BAB II. Tinjauan Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Soal K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proses industrialisasi telah mendorong tumbuhnya industri diberbagai sektor dengan

URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

#10 MANAJEMEN RISIKO K3


BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan di sektor industri dewasa ini berlangsung dengan cepat

Peralatan Perlindungan Pekerja

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri. Tujuan Pembelajaran

Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tidak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan,

Pengertian (Definisi) Bahaya

PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto

Tujuan Dari Sistem Manajemen K3

Tujuan Pembelajaran Taufiqur Rachman 1

LAPORAN KHUSUS. Septia Wulandari NIM. R

Dasar Manajemen Lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketimpangan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

Identifikasi Kecelakaan Kerja Pada Industri Konstruksi Di Kalimantan Selatan

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecelakaan kerja yang menimpa pekerja disebuah proyek. konstruksi bisa terjadi karena faktor tindakan manusia itu sendiri

PT. SAAG Utama PROSEDUR IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO No: PK.HSE.01 Berlaku : Revisi : 00 Hal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY

KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Akibat Kerja Kuliah 7

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

KESEHATAN KERJA. oleh; Syamsul Rizal Sinulingga, MPH

ANALISIS RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIRARC (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA UNIT SEMARANG)

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. didik untuk bekerja pada bidang tertentu, sesuai dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan

Menerapkan Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3)

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik yaitu bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower,

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA 0,8 0,6 0,4 0,2. Ringan Berat Mati 0,69

Perancangan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Berdasarkan OHSAS Di PT X (Studi Kasus : Produksi Teh)

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan yang berkualitas bagi suatu organisasi harus ada kinerja yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko


BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB 1 PENDAHULUAN. bersangkutan.secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang. yang dapat mengakibatkan kecelakaan(simanjuntak,2000).

USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BERDASARKAN METODE SWIFT PADA PT KRAKATAU STEEL DIVISI WIRE ROD MILL

BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara

KECELAKAAN TAMBANG. Oleh : Rochsyid Anggara

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja)

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

PENERAPAN SAFETY PATROL DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA KARAWANG PLANT

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

PT MDM DASAR DASAR K3

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

PENGARUH KESEHATAN, PELATIHAN DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI TERHADAP KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA KONSTRUKSI DI KOTA TOMOHON

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. No.3 tahun 1998 tentang cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan, kecelakaan. menimbulkan korban manusia dan harta benda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB 1 LATAR BELAKANG. signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006, luas lahan areal kelapa

Transkripsi:

BAB II Tinjauan Pustaka A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-undang No.1 tahun 1970 pasal 1 tentang keselamatan kerja, tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2012 pasal 1 ayat 5 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Perusahaan adalah : a. Setiap bentuk usaha berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 5

6 2. Sumber bahaya a. Pengertian bahaya Bahaya adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan, bahaya tersebut potensial jika faktorfaktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Suma mur 2013). Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Bahaya merupakan sifat yang melekat (inherent) dan menjadi bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan (Soehatman, 2009). b. Jenis sumber bahaya Sumber-sumber bahaya di tempat kerja dapat menyebabkan kejadian yang merugikan. Kejadian tersebut tidak begitu saja tanpa ada penyebabnya. Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 bahwa di tempat kerja terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja. Adapun sumber dari kejadian yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja adalah sebagai berikut : 1) Bangunan, Peralatan dan Instalasi Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. Instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan

7 kerja baik dalam desain maupun konstruksi. Sebelum operasi harus dilakukan percobaan untuk menjamin keselamatan serta dioperasikan oleh orang yang ahli dibidangnya agar memenuhi standar yang ditentukan. Peralatan meliputi mesin dan alat atau sarana lain yang digunakan. Elemen ini merupakan faktor penyebab utama terjadinya insiden. Perawatan peralatan bukan hanya menurut waktu pemakaian melainkan juga didasarkan pada kondisi bagian-bagiannya. Tanpa perawatan yang teratur, keadaan mesin berubah menjadi penyebab bahaya. Peralatan yang haruslah digunakan semestinya serta dilengakpi dengan alat pelindung dan pengamanan, peralatan itu dapat menimbulkan mecam-macam bahaya seperti : kebakaran, sengatan listrik, ledakan, luka-luka dan cidera. 2) Material Menurut Syukri (1997) tiap-tiap material mempunyai bahaya dengan tingkat yang berbeda-beda sesuai sifat bahaya, antara lain : a) Mudah terbakar b) Menimbulakan energi c) Mudah meledak d) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan e) Menyebabkan kanker f) Menyebabkan kelainan pada janin g) Bersifat racun dan radioaktif.

8 3) Proses Bahaya dari proses produksi sangat bervariasi tergantung dari teknologi yang digunakan. Proses yang digunakan dalam industri ada yang berbahaya dan ada pula proses yang kurang berbahaya. Bahaya yang sering ditimbulkan dalam proses produksi antara lain: debu, asap, panas, bising dan mekanis seperti terjepit, terpotong, tergores, serta tertimpa material. 4) Manusia dan cara kerja Tarwaka (2012) termasuk pekerja dan manajemen, penyebab utama kecelakaan sebagian besar yang terjadi terletak pada karyawan, yang meliputi : a) Karyawan yang kurang bergairah. b) Kurang terampil. c) Sedang terganggu emosinya. Cara kerja yang tidak benar dapat membahayakan tenaga kerja, orang lain, dan lingkungan sekitar. Cara yang demikian yang sering terjadi antara lain mengangkat dan mengangkut, apabila dilakukan dengan cara yang salah dapat mengakibatkan cidera, dan yang paling sering adalah cedera pada tulang punggung (Syukri, 1997). 5) Lingkungan kerja Menurut Suma mur (2013) bahaya dari lingkungan kerja dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat

9 mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan danh penyakit akibat kerja. Bahaya tersebut adalah : a) Faktor fisik : bahaya ini timbul dari keadaan fisika di lingkungan kerja. Meliputi : penerangan, suhu kerja, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi dan tekanan udara. b) Faktor kimia : bahaya ini bisa berasal dari bahan yang digunakan atau hasil produksi yang meliputi : gas, uap, debu, kabut, asap, cairan dan benda padat. c) Faktor biologi : bahaya ini berasal dari golongan hewan dan tumbuhan. Misalnya : virus, jamur, serta parasit. d) Faktor fisiologi : bahaya ini berasal dari ketidaksesuaian antara konstruksi mesin dengan ukuran tubuh tenaga kerja yang dapat menimbulkan beban kerja tambahan. Misalnya : posisi kerja yang tidak sesuai, konstruksi mesin yang tidak ergonomi. e) Faktor mental psikologis : bahaya yang berasal dari psikologis tenaga kerja yang meliputi suasana kerja, pekerjaan yang monoton, ketidaksesuaian hubungan kerja antar pekerja dan atasan dengan bawahan. 3. Potensi bahaya Menurut Tarwaka (2012) potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang

10 berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Hazard mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusaan dan kerugian kepada : a. Manusia baik yang berbersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan. b. Properti termasuk perlengkapan kerja dan mesin-mesin. c. Lingkungan baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan. d. Kualitas produk barang dan jasa. e. Nama baik perusahaan (Company s Public Image). 4. Identifikasi Bahaya Identifikasi merupakan proses pada saat sekarang yang menentukan dampak dari kegiatan organisasi di masa lalu, sekarang dan yang berpotensi terjadi di masa mendatang. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan. Namun demikian tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah (Soehatman, 2009). Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2012).

