Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

sebagaimana tunduk kepada Pasal 1131 KUHPer. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia karena akta fidusia tidak didaftarkan maka jaminan tersebut

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB III PENUTUP. penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Bentuk penyelesaian yang dilakukan oleh BPR Madani Sejahtera Abadi

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Transkripsi:

AKIBAT HUKUM EKSESEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN MENURUT UU NO.42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1 Oleh: Restu Juniar P. Olii 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana proses eksekusi benda sebagai objek jaminan fidusia dan bagaimana Akibat Hukum eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Sehubungan dengan proses eksekusi objek jaminan fidusia, sudah jelas disebutkan bahwa eksekusi terhadap benda sebagai objek jaminan fidusia dilakukan apabila terjadi wanprestasi atau cidera janji,dan proses eksekusinya dilakukan dengan tiga cara eksekusi yaitu. Pelaksanaan titel eksekutorial, Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atau kekuasaan penerima fidusia sendiri meliputi pelalangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan dan berdasarkan penjualan dibawah tangan. 2. Akibat hukum dari perjanjian fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak melahirkan perjanjian kebendaan bagi jaminan fidusia tersebut, sehingga karakter kebendaan seperti droit de suite dan hak preferensi tidak melekat pada kreditur pemberi jaminan. Jadi apabila objek benda Fidusia dibuat tanpa menggunakan bentuk akta notariel dan tidak didaftarkan, maka perjanjian tersebut hanyalah berupa akta dibawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial untuk mengeksekusi langsung barang yang ada dalam penguasaan debitor. Kata kunci: Akibat Hukum,Eksesekusi Objek Jaminan Fidusia, Tidak Didaftarkan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaminan fidusia tidak dapat dilepaskan dengan masalah perkreditan. Sebagai jaminan kebendaan, dalam praktik perbankan, fidusia sangat digemari dan popular karena dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (UUPA), Pasal 8 dan penjelasan dikatakan bahwa pemberian kredit selalu mengandung resiko. Salah satu cara mengatasi resiko adalah menetapkan jaminan (collateral) dalam analisis pemberian kredit. Jaminan yang diminta bank berupa jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit tersebut, sedangkan jaminan tambahan adalah harta kekayaan nasabah debitur. Harta kekayaan dapat berupa benda bergerak dan tidak bergerak, seperti bangunan/rumah, mobil,stock barang dagangan, inventaris perusahaan, mesin-mesin di pabrik, dan sebagainya. Dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia, kewenangan pemberi fidusia harus diteliti secara hati-hati karena dapat menimbulkan persoalan hukum sehubungann dengan asas yang tercatum dalam Pasal 1977 KUH Perdata. 3 Bank sebagai kreditur fidusia memiliki kepentingan atas jaminan fidusia berdasarkan perjanjian jaminan khusus. Perjanjian jaminan fidusia adalah perjanjian yang muncul karena adanya perjanjian kredit bank. Apabila nasabah debitur wanprestasi, bank dapat mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang jaminan fidusia. Dalam praktiknya ada kecenderungan bahwa objek jaminan fidusia akan dikuasai bank jika nasabah debitur tidak sanggup melunasi utang. Demikian pula kalau terjadi kepailitan dari nasabah debitur bagaimana status barang jaminan fidusia. Kreditur fidusia diakui sebagai kreditur saparatis murni sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UUJF. Hal ini menghendaki kejelasan sehubungan dengan kedudukan preferensi pemegang fidusia. 8 Untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditor maka dibuat akta yang buat oleh notaries dan didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Dan nantinya kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia yang 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Telly Sumbu, SH, MH; Prof. Dr. Wulanmas A. P. G. Frederik. SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101224 3 Asas hukum dalam pasal 1977 KUH Perdata adalah setiap orang yang menguasai barang bergerak dianggap sebagai pemilik. 8 Tan Kamelo, Op.cit, hal 15-16 13

