KOMPARASI KELAYAKAN INVESTASI KLON KARET GT 1 DAN PB 260 PADA BERBAGAI TINGKAT HARGA DAN UMUR EKONOMIS

dokumen-dokumen yang mirip
KOMPARASI KELAYAKAN INVESTASI KLON KARET GT 1 DAN PB 260 PADA BERBAGAI TINGKAT HARGA DAN UMUR EKONOMIS

Warta Perkaretan 2017, 36(1), 75-82

PRODUKTIVITAS KLON KARET IRR SERI-100 DAN 200 PADA BERBAGAI AGROKLIMAT DAN SISTEM SADAP

DAMPAK RENDAHNYA HARGA KARET TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI KARET DI SUMATERA SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KARET DI SUMATERA SELATAN

PENGARUH PRODUKTIVITAS TERHADAP HARGA POKOK KEBUN KARET DI JAWA TENGAH

KELAYAKAN FINANSIAL REPLANTING TANAMAN KARET DI DESA BATUMARTA 1 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

KERAGAAN MATERI GENETIK KLON KARET HASIL PERSILANGAN TAHUN

PENGGUNAAN STIMULAN SEJAK AWAL PENYADAPAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI KLON IRR 39

KAJIAN PROSPEK BISNIS PEMBIBITAN KARET DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

BEBERAPA ASPEK PENTING PADA PENYADAPAN PANEL ATAS TANAMAN KARET

PENDAHULUAN. Karet (Heveabrasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat ini. dari USD 1 menjadi USD 1,25 (Palembang Tribun News, 2016) dan Balai

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

OPTIMALISASI PRODUKTIVITAS KARET MELALUI PENGGUNAAN BAHAN TANAM, PEMELIHARAAN, SISTEM EKSPLOITASI, DAN PEREMAJAAN TANAMAN

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL MODEL PEREMAJAAN KARET PARTISIPATIF: SUMBER PEMBIAYAAN DARI HASIL PENJUALAN KAYU KARET

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet

III. METODE PENELITIAN

SELEKSI PROJENI TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DARI HASIL PERSILANGAN TAHUN SEBAGAI PENGHASIL LATEKS DAN KAYU

PEREMAJAAN OPTIMAL TANAMAN KARET DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (ANALISIS SIMULASI PADA KEBUN GETAS)

ANALISIS FINANSIAL PERKEBUNAN GAMBIR RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Vera Anastasia

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

EVALUASI PENGUJIAN LANJUTAN KLON KARET IRR SERI

PERKEMBANGAN PENELITIAN KLON KARET UNGGUL IRR SERI 100 SEBAGAI PENGHASIL LATEKS DAN KAYU

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET POLA SWADAYA DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN PELALAWAN

DAMPAK POLA PEREMAJAAN PARTISIPATIF TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JERUK SIAM (CITRUS NOBILIS LOUR) PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN TAPIN SELATAN KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

PRODUKTIVITAS KLON KARET PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN DI PERKEBUNAN

AKTIVITAS METABOLISME BEBERAPA KLON KARET PADA BERBAGAI FREKUENSI SADAP DAN STIMULASI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERKEBUNAN KARET PROGRAM EKS UPP TCSDP DI DESA BINA BARU KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH KABUPATEN KAMPAR

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

Warta Perkaretan 2016, 35 (2), KEUNGGULAN KLON KARET IRR 220 dan IRR 230. The Superiority of IRR 220 and IRR 230 Rubber Clone

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet berbentuk pohon, tinggi m, bercabang dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGILINGAN PADI SKALA KECIL (Studi Kasus : Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara)

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).

OPTIMASI PRODUKSI KLON IRR SERI 200 DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA SISTEM SADAP DI PENGUJIAN PLOT PROMOSI

KETAHANAN LAPANGAN TANAMAN KARET KLON IRR SERI 100 TERHADAP TIGA PATOGEN PENTING PENYAKIT GUGUR DAUN

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

STUDI KARAKTER FISIOLOGIS DAN SIFAT ALIRAN LATEKS KLON KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

Chart Title. Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI TUMPANGSARI MANGGIS DENGAN KAPULAGA Pipih Nuraeni 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERKEBUNAN KARET RAKYAT SWADAYA DI DESA SUNGAI JALAU KECAMATAN KAMPAR UTARA KABUPATEN KAMPAR

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

Arif Dwi Andrijanto*, Karno**, Anang M Legowo** ) * Mahasiswa Magister Agribisnis Universitas Diponegoro )

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET PADA SISTEM PEREMAJAAN BERTAHAP

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Seleksi Progeni F1 Hasil Persilangan Tetua Betina IRR 111 dengan Beberapa Tetua Jantan 2006Pada Tanaman Karet(Hevea brassiliensis Muell Arg.).

