II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) Dra. Sri Murdiati, M.Si. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

DAFTAR ISI. Elita Dewi: Identifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, 2002 USU Repository 2006

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA TENGAH

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan

Transkripsi:

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk membiayai keperluan pembangunan nasional secara adil dan merata. Namun akibat beragamnya potensi dan kebutuhan pembangunan yang dimiliki pemerintah pusat disisi lain mengakibatkan timbulnya ketimpangan pembangunan antar daerah. Hal inilah yang memicu timbulnya berbagai gejolak di berbagai daerah yang mengarah kepada perpecahan (disintegrasi) bangsa, akibat ketidakmerataan pembangunan yang dilaksanakan selama ini. Kondisi inilah yang pada akhirnya mengharuskan pemerintah untuk melakukan kebijaksanaan otonomi daerah untuk meringankan beban pemerintah dalam membiayai kebutuhan pembangunan nasional, khususnya pembangunan daerah. Menurut M. Suparmoko (2001 :18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Tujuan dari pembangunan daerah adalah : 1. Memberdayakan masyarakat;

20 2. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas; 3. Meningkatkan peran serta masyarakat; 4. Mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diharapkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu, melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan delapan prinsip antara lain : 1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman; 2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab; 3. Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan propinsi lebih merupakan otonomi yang terbatas; 4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah; 5. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonomi;

21 6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah baik secara fungsi legislatif, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah; 7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi pada kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan gubernur sebagai wakil pemerintah; 8. Pelaksanaan tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah kepada daerah tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana,dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawaban kepada yang menugaskan. Dengan kemandirian disertai otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman. Seiring dengan prinsip otonomi daerah tersebut maka penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antara daerah dengan daerah lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan daerah. Selain itu bahwa

22 pelaksanaan otonomi daerah juga harus mampu menjamin keserasian hubungan dengan pemerintah pusat. B. Keuangan Daerah Pelaksanaan otonomi daerah dalam kegiatannya memerlukan sumber-sumber keuangan daerah, yang merupakan sumber dana untuk pembiayaan pengeluaran pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah daerah, yang berhubungan dengan tugas penyelenggaraan pemerintah daerah. Konsekuensi dari pemberian kewenangan atas otonomi daerah, maka pemenuhan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Menurut Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyebutkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintah kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintah daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lainlain. 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-

23 undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Sumber-sumber PAD berasal dari : a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah c. Hasil perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang mencakup : - Hasil penjualam kekayaan daerah yang tidak dipisahkan - Jasa giro - Pendapatan bunga - Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing - Komisi potongan,ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah 2. Dana Perimbangan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintah daerah. Dana Perimbangan terdiri dari : a. Dana Bagi Hasil ( DBH )

24 DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sumber DBH berasal dari : - Pajak, terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) - Bukan Pajak ( sumber daya alam ), terdiri dari hasil kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan, minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. b. Dana Alokasi Umum (DAU) DAU merupakan dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah tertentu dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Alokasi dasar ditentukan berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal merupakan kebutuhan pendanaan daerah dalam melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan DBH di luar dana reboisasi. DAU atas dasar celah fiskal dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah propinsi (kab/kota) dengan jumlah DAU seluruh daerah propinsi (kab/kota). Bobot daerah propinsi (kab/kota) merupakan perbandingan antara

25 celah fiskal daerah propinsi (kab/kota) yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah propinsi (kab/kota). Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai celah fiskal tersebut lebih kecil dari alokasi dasar akan menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi hasil celah fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai celah fiskal negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar maka tidak menerima DAU. c. Dana Alokasi Khusus DAK DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan dialokasikan kepada daerah-daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan proritas nasional. 3. Pinjaman Dearah Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim dalam perdagangan. Pinjaman daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah. 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Lain-lain pendapatan daerah yang sah juga memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain ketiga jenis pendapatan diatas.

26 C. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Berdasarkan Undang-undang nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat (3), yang dimaksudkan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan,dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dan tugas pembantuan dengan memperhatikan potensi, dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut termaksud pengolahan dan pengawasan. Biaya penyelenggaraan otonomi daerah ditanggung oleh daerah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN), maka penyerahan kewenangan pemerintah dari pemerintah pusat kepada daerah haruslah disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah, selain didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota (Rozali Abdullah,2000: 45) Menurut H Dasril Munir,dkk (2004: 105), ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah otonom mampu memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal

27 mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintah negara. Tujuan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah : 1. Adanya pembagian wewenang yang rasional antara tingkat pemerintah mengenai peningkatan sumber-sumber pendapatan dan penggunannya. 2. Pemerintah daerah mendapatkan bagian yang cukup dari sumber-sumber dana sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsi lebih baik ( penyediaan dana untuk menutupi kebutuhan rutin dan pembangunan). 3. Pembagian yang adil antara pembelanjaan daerah yang satu dengan yang lain. 4. Pemerintah daerah mengusahakan pendapatan (pajak dan retribusi) sesuai dengan pembagian yang adil terhadap keseluruhan beban pemerintah. D. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah sendiri yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, dan kutipan lain yang dipungut oleh pemerintah daerah dan ditentukan berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan kondisi kepentingan daerah yang bersangkutan (Josef Riwui Kaho, 1995:27). Menurut Undang-undang Nomor 32 tahun2004 tentang Pemerintah daerah menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah

28 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang sah Definisi Objek, aturan serta tarif masing-masing pajak dan retribusi daerah diatur dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak dan retribusi daerah. Persoalan slama ini adalah nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih kecil dan belum tergali secara optimal sehingga belum mampu dijadikan sumber pembiayaan yang potensial (Marselina Djayasinga, 2005:43) Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber keuangan yang diharapkan peranannya dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Untuk mendapatkan sumber penerimaan keuangan dari pajak perlu ditingkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk menggali potensi-potensi pajak yang ada agar dapat menunjang penyelenggaraan pemerintah di daerah. Jenis-jenis pajak daerah dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu : 1. Pajak propinsi, terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

29 c. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Daerah/propinsi dapat untuk tidak memungut salah satu atau beberapa jenis pajak yang telah ditetapkan bagi propinsi tersebut apabila potensi pajak didaerah tersebut dipandang kurang memadai. 2. Pajak Kabupaten/kota, terdiri dari : a. Pajak hotel dan Restoran b. Pajak Hiburan c. Pajak Reklame d. Pajak Penerangan Jalan e. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C f. Pajak parkir Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau perizinan tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi dibagi atas tiga golongan yaitu : 1. Retribusi Jasa Umum yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi jasa umum terdiri atas: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan b. Retribusi Pelayanan persampahan atau kebersihan

30 c. Retribusi Penggantian biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Akte Catatan Sipil. d. Retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat e. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum f. Retribusi pelayanan pasar g. Retribusi air bersih h. Retribusi pengujian kendaraan bermotor i. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran j. Retribusi penggantian biaya cetak peta k. Retribusi pengujian kapal perikanan 2. Retribusi Jasa Usaha yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat disediakan pula oleh sektor swasta. Retribusi Jasa usaha terdiri atas : a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah b. Retribusi pasar grosir atau pertokoan c. Retribusi tempat pelelangan d. Retribusi terminal e. Retribusi tempat khusus parkir f. Retribusi tempat penginapan g. Retribusi penyedotan kakus h. Retribusi rumah potong hewan i. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal j. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga

31 k. Retribusi penyeberangan diatas air l. Retribudi pengolahan limbah cair m. Retribusi penjualan produksi usaha daerah 3. Retribusi perizinan tertentu yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan kelestarian lingkungan. Retribusi ini terdiri dari : a. Retribusi izin mendirikan bangunan b. Retribusi tempat penjualan minuman beralkohol c. Retribusi izin gangguan d. Retribusi izin trayek e. Retribusi pengambilan hasil hutan E. Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Cara Pengukurannya Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategi suatu organisasi ( Muhammad Mahsun, 2006:25 dalam Agus 2008:28 ). Indikator kinerja merupakan ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian tujuan atau sasaran dari suatu kegiatan.

32 Indikator kinerja adalah suatu cara untuk menentukan tingkat efisiensi, efektifitas dari pencapaian tujuan atau sasaran dari tugas-tugas pemerintah daerah (Marselina Djayasinga, 2005:91). Menurut Josef Riwu Kaho,Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah sendiri yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah dan kutipan lain yang dipungut oleh pemerintah daerah dan ditentukan berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan kondisi kepentingan daerah yang bersangkutan (1995:27). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian kinerja Pendapatan Asli Daerah adalah suatu cara untuk menentukan tingkat efisiensi, efektifitas dari pencapaian pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah,dan kutipan yang lain yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk meningkatkan kemandirian daerah, pemerintah daerah haruslah berupaya secara terus menerus menggali dan meningkatkan sumber keuangannya sendiri. Salah satu masalah yang dihadapi dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah kelemahan dalam hal pengukuran/penilaian sumber-sumber PAD agar dapat dipungut secara berkesinambungan tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan (Abdul Halim,2001:100). Ada beberapa indikator yang biasa digunakan untuk menilai pajak dan retribusi daerah yaitu : 1. Hasil (Yield), yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya: stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil pajak tersebut : perbandingan hasil pajak

33 dengan biaya pungut, dan elastisitan hasil pajak terhadap inflasi, pertambahan penduduk, pertambahan pendapatan dan sebagainya. 2. Keadilan (Equity) Dalam hal ini dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan tidak sewenang-wenang : pajak harus adil secara horizontal, artinya beban pajak harus sama antar berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama, adil secara vertikal artinya beban pajak harus lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang memiliki sumber daya yang lebih besar dan pajak/retribusi haruslah adil dari suatu daerah ke daerah lain, kecuali memang suatu daerah mampu memberikan fasilitas pelayanan sosial yang lebih tinggi. 3. Efisiensi ekonomi Pajak/retribusi daerah hendaknya mendororng atau setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumberdaya secara efisien dan efektif dalam kehidupan ekonomi. Mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung. Dan memperkecil beban lebih pajak. 4. Kemampuan melaksanakan (ability to implement) Dalam hal ini suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, baik dari aspek politik maipun administratif. 5. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (Suitability as local revenue source) ini berarti, haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama

34 dengan tempat akhir beban pajak. Pajak tidak mudah dihindari, dengan cara memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah yang lain : pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan-perbeadaan antara daerah dari segi potensi ekonomi masing-masing dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata usaha.