berirah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Dengan demikian sertifikat tersebut memiliki kekuatan eksekutorial langsung apabila debitor melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditor melalui (parate eksekusi), sesuai UU No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya adalah bahwa sertifikat jaminan fidusia dapat langsung untuk dieksekusi/dilaksanakan tanpa melalui proses pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanan putusan tersebut, apabila debitor cidera janji, penerima fidusia berhak menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaanya sendiri. Ini merupakan salah satu ciri Jaminan kebendaan yaitu adanya kemudahan dalam melakukan eksekusi yaitu apabila pihak pemberi fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam Undang-undang Jaminan Fidusia diatur secara khusus tentang eksekusi Jaminan Fidusia ini melalui pranata parate eksekusi. 9 Jika penerima fidusia mengalami kesulitan dilapangan, maka ia dapat meminta pengadilan setempat melalui juru sita membuat surat penetapan permohonan bantuan pengamanan eksekusi. Bantuan pengamanan eksekusi bisa ditunjuk kepada aparat kepolisian, pamong praja dan pamong desa/kelurahan dimana benda objek Jaminan Fidusia berada. Demikian bahwa sertifikat Jaminan Fidusia melindungi penerima fidusia jika pemberi fidusia gagal memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian kedua belah pihak, seperti disebutkan diatas bahwa Jaminan Fidusia ini bersifat non-possessory dimana barang jaminan berada ditangan debitor, karena hal seperti ini, maka dalam proses pelaksanaan eksekusi benda sebagai Jaminan Fidusia akan menghadapai banyak kendala. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai konsep dari objek fidusia, karakter perjanjian fidusia perlindungan hukum bagi kreditur pemegang fidusia, dan asas-asas 9 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Grapindo Persada, Jakarta, 2000, hal 142. hukum yang dipakai sehingga tidak tumpang tindih dengan lembaga jaminan kebendaan yang lainnya. Suatu hal yang baru dalam sejarah lembaga fidusia dan lebih penting lagi untuk diteliti adalah masalah pendaftaran jaminan fidusia. Apakah yang didaftarkan itu benda jaminan fidusia atau akta jaminan fidusia. 10 Bagaimana akibat hukumnya kalau jaminan fidusia tidak didaftarkan? dan jaminan tersebut perlu didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia dan mengenai pendaftaran jaminan fidusia ini dalam undang-undang no 42 Tahun 1999 Pasal 11 adalah kewajiban dan menjadi tanda lahirnya jaminan fidusia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (3). B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah proses eksekusi benda sebagai objek jaminan fidusia? 2. Bagaimanakah Akibat Hukum eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia? C. METODE PENELITIAN Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan kepustakaan, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. PEMBAHASAN A. Proses Eksekusi Benda Sebagai Objek Jaminan Fidusia Kreditor fidusia memiliki cara untuk melakukan penagihan pelunasan hutang dengan menggunakan benda jaminan, jika kreditor memilih untuk melakukan eksekusi berdasarkan kekuatan eksekutorial dalam sertifikat Fidusia, maka harus ditempuh beberapa langkah sebagai berikut: 1. Pemegang Jaminan Fidusia Mengajukan Permohonan Kepada Ketua Pengadilan Negeri M. Yahya Harahap menyebutkan bahwa eksekusi merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses 10 Tan Kamelo, Op.cit. hal 16. 14

pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Pemegang Jaminan Fidusia harus mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Setempat baik secara tertulis atau secara lisan dengan melampirkan Sertifikat Fidusia dan Akta pemberian Fidusia. Atas permohonan tersebut Ketua Pengadilan Negeri akan memeriksa apakah permohonan eksekusi tersebut termasuk dalam wilayah hukumnya atau tidak, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR bahwa pengajuan eksekusi grosse akta dilakukan di tempat kediaman atau tempat tinggal debitor atau kedudukan yang dipilihnya. Ada tiga kategori yang disebutkan oleh Pasal 224 HIR menyangkut kompetensi relatif dalam proses eksekusi grosse akta antara lain: a. Permohonan diajukan di tempat kediamandebitor b. Permohonan diajukan di tempat tinggal debitor c. Permohonan diajukan di tempat domisili yang dipilih oleh para pihak 2. Ketua Pengadilan Memberikan Teguran (aanmaning) Tahapan Pertama dari proses eksekusi adalah ketua pengadilan akan memanggil pihak termohon eksekusi untuk ditegur terlebih dahulu agar memenuhi apa yang telah ditentukan dalam akta Pemberian Jaminan Fidusia. Proses teguran ini sebenarnya merupakan tindakan pendahuluan sebelum selanjutnya dilakukan upaya paksa jika pihak termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan isi perjanjian secara sukarela. 3. Peletakan Sita Eksekusi Salah satu tahapan yang harus dilalui dalam jenis eksekusi pembayaran sejumlah uang (VerkoopExecutie) adalah proses peletakan sita eksekusi (executiebeslag). Proses penyitaan adalah prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan dalam kaitannya dengan eksekusi suatu kewajiban pembayaran sejumlah uang. 4. Penjualan Lelang Tahapan akhir dari seluruh rangkaian proses eksekusi objek Jaminan Fidusia berdasarkan Sertifikat Fidusia adalah penjualan secara umum (lelang). Objek Jaminan Fidusia harus dijual secara lelang umum, kecuali jika para pihak bersepakat untuk melakukan penjualan di bawah tangan atas objek jaminan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c UUJF. 47 B. Bagaimanakah Akibat Hukum Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Akibat hukum dari perjanjian fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak melahirkan perjanjian kebendaan bagi jaminan fidusia tersebut, sehingga karakter kebendaan seperti droit de suite dan hak preferensi tidak melekat pada kreditur pemberi jaminan fidusia. Penulis berpendapat bahwa tindakan lembaga pembiayaan maupun bank yang tidak mendaftarkan jaminan Fidusia di kantor pendaftaran fidusia tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia. Dengan tidak didaftarkannya Jaminan Fidusia tersebut, maka sama artinya bahwa jaminan fidusia tidak pernah lahir walaupun pada isi perjanjian bahwa objek benda tersebut memang diikat dengan fidusia, karena menurut Pasal 14 ayat (3) Undangundang Jaminan Fidusia. Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia, dengan tidak lahirnya jaminan fidusia, maka eksekusi terhadap benda objek jaminan fidusia apabila debitor wanprestasi/cidera janji dan tidak bias melunasi hutangnya, eksekusi terhadap objek jaminan fidusia tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 29 UUJF. Berdasarkan praktik masih ada keraguan mengenai pendaftaran jaminan fidusia. Keraguan itu adalah kurang tegasnya UUJF menentukan hal apakah yang harus didaftarkan. Persoalan ini juga masih menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para ahli hukum. Ada yang mengatakan yang didaftarkan adalah akta jaminan fidusia, tetapi ada yang berpendapat bahwa bukan hanya akta 47 D.Y. Witanto,Op.cit., hal 235-237. 15