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

SELEKSI GENOTIPE TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DARI HASIL PERSILANGAN TAHUN SEBAGAI PENGHASIL LATEKS DAN KAYU SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

ANALISIS PROFITABILITAS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis L) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN BALONG/BEJI/KALITELO KABUPATEN JEPARA

III. METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK. Kata kunci: desa wisata, studi kelayakan usaha, analisis sensitivitas

Joko Supriyanto 1 dan Yardha 1

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian...

IV. METODE PENELITIAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS INVESTASI KONVERSI KOMODITAS KOPI KE KARET DI PT

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

AGRITECH : Vol. XVIII No. 2 Desember 2016: ISSN :

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Riska Dewi 1), Yusmini 2), Susy Edwina 2) Agribusiness Department Faculty of Agriculture UR ABSTRACT

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

BISNIS BUDIDAYA KARET

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PADA INDUSTRI JAGAD SUTERA DI KELURAHAN KAMONJI KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU

IV METODE PENELITIAN

ANALISA KELAYAKAN BISNIS PT. SUCOFINDO UNIT PELAYANAN DONDANG. Sahdiannor, LCA. Robin Jonathan, Suyatin ABSTRACT

KARYA ILMIAH BUDIDAYA KARET

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

DAFTAR PUSTAKA. Aksi Agraris Kanisius Bercocok Tanam Lada. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERKEBUNAN KARET POLA SWADAYA DI DESA PULAU JAMBU KECAMATAN KUOK KABUPATEN KAMPAR

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

KERAGAAN DAN POTENSI HASIL KARET DARI BEBERAPA GENOTIPE HASIL PERSILANGAN ANTAR TETUA TANAMAN BERKERABAT JAUH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

III. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

Jurnal Penelitian Karet, 2017, 35 (1) : 83-92 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2017, 35 (1) : 83 92 DOI: http://dx.doi.org/10.22302/ppk.jpk.v1i1.362 KOMPARASI KELAYAKAN INVESTASI KLON KARET GT 1 DAN PB 260 PADA BERBAGAI TINGKAT HARGA DAN UMUR EKONOMIS The Comparison of Investment Feasibility of GT 1 and PB 260 Rubber Clones at Various Levels of Price and Economic Ages Dwi Shinta Agustina* dan Eva Herlinawati Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet Jalan Raya Palembang P. Balai KM 29 PO BOX 1127 Palembang 30001 Sumatera Selatan *Email : dwishinta_sbw@yahoo.com Diterima : 12 Juni 2017 / Disetujui : 19 Juni 2017 Abstract In condition of low rubber price currently, the planting of old rubber clone such as GT 1 should be replaced by the new high yielding clones. If smallholders replant their old rubber tree with new high yielding clone, their income could be increased and the return of investment could be shortened. This paper was aimed to present the feasibility of rubber investment of GT1 and PB260 clones at various rubber prices and economic life of the plant. The analysis result showed that the planting of PB260 was more feasible compared to GT1 if tapping was conducted properly based on the recommended tapping system. Keywords: Hevea brasiliensis, high yielding clone, feasibility, replanting, price, rubber, investment Abstrak Dengan kondisi harga saat ini, penanaman karet dengan klon-klon lama (seperti GT1) sudah harus digantikan dengan klon-klon unggul baru yang produksinya lebih tinggi. Apabila petani meremajakan kebun karet tuanya dengan tanaman karet klon unggul, pendapatan yang diterima dapat lebih baik dibandingkan dengan produksi yang diperoleh dari kebun karet tua rusak serta serta pengembalian biaya investasi lebih cepat. Tulisan ini menampilkan kelayakan investasi tanaman karet dengan klon GT 1 dan PB260 pada berbagai tingkat harga dan umur ekonomis tanaman. Melalui informasi ini diharapkan petani dapat meningkatkan produktivitas per siklus pengusahaan tanaman. Dari hasil analisis diketahui bahwa pengusahaan klon PB260 adalah lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengusahaan klon GT1 apabila dilakukan sesuai dengan rekomendasi teknis yang dianjurkan. Kata kunci: Hevea brasiliensis, klon unggul, kelayakan, peremajaan, harga, karet, investasi PENDAHULUAN Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman tahunan yang berasal dari daerah Amazon yang telah luas dibudidayakan. Dalam periode pertumbuhannya, tanaman karet memiliki masa belum menghasilkan (TBM) dan telah menghasilkan (TM). Dengan pemeliharaan yang baik, TBM tanaman karet dapat dipersingkat hingga kurang dari 5 tahun sehingga masa panen karet dapat lebih cepat. Pada awal buka sadap, umumnya produksi tanaman karet tidak terlalu tinggi namun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman akan terjadi peningkatan produksi. Puncak produksi akan terjadi pada umur 14-18 tahun (Sulaeman & Iskandar, 1982). Setelah itu produksi akan mulai menurun yang akhirnya akan mencapai suatu titik yang secara ekonomis tidak menguntungkan lagi dan perlu diremajakan. Darmandono (1992) menambahkan bahwa pada kondisi tersebut, tanaman karet biasanya tinggal menyisakan sedikit kulit pulihan dan perdaunannya mulai makin jarang. Berdasarkan sistem eksploitasi secara konvensional, secara umum umur 83