11 Menurut Tarwaka (2012) kegunaan identifikasi bahaya adalah sebagai berikut : a. Mengetahui bahaya-bahaya yang ada. b. Untuk mengetahui potensi bahaya tersebut, baik akibat maupun frekuansi terjadinya. c. Untuk mengetahui lokasi bahaya. d. Untuk menunjukan bahwa bahaya-bahaya tersebut telah dapat memberikan perlindungan. e. Untuk menunjukkan bahwa bahaya tertentu tidak akan menimbulkan akibat kecelakaan, sehingga tidak diberikan perlindungan. f. Untuk analisa lebih lanjut. Menurut Soehatman (2009) identifikasi bahaya memberikan beberapa manfaat antara lain : a. Mengurangi peluang kecelakaan Identifikasi bahaya dapat mengurangi peluang terjadinya kecelakaan, karena identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan. Dengan melakukan identifikasi bahaya maka berbagai sumber bahaya yang merupakan pemicu kecelakaan dapat diketahui dan kemudian dihilangkan sehingga kemungkinan kecelakaan dapat ditekan.

12 Menurut Dupond, risiko kecelakaan adalah : Gambar 1. Teori Kecelakaan menurut Dupond, Tahun 1980. Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa 1 : 30 : 300 : 3000 : 30.000, yang artinya untuk setiap 30.000 bahaya atau tindakan tidak aman atau kondisi tidak aman, akan terjadi 1 kali kecelakaan fatal, 30 kali kecelakaan berat, 300 kali kecelakaan serius dan 3000 kecelakaan ringan. Berdasarkan rasio ini dapat dilihat bahwa dengan mengurangi sumber penyebab kecelakaan yang menjadi dasar dari piramida, maka peluang untuk terjadinya kecelakaan dapat diturunkan. Oleh karena itu harus diupayakan mengidentifikasi seluruh sumber bahaya yaitu kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman yang ada di tempat kerja. b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerjamanajemen dan pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya dari

13 aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan. c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasinya lebih efektif. d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khusunya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risikonya suatu usaha yang akan dilakukan. e. Identifikasi bahaya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif. Banyak perusahaan yang telah melakukan identifikasi bahaya, tetapi ternyata angka kecelakaan masih dinilai tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses identifikasi bahaya yang dilakukan belum berjalan dengan efektif. Menurut Syukri, (1997) ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan program identifikasi bahaya antara lain : a. Identifikasi bahaya harus sejalan dengan relevan dengan aktivitas perusahaan sehingga dapat berfungsi dengan baik. Hal ini sangat menentukan dalam memilih teknik identifikasi bahaya yang tepat bagi perusahaan. Bagi perusahaan yang sifat risiko rendah, tentu tidak

14 perlu melakukan identifikasi bahaya dengan teknik yang sangat komprehensif misalnya teknik kuantitatif. b. Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya teknologi dan ilmu terbaru. Banyak bahaya yang sebelumnya belum dikenal tetapi saat ini menjadi suatu potensi besar. Karena itu dalam melakukan identifikasi bahaya mesti selalu mempertimbangkan kemungkinan adanya teknik baru atau sistem pencegahan yang telah dikembangkan. c. Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi bahaya. Proses identifikasi bahaya harus melibatkan atau dilakukan melalui konsultasi dengan pihak terkait misalnya dengan pekerja. Mereka paling mengetahui adanya bahaya diklingkungan kerjanya masingmasing. Mereka juga berkepentingan dengan pengendalian bahaya di tempat kerjanya. Identifikasi bahaya juga berdasarkan masukan dari pihak lain misalnya konsumen atau masyarakat sekitar. Konsumen biasanya mengetahui berbagai kelemahan dan kondisi berbahaya yang ada dalam jasa atau produk yang dihasilkan. d. Ketersediaan metode, peralatan, referensi, data dan dokumen untuk mendukung kegiatan identifikasi bahaya. Salah satu sumber informasi misalnya data kecelakaan yang pernah terjadi baik internal maupun eksternal perusahaan.

