BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. kapasitas/kemampuan atau produktifitas kerja. Penyebab paling umum dari anemia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

22,02%, 23,48% dan 22,45% (Sarminto, 2011). Kejadian anemia di Provinsi DIY pada tahun 2011 menurun menjadi 18,90%. Berbeda dengan provinsi, kejadian

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. prevalensi balita pendek kurus dan mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah gizi seimbang. Kekurangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan.

BAB I PENDAHULUAN. melalui alat indra (Lukaningsih, 2010: 37). Dengan persepsi ibu hamil dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat. makin besar dengan adanya anemia 51%, nifas 45%.

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. konsepsi, fertilisasi, nidasi, dan implantasi. Selama masa kehamilan, gizi ibu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan gizi antara lain anemia. Anemia pada kehamilan merupakan

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

EFEKTIVITAS JUS JAMBU BIJI TERHADAP PERUBAHAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BACEM KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

1998, WHO telah merekomendasikan penambahan suplemen asam folat sebesar 400 µg (0,4 mg) per hari bagi ibu hamil untuk mencegah kelainanan tabung

Kehamilan : - Usia ibu - Umur kehamilan - Jarak Kelahiran - Gravida. Sosial Ekonomi - Pendapatan - Pendidikan - Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting. dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat.

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa

BAB I PENDAHULUAN. pada ibu hamil disebut potensial danger to mother and child (potensial

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam menilai proses tumbuh kembang pasca kelahiran ditinjau dari segi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

Bab 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hamil. Anemia pada ibu hamil yang disebut Potensial danger of mother and. intra partum maupun post partum (Manuaba, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. persentase populasi ADB di Indonesia sekitar %. Prevalensi ADB di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang dialami baik negara maju maupun negara berkembang. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap anemia. Berbagai risiko diasosiasikan seiring meningkatnya prevalensi anemia pada ibu hamil (Alem et al., 2013). Berbagai intervensi telah diupayakan untuk menurunkan prevalensi anemia. Meskipun demikian, kejadian anemia masih menunjukkan prevalensi yang tinggi. World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 memperkirakan prevalensi anemia pada ibu hamil secara global mencapai angka 38%. Selain itu, WHO juga merilis sebaran anemia berdasarkan wilayah. Negara-negara Asia Tenggara, Mediterania, dan Afrika merupakan wilayah dengan beban anemia paling berat (WHO, 2015). Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka prevalensi anemia tertinggi pada ibu hamil. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi anemia pada ibu hamil secara nasional mencapai 37,1%. Angka ini menunjukkan prevalensi yang hampir mencapai masalah kesehatan masyarakat tingkat berat (Balitbangkes, 2013). Anemia pada ibu hamil sangat terkait dengan mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi, termasuk risiko keguguran, lahir mati, prematuritas, dan berat bayi lahir rendah (WHO, 2001). Tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil dan besarnya dampak yang ditimbulkan mendorong dilakukannya berbagai program untuk menanggulangi kejadian anemia. Upaya menurunkan prevalensi anemia telah melibatkan berbagai stakeholders melalui program spesifik dan sensitif (Kemenkes RI, 2015). Salah satu program yang terus digalakkan untuk menurunkan kejadian anemia selama kehamilan adalah suplementasi zat besi. Penanggulangan anemia pada ibu 1 1

