Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD) Oleh : Kelompok 1 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

REAKSI OBAT YANG TIDAK DIKEHENDAKI

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK)

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN. dengan diagnosis utama Congestive Heart Failure (CHF) yang menjalani

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan formal yaitu di puskesmas, rumah sakit, dan di apotek. Permasalahan

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dalam PENGOBATAN Kuntarti

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus.

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

Lampiran 1 Form PIO 209

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) berdasarkan American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. nyata yang sedang dihadapi farmasi klinik saat ini terutama karena adanya

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan Drug

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Efek Samping Obat. Indah Solihah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Obat. Written by bhumi Thursday, 15 March :26 -

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Metode Pemecahan Masalah Farmasi Klinik Pendekatan berorientasi problem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

PERAN FARMASIS SEBAGAI PROBLEM SOLVER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tujuan Instruksional:

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. RSUD DR M.M Dunda Limboto pada bulan Januari Juni 2012, 70 kasus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kardiovaskuler dan kanker. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di

Transkripsi:

Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD) Oleh : Kelompok 1 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

Latar Belakang Farmasis Pharmaceutical Care Identifikasi Drug Related Problems Reaksi Obat yg Tidak Dikehendaki (ROTD)

Latar Belakang Definisi ROTD Mekanisme & Tipe Identifikasi Faktor-Faktor yg mempengaruhi Pencegahan&Penatalaksanaan

Definisi ROTD reaksi obat yang tidak dikehendaki, tidak menyenangkan, membahayakan atau merugikan yang terjadi karena penggunaan obat pada dosis normal dengan tujuan untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan. (WHO) respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yag dipakai oleh oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi.

Mekanisme & Tipe Mekanisme??? Tipe A Tipe Tipe B

Penggolongan ROTD Reaksi tipe A (Augmented)/ Reaksi yang Dapat Diramalkan Aktivitas farmakologis yang berlebihan Respons rebound akibat penghentian obat Reaksi tipe B (Bizzare)/Reaksi yang Tidak Dapat Diramalkan Efek alergi Efek yang ditentukan secara genetik Efek idiosinkrasi

Angka kejadian tinggi Angka kejadian rendah Tipe ROTD Tipe A Dapat diramalkan (dari pengetahuan farmakologisnya) Tergantung dosis Morbiditas tinggi Mortalitas rendah Dapat ditangani dengan pengurangan dosis Tabel 1. Ciri-ciri ROTD tipe A dan B. Tipe B Tidak dapat diramalkan (dari pengetahuan farmakologisnya) Jarang tergantung dosis Morbiditas rendah Mortalitas tinggi Dapat ditangani hanya dengan penghentian pengobatan

AKTIVITAS FARMAKOLOGI YANG BERLEBIHAN Menyebabkan efek samping berlebihan Terutama pada zat-zat yang sebabkan depresi SSP, zat dengan efek kardioaktif, hipotensi dan hipoglikemia. Contoh: Depresi pernafasan pada penderita bronkitis parah yang diberi morfin atau hipnotik benzodiazepin. Bradikardia pada pasien yang mendapat digoksin berlebihan. Pasien yang diberi antihistamin untuk pencegahan mabuk perjalanan mengantuk.

RESPON REBOUND AKIBAT PENGHENTIAN OBAT Terjadi pada keadaan hilangnya zat penyebab. Telah terjadi adaptasi, dapat disertai toleransi butuh peningkatan dosis. Dapat diperkecil melalui penghentian obat secara bertahap atau penggantian obat yang kerjanya lebih lama atau yang kurang poten kemudian dihentikan secara bertahap. Penghentian terapi diikuti sindrom putus obat yang khas. Contoh: Agitasi, takikardia, rasa bingung, delirium dan kejang hebat disebabkan penghentian terapi depresan SSP jangka panjang (barbiturat, benzodiazepin, alkohol). Gejala putus obat setelah terapi analgesik narkotik.

RESPON ALERGI TERHADAP OBAT hanya terjadi pada sebagian kecil populasi dan biasanya tidak mungkin untuk meramalkan sebelumnya siapa saja yang akan mengalaminya. Reaksi bervariasi mulai dari reaksi eritema ringan pada kulit sampai syok anafilaksis mayor. Obat yang paling sering menimbulkan reaksi alergi pada kulit adalah penisilin, sulfonamida, dan produk-produk darah.

