BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat yang tidak terlepas dari norma-norma yang berlaku di dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. hukum tidak berdasar kekuasaan belaka. 1 Permasalahan besar dalam. perkembangan psikologi dan masa depan pada anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

I. PENDAHULUAN. dengan tindakan ancaman dan kekerasan. Perkosaan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan generasi penerus bangsa indonesia, mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

I. PENDAHULUAN. kerap kali menjadi korban tindak pidana pencabulan atau perkosaan dan tak jarang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan

BAB I PENDAHULUAN. Pelajar SMP dan SMA dalam ilmu psikologi perkembangan disebut. laku remaja sehari-hari, baik di rumah, di sekolah maupun di dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. maupun bahaya baik berasal dari dalam mupun luar negeri. Negara Indonesia dalam bertingkah laku sehari-hari agar tidak merugikan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN SANKSI PIDANA ADAT TERHADAP PENCURIAN TERNAK PADA MASYARAKAT DI DESA LAGAN KECAMATAN TALANG EMPAT

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tindak Pidana. 1. Pengertian Tindak Pidana. Pengertian tindak pidana yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum bertujuan menciptakan keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang tidak terlepas dari norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Pembangunan yang sedang berjalan membawa beberapa dampak baik berupa dampak positif maupun negatif. Salah satu dari dampak positif adalah peningkatan taraf hidup masyarakat. Salah satu dampak negatifnya adalah berkembangnya berbagai bentuk kejahatan, salah satunya bentuk kejahatan tindak pidana kesusilaan. Ada berbagai hukum yang berlaku di Indonesia salah satunya adalah hukum pidana. Hukum pidana ini bertujuan untuk mencegah atau menghambat perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku. Karena bentuk hukum pidana merupakan bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, serta meletakkan dasar-dasar dan aturan-aturan dengan tujuan untuk: 1 menentukan perbuatan mana yang tidak dilakukan, yang dilarang, dengan disertai 1 Moeljatno. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara. Hal. 1. 1

2 ancaman atau sangsi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 1. Menentukan kapan dan dalam hal apa, kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 2. Menentukan dengan cara bagaimana penanganan itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Delik khusus sering juga disebut Delik atau tindak pidana dalam KUHP. Penyebutan, Delik khusus dalam KUHP di dasarkan pada pertimbangan bahwa pengaturan tentang delik atau tindak pidana pada dasarnya tidak hanya terdapat di dalam KUHP, melainkan juga terdapat di dalam berbagai Undang-undang di luar KUHP. Berbagai Undang-undang di luar KUHP yang memuat ketentuan pidana, sebagian di antaranya bersifat menambah atau memperluas atau bahkan merubah berbagai ketentuan yang terdapat di dalam KUHP, sedangkan sebagian lainnya memang mengatur berbagai tindak pidana yang belum terdapat pengaturannya di dalam KUHP. 2 Kejahatan kesusilaan, diatur dalam KUHP Bab ke XIV Buku ke II dalam Pasal 281 sampai dengan Pasal 303. Perempuan dan anak biasanya yang menjadi korban kekerasan asusila yakni terhadap kejahatan kesusilaan dan berbagai pelanggaran kesusilaan. Namun dalam penulisan ini penulis lebih menyoroti kejahatan-kejahatan terhadap kesusilaan. 2 Natangsa Surbakti, BPK Delik Khusus. Fakultas Hukum UMS. 2009. Hal. 1-2.