2 hamil dilaksanakan dengan memberikan 90 tablet zat besi kepada ibu hamil selama periode kehamilannya. Pemberian tablet zat besi selama periode kehamilan ditargetkan untuk menurunkan insidensi anemia pada ibu hamil (Imdad & Bhutta, 2012). Pemberian tablet zat besi selama kehamilan telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia dan komplikasi yang ditimbulkan. Berdasarkan asumsi ini, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan mengonsumsi tablet zat besi berkorelasi negatif dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut Asyirah (2012) faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di antaranya adalah frekuensi antenatal care dan kepatuhan ibu hamil mengonsumsi tablet zat besi. Hasil Riskesdas menunjukkan adanya perbaikan dalam upaya penanggulangan zat besi di Indonesia. Hal ini tergambar dalam frekuensi antenatal care dan cakupan pemberian tablet zat besi yang semakin meningkat. Dalam laporan Riskesdas tahun 2010, setidaknya 92,7% ibu hamil memeriksakan kandungannya dalam periode awal kehamilannya dan sebanyak 83,8% di antaranya melakukan pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan. Adapun cakupan akses ibu hamil dengan pola 1-1-2 (K4) oleh tenaga kesehatan mencapai 61,4%. Sementara itu, cakupan ibu hamil yang mendapatkan tablet zat besi selama kehamilan sebesar 80,7% (Balitbangkes, 2010). Dalam lanjutan Riskesdas pada tahun 2013 terjadi perbaikan dalam berbagai parameter, utamanya frekuensi antenatal care dan cakupan pemberian tablet zat besi. Laporan Riskesdas 2013 menunjukkan 95,4% ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan. Bahkan, frekuensi antenatal care minimal empat kali selama kehamilan mencapai 83,5%. Begitu pula dengan cakupan pemberian tablet zat besi selama kehamilan juga menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan mencapai angka 89,1%. Sejalan dengan itu, data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 menunjukkan persentase ibu hamil yang mendapat tablet zat besi sebanyak 90 tablet telah mencapai angka 85%. Namun, adanya perbaikan dalam frekuensi antenatal care dan pemberian tablet zat besi selama kehamilan tidak sepenuhnya memberikan hasil yang sesuai. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia

3 tetap tinggi sekalipun program suplementasi zat besi telah berjalan dengan baik. Hal ini mengindikasikan kompleksnya permasalahan anemia pada ibu hamil dan banyaknya faktor penyebab yang berkontribusi di dalamnya (Balitbangkes, 2013; Kemenkes RI, 2012). Anemia merupakan kondisi klinis yang melibatkan multifaktorial etiologi. Faktor penyebab anemia tidak hanya menyangkut asupan zat besi yang rendah, tetapi juga terkait dengan infeksi dan kecacingan, defisiensi mikronutrien yang lain, perdarahan dan menstruasi, kondisi patologis tertentu, medikasi dan bahan kimia tertentu, serta kelainan organ bawaan (Bodeau-Livinec et al., 2011; Oehadian, 2012; Ross, 2000). Sementara itu, selama kehamilan terdapat penyebab anemia yang lain, seperti peningkatan volume plasma dan peningkatan kebutuhan zat besi (Varney et al., 2006). Meskipun terdapat begitu banyak faktor penyebab anemia selama kehamilan, namun defisiensi zat besi dianggap menjadi penyebab utama. Anemia defisiensi besi tidak dibatasi hanya pada jumlah asupan zat besi saja, tetapi juga tingkat penyerapannya. Dalam proses penyerapan zat besi, terjadi interaksi dengan zat-zat lain. Interaksi yang terjadi dapat berupa efek pelancar (enhancer) atau penghambat (inhibitor) (Collings et al., 2013). Enhancer dan inhibitor zat besi ada beragam dengan tingkat pelancar dan penghambatan yang berbeda-beda. Pelancar utama dalam proses penyerapan zat besi adalah vitamin C, vitamin A, protein, zinc, asam sitrat dan asam organik lainnya, serta asam amino sistein. Sementara tanin, kalsium, zinc, polifenol, asam fitat, asam oksalat, dan serat bertindak sebagai agen penghambat dalam proses penyerapan zat besi (Hurrell & Egli, 2010; Fairweather-Tait, 2004; Chen et al., 2008; Beck et al., 2014; Bivolarska et al., 2015). Tingkat konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil melibatkan faktor sosial, ekonomi, dan demografi. Berbagai hasil penelitian menguatkan asumsi bahwa karakteristik populasi menentukan pola, sikap, dan kebiasaan makan individu. Pendidikan dan status ekonomi merupakan determinan utama yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan pada ibu hamil. Menurut Arkkola et al. (2007) pola makan sehat tergambar pada ibu hamil dengan level