15 e. Akses terhadap regulasi yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan termasuk juga pedoman industri dan data seperti material Safety Data Sheet (MSDS). Menurut Tarwaka (2012) dalam melakukan identifikasi bahaya di tempat kerja, dapat digunakan petunjuk-petunjuk khusus yang berkaitan dengan jenis atau tipe potensi bahaya yang mungkin dapat ditimbulkan oleh aktivitas pekerjaan (human acts) maupun kondisi lingkungan kerja (work condition). Petunjuk-petunjuk adanya potensi bahaya tersebut antara lain : a. Alat dan peralatan kerja, meliputi kebakaran dan peledakan, kelistrikan dan permesinan, sistem hidrolik dan pneumatik. b. Sikap, perilaku dan praktek kerja, meliputi penggunaan alat pelindung diri, pemenuhan terhadap prosedur kerja aman. c. Lingkungan kimia, meliputi adanya bahaya terhirup, tertelan, dan terserap. d. Lingkungan fisik meliputi adanya bahaya terjatuh, terpukul atau terbentur sesuatu benda, terjepit, terperangkap, kontak dengan bahanbahan berbahaya, kontak dengan sumber energi. e. Lingkungan biologis meliputi adanya bahaya akibat terkena bakteri, virus, jamur dan parasit. f. Psikologis meliputi adanya pembebanan kerja yang menyebabkan over stress atau unbder stress, tugas dan tanggung jawab terhadap pekerjaan, konflik di tempat kerja.

16 g. Fisiologis dan ergonomik meliputi adanya cedera akibat pekerjaan angkat dan angkut, Manual Materials Handling (MMH), pengerahan tenaga dan otot yang berlebihan, pergerakan yang berulang-ulang dan monoton, desain stasiun kerja dan layout tempat kerja yang tidak ergonomis. h. Petunjuk-petunjuk lain seperti ketersediaan training. Menurut Tarwaka (2012) identifikasi potensi bahaya di tempat kerja yang beresiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh berbagai faktor : a. Kegagalan komponen, antara lain berasal dari : 1) Rancangan komponen pabrik termasuk peralatan/mesin dan tugastugas yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemakaian. 2) Kegagalan yang bersifat mekanis. 3) Kegagalan sistem pengendalian. 4) Kegagalan sistem pengaman yang disediakan. 5) Kegagalan operasional peralatan kerja yang digunakan, dan lainlain. b. Kondisi yang menyimpang dari suatu pekerjaan, yang bisa terjadi akibat : 1) Kegagalan pengawasan atau monitoring. 2) Kegagalan manual suplai dari bahan baku. 3) Kegagalan dalam pemakaian bahan baku. 4) Kegagalan dalam prosedur shut-down dan start-up.

17 5) Terjadinya pembentukan bahan antara, bahan sisa dan sampah yang berbahaya, dan lain-lain. c. Kesalahan manusia dan organisasi, seperti : 1) Kesalahan operator / manusia. 2) Kesalahan sistem pengamanan. 3) Kesalahan dalam mencampur bahan produksi berbahaya. 4) Kesalahan komunikasi. 5) Kesalahan atau kekurangan dalam upaya perbaikan dan perawatan alat. 6) Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak sah atau tidak sesuai dengan prosedur kerja aman, dan lain-lain. d. Pengaruh kecelakaan dari luar, yaitu terjadinya kecelakaan dalam suatu industri akibat kecelakaan lain yang terjadi di luar pabrik, seperti : 1) Kecelakaan pada waktu pengangkutan produk. 2) Kecelakaan pada saat stasiun pengisian bahan. 3) Kecelakaan pada pabrik disekitarnya, dan lain-lain. Kecelakaan akibat adanya sabotase, yang bisa dilakukan oleh orang luar ataupun dari dalam pabrik, biasanya hal ini akan sulit untuk diatasi atau dicegah, namun faktor ini frekuensinya sangat kecil dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya (Tarwaka, 2012). Faktor penyebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar selanjutnya dapat dilakukan tindakan perbaikan yang ditujukan pada