3 Kasus tindak pidana terhadap anak-anak di Jawa Tengah meningkat tajam ditahun 2009. Data yang dirilis Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Salman Maryadi, Selasa 17 Maret 2011 menyebutkan, kasus pelanggaran hak anak yang dituntut kejaksaan se-jawa Tengah di pengadilan antara Januari dan November, terdapat 321 perkara. 3 Rinciannya, penganiayaan baik ringan maupun berat sebanyak 25 kasus, pencabulan 98 kasus dan paling banyak persetubuhan dengan anak di bawah umur 198 kasus. Kejari Cilacap paling banyak menangani perkara kejahatan terhadap anak dengan 24 kasus. Disusul Purworejo ada 24 kasus, Pati ada 22 kasus dan Klaten dengan 20 kasus. 4 Jumlah ini meningkat tajam dibanding tahun 2008 yang mencapai 253 perkara. Terdiri dari perkara tindak pidana penganiayaan 13 kasus, pencabulan 83 kasus dan persetubuhan dengan anak di bawah umur 157 kasus. 5 Berdasarkan hasil riset di ruang unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polres Klaten pada tanggal 1 Maret 2011, penulis memperoleh hasil data tindak pidana kesusilaan pada 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2008 terdapat 28 Perkara, tahun 2009 terdapat 33 Perkara, dan tahun 2010 terdapat 33 Perkara. Selama 3 tahun terakhir Polres di Kabupaten Klaten sering menerima aduan tindak pidana kesusilaan seperti pemerkosaan dan pencabulan. 3 http://m.suaramerdeka.com, Diakses Tanggal 17 Maret 2011. Pukul 15:30 4 http://m.suaramerdeka.com, Diakses Tanggal 17 Maret 2011. Pukul 15:30 5 http://m.suaramerdeka.com, Diakses Tanggal 17 Maret 2011. Pukul 15:30

4 Dalam KUHP Pasal 285 dinyatakan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Dan Pasal 290 KUHP dinyatakan diiancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; 2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduga, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umurya tidak ternyata, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin; 3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain. Negara dan pemerintah memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap perlindungan anak yang ditegaskan dalam pasal 21 sampai dengan Pasal 25 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai anak yang menerima perlakuan salah. Peraturan Perundang-undangan tidak cukup mengatasi tindak pidana anak, tetapi di samping itu diperlukan keseriusan, keluarga, seluruh komponen masyarakat, aparat penegak hukum, dokter dan psikiater anak, lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan masalah anak. Perbuatan cabul terhadap anak merupakan tragedi memilukan yang berakibat menimbulkan trauma berkepanjangan bagi masa depan anak. Trauma akan senantiasa terekam dalam ingatan sepanjang hidupnya apabila tidak ada pihak-pihak yang memotivasi terhadap korban (anak).

5 Korban kejahatan umumnya akan mengalami berbagai penderitaan, sebagai contoh wanita korban perkosaan. Seorang wanita korban perkosaan selain menderita secara fisik, juga mengalami tekanan batin yang hebat akibat perkosaan, seperti perasaan kotor, berdosa dan tidak punya masa depan, serta terkadang mendapat perlakuan tidak adil dari masyarakat akibat budaya tabu terhadap hubungan seks di luar nikah. 6 Perilaku kejahatan dapat diatasi dengan upaya penanggulangan secara preventif maupun reprensif. Penanggulangan kejahatan secara preventif juga dapat dikatakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana non penal. Dalam kenyataannya, ada segelintir masyarakat kita tidak mendukung usaha ini. Masih ada beberapa tindak pidana kesusilaan yang sampai saat ini masih di sembunyikan masyarakat untuk tidak diadili karena alasan tertentu seperti takut akan ancaman para pelaku tindak pidana dan atau bahkan malu jika nama mereka tercemar. Sementara itu, penanggulangan secara reprensif dengan menghadirkan pelaku ke muka sidang pengadilan dan selanjutnya penjatuhan pidana bagi seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana. Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah upaya penanggulangan kejahatan kesusilaan secara preventif dengan upaya non-penal di Indonesia masih lemah dan butuh ketegasan dari aparat penegak hukum untuk melaksanakan sanksinya secara tegas dan sekaligus memberikan perlindungan kepada para saksi dan korban yang menjalani sendiri tindak pidana kesusilaan. 6 Didik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom. 2007. Ugrensi Perlindungan Korban Kejahatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 28.