Produksi rata-rata Average production (Kg/Ha) Agustina dan Herlinawati ekonomis tanaman karet dapat mencapai 25 tahun, walaupun tanaman karet masih dapat hidup hingga umur >30 tahun. Setelah tercapai umur ekonomis, peremajaan perlu dipertimbangkan. Namun seringkali timbul pertanyaan dari para pekebun karet yaitu kapan waktu yang tepat untuk melakukan peremajaan. Alternatif pilihan pekebun karet untuk memutuskan peremajaan adalah jika perkiraan pendapatan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan biaya dari penyadapan. Jika pendapatan dari hasil penyadapan lebih besar dibandingkan dengan biaya penyadapan maka akan dilakukan penundaan peremajaan (Jayasuriya & Carrad, 1977). Penundaan waktu peremajaan akan berpengaruh terhadap waktu penanaman karet selanjutnya. Keadaan ini yang seringkali tidak disadari oleh pekebun karet karena kehilangan produksi tidak bersifat langsung. 3000 Salah satu manfaat peremajaan tanaman karet adalah penggantian bahan tanam lama dengan klon unggul baru hasil pemuliaan tanaman. Klon-klon unggul baru tersebut mempunyai variasi keragaan dan metabolisme. Berdasarkan tipe metabolisme lateks, klon karet dibagi atas metabolisme rendah, rendah-medium, medium, mediumtinggi, dan tinggi (Gohet et al., 2003). Pada umumnya klon metabolisme tinggi mempunyai kecepatan biosintesis lateks yang lebih tinggi dibandingkan dengan klon metabolisme sedang maupun rendah. Disamping itu, tipe metabolisme klon menentukan pola produksi selama siklus eksploitasi (Gambar 1). Klon-klon dengan tipe metabolisme tinggi atau sering disebut dengan klon quick starter mempunyai produksi awal yang cukup tinggi, yang dapat digunakan sebagai referensi untuk mendapatkan pengembalian biaya investasi lebih cepat. 2500 2000 1500 1000 500 GT 1 PB 260 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Tahun sadap Tapping year Gambar 1. Pola produksi klon GT 1 dan PB 260 Figure 1. Production pattern of GT 1 and PB 260 clones Sumber : Bukit et al., 2006 Agribisnis karet saat ini sedang mengalami kondisi yang kurang menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya harga karet beberapa tahun terakhir serta meningkatnya biaya produksi terutama biaya penyadapan. Harga karet mencapai puncak tertinggi pada tahun 2011, namun sejak tahun 2012-2015 harga karet terus menurun hingga mencapai harga USD 1,36 per Kg (SICOM, 2015). Fluktuasi harga karet sejak tahun 1998 sampai 2015 ditampilkan pada Gambar 2. 84