18 sebab terjadinya kecelakaan, sehingga kerugian dan kerusakan dapat diminimalkan dan kecelakaan serupa tidak terulang kembali. Dengan mengetahui dan mengenal faktor penyebab kecelakaan, maka akan dapat dibuat suatu perencanaan dan langkah-langkah pencegahan yang baik dalam upaya memberikan perlindungan kepada tenaga kerja (Tarwaka, 2012). Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan kerja di industri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab atau obyek kerja, jenis cidera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka. Klasifikasi kecelakaan kerja di industri di industri secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan 1) Terjatuh. 2) Tertimpa atau kejatuhan benda atau obyek kerja. 3) Tersandung benda atau objek, terbentur kepada benda, terjepit antara dua benda. 4) Gerakan-gerakan paksa atau peregangan otot berlebihan. 5) Terpapar kepada atau bahan-bahan berbahaya atau radiasi. b. Klasifikasi menurut agen penyebabnya 1) Mesin-mesin, seperti : mesin penggerak kecuali motor elektrik, mesin transmisi, mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesin-mesin pertanian.

19 2) Sarana alat angkat dan angkut, sperti : forklift, alat angkut kereta, alat angkut beroda selain kereta, alat angkut di perairan, alat angkut di udara. 3) Perlatan-peralatan lain, seperti ; bejana tekan, tanur/dapur peleburan, instalasi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas, tangga, perancah. 4) Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti ; bahan mudah meledak, debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi. 5) Lingkungan kerja, seperti ; tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas kebisingan tinggi, getaran, ruang di bawah tanah. c. Klasifikasi menurut jenis luka dan cedera 1) Patah tulang. 2) Keseleo/ dislokasi/ terkilir. 3) Kenyeran otot dan kejang. 4) Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya. 5) Amputasi dan enukleasi. 6) Luka tergors dan luka luar lainnya. 7) Memar dan reak. 8) Luka bakar. 9) Keracunan akut. 10) Aspixia atau sesak nafas. 11) Efek terkena arus listrik. 12) Efek terkena paparan radiasi.

20 13) Luka pada banyak tempat di bagian tubuh. d. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh 1) Kepala; leher; badan; lengan; kaki; berbagai bagian tubuh. 2) Luka umum. Menurut Soehatman (2009) Kerugian akibat kecelakaan dikatagorikan atas kerugian langsung (direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost). Kerugian langsung misalnya cedera pada tenaga kerja dan kerusakan pada sarana produksi. Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak terlihat sehingga sering disebut juga sebagai kerugian tersembunyi (hidden cost) misalnya kerugian akibat terhentinya proses produksi, penurunan produksi, klaim atau ganti rugi, dampak sosial, citra dan kepercayaan konsumen. Secara garis besar kerugian kecelakaan dibagi menjadi dua, yaitu : a. Kerugian langsung Kerugian langsung, adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi seperti berikut. 1) Biaya Pengobatan dan Kompensasi Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan mengakibatkan tidak mampu menjalankan tugassnya dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan

21 sesuai ketentuan yang berlaku. Menurut Jamsostek, biaya kompensasi yang dikeluarakan untuk pengobatan dan tunjangan kecelakaan selama tahun 2007 tercatat sebesar Rp. 165,95 miliar untuk 65.474 kasus kecelakaan. Dengan demikian untuk setiap kecelakaan, rata-rata dikeluarkan biaya pengobatan dan kompensasi sebesar Rp. 2.534.593 (Soehatman, 2009). 2) Kerusakan Sarana Produksi Kerugian langsung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan. Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk perbaikan. Banyak perusahaan yang terlena dengan adanya jaminan asuransi terhadap asset organisasinya. Namun kenyataannya, asuransi tidak akan membayar seluruh kerugian yang terjadi, karena ada hal-hal yang tidak termasuk dalam lingkup asuransi, seperti kerugian terhentinya produksi, hilangnya kesempatan pasar atau pelanggan. Karena itu, sekalipun suatu asset telah diasuransikan, tidak berarti bahwa usaha pengamanannya tidak lagi diperlukan. Justru dengan tingkat pengamanan yang baik akan menurunkan tingkat risiko yang pada gilirannya dapat menurunkan premi asuransi. b. Kerugian tidak langsung Di samping kerugian langsung (direct cost), kecelakaan juga menimbulkan kerugian tidak langsung (indirect cost) antara lain:

22 1) Kerugian jam Kerja Jika terjadi kecelakaan, kerugian pasti akan terhenti sementara untuk membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi produktivitas. 2) Kerugian Produksi Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk mendapat keuntungan. 3) Kerugian Sosial Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial baik terhadap keluarga korban yang terkait langsung, maupun lingkungan sosial sekitarnya. Apabila seorang pekerja mendapat kecelakaan, keluarganya akan turut menderita. Bila korban tidak mampu bekerja atau meninggal, maka keluarga akan kehilangan sumber kehidupan, keluarga terlantar yang dapat menimbulkan kesengsaraan. Di lingkup yang lebih luas, kecelakaan juga membawa dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Jika terjadi bencana seperti bocoran, peledakan atau kebakaran masyarakat sekitarnya akan turut panik, atau mungkin menjadi korban.

23 4) Citra dan Kepercayaan Konsumen Kecelakaan menimbulkan citra negatif bagi organisasi karena dinilai tidak peduli keselamatan, tidak aman atau merusak lingkungan. Citra organisasi sangat penting dan menentukan kemajuan suatu usaha. Untuk membangun citra atau company image, organisasi memerlukan perjuangan berat dan panjang. Namun citra ini dapat rusak dalam sekejap jika terjadi bencana atau kecelakaan lebih-lebih jika berdampak luas. Sebagai akibatnya masyarakat akan meninggalkan bahkan mungkin akan memboikot setiap produknya. Menurut Tarwaka (2011) metode mengenal/identifikasi potensi bahaya harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : a. Tugas/pekerjaan (pengoperasian, pembersihan, penyetelan, pengaturan, pemeliharaan, perbaikan atau pekerjaan pada mesin) mempertimbangkan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh pekerja yang menyangkut fisik dan mental. b. Lokasi (kedekatan dengan mesin dan proses kerja, mesin dan peralatan kerja yang dipasang permanen ataupun yang dapat dipindahkan). c. Instalasi pabrik, instalasinya harus benar dan aman yang tidak menimbulkan beban tambahan bagi pekerja. d. Penggunaan mesin dan peralatan yang dapat dibawa ke lokasi lain, harus mempertimbangkan keselamatan pemindahan mesin.

24 Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut diatas, seluruh potensi bahaya yang berkaitan dengan penggunaan mesin dan peralatan kerja mesin akan dapat diidentifikasi dengan baik. Apabila potensi bahaya belum dapat diidentifikasi secara jelas pada saat inspeksi, hal-hal yang dapat dilakukan untuk membantu identifikasi menemukan potensi bahaya adalah : a. Pengujian, khususnya di tempat kerja dengan peralatan lain dan perlu mengetahui intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin-mesin yang mengganggu kenyamanan dan komunikasi kerja. b. Evaluasi secara teknik dan ilmu pengetahuan secara kontinue. c. Analisa data dan catatan-catatan sebelumnya termasuk data kompensasi atau asuransi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, insiden dan kejadian hampir celaka (near misses), komplain atau pengaduan dari temaga kerja, absensi dan angka kehilangan waktu kerja. d. Informasi yang diperoleh dari desainer, pabrik pembuat atau pemasok. e. Informasi yang diperoleh dari institusi lain, seperti serikat pekerja, pihak manajemen, konsultan K3, pengurus P2K3, dll. f. Monitoring lingkungan kerja dan kesehatan kerja. g. Mengadakan survai langsung ke tempat kerja, dsb.