6 Korban kejahatan yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, justru tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan oleh undang-undang kepada pelaku kejahatan. Akibatnya, pada saat pelaku kejahatan telah dijatuhi sanksi pidana pengadilan, kondisi korban kejahatan seperti tidak dipedulikan sama sekali. Padahal, masalah keadilan dan penghormatan hak asasi manusia tidak hanya berlaku terhadap pelaku kejahatan saja, tetapi juga korban kejahatan. 7 Dengan dilatarbelakangi hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan hukum (skripsi) dengan judul: TINDAK PIDANA KESUSILAAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA DI KABUPATEN KLATEN. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar penelitian ini tetap mengarah pada pembatasan masalah yang dimaksud dapat terfokus pada pokok permasalahan yang ditentukan dan tidak menyimpang dari pokok pembahasan sehingga menimbulkan kerancauan dan tidak sesuai dengan sasaran yang diharapkan maka diperlukan suatu pembatasan permasalahan. Penelitian ini akan dibatasi pada jenis jenis tindak pidana kesusilan dan upaya upaya penanggulangannya di Kabupaten Klaten. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan. Adapun perumusan masalah yang hendak dikemukakan sebagai berikut: 7 Ibid Hal. 24.

7 1. Jenis tindak pidana kesusilaan apa yang banyak dilakukan di kabupaten Klaten? 2. Bagaimana presentase (clearance rate) faktor-faktor mendorong tingginya angka kesusilaan jenis tertentu itu? 3. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana kesusilaan di Kabupaten Klaten? C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Setiap penelitian tentu mempunyai tujuan-tujuan tertentu supaya dalam melangkah dapat sesuai dengan maksud penelitian. Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini, yaitu: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mendeskripsikan jenis tindak pidana kejahatan kesusilaan yang terjadi di Kabupaten Klaten. b. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mendasari untuk mendorongnya tingginya angka kesusilaan di Kabupaten Klaten. c. Untuk mendeskripsikan presentase (clearance rate) penyelesaian tindak pidana kesusilaan di Kabupaten Klaten. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam rangka penyusunan penulisan hukum guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

8 b. Untuk memberikan gambaran pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum pidana khususnya. c. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek yang sangat berarti bagi penulis. Berdasarkan permasalahan di atas, hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Diharapkan dengan adanya penulisan skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai tindak pidana kesusilaan serta upaya hukumnya. b. Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh penulis selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta serta memperkaya referensi penelitian khususnya mengenai tindak pidana kesusilaan. 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan dengan adanya penulisan skripsi ini dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti dan hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan pengetahuan bagi pembaca dan penulis. b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait seperti anggota keluarga dan masyarakat serta terutama aparat

9 penegak hukum pada umumnya mengenai segala bentuk tindak pidana kesusilaan. D. Kerangka Pemikiran Kata susila dalam bahasa Inggris adalah moral, ethichs, decent. Kata-kata tersebut biasa diterjemahkan berbeda. Kata moral diterjemahkan dengan moril. Kesopanan sedang ethics diterjemahkan dengan kesusilaan dan decent diterjemahkan dengan kepatutan. Yang rumit dan selalu dicampurbaurkan adalah moral dan ethics. Kedua kata tersebut mengandung decent. Namun jika diamati dengan cermat, ternyata ethics lebih sempit dari pada moral tetapi ethics ada dalam kata moral. 8 Ketentuan-ketentuan pidana dalam Bab ke XIV KUHP ini dengan sengaja telah dibentuk oleh pembentuk undang-undang dengan maksud untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang dipandang perlu untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan asusila atau ontuch te hendelingen dan terhadap perilaku-perilaku baik dalam bentuk kata-kata maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang menyinggung rasa susila karena bertentangan dengan pandangan orang tentang kepatutan-kepatutan dibidang kehidupan seksual, baik ditinjau dari segi pandangan masyarakat setempat di mana kata-kata itu telah diucapkan atau di mana perbuatan itu 8 Leden Marpaung. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Prevensinya. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 2.