jaminan fidusia yang didaftarkan melainkan bendanya juga turut didaftarkan. 60 Pendaftaran Jaminan Fidusia akan melahirkan hak kebendaan, sehingga mendudukan kreditor menjadi kreditor saparatis dengan segala hak istimewa yang diberikan oleh undang-undang. Oleh karena pendaftaran tersebut secara tidak langsung memberikan manfaat bagi pihak kreditor, maka kewajiban pendaftaran berlaku pada pihak penerima Fidusia (kreditor), sedangkan debitor tidak memiliki kepentingan atas didaftarkan atau tidaknya jaminan tersebut, bahkan debitor akan lebih diuntungkan seandainya benda yang diserahkan sebagai jaminan fidusia tidak didaftarkan oleh pihak kreditor. Selain oleh pihak penerima fidusia sendiri, pendaftaran dapat diwakilkan kepada kuasa atau wakilnya yang ditunjuk secara sah oleh penerima Fidusia. Oleh karena itu, mengapa pentingnya Fidusia perlu didaftarkan. Karena ketidakadaan kewajiban pendaftaran fidusia tersebut sangat dirasakan dalam praktek sebagai kekurangan dan kelemahan bagi pranata Hukum Fidusia ini. Sebab di samping menimbulkan ketidakpastian hukum, absenya kewajiban pendaftaranan jaminan fidusia tersebut menyebabkan Jaminan Fidusia tidak memenuhi unsure publisitas, sehingga susah dikontrol. Hal ini dapat menimbulkan hal-hal yang dapat merugikan pihak yang terkait dalam praktek, seperti adanya fidusia dua kali tanpa sepengetahuan krediturnya, adanya pengalihan barang fidusia tanpa sepengetahuan kreditur dan lain-lain. Mengingat betapa pentingnya fungsi pendaftaran fidusia bagi suatu jaminan Hutang termasuk jaminan fidusia ini, maka Undangundang tentang Fidusia, yakni Undang-undang No.42 Tahun 1999 kemudian mengatur dengan mewajibkan setiap Jaminan Fidusia untuk didaftarkan pada pejabat yang berwenang. 61 Pada umumnya perusahaan atau lembaga pembiayaan didalam melaksanakan praktek pembiayaan terhadap konsumen berupa jaminan kredit, dalam prakteknya banyak dari perjanjian yang dibuat perusahaan atau 60 Tan Kamelo,Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung, P.T ALUMNI, 2006, hal 213 61 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Bandung,PT CITRA ADITYA BAKTI, 2003, hal 29 lembaga pembiayaan tidak dibuat akta notariil (akta notaries) dan tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia untuk mendapatkan sertifikat akta yang memuat irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Walaupun secara tertulis lembaga pembiayaan tersebut dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan katakata dijaminkan secara fidusia, padahal kewajiban pendaftaran fidusia sudah jelas diatur dalam UUJF Pasal 11, sebagai berikut: 1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. 2) Dalam hal benda yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku. Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (3) UUJF : Jaminan Fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia Pasal 15 ayat (1) UU NO.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia: Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1) Dicantumkan katakata DEMI IRAH IRAH BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pasal 13 ayat (3) UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Apabila debitor cidera janji,penerimafidusia mempunyai hak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaanya sendiri Melihat ketentuan diatas sebenarnya jika kreditur dalam hal ini perusahaan pembiayaan tersebut membuat perjanjian ke dalam akta notaries dan didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia maka akan memperoleh sertifikat Jaminan Fidusia yang memuat irah-irah. Yang dengan sertifikat Jaminan Fidusia itulah Kreditur secara serta merta mempunyai hak eksekusi langsung tanpa memerlukan putusan pengadilan, karena kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Setelah mengetahui dasar dan ketentuan tersebut diatas, akibat hukum dari perjanjian Fidusia dibuat tanpa menggunakan bentuk akta notariel dan tidak didaftarkan, maka perjanjian tersebut hanyalah berupa akta dibawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial 16