25 Berikut adalah panduan penilaian potensi bahaya di PT. Inti Ganda Perdana. Tabel 1. Panduan penilaian potensi bahaya No Faktor Nilai Keterangan 1 Jumlah Definisi Jumlah pekerjaan yang melakukan Pekerja (JP) 1 pekerjaan tersebut dan yang terpapar 1 (satu) orang pekerja 2 Frekuensi Pekerjaan (FP) 3 Faktor Manusia (FM) 4 Sejarah Kecelakaan (SK) 5 Pengendalian yang ada (PA) 6 Peraturan perundangan (PP) 2 Definisi 1 2 4 8 Definisi 1 2 4 6 Definisi 1 3 6 8 Definisi 1 6 10 Definisi 1 2 Sumber : PT. Inti Ganda Perdana, 2015. Lebih dari satu orang Frekuensi bahaya potensial kepada pekerja Tahunan/Emergency/Darurat Bulanan Mingguan Harian Perilaku, Skill dan Pengetahuan Safety dari Pekerja Berperilaku Aman, Skill Bisa, Tahu/Tidak Tahu Safety Berperilaku Aman, Skill Bisa Tidak Bisa, Tahu/Tidak Tahu Safety Tidak Aman, Skill Bisa, Tahu/Tidak Tahu Safety Tidak Aman, Skill Tidak Bisa, Tahu/Tidak Tahu Safety Kejadian yang telah tercatat dan terekam Belum pernah terjadi Hampir terjadi (Near Miss) 1 kali kejadian Lebih dari 1 kali kejadian Sarana dan sistem proteksi yang ada Ada dan Cukup Ada dan tidak cukup Tidak Ada Semua Peraturan Terkait yang Harus dipenuhi Tidak Ada Ada dan Patuh Nilai potensi bahaya ditentukan dengan melihat nilai yang tertera pada panduan Identifikasi Bahaya Potensial Penilaian dan Pengendalian Resiko (IBPPPR) yang sudah ditetapkan perusahaan berdasarkan jumlah

26 pekerja, frekuensi pekerjaan, faktor manusia, sejarah kecelakaan, pengendalian yang ada, dan peraturan perundangan. 5. Penilaian Risiko Setelah semua risiko dapat diidentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui analisa risiko dan evaluasi risiko. Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakukan penilaian risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan (Soehatman, 2009). Risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu. Sedangkan tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability) dan keparahan (severity) dari suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan, cidera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard di tempat kerja (Tarwaka, 2012). Penentuan tingkat keparahan dari suatu kecelakaan memerlukan suatu pertimbangan berapa banyak orang yang ikut terkena dampak akibat kecelakaan dan bagian-bagian tubuh mana saja yang dapat terpapar potensi bahaya (Tarwaka, 2012).

27 Panduan penilaian tingkat keparahan adalah sebagai berikut : Tabel 2. Panduan penilaian tingkat keparahan No Tingkat Keparahan Keterangan 1 Ringan Luka pada permukaan tubuh, tergores, terpotong kecil, memar, iritasi mata, bising, sakit kepala, ketidaknyamanan 2 Sedang Luka terkoyak, terbakar, gegar otak, terkilir serius, patah tulang ringan, tuli, asma, sakit atau radang kulit, cacat minor permanen. 3 Berat Amputasi, patah tulang berat, keracunan, luka kompleks, luka fatal, kanker, penyakit mematikan, penyakit fatal akut, kematian Sumber : PT. Inti Ganda Perdana, 2015 Panduan penilaian tingkat risiko adalah sebagai berikut : Tabel 3. Panduan penilaian tingkat risiko No Kemungkinan Tingkat keparahan terjadi Ringan Sedang Berat 1 Jarang terjadi, Risiko hampir Risiko ringan Risiko nilai 120 tidak ada sedang 2 Cenderung Risiko ringan Risiko sedang Risiko berat terjadi 120 nilai 288 3 Sering terjadi Risiko sedang Risiko berat Risiko fatal 320 nilai 15360 Sumber : PT. Inti Ganda Perdana, 2015. Keterangan : a. Jika kemungkinan terjadi adalah Jarang Terjadi, dengan tingkat keparahan Ringan, maka mempunyai tingkat risiko Risiko Hampir T/A. b. Jika kemungkinan terjadi adalah Jarang Terjadi, dengan tingkat keparahan Sedang, maka mempunyai tingkat risiko Risiko Ringan.