EFEK YANG DITENTUKAN SECARA GENETIK Toksisitas utama beberapa obat terbatas pada individu dengan susunan genotipe atau genetik tertentu. Cacat genetik Obat toksik Gejala Defisiensi pseudokolinesterase Suksinilkolin Paralisis, apnea Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase Polimorfisme asetilator Sulfonamide, kuinidin, primakuin Prokainamid, hidralazin Isoniazid Hemolisis Lupus sistemik (pada asetilator lambat) Neuropati (pada asetilator lambat) Porfiria hepatik Barbiturat Porfiria simptomatis

REAKSI IDIOSINKRATIK OBAT Efek obat yang luar biasa, tidak disangka, atau aneh, yang tidak dapat diramalkan pada resipien individual. Mis: abnormalitas janin akibat obat, seperti fokomelia (deformitas ekstremitas) yang timbul pada anak dari ibu yang mendapat talidomid pada awal kehamilan.

EPIDEMIOLOGI ROTD Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menagani pengobatan. Secara rata-rata.telah ditemukan bahwa 5 % pasien yang masuk rumah sakit adalah karena ROTD.Di samping itu pasien yang dirawat di rumah sakit 10 20 % di antaranya mengalami ROTD selama mejalani perawatan.

Identifikasi ROTD Hal yang perlu diperhatikan dalam mengindetifikasi ROTD ini adalah bahwa sering kali sulit untuk membuktikan suatu obat mempunyai hubungan penyebab dengan gejala yang dialami pasien.

Polifarmasi Polimorfisa genetika Jenis Kelamin Faktor2 yg Mempengaruhi ROTD Ras Usia Kondisi Penyakit

Identifikasi ROTD Kriteria untuk mengidentifikasi ROTD Waktu Dosis Sifat Permasalahan Pengalaman Penghentian/Keterulangan

Pencegahan 1. Selalu masukkan riwayat obat yang rinci sebagai bagian dari riwayat klinis atau konsultasi. 2. Gunakan terapi obat hanya bila terdapat indikasi yang jelas dan bila tidak ada alternatif non-farmakologis. 3. Hindari regimen obat multiple dan tablet kombinasi bila mungkin. 4. Berikan perhatian khusus pada dosis dan respons obat pada anak-anak, orang usia lanjut, dan mereka yang menderita penyakit ginjal, hati, atau jantung. 5. Tinjau ulang keperluan untuk meneruskan

Reaksi Obat yg Tidak Diinginkan Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi SSP, telinga hidung, tenggorokan dan mata Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi pernapasan,kardiovaskuler, system otot skelet serta kulit

Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi SSP, telinga hidung, tenggorokan dan mata ROTD Agitasi, Eksitasi, iritabilitas Pusing Sulit tidur Kebingungan Mengantuk Obat Antihistamin, Penghambatpenghambat serotonin, kafein, Teofillin Alopurinol, Antihipertensi, Baklofen, Minosiklin (dapat juga suatu tanda dari hipotensi, Levodopa, Antihipertensi), Penghambat pompa proton, Tramadol Kafein, teofillin, flupentiksol, efedrin, Nikotin, levodopa Levodopa, Simetidin, antidepresan trisiklik, tramadol Antihistamin (terutama generasi pertama), Antikonvulsan, Analgesik narkotika, Antidepresan trisiklik, MAOI (Penghambat Oksidasi Monoamina), Hipnotik (efek sakit saat bangun tidur)

Reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang mempengaruhi pernapasan,kardiovaskuler, system otot skelet serta kulit ROTD Perubahan kecepatan detak jantung -Memperlambat jantung -Mempercepat jantung -Detak jantung tidak teratur Penyakit Sendi Rasa dingin pada anggota gerak Rambut rontok Pertumbuhan rambut di wajah Kemerah-merahan pd kulit Obat Amiodaron, Penghambat beta, Digoksin Agonis beta-2 (mis,salbutamol),digoksin, antidepresan trisiklik, Teofillin Terfenadin, Astemizol, Amiodaron, Digoksin, Kuinin Penghambat beta, Antibakteri 4- Kuinolon (mis, siprofloksasin) Penghambat Beta Antikoagulan, Litium, Penghambat pompa proton, Sitotoksik Danazol, Fenitoin Nitrat, nifedipin