Komparasi Kelayakan Investasi Klon Karet GT 1 dan PB 260 Pada Berbagai Tingkat Harga dan Umur Ekonomis 500 450 400 350 Harga TSR20 (cent US$/kg) 300 250 200 150 100 50 0 Gambar 2. Fluktuasi harga karet dari tahun 1998-2015 Figure 2. Rubber price volatility on 1998-2015 Dengan kondisi turunnya harga karet, pemilihan klon harus dipertimbangkan dalam kegiatan peremajaan karet. Kondisi harga karet yang kurang baik saat ini merupakan momentum yang baik bagi petani untuk meremajakan kebun karet tuanya sambil menunggu harga membaik. Apabila petani meremajakan kebun karet tuanya dengan tanaman karet klon unggul, pendapatan yang diterima akan lebih baik dibandingkan dengan produksi yang diperoleh dari kebun karet tua rusak serta pengembalian biaya investasi dapat lebih cepat. Tulisan ini menampilkan kelayakan investasi tanaman karet dengan klon GT 1 dan PB 260 pada berbagai tingkat harga dan umur ekonomis tanaman. Melalui informasi ini diharapkan petani dapat memperbaiki sistem sadap yang selama ini mereka lakukan agar produktivitas tanaman per siklus meningkat. BAHAN DAN METODE Studi kelayakan dilakukan melalui pengumpulan data sekunder di salah satu perusahaan perkebunan di Sumatera Selatan. Data sekunder yang diambil meliputi data produksi, biaya produksi, harga jual, dan lain-lain. Data produksi yang diambil meliputi data produksi klon GT 1 tahun tanam 1981. Sementara itu, data produksi klon PB 260 menggunakan data sekunder hasil penelitian Bukit et al (2006). Adapun skenario yang digunakan dalam perhitungan ini meliputi: 1. Klon GT 1 yang telah disadap selama 25 tahun akan digantikan dengan tanaman PB 260 2. Unit analisis ekonomi kebun karet dikonversi menjadi 1 Ha. Populasi tanaman karet diasumsikan sebanyak 550 pohon/ha. 3. Harga-harga dan biaya sarana produksi lain seperti biaya tenaga kerja (UMR tahun 2016), bahan dan alat (pupuk TSP, pestisida, bahan pembeku lateks, pisau sadap, mangkuk, cincin, tali, talang sadap, batu asah, mal sadap, ember penampung lateks, kotak pembeku lateks, keranjang penampung cup lump dan scrap, hand sprayer, parang, cangkul), dan nilai depresiasi aset tetap dan biaya investasi kebun tertimbang adalah harga yang berlaku di wilayah dimana perusahaan berlokasi. 4. Sistem sadap yang digunakan adalah s/2 d3 ET 2,5% 18/y 5. Harga karet diasumsikan sebesar IDR 14 533,- per Kg karet kering (harga ratarata TSR 20 sampai pertengahan Mei 2016 adalah USD 1,25 dengan kurs beli IDR 13,364/USD dan bagian harga yang diterima adalah 87% FOB). 85

Agustina dan Herlinawati 6. Analisis biaya dan penerimaan dilakukan selama satu siklus hidup tanaman karet Kelayakan pengusahaan klon GT 1 dan PB 260 dilakukan dengan pendekatan NPV, IRR, dan B/C ratio. Selanjutnya akan dilakukan analisis sensitivitas kelayakan pengusahaan karet klon GT 1 dan PB 260 pada berbagai tingkat harga dan suku bunga serta umur ekonomis tanaman. Perhitungan NPV menggunakan rumus sebagai berikut:... (1) Dimana: Bt = penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Ct = biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = tingkat diskonto n = umur proyek Suatu kegiatan proyek dinyatakan layak apabila nilai NPV > 0 sedangkan dinyatakan tidak layak apabila nilai NPV < 0. Selanjutnya, IRR adalah tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus bersih masa depan proyek dengan pengeluaran awal proyek. Suatu kegiatan proyek dinyatakan layak apabila nilai IRR > tingkat diskonto yang disyaratkan. Perhitungan IRR menggunakan formula sebagai berikut: Dimana:...(2) i1 = Tingkat diskonto yang menghasilkan NPV1 i2 = Tingkat diskonto yang menghasilkan NPV2 NPV1 = Nilai bersih sekarang yang bernilai positif NPV2 = Nilai bersih sekarang yang bernilai negative Kriteria kelayakan investasi selanjutnya adalah Net B/C ratio yang menunjukkan besarnya tambahan manfaat bersih setiap tambahan satu rupiah biaya yang digunakan. Jika nilai B/C ratio > 1, maka proyek layak. Rumus untuk menentukan net B/C ratio adalah sebagai berikut: ( - ) ( ) ( - ) ( )... (3) HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Produksi Klon Karet Pola produksi klon GT 1 selama 25 tahun sistem eksploitasi terdapat pada Gambar 3. Dengan siklus peremajaan 25 tahun sadap, total produksi yang diperoleh sebesar 39.044 Kg/Ha (Tabel 1). Sedangkan jika siklus replanting dipercepat menjadi 22 tahun sadap maka total produksi dalam siklus ini hanya sebesar 36.624 Kg/Ha atau terjadi penurunan produksi sebesar 6,2%. Oleh sebab itu semakin lama proses penyadapan dilakukan maka semakin besar produksi yang akan diperoleh pekebun karet. Namun perlu diperhatikan mengenai kondisi panel dan kelayakan hasil sadapan. 86