4 pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini terlihat pada tingkat konsumsi zat besi, Bodnar & Siega-Riz (2002) menyatakan perempuan dengan level pendidikan lebih tinggi cenderung mengonsumsi zat besi lebih tinggi pula. Sama halnya dengan asupan vitamin C dan vitamin A yang bertindak sebagai zat enhancer utama dalam penyerapan zat besi menunjukkan hasil yang lebih baik pada ibu hamil dengan pendidikan menengah ke atas (Freisling et al., 2006). Tingkat pendidikan dan usia ibu hamil menunjukkan asosiasi positif dalam berbagai asupan zat gizi. Namun, terjadinya peningkatan asupan zat gizi tertentu yang bertindak sebagai inhibitor penyerapan zat besi berpotensi menyebabkan bioavailabilitas zat besi dalam tubuh menjadi defisit. Seiring meningkatnya level pendidikan, asupan kalsium dan serat juga mengalami peningkatan. Begitu pula dengan zinc yang juga menunjukkan peningkatan pada ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sementara zinc dalam jumlah berlebih dapat bertindak sebagai inhibitor dalam proses penyerapan zat besi. (Freisling et al., 2006; Watson & McDonald, 2009; Northstone et al., 2008 ). Status ekonomi keluarga berpengaruh terhadap kemampuan dan daya beli dalam rumah tangga. Tingkat pendapatan menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Dengan kondisi ekonomi lebih baik akan memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan ibu hamil (Yuliastuti, 2014). Rumah tangga dengan status ekonomi rendah memiliki kecenderungan lebih rendah pula dalam pemenuhan protein yang bernilai biologis tinggi (Freisling et al., 2006). Sementara itu, Erkkola et al. (1998) menyatakan bahwa tingkat konsumsi zat besi meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan. Namun di lain sisi, kalsium dan asam fitat sebagai inhibitor zat besi juga turut mengalami peningkatan. Pemenuhan kebutuhan dalam keluarga mendorong partisipasi anggota rumah tangga untuk bekerja. Keterlibatan perempuan berimbas pada meningkatnya sumber pendapatan keluarga. Namun, beban kerja yang berat, lamanya waktu bekerja serta peran ganda perempuan utamanya dalam keadaan hamil akan meningkatkan kebutuhan zat gizi yang dapat berakibat pada suatu kerentanan terhadap masalah malnutrisi dalam kehamilan. Selain itu, ibu hamil dengan

5 aktivitas yang padat terkadang mengalami kesulitan dalam pengaturan pola makan dan cenderung mengonsumsi makanan cepat saji (Yuliastuti, 2014). Jumlah anggota keluarga turut memengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam makanan yang dikonsumsi dalam keluarga. Ibu hamil yang memiliki anggota keluarga dalam jumlah banyak dengan ketersediaan makanan yang terbatas akan berusaha membagi makanan sehingga jumlah asupan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dapat berpengaruh pada kemampuan ibu hamil untuk mencapai tingkat asupan yang baik, utamanya zat besi dan zat enhancernya. Komposisi keluarga yang terdiri dari dua atau lebih balita menyebabkan ibu hamil cenderung mengonsumsi protein dan vitamin C yang lebih rendah, meskipun dalam hal vitamin A tetap tinggi (Yuliastuti, 2014; Watson & McDonald, 2009). Kondisi demografis dimana ibu hamil tinggal menentukan akses terhadap sumber pangan tertentu. Hasil penelitian menunjukkan ibu hamil yang tinggal di daerah terpencil memiliki tingkat asupan yang lebih rendah dalam zat besi, zinc, kalsium, dan vitamin E. Namun, beberapa zat gizi seperti vitamin A, vitamin C, dan asam fitat cenderung lebih tinggi pada daerah pedesaan. Hal ini cukup beralasan sebab masyarakat yang tinggal di pedesaan memiliki akses pangan sumber nabati yang baik, namun terbatas dalam pemenuhan sumber protein bernilai biologis tinggi (Cheng et al., 2009). Dengan demikian, keberhasilan dalam menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil tidak sebatas ketercakupan asupan zat besi dari makanan, suplementasi, dan fortifikasi saja. Dalam tatanan penyerapan, jumlah zat besi yang masuk ke dalam tubuh akan melakukan interaksi. Interaksi yang terjadi melibatkan berbagai zat yang dapat bertindak sebagai enhancer dan inhibitor zat besi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini berusaha menggambarkan konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia.

