah membawa reformasi pula dalam Undang-undang pajak daerah, maka pada tahun 2000 diberlakukan perubahan pertama dengan berlakunya undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, mengingat pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan (yang pada dasarnya) sebagai beban yang dipikul oleh masyarakat, maka perlu dijaga agar beban tersebut dapat memberikan keadilan dan diharapkan adanya perubahan dapat melengkapi peraturan antara pajak pusat dan pajak daerah. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pembagian hasilnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per- 59/PB/2010 tentang tata cara Penerimaan, Pembagian, dan Penyaluran dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan bahwa penerimaan PBB

dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Bagian Daerah ini dibagi dengan rincian: 16.2% untuk daerah Provinsi,64.8% untuk daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan 9% untuk biaya pemungutan. Dengan pembagian hasil tersebut, maka pemerintahan diwajibkan untuk mengelolah pajak dengan maksimal. Berdasarkan hasil observasi awal pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Gorotalo diperoleh data bahwa pada tahun 2010, dari 18 Kecamatan yang mencapai target adalah 17 Kecamatan dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sementara 1 Kecamatan belum mampu memenuhi target yang ditetapkan. Dan pada tahun 2011, dari 18 Kecamatan yang ada hanya 8 Kecamatan yang berhasil mencapai target Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sementara 10 Kecamatan lainnya belum mampu memenuhi target. Sedangkan pada tahun 2012, dari 18 Kecamatan yang ada 10 Keacamatan yang berhasil mencapai target Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sementara 8 Kecamatan lainnya belum mampu memenuhi target yang ditetapkan. Dengan pencapaian target dalam penerimaan pajak bumi dan bangunan akan berpengaruh pada dana bagi hasil pajak, terutama yang bersumber dari dana bagi hasil PBB di Kabupaten Gorontalo. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada setiap tahunnya untuk penerimaan pajak bumi dan bangunan belum melampaui target penerimaan, ini membuktikan bahwa kemandirian fiskal di Kabupaten Gorontalo masih termasuk kategori sangat kurang. Untuk lebih jelasnya

dapat disajikan data capaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai berikut: Tabel 1: Data capaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Alokasi dana APBD Kabupaten Gorontalo dari Tahun 2008-2012 APBD Tahun Anggaran Target Realisasi Persentase capaian Efektif/tidak Efektif (80-90%) 2008 Rp. 2.461.934.298 Rp. 2.180.633.763 88.57% Efektif 2009 Rp. 3.019.179.846 Rp. 2.865.264.626 94.90% Efektif 2010 Rp. 2.971.354.761 Rp. 2.766.700.329 93.11% Efektif 2011 Rp. 2.918.210.775 Rp. 2.126.501.835 72.87% Tidak Efektif 2012 Rp.3.116.921.430 Rp. 2.395.985.424 76.87% Tidak Efektif Sumber: DPPKAD Kabupaten Gorontalo Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan untuk Tahun 2008 ditargetkan sebesar Rp.2.461.934.298, namun realisasi penerimaan yang dicapai sebesar Rp.2.180.633.763 atau 88.57%. Tahun 2009 target yang ditetapkan meningkat dari tahun sebelumnya yakni Rp.3.019.179.846 dengan realisasi penerimaan sebesar Rp.2.865.264.626 atau 94.90%. Pada tahun 2010 target yang ditetapkan meningkat menjadi Rp.2.971.354.761 dengan pencapaian realisasi sebesar Rp.2.766.700.329 atau 93.11%. Pada tahun 2011 target yang ditetapkan menurun menjadi Rp.2.918.210.775 dengan pencapaian realisasi Rp.2.126.501.835 atau 72.87%. Sedangkan pada tahun 2012

target yang ditetapkan meningkat dari tahun sebelumnya yakni sebesar Rp.3.116.921.430 dengan realisasi Rp.2.395.985.424 atau 76.87%. Berdasarkan penjelasan di atas bahwa realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yang ada di Kabupaten Gorontalo yang tersebar di 18 Kecamatan belum mencapai keseluruhan target yang ditetapkan. Target pajak bumi dan bangunan (PBB) pada tahun 2011 dan tahun 2012 tidak tercapainya akibat lalainya wajib pajak dalam membayar pajak terutangnya. Tidak tercapainya target penerimaan pajak bumi dan bangunan akan berdampak pada pendapatan daerah Kabupaten Gorontalo. Hal ini tercatat bahwa tahun 2010 realisasi penerimaan dan dana bagi hasil pajak untuk daerah Kabupaten Gorontalo sebesar Rp.42.695.992,73 dari realisasi penerimaan sebesar Rp. 2.766.700.329, dan pada tahun 2011 dana bagi hasil pajak untuk daerah Kabupaten Gorontalo sebesar Rp. 32.816386,34 dari realisasi penerimaan Rp.2.126.501.835. Sedangkan pada tahun 2012 realisasi penerimaan dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan Kabupaten Gorontalo sebesar Rp.36.975.083,70 dari realisasi penerimaan Rp. 2.395.985.424. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dana bagi hasil pajak (DBH) pajak bumi dan bangunan dari tahun 2008-2012:

Tabel 2: Data realisasi dan dana bagi hasil (DBH) pajak bumi dan bangunan (PBB) dalam APBD di Kabupaten Gorontalo dari APBD Tahun Anggaran Realisasi DBH Pajak 2008 Rp. 2.180.633.763 Rp. 33.651.756,60 2009 Rp. 2.865.264.626 Rp. 44.217.046,70 2010 Rp. 2.766.700.329 Rp. 42.695.992,73 2011 Rp. 2.126.501.835 Rp. 32.816386,34 2012 Rp. 2.395.985.424 Rp. 36.975.083,70 tahun 2008-2012 Sumber: DPPKAD Kabupaten Gorontalo Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam penghasilan pendapatan daerah. Masalah yang dihadapi oleh daerah adalah lemahnya kemampuan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja daerah yang setiap tahun meningkat. Dalam hal ini peneliti mengkaji lebih dalam mengenai pajak bumi dan bangunan, dikarenakan kontribusi PBB terhadap kelangsungan pelaksanaan pembangunan yang dianggap dananya tidak cukup untuk menopang pendapatan daerah. Hal ini dikarenakan dana dari hasil penerimaan PBB masih termasuk dalam pajak pusat yang mana masih terdapat bagian yang harus dibagi dengan pemerintah pusat. Artinya tidak keseluruhan pendapatan dapat dikontribusikan pada pemerintah daerah. Dalam berbagai alternatif penerimaan daerah, Undang-undang tentang pemerintahan daerah dan juga Undang-undang perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menetapkan pajak daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD). PAD terdiri dari pajak, retribusi dan pendapatan lain-lain yang sah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah untuk orang pribadi atau badan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat data Pendapatan Daerah di Kabupaten Gorontalo pada tabel berikut: Tabel 3: Data target dan Realisasi Pendapatan Daerah di Kabupaten Gorontalo dari Tahun 2008-2012 APBD Tahun Anggaran Target Realisasi Efektif/Tidak Efektif (80-90%) 2008 Rp. 24.549.029.345 Rp. 21.505.594.306 Efektif 2009 Rp. 34.590.397.874 Rp. 23.506.415.983 Tidak efektif 2010 Rp. 40.535.643.620 Rp. 30.612.792.355 Tidak efektif 2011 Rp. 47.702.619.004 Rp. 38.243.121.736 Efektif 2012 Rp. 43.030.786.960 Rp. 50.192.109.731 Efektif Sumber: DPPKAD Kabupaten Gorontalo Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pajak bumi dan bangunan dan pendapatan daerah di Kabupaten Gorontalo dalam penelitian yang berjudul: Analisis Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Bagi Pendapatan Daerah Di Kabupaten Gorontalo.

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: a. Realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Gorontalo belum mencapai target yang ditetapkan. b. Kurangnya kesadaran serta kontribusi wajib pajak dalam membayar pajak terutangnya. 1.3 Rumusan Masalah Sehubungan dengan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan pada Kabupaten Gorontalo dari tahun 2008 sampai 2012? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah Untuk mengetahui Bagaimana Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan pada pemerintah di daerah Kabupaten Gorontalo dari tahun 2008 sampai 2012.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis a. Untuk menambah pengetahuan mengenai kontribusi khususnya tentang penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah. b. Diharapkan agar dapat dijadikan sebagai referensi dan menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Sebagai bahan pertimbangan pemerintah Kabupaten Gorontalo dalam hal pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Wajib Pajak terutama pada pemerintah dan masyarakat setempat, sehingga pendapatan daerah dapat meningkat dan dengan adanya pemungutan pajak tersebut dan membiayai pengeluaran daerah khususnya di Kabupaten Gorontalo.