10 telah dilakukan, maupun ditinjau dari segi kebiasaan masyarakat setempat dalam menjalankan kehidupan seksual mereka. 9 Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan ataupun pembalasan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Oleh karena itu teori inipun sering juga disebut teori tujuan (utilitarian theory). Jadi dasar pembenaran pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan (quia pectum est) karena orang membuat kejahatan melainkan (ne peccatum) supaya orang jangan melakukan kejahatan. 10 Tindak kidana kesusilaan yang termasuk dalam Buku II Bab XIV KUHP dalam Pasal 281 sampai dengan Pasal 299 termasuk unsur tindak pidana melanggar kesusilaan. Buku II Bab VI Pasal 300 sampai dengan Pasal 303 termasuk unsur melanggar kesopanan. Ada delapan belas macam kejahatan kesusilaan dan hanya empat macam pelanggaran yang melanggar kesusilaan (zedelijkheid) dan sebaliknya hanya ada empat macam kejahatan dan sebelas macam pelanggaran yang melanggar kesopanan yang bukan kesusilaan. 11 Upaya penanggulangan tindak pidana kesusilaan baik secara prefentif maupun reprensif harus dapat ditegaskan agar pelanggaran tindak pidana kesusilaan dapat di atasi sesuai Undang-undang yang berlaku baik melalui undang-undang umum seperti KUHP maupun Undang-undang khusus seperti 9 P.A.F. Lamintang. 1990. Delik-Delik Khusus. Bandung: Mandar Maju. Hal. 1. 10 Dwidja Priyatno. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Hal. 25. 11 Wirjono Prodjodikoro. 1974. Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Jakarta: Eresco. Hal.116.

11 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang nantinya dimungkinkan berlaku asas lex specialis derogate lex legegeneralis. E. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara kerja yang digunakan untuk dapat membuktikan kebenaran ilmiah dari penelitian yang dilaksanakan, atau cara kerja yang digunakan untuk mengumpulkan data-data dari objek yang menjadi sasaran dari peneliti untuk memecahkan masalah. 12 Adapun metode penelitian yang digunakan sebagai berikut: 1. Metode Penelitian Penelitian ini penulis menggunakan metode Sosiologis atau Empiris. 13 Dan penelitian Empiris adalah berkaitan dengan sifat objektif dan empiris dari ilmu pengetahuan itu sendiri, termasuk ilmu pengetahuan ilmu hukum empiris yang berupaya mengamati fakta-fakta hukum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, di mana hal ini mengharuskan pengetahuan untuk dapat diamati dan dibuktikan secara terbuka. 14 Pendekatan ini mengkaji konsep empiris dapat diketahui tindak pidana kesusilaan dan upaya penanggulangannya di Kabupaten Klaten. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah bersifat deskriptif pada umumya bertujuan untuk 12 Hilman Hadikusuma. 1995. Metode Pembuatan Keraja atau Skripsi Ilmu Hukum. Bandar Lampung: Mandar Maju. Hal. 58. 13 Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:UI Press,. Hal. 51. 14 Johan Nasution. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju. Hal. 125.

12 mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat, karakteristik, atau faktor-faktor tertentu. 15 Karena bermaksud menggambarkan secara jelas tentang berbagai hal yang terkait dengan objek yang diteliti yaitu tentang jenis-jenis tindak pidana kesusilaan, faktor-faktor mendorong tingginya tindak pidana tertentu, dan upaya penanggulangannya di Klaten. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum kota Klaten tepatnya di: 1) Polres Klaten, 2) Satuan Polisi Pamong Praja Klaten, 3) Kejaksaan Negeri Klaten, 4) Pengadilan Negeri Klaten, 5) Lembaga Pemasyarakatan Klaten, dan 6) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Mutiara Klaten. Karena sesuai dengan judul skripsi yang telah penulis ajukan guna untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. 4. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah pendekatan kualilatif dapat menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif dengan mendasarkan wawancara secara lisan atau tertulis, diteliti, selanjutnya dianalisis berdasarkan ilmu hukum dan ilmu sosial lainnya untuk mencapai kejelasan yang akan dibahas. Kemudian disusun dan ditulis dalam bentuk skripsi. 15 Bambang Sunggono. 1997. Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 35.