6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diperoleh perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa saja pangan sumber zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi di Indonesia? 2. Bagaimana gambaran konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia? 3. Bagaimana hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi zat besi pada ibu hamil di Indonesia? 4. Bagaimana hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi enhancer zat besi pada ibu hamil di Indonesia? 5. Bagaimana hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi zat besi, inhibitor zat besi, dan enhancer zat besi pada ibu hamil di Indonesia. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pangan sumber zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi di Indonesia. 2. Mengetahui konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia. 3. Mengetahui hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi zat besi pada ibu hamil di Indonesia. 4. Mengetahui hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi enhancer zat besi pada ibu hamil di Indonesia. 5. Mengetahui hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia.

7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis sebagai berikut: 1. Menambah khasanah keilmuan dalam memahami faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada populasi spesifik ibu hamil. 2. Memberikan pemahaman berbagai macam pangan lokal dan komersial sebagai sumber zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam penyusunan program penanggulangan anemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan penekanan pada penyerapan zat besi dengan mempertimbangkan kehadiran enhancer dan inhibitor zat besi. 2. Tersedianya data dasar konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi yang dikonsumsi ibu hamil menurut jenis dan sumber pangan di Indonesia sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam upaya menguatkan program pangan, gizi, dan kesehatan masyarakat. E. Keaslian Penelitian Penelitian terkait interaksi antara zat besi dengan enhancer dan inhibitor telah banyak dilakukan. Penelitian terdahulu telah memberi pondasi penting dalam memahami bioavailabilitas dan utilisasi zat besi dengan hadirnya satu atau beberapa enhancer dan inhibitor zat besi serta kombinasi keduanya. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian-penelitian sebelumnya memiliki generalisasi lebih luas dengan karakteristik responden lebih beragam sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih ditekankan pada target spesifik ibu hamil. Hal fundamental lain yang menjadi pembeda adalah jenis dan desain penelitian terdahulu yang melihat

8 interaksi zat besi dengan enhancer dan inhibitor zat besi melalui studi eksperimental secara in vivo. Sementara dalam penelitian ini hanya melihat gambaran konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi dalam setting komunitas, tanpa melihat lebih jauh interaksinya. Perbedaan dan persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini secara singkat dijelaskan pada Tabel 1.

9 Tabel 1. Keaslian Penelitian No Nama/Tahun Judul penelitian Metode penelitian Hasil 1 Tinu Mary Samuel et al. (2012) Correlates of anaemia in pregnant urban South Indian women: a possible role of dietary intake of nutrients that inhibit iron absorption Ibu hamil berusia 18 tahun dan 40 tahun dengan umur gestasi 14 minggu yang terdaftar pada pusat layanan kesehatan ibu milik pemerintah Bangalore diwawancarai untuk mengevaluasi aspek demografi, sosialekonomi, antropometri, dan dietari untuk melihat outcome hematologi Rendahnya asupan mikronutrien dan tingginya asupan zat enhancer penyerapan Fe, seperti Ca dan P dihubungkan dengan tingginya kejadian anemia pada ibu hamil di India Persamaan penelitian yang akan dilakukan 1. Menggunakan data sekunder 2. Desain crosssectional 3. Variabel inhibitor zat besi 4. Responden merupakan ibu hamil 5. Melihat karakteristik demografi dan sosial-ekonomi Perbedaan penelitian yang akan dilakukan 1. Sasaran penelitian hanya ibu hamil trimester pertama 2. Tidak memasukkan variabel enhancer zat besi 3. Melihat hubungan variabel dengan anemia 4. Survei konsumsi menggunakan FFQ