Produksi rata-rata Average production (Kg/Ha) Komparasi Kelayakan Investasi Klon Karet GT 1 dan PB 260 Pada Berbagai Tingkat Harga dan Umur Ekonomis 3500 3000 Replanting sesuai umur (39.044 kg/ha) Replanting dipercepat (36.624 kg/ha) 2500 2000 1500 1000 500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Tahun sadap Year of tapping Gambar 3. Pola produksi klon GT 1 dengan waktu peremajaan sesuai dengan umur tanaman dan peremajaan dipercepat Figure 3. Production pattern of GT 1 clone with replanting period based on age and accelerated replanting Tabel 1. Produksi berdasarkan umur ekonomis tanaman klon GT1 Table 1. Production based on the economic age of GT 1 clone Total Persentase produksi penurunan produksi Umur ekonomis tanaman Total of Percentage of the Economic age of the plant production decrease of production (Kg/Ha) (%) Persentase penurunan biaya Percentage of the decrease of Cost (%) 30 tahun (25 tahun sadap) 39.044 - - 27 tahun (22 tahun sadap) 36.624 6 12 25 tahun (20 tahun sadap) 34.511 12 20 Hasil analisis data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa dengan pengurangan umur ekonomis tanaman GT 1 dari 30 tahun menjadi 27 tahun akan mengurangi produksi total sebanyak 2,42 kg atau sebesar 6%. Penurunan produksi sebesar 6% ini diikuti dengan pengurangan biaya penyadapan dan pemeliharaan selama 3 tahun sebesar 12%. Nilai B/C ratio pengusahaan klon GT 1 selama 27 tahun adalah 1,97 yang menunjukkan kelayakan pengusahaan klon GT 1 selama 27 tahun. Selanjutnya apabila klon GT 1 hanya diusahakan selama 25 tahun akan mengurangi produksi total sebanyak 4,53 kg atau sebesar 12% dibandingkan dengan jika diusahakan selama 30 tahun. Penurunan produksi sebesar 12% ini diikuti dengan pengurangan biaya penyadapan dan pemeliharaan selama 5 tahun sebesar 20%. Nilai B/C ratio pengusahaan klon GT 1 selama 25 tahun adalah 2,03 yang menunjukkan kelayakan usaha klon GT 1 selama 25 tahuh. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pengurangan umur ekonomis klon GT 1 adalah menguntungkan karena memberikan perbandingan penurunan biaya jauh lebih besar dibandingkan dengan penurunan produksi. Kondisi Tanaman dan Penyadapan saat akan Diremajakan Kondisi tanaman pada saat akan dilakukan peremajaan umumnya mempunyai keadaan kulit yang buruk dan cadangan kulit sedikit (Gambar 3a). Potensi kulit yang dapat disadap hanya pada bagian atas atau cabang dengan ketinggian mencapai >5 m. Keadaan ini mendorong penyadap menggunakan alat bantu berupa tangga untuk menjangkau bidang sadap yang tinggi. Dengan penggunaan tangga, kegiatan penyadap lebih banyak dan kemampuan penyadap berkurang (Vijayakumar et al., 2000). Kemampuan penyadap per hari hanya berkisar 150-200 pohon saja, karena beragamnya aktivitas penyadapan pada kondisi tersebut antara 87

Agustina dan Herlinawati lain pengambilan dan pengumpulan lum, pemindahan tangga, naik dan turun tangga (Gambar 3b dan 3d), serta menyadap dan menunggu aliran lateks (Gambar 3c). Sedangkan produksi yang didapat pada kondisi sadap bebas bervariasi tergantung dengan banyaknya alur dan jenis klon. a) b) c) d) Gambar 3. Kondisi tanaman pada saat menjelang peremajaan: a). Keadaan kulit yang buruk dan cadangan kulit sedikit; b). Proses naik tangga; c). Proses penyadapan dengan tangga; d). Turun tangga Figure 3. Condition of plants at replanting time: a) bark condition; b) climbing up the stairs; c) tapping with stairs; d) climbing down the stairs Kelayakan Peremajaan Karet Klon GT 1 dengan Klon PB 260 Penyadapan tanaman karet diharapkan dapat dilakukan selama 25-30 tahun. Perkebunan karet yang sudah berumur di atas 25 tahun seharusnya dilakukan peremajaan. Namun masih terdapat petani yang belum melakukannya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan peremajaan pada kebun karet mereka. Peremajaan perkebunan karet diharapkan akan meningkatkan produktivitas serta pendapatan petani karet. Biaya yang dikeluarkan pada saat peremajaan yaitu berupa investasi pada perkebunan tersebut tidak semahal pada saat melakukan pembukaaan kebun baru. Hal ini dikarenakan petani tidak perlu mengeluarkan biaya investasi baru seperti membeli lahan ataupun peralatan yang sudah dimiliki sebelumnya pada saat perkebunan karet didirikan. Perkebunan karet yang sudah rusak dan tua harus segera diremajakan agar dapat meningkatkan produktivitas serta memberikan pendapatan yang lebih kepada petani di masa mendatang. Manfaat peremajaan juga akan dapat dirasakan oleh petani dengan adanya peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Kemajuan di bidang pemuliaan karet telah menghasilkan klon-klon karet unggul yang sudah cukup luas ditanam secara komersial baik oleh perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Berdasarkan hasil Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet tahun 2009, rekomendasi untuk bahan tanam karet 2010-2014, 88