untuk mengeksekusi langsung barang yang ada dalam penguasaan debitor. Permasalahan yang muncul adalah ketika debitor tidak membayar angsuran dalam beberapa waktu tertentu atau tidak melunasinya maka pihak perusahaan pembiayaan tidak dapat secara langsung melakukan eksekusi, eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke pengadilan Negeri melalui proses hukum acara perdata hingga putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Dan hal ini, memerlukan waktu yang lama. Padahal faktanya ada dari beberapa diantara konsumen memang benar-benar melakukan pembayaran sampai dengan lunas namun ada juga yang tidak bisa melunasinya. Permasalahan yang muncul dalam proses pendaftaran Jaminan Fidusia pada saat ini adalah masih kurang kondusifnya budaya hukum yang diciptakan oleh petugas Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran hukum relative masih rendah untuk menegakan system UUJF. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sehubungan dengan proses eksekusi objek jaminan fidusia, sudah jelas disebutkan bahwa eksekusi terhadap benda sebagai objek jaminan fidusia dilakukan apabila terjadi wanprestasi atau cidera janji,dan proses eksekusinya dilakukan dengan tiga cara eksekusi yaitu. Pelaksanaan titel eksekutorial, Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atau kekuasaan penerima fidusia sendiri meliputi pelalangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan dan berdasarkan penjualan dibawah tangan. 2. Akibat hukum dari perjanjian fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak melahirkan perjanjian kebendaan bagi jaminan fidusia tersebut, sehingga karakter kebendaan seperti droit de suite dan hak preferensi tidak melekat pada kreditur pemberi jaminan. Jadi apabila objek benda Fidusia dibuat tanpa menggunakan bentuk akta notariel dan tidak didaftarkan, maka perjanjian tersebut hanyalah berupa akta dibawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial untuk mengeksekusi langsung barang yang ada dalam penguasaan debitor. B. Saran 1. Hendaknya Kantor Pendaftaran Fidusia segera dibentuk disetiap daerah tingkat dua, sehingga Penerima Fidusia yang berdomisili di wilayah tertentu tidak kesulitan untuk mendaftarkan Jaminan Fidusianya ke ibukota propinsi. Dengan demikian juga membantu pihak ketiga untuk mengecek Jaminan-jaminan fidusia yang up to date, selain itu dapat memudahkan dalam proses eksekusi jaminan fidusia apabila debitor wanprestasi 2. Melihat banyaknya lembaga pembiayaan maupun bank yang tidak mendaftarkan objek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia maka hendaknya perlu dibuat peraturan yang berisi sanksi apabila tidak melakukan pendaftaran dan Harus dipertegas mengenai perlindungan hukum baik terhadap kreditor, debitor maupun pihak ketiga. DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Asikin, H Zainal, Hukum Acara Perdata, Jakarta, PRENADAMEDIA GROUP, 2011. Bahsan, M, Hukum Jaminan dan Jaminan kredit Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, JAKARTA,2015. Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung,2005., Jaminan Fidusia, Bandung, PT CITRA ADITYA BAKTI, 2003. Gautama, Sudargo, Pengakuan Fidusia dalam Perundang-undangan di Indonesia, Vaaria Peradilan, Majalah Hukum No.30 (Jakarta : IKAHI,1984). H.S, Salim H, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016. Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung, P.T ALUMNI, 2006. Sugeng, Bambang, dan Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata dan Contoh Dokumen Litigasi, Jakarta, PRENADAMEDIA GROUP, 2012. 17

Shietra, Hery, Praktik Hukum Jaminan Kebendaan, PT CITRA ADITYA BAKTI,Bandung,2016. Satrio, J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2002. Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Cetakan Ke-5, Jakarta,2001. Subekti, R, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung,1982. Tiong, Oey Hoey, Fiduasia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, 1984, Jakarta Witanto, D.Y, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Bandung, MANDAR MAJU, 2015. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2000. II. Undang-undang Undang-undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Undang-undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Undang-undang No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia 18