10 2 Owino Okon go et al. (2012) Dietary iron status and health of third trimester pregnant women in Kenya: a cross sectional study Ibu hamil trimester ketiga yang berusia 14-48 tahun diminta melaporkan semua makanannya dalam 24 jam menggunakan form recall 24 jam, dengan pengulangan tiga hari berturut-turut Ibu hamil berisiko defisit status zat besi pada trimester ketiga 1. Desain crosssectional 2. Tujuan penelitian menilai konsumsi zat besi 3. Variabel konsumsi zat besi 4. Responden merupakan ibu hamil 5. Melihat karakteristik demografi dan sosial-ekonomi 6. Analisis menggunakan Food Consumption Table (TKPI) 1. Sasaran penelitian hanya ibu hamil trimester ketiga 2. Tidak memasukkan variabel enhancer dan inhibitor zat besi 3. Survei konsumsi kombinasi recall 24 jam dan FFQ 4. Dilakukan pengulangan recall 24 jam tiga hari berturut-turut

11 3 Anelia V. Bivolarska et al. (2015) The Role of Eating Habits on the Iron Status of Pregnant Women 219 ibu hamil dalam kondisi kesehatan yang baik dengan usia 27,6 ± 5,7 tahun dari Bulgaria bagian selatan diobservasi kebiasaan makannya dan dinilai status anemia selama kehamilannya. Status besi dinilai dengan indikator Hb, serum feritin, serum transferin, dan indeks besi tubuh Konsumsi ikan dan polong-polongan secara teratur, jarang mengonsumsi kopi, dan konsumsi susu selama interval waktu makan merupakan upaya optimalisasi status besi selama kehamilan 1. Desain crosssectional 2. Melibatkan variabel enhancer dan inhibitor zat besi 3. Responden merupakan ibu hamil dan tidak dibatasi menurut periode kehamilan 4. Melihat karakteristik demografi dan sosial-ekonomi 1. Tujuan penelitian menilai hubungan kebiasaan makan dan status anemia pada ibu hamil melalui pemeriksaan spesimen darah 2. Tidak menilai konsumsi zat besi 3. Pengumpulan data menggunakan kuesioner modifikasi dengan survei konsumsi dibatasi pada jenis makanan tertentu saja

12 4 Suneeta Kalasuramath et al. (2013) Effect of iron status on iron absorption in different habitual meals in young south Indian women 60 perempuan dalam kondisi sehat berumur 18-35 tahun dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok A, B, dan C adalah perempuan dengan status Fe defisit (anemia/id) dan kelompok D merupakan perempuan dengan status Fe normal (IR) yang berfungsi sebagai kontrol. Makanan berbasis nasi, millet, dan gandum diberikan pada kelompok ID. Sementara pada IR hanya diberikan makanan berbasis nasi. Penyerapan Fe diukur berdasarkan penggabungan eritrosit dari label isotop dalam 14 hari Penyerapan zat besi ditentukan berdasarkan status zat besi dari makanan dengan bioavailabilitas rendah. Makanan berbasis millet mempunyai bioavailabilitas paling rendah, sedangkan makanan berbasis nasi dan gandum memiliki bioavailabilitas sedang hingga tinggi. 1. Tujuan penelitian mengidentifikasi sumber zat besi berbasis makanan lokal 2. Mempertimbangkan potensial enhancer dan inhibitor penyerapan zat besi 1. Desain nonrandomized controlled trial 2. Subjek penelitian bukan ibu hamil 3. Tidak melihat konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi. Penelitian berfokus pada tingkat penyerapan zat besi