Komparasi Kelayakan Investasi Klon Karet GT 1 dan PB 260 Pada Berbagai Tingkat Harga dan Umur Ekonomis diarahkan untuk mendapatkan optimasi hasil lateks maupun kayu (Lasminingsih, 2010). Pemanfaatan klon unggul sebagai salah satu komponen teknologi telah memberikan proporsi yang besar dalam upaya meningkatkan efisiensi melalui peningkatan produktivitas kebun. Dengan penanaman klon unggul rata-rata produktivitas kebun mencapai 1500 2000 Kg/Ha/tahun, bahkan untuk klon generasi IV potensi klon bisa mencapai 3500 Kg/Ha/tahun, dibandingkan dengan tanaman asal biji (semaian) hanya 400 500 Kg/Ha/tahun, dan masa tanaman belum menghasilkan dapat dipersingkat menjadi kurang dari lima tahun. Oleh karena itu ketersediaan klon unggul merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan karet di Indonesia (Aidi-Daslin, 2005; Woelan et al., 2005). Hasil analisis terhadap pengusahaan klon GT 1 sampai dengan umur 30 tahun pada kondisi harga saat ini (USD 1,25) dan suku bunga 15% adalah tidak layak dengan nilai NPV (39,054,370), IRR 2%, dan B/C ratio sebesar 0,62 (Tabel 2). Selanjutnya analisa jika klon GT 1 diremajakan pada umur 27 tahun dan 25 tahun dengan tingkat harga USD 1,25 dan suku bunga 15%, pengusahaan klon GT 1 tetap tidak layak. Sementara itu dengan klon PB 260, pengusahaan selama 25 tahun pada kondisi harga karet USD 1,25 dan suku bunga 15% juga tidak layak dengan nilai NPV (3,326,898), IRR 14%, dan B/C ratio 0,97. Namun, pengusahaan klon PB 260 selama 25 tahun baru bisa dinyatakan layak pada tingkat harga USD 1,25 dengan suku bunga 13%. Hasil analisis sensitivitas pengusahaan klon GT 1 pada umur peremajaan 30 tahun, 27 tahun, dan 25 tahun dengan variasi harga karet dan suku bunga menunjukkan bahwa pengusahaan klon GT 1 tidak layak pada tingkat harga USD 1,25 sampai USD 2 dengan suku bunga 15%. Demikian juga halnya pada tingkat suku bunga 13%. Pengusahaan klon GT 1 baru bisa dinyatakan layak pada tingkat harga USD 2. Sedangkan pada tingkat suku bunga 9%, pengusahaan klon GT 1 layak pada tingkat harga USD 1., 5 dan USD 2. Dengan demikian, untuk kondisi harga karet kurang dari USD 2 dan suku bunga lebih dari 13%, klon GT 1 tidak layak untuk diusahakan (Tabel 2). Penanaman Klon Unggul Baru di Tingkat Perusahaan dan Petani Berdasarkan hasil analisa kelayakan pengusahaan klon GT 1, maka sudah selayaknya saat ini klon GT 1 harus diremajakan dan diganti dengan klon unggul, misalnya klon PB 260, yang memiliki produksi tinggi sejak buka sadap. Selanjutnya dilakukan analisis kelayakan pengusahaan klon PB 260 selama 25 tahun untuk menggantikan tanaman klon GT 1. Dari hasil analisis kelayakan diketahui bahwa pengusahaan tanaman klon PB 260 selama 25 tahun pada tingkat suku bunga 15% dinyatakan layak pada tingkat harga di atas USD 1,5. Sedangkan pada suku bunga 13% dan 9%, pengusahaan klon PB 260 selama 25 tahun dinyatakan layak pada tingkat harga di atas USD 1,25. Dari hasil analisis ini diketahui bahwa pengusahaan klon PB 260 akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan klon GT 1 apabila penyadapan dilakukan sesuai dengan rekomendasi teknis yang dianjurkan (Tabel 3). Produksi klon PB 260 di tingkat petani lebih rendah dibandingkan produksi yang diperoleh perusahaan sehingga terjadi gap produksi di antara kedua kondisi tersebut (Gambar 4). Hasil pengamatan di kebun produksi milik petani yang mengusahakan klon PB 260 menunjukkan kondisi yang berbeda dengan kondisi di perkebunan yang menerapkan prosedur teknis yang dianjurkan. Sebagai contoh dalam hal pemeliharaan tanaman sangat minimal yaitu dengan jarangnya dipupuk dan pemeliharaan lainnya. Penanaman klon unggul baru harus disertai dengan penerapan teknologi budidaya yang baik seperti pemupukan, pengendalian hama, penyakit, dan gulma serta sistem sadap yang berkesinambungan agar produksi yang tinggi dapat tercapai. Salah satu alternatif bagi petani untuk memperoleh kesinambungan pendapatan sejak masa TBM adalah dengan pengusahaan tanaman sela di antara karet selama masa TBM. 89