28 c. Jika kemungkinan terjadi adalah Jarang Terjadi, dengan tingkat keparahan Berat, maka mempunyai tingkat risiko Risiko Sedang. d. Jika kemungkinan terjadi adalah Cenderung Terjadi, denga tingkat keparahan Ringan, maka mempunyai tingkat risiko Risiko Ringan. e. Jika kemungkinan terjadi adalah Cenderung Terjadi, dengan tingkat keparahan Sedang, maka mempunyai tingkat risiko Risiko Sedang. f. Jika kemungkinan terjadi adalah Cenderung Terjadi, dengan tingkat keparahan Berat, maka mempunyai tingkat risiko Risiko Berat. g. Jika kemungkinan terjadi adalah Sering Terjadi, dengan tingkat keparahan Ringan, maka mempunyai tingkat risiko Risiko Sedang. 6. Pengendalian Risiko Apabila suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas yang dapat diterima berdasarkan peraturan, ketentuan dan standart yang berlaku. Pengendalian risiko merupakan langkah menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Berdasarkan hasil analisa dan eveluasi risiko dapat ditentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak. Jika risiko dapat diterima, tentunya tidak diperlukan langkah pengendalian lebih lanjut (Soehatman, 2009).

29 Didalam memperkenalkan suatu saran pengendalian risiko haruslah mempertimbangkan apakah sarana pengendalian risiko tersebut dapat diterapkan dan dapat memberikan manfaat pada masing-masing tempat kerjanya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain : a. Tingkat keparahan potensi bahaya maupun risikonya. b. Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau risiko dan cara memindahkan atau meniadakan potensi bahaya. c. Ketersediaan dan kesesuaian sarana untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya. d. Biaya untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko. Menurut Tarwaka (2012) pengendalian risiko dapat mengikuti pendekatan hirarki pengendalian (hierarchy of controls). Hirarki pengendalian risiko adalah suatu urut-urutan dalam pengendalian risiko yang mungkin timbul dan terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Didalam hirarki risiko terdapat dua pendekatan yaitu : a. Pendekatan long term gain yaitu pengendalian berorientasi jangka panjang dan bersifat permanen dimulai dari pengendalian subtitusi, eliminasi, rekayasa teknis, isolasi atau pembatasan, administratif, dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat pelindung diri. b. Pendekatan short term gain yaitu pengendalian berorientasi jangka pendek dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yang

30 bersifat permanen belum dapat diterapkan. Pilihan pengendalian risiko ini dimulai dari alat pelindung diri menuju keatas sampai dengan subtitusi. 7. Hirarki Pengendalian Risiko a. Eliminasi (Elimination) Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen harus dicoba untik diterapkan sebagai pilihan prioritas pertama. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan obyek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standart baku K3 atau kadarnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) diperkennkan (Tarwaka, 2012). b. Subtitusi (Subtitution) Pengendalian secara subtitusi dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima (Tarwaka, 2012). c. Rekayasa Teknik (Engineering Control) Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah struktur obyek kerja untuk mencegah seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat

31 bantu mekanik, pemberian absorben suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tertinggi (Tarwaka, 2012). d. Isolasi (Isolation) Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang dari obyek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat tertutup (control room) menggunakan remote control. (Tarwaka, 2012). e. Pengendalian Administrasi (Administrasi Control) Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku pekerjaannya yang memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini. Metode ini meliputi recruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja, pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3 (Tarwaka, 2012). f. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment) Alat pelindung diri (APD) secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara manakala sistem pengendalian yang lebih permanen belum

32 dapat diimplementsikan. APD merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian resiko di temoat kerja (Tarwaka, 2012). Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Secara teknis alat pelindung diri tidak dapat melindungi tubuh secara sempurna terhadap paparan potensi bahaya. Namun alat pelindung diri akan dapat mengurangi tingkat keparahan dari suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2012).

33 B. Kerangka Pemikiran Tempat Kerja Proses Produksi Sumber Bahaya Potensi Bahaya Identifikasi Bahaya Penilaian Risiko Ringan Sedang Berat Pengendalian Risiko Resiko Terkendali Aman Gambar 2. Kerangka Pemikiran