Penanganan Sebelum suatu obat baru dilepas untuk dipakai secara luas, pabrik obat harus mendapat izin dari aparat pemerintah yang berwenang (Komite Keamanan Obat di Inggris, Administrasi Makanan dan Obat di Amerika Serikat (selanjutnya disingkat AS), Departemen Obat di Swedia, dll.). Efek samping yang diakibatkan oleh aktivitas farmakologis yang berlebihan dapat didokumentasikan dengan baik. Namun, hal itu tidak berlaku untuk toksisitas yang tidak dapat diramalkan. Efek-efek tersebut sering kali tidak diketahui sampai obat itu telah digunakan secara luas.

Pendekatan Studi Kohort Studi ini dipakai ketika kelompok-kelompok penerima obat dipantau untuk mengevaluasi hasil setelah pajanan obat. Tinjauan Statistik Vital Laporan Spontan Studi Kasus Terkontrol Ini terjadi ketika penulis resep melaporkan reaksi yang mencurigakan kepada suatu agen pusat yang menyelidiki, menyusun, dan meninjau kembali informasi tersebut. Ini terjadi ketika ahli epidemiologi memeriksa statistik nasional atau regional untuk mencatat setiap epidemi penyakit yang tidak biasa atau penyakit yang tidak lazim Ini dipakai ketika pasien dengan penyakit yang dicurigai akibat obat dibandingkan dengan populasi referensi

Studi kasus Ibu Musdalifah sedang menderita sedang menderita sesak napas. Riawayat penyakitnya menunjukkan bahwa ia menderita asma dengan tingkat keparahan sedang dan baru-baru ini ia mendapatkan obat tetes mata yang mengandung timolol 0,25% untuk mengobati glaucoma simpleks kronis (chronic simple glaucoma). Obat lainnya adalah inhaler salbutamol 100 mikrogram yang digunakan jika diperlukan saja Penyebab?? Penghambat beta (beta blocker) Tindakan???

Kesimpulan Reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat potensial mengganggu keberhasilan terapi yang diharapkan. Saat pasien menjalani suatu pengobatan, beberapa memperoleh hasil yang tepat atau berhasil menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Namun tidak sedikit yang gagal dalam menjalani terapi, sehingga mengakibatkan biaya pengobatan semakin mahal dan berujung pada kematian. Penyimpangan - penyimpangan inilah yang disebut DRPs. Reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) secara bermakna dapat menyebabkan terjadinya morbiditas dan mortilitas yang dipacu oleh obat dan farmasis punya peran penting dalam mengurangi hal ini. Dengan bekal pengetahuan yang dimiliki, farmasi merupakan tenaga kesehatan yang paling tepat untuk mencegah, mendeteksi, menangani ROTD pada pasien mereka. Pemeriksaan resep, merespon gejalah-gejalah serta pelaporan spontan reaksi yang diduga sebagai ROTD merupakan aktivitasaktivitas yang farmasis sebaiknya terlibat. Keterlibatan farmasis dalam aktivitas tersebut akan dapat meningkatkan kualitas layanan kefarmasian serta menurunkan biaya layanan kesehatan.

Referensi Torpet LA, Kragelund C, Reibel J, Nauntofte B. Oral adverse drug reactions to cardiovaskular drugs. Crit Rev Oral Biol Med 2004; 15 (1): 28-46 Weinshillbourn R. Inheritance and drug response. N Engl J Med 2004; 348;6 Reid JL, Rubin PC, Whiting B. Catatan kuliah farmakologi klinik. Edisi 4. ECG. Jakarta. 2007. Hal: 319-26. Centre for Pharmacy Postgraduate Education, 2000, Adverse Drug Reaction (ASRs). HMSO, London. Martys CR, 1979, ADRs to drugs in general practice. BMJ 2 : 1194 1197. WHO technical report series, 1969, Geneva 425.5.

Kelompok 1 crew : Rima Febriyanti K. Agus Wahyudi Christian Aspriamijaya Reski Frislianita Fitriadi Sutir Resa Alifyanty Nana Juniarti N.D. Imansari Nurul Laili Neni Trianah Rizky Fajar Wulan Arfiana