Produksi (Kg KK/Ha/tahun) Production (Kg DR/Ha/year) Agustina dan Herlinawati 3000 produksi perusahaan produksi petani 2500 2000 1500 1000 500 0 1 2 3 4 5 Tahun sadap ke- Year of tapping at Gambar 4. Produksi klon PB 260 di tingkat petani dan perusahaan Figure 4. Production of PB 260 at smallholder and estate levels 90

Komparasi Kelayakan Investasi Klon Karet GT 1 dan PB 260 Pada Berbagai Tingkat Harga dan Umur Ekonomis Umur Ekonomi (tahun) Economic age (year) Tabel 2. Analisis kelayakan pengusahaan klon GT 1 pada berbagai tingkat harga, tingkat suku bunga, dan umur ekonomis tanaman Table 2. Feasibility analysis of GT 1 clone at various price level, interest rate, and economic age of the plant DF15% DF 13% DF 9% Interest rate 15% Interest Rate 13% Interest rate 9% Indikator Kelayakan Feasibility Indicator USD1.25 USD1.5 USD1.75 USD2 USD1.25 USD1.5 USD1.75 USD2 USD1.25 USD1.5 USD1.75 USD2 30 27 25 NPV (39,054,370 (26,521,1 (13,987,86 (1,454,61 (38,100,25 (22,157,17 (6,214,09 9,728,98 (33,179,57 20,674,6 ) 18) 7) 5) 2) 1) 1) 9 1) (6,252,442) 86 47,601,815 IRR 2% 8% 12% 15% 2% 8% 12% 15% 2% 8% 12% 15% B/C ratio 0.62 0.74 0.86 0.99 0.68 0.81 0.95 1.08 0.80 0.96 1.12 1.28 Kelayakan TL TL TL TL TL TL TL L TL TL L L NPV (38,460,719 (26,019,2 (13,577,75 (1,136,27 (37,149,14 (21,365,41 (5,581,67 10,202,0 (30,678,48 22,193,1 ) 38) 8) 7) 3) 0) 7) 56 3) (4,242,678) 28 48,628,933 IRR 3% 8% 12% 15% 3% 8% 12% 15% 3% 8% 12% 15% B/C ratio 0.62 0.74 0.87 0.99 0.68 0.82 0.95 1.09 0.81 0.97 1.14 1.30 Kelayakan TL TL TL TL TL TL TL L TL TL L L NPV (38,112,113 (25,800,5 (13,489,01 (1,177,46 (36,617,54 (21,045,13 (5,472,71 10,099,6 (29,417,90 (3,554,675. 22,308,5 ) 63) 3) 3) 5) 2) 8) 96 0) 62) 49 48,171,774 IRR 4% 8% 12% 15% 4% 8% 12% 15% 4% 8% 12% 15% B/C ratio 0.62 0.74 0.86 0.99 0.68 0.82 0.95 1.09 0.81 0.98 1.14 1.30 Kelayakan TL TL TL TL TL TL TL L TL TL L L Umur Ekonomis (tahun) Economic age (year) Tabel 3. Analisis kelayakan pengusahaan klon PB 260 sampai umur 25 tahun pada berbagai tingkat harga dan tingkat suku bunga Table 3. Feasibility analysis of PB 260 clone during 25 years of economic life at various price level and interest rate DF15% DF 13% DF 9% Interest rate 15% Interest rate 13% Interest rate 9% Indikator Kelayakan Feasibility Indicator USD1.25 USD1. 5 USD1.75 USD2 USD1.25 USD1.5 USD1.75 USD2 USD1.25 USD1.5 USD1.75 USD2 16,015, 35,210,28 54,478,8 27,129,10 50,730,5 74,332,0 24,124,98 97,268,5 133,840,39 25 tahun NPV (3,326,898) 576 8 81 3,527,653 7 60 14 7 60,696,789 91 4 IRR 14% 19% 23% 26% 14% 19% 23% 26% 14% 19% 23% 26% B/C ratio 0.97 1.16 1.4 1.55 1.03 1.24 1.4 1.6 1.152 1.38 1.6 1.84 Kelayakan TL L L L L L L L L L L L 91