13 5. Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini yakni jenis data primer (penjelasan atau identifikasi terhadap responden) dan data sekunder. Sumber-sumber data tersebut adalah sebagai berikut: 16 a. Data Primer ini diperoleh secara langsung dari lapangan yang terdapat pada lokasi penelitian melalui wawancara secara terarah dan sistematis dengan pihak-pihak yang dianggap mengetahui serta memahami tentang objek penelitian. b. Data Sekunder ini diperoleh dengan melaui peraturan perundang undangan, dokumen tertulis, literatur, studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku, majalah, makalah, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan objek penelitian. 6. Teknik Pengumpulan Data berikut: Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai a. Teknik Wawancara Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yaitu melalui kontrak atau hubungan pribadi antara pengumpulan data (pewawancara) dengan sumber data (responden). 17 Dalam hal ini responden adalah, pejabat pemerintah kabupaten Klaten, pejabat Polres kabupaten Klaten, pejabat Satpol PP Klaten, dan pelaku tindak pidana. 16 I Made Wirartha. 2006. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, Tesis. Yogyakarta: Andi. Hal. 35. 17 I Made Wirartha, Op Cit. Hal. 37.

14 b. Studi Kepustakaan Cara teknik pengumpulan data dengan mencari dari bahan-bahan yang berupa buku-buku ilmiah, dokumen-dokumen yang menunjang dan perundang-undangan (hukum positif Indonesia) yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Dilakukan dengan mencari, mencatat, menginventarisasi, menganalisis, dan mempelajari beraneka ragam sumber pustaka yang didapat. c. Penelitian Lapangan Dengan cara datang langsung ke objek penelitian yang digunakan untuk memperoleh informasi dan data primer maupun data sekunder yang dibutuhkan dalam penulisan penelitian ini. 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode analisis data secara kuantitatif dan kualitatif. 18 Proses analisis kualitatif ini memadukan data berupa hasil interaksi dengan informan, dan data-data yang diperoleh, dihubungkan dengan literatur yang berhubungan dengan tindak pidana kesusilaan dan upaya penanggulangannya, sehingga dapat menemukan pemecahan masalah-masalah tersebut yang telah di kemukakan di atas. Analisis hasil penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis. Menggambarkan bagaimana suatu dianalisis dan apa manfaat data yang terkumpul untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah penelitian. 18 Pekerjaan mengumpulkan data bagi peneliti kualitatif harus langsung diikuti dengan pekerjaan menuliskan, mengedit, mengklafisikasi, mereduksi, dan menyajikan (Noeng Muhadjir. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, Hal. 51.)

15 Penulis menggunakan tiga komponen analisis yang mendukung penyusunan penulisan penelitian hukum antara lain: a. Reduksi Data Proses berlangsung dengan seleksi, pemfokusan, penyerderhanaan serta informasi data kasar terdapat dalam catatan-catatan di lapangan. Yang berlangsung sejak sebelum pengumpulan data dilakukan, sepanjang pelaksanaan penulisan hukum, sampai setelah laporan akhir penulisan selesai ditulis. Kemudian dilakukan terus menerus dengan data kasar tersebut menjadi uraian data singkat. b. Penyajian Data Serangkaian informasi yang berguna memberikan gambaran dan fakta yang nyata dan jelas yang memungkinkan bagi penulis agar dapat melakukan kesimpulan. c. Penarikan Kesimpulan Bagi peneliti penyusun sajian hasil analisis akan dengan cepat memahami isi matriknya, dan akan mempermudah yang bersangkutan untuk membuat kesimpulannya. 19 F. Sistematika Skripsi Untuk memberikan gambaran penulisan hukum ini akan terbagi beberapa bab yang tersusun secara sistematika yang memuat pembahasan yang berbeda-beda namun merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Masing-masing bab secara sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut: 19 Noeng Muhadjir, Op Cit., Hal. 57.

16 BAB I adalah pendahuluan yang mencangkup latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II adalah tinjauan pustaka yang berisikan uraian dasar teori dari skripsi ini yang meliputi yaitu, tinjauan umum tindak pidana, pengertian tindak pidana kesusilaan, jenis-jenis tindak pidana kesusilaan, faktor-faktor tindak pidana kesusilaan, upaya penanggulangan tindak pidana dan syaratsyarat pemidanaa. BAB III adalah hasil penelitian dan pembahasan mengenai jenisjenis tindak pidana kesusilaan, faktor-faktor mendorong tindak pidana kesusilaan, dan upaya penanggulangan tindak pidana. BAB IV adalah berisikan kesimpulan dan saran sebagai penutup penulisan hukum ini.