Agustina dan Herlinawati KESIMPULAN 1. Pengusahaan klon GT 1 pada kondisi harga karet rendah tidak menguntungkan hingga umur 30 tahun sehingga perlu diremajakan. Kelayakan usaha klon GT 1 akan tercapai apabila harga karet mencapai USD 2/Kg dan tingkat suku bunga 13%. 2. Peremajaan kebun karet dengan klon unggul baru (misal PB 260) di tingkat perusahaan akan lebih menguntungkan pada harga karet di atas USD 1,25 dan tingkat suku bunga 9% sampai 15%. 3. Penanaman baru dengan klon PB 260 yang telah diterapkan petani memiliki produksi yang lebih rendah dibandingkan produksi di perusahaan. Hal ini disebabkan kondisi faktor teknis di tingkat petani sangat berbeda-beda tergantung latar belakang masingmasing petani. DAFTAR PUSTAKA Aidi Daslin. (2005). Kemajuan pemuliaan dan seleksi dalam menghasilkan kultivar karet unggul. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005 (p. 26-37). Medan, Indonesia: Pusat Penelitian Karet. Bukit, E. (2006). Kajian Ekonomi penggunaan klon karet anjuran quick dan slow starter. Prosiding Lokakarya Nasional Budidaya Tanaman Karet (p. 319-325). Medan, Indonesia: Pusat Penelitian Karet. Chandrasekera, L. B. (1977). The effect of the replanting cycle, tapping intensity, shortening the immature period and yield stimulation on production of natural rubber. Journal Rubber Research Institute of Sri Lanka, 54(1), 125-130. Darmandono. (1992). Analisis trend penyerapan hara untuk menduga penghematan pemupukan tanaman karet tua. Risalah Penelitian, 18, :1-13. Gohet, E., Chantuma, P., Lacota, R., Obouayeba, S., Dian, K., Demange, A. C., Kurnia, D., & Eschbach, J. M. (2003). Physiology modelling of yield potential and clonal response to ethephon stimulation. IRRDB Workshop on Exploitation Technology. Kottayam, India: IRRDB-RRII. Hashim, I. H. (1979). Exploitation of High Panel. RRIM Training Manual on Tapping, Tapping System, and Yield Stimulation og Hevea. Kuala Lumpur, Malaysia: Rubber research Institute of Malaysia. Jayasuriya, S. K. W., & Carrad, B. (1977). Decision making in smallholding rubber: attitutes to replanting in Sri Lanka. Journal Rubber Research Institute of Sri Lanka, 54(1), 381-397. Lasminingsih, M. (2010). Rekomendasi klon karet periode 2010-2014. Seri Leaflet No 01/Klon/LF/2010. Palembang, Indonesia: Balai Penelitian Sembawa. Singapore Commodity Exchange (SICOM). (2015). Historical data: daily rubber price [Grafik]. Singapore, Singapore: SICOM. Sulaeman, S., & Iskandar, S. H. (1982). Diktat Bercocok Tanam Karet. Program diploma Jurusan PLPT- Perkebunan. Bogor, Indonesia: Institute Pertanian Bogor. Vijayakumar, K. R., Thomas, K. U., & Rajagopal, R. (2000). Tapping : in Natural Rubber Agromanagement and Crop processing. Kottayam, India: Rubber Research Institute of India. Woelan, S., Aidi-Daslin., Suhendry, I., & Lasminingsih, M. (2005). Evaluasi keragaan klon karet IRR seri 100 dan 200. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005 (p. 38-61). Medan, Indonesia : Pusat Penelitian Karet. 92