BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 21 Tahun 2017 Seri E Nomor 15 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 39 Tahun 2016 Seri E Nomor 28 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 11 Tahun 2015 Seri E Nomor 8 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN KABUPATEN BELITUNG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 14 Tahun 2015 Seri D Nomor 1 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN KABUPATEN BANYUWANGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2015 Seri D Nomor 2 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 73 Tahun 2015 Seri E Nomor 26 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 73 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 7 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 76 TAHUN 2012

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 44 Tahun 2016 Seri B Nomor 6 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 11 Tahun 2015 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 15 SERI E

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 17 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN MASSAL

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pengembangan wilayah. Sistem transportasi yang ada

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 50 Tahun 2017 Seri E Nomor 41 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG

2017, No Republik Indonesia Nomor 5229); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lntas dan Angkutan Jalan (Lembaran N

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 28 Tahun 2015 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2017 Seri E Nomor 19 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 34 Tahun 2016 Seri E Nomor 25 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 2 Tahun 2017 Seri B Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 18 Tahun 2015 Seri B Nomor 2 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 6 Tahun 2016 Seri A Nomor 2 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 7 Tahun 2015 Seri E Nomor 6 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 29 Tahun 2015 Seri B Nomor 4 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN DI KOTA BANJAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan; Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 53 TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini. berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh di lapangan

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR TAHUN2013 TENTANG RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN KABUPATEN BANYUMAS

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 41 Tahun 2016 Seri E Nomor 30 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 29 Tahun 2014 Seri E Nomor 24 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG

227, No Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek; Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angku

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 64 Tahun 2017 Seri E Nomor 52 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 64 TAHUN 2017 TENTANG

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

NOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 39 TAHUN 2013 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERUMAHAN RAKYAT KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KOTA BATU

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 4 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL DI KOTA BOGOR

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BELITUNG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, L

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN LOMBA TERTIB LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KOTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS NOMOR 223 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2013 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETENAGAKERJAAN KABUPATEN BELITUNG

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN TENTANG

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Re

TENTANG STAN DAR PELAYANAN MINIMAL PUSKESMAS NON RAWAT INAP KOTA MOJOKERTO

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 12 Tahun 2015 Seri E Nomor 8 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 27 Tahun 2016 Seri E Nomor 19 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN OBJEK

BUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL DI KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Tanggal 3 Oktober 2016 SEKRETARIS DAERAH KOTA BOGOR, Ttd. ADE SARIP HIDAYAT Pembina Utama Muda NIP. 19600910 198003 1 003

Walikota Bogor Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL DI KOTA BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya untuk lebih meningkatkan keselamatan pada angkutan massal berbasis jalan dan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek, perlu diatur mengenai kewajiban perusahaan angkutan umum di Kota Bogor untuk memenuhi standar pelayanan minimal meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan sebagai acuan dalam melakukan evaluasi dan kinerja angkutan di Kota Bogor dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 27 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek; 1

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Massal di Kota Bogor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 2

5. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 260); 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 133) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 27 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 226); 8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 749); 9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 228); 3

10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perhubungan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Nomor 3 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 97); 11. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2007 Nomor 1 Seri D); 12. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2007 Nomor 7 Seri E); 13. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2010 Nomor 1 Seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2014 Seri D Nomor 2); 14. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Daerah Kota Bogor Tahun 2013 Nomor 2 Seri E); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL DI KOTA BOGOR. 4

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Bogor. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Dinas adalah yang membidangi lalu lintas dan angkutan jalan. 4. Perusahaan Daerah Jasa Transportasi yang selanjutnya disebut Badan Usaha yang didirikan oleh Pemerintah Daerah yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan jasa angkutan massal Kota Bogor. 5. Badan Pengawas adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi dan Walikota selaku pemegang saham. 6. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan, sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan serta mewakili perusahaan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 7. Karyawan adalah orang yang terikat hubungan kerja dengan perseroan serta telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan diangkat oleh Direksi dengan diberikan penghasilan, kesejahteraan, dan fasilitas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan peraturan perseroan. 8. Jasa Angkutan adalah jasa untuk memindahkan orang dan/atau barang dari satu tempat ketempat lain dengan menggunakan kendaraan. 9. Jaminan Sosial adalah suatu perlindungan bagi pegawai dalam bentuk santunan berupa asuransi. 5

10. Depo adalah prasarana yang berfungsi sebagai tempat istirahat, tempat pemeliharaan, dan perbaikan armada. 11. Bus sedang adalah kendaraan yang dilengkapi dengan tempat duduk sekurang-kurangnya dengan kapasitas 15 (lima belas) sampai dengan 25 (dua puluh lima) penumpang tidak termasuk tempat duduk pengemudi. 12. Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan pemerintahan. 13. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar angkutan massal berbasis jalan yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. 14. Angkutan massal adalah suatu sistem angkutan umum yang menggunakan mobil bus berkapasitas angkut massal; 15. Bus Rapid Transit (BRT) adalah angkutan massal berbasis jalan yaitu sistem angkutan umum massal yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal; 16. Semi Bus Rapid Transit (Semi BRT) adalah bentuk modifikasi BRT yang tidak dilengkapi dengan lajur khusus bus yang terproteksi; 17. Selter adalah tempat pemberhentian kendaraan mobil bus Trans Pakuan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. 18. Fasilitas pendukung selter adalah fasilitas pejalan kaki menuju lokasi selter yang berupa trotoar, tempat penyeberangan yang dinyatakan dengan marka jalan dan/atau rambu lalu lintas, jembatan penyeberangan dan/atau terowongan. 19. Penyelenggara Angkutan Massal Berbasis Jalan adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6

20. Pengguna jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Angkutan Massal Berbasis Jalan. 21. Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan oleh penumpang untuk menunggu di dalam selter sampai dapat masuk ke dalam bus pada saat jam tidak sibuk maupun saat jam sibuk. 22. Kecepatan perjalanan adalah kecepatan bergerak bus seperti yang tertera pada spidometer bus selama waktu pelayanan dengan batas kecepatan terendah 30 km/jam (tiga puluh kilometer per jam) dan tertinggi 50 km/jam (lima puluh kilometer per jam). 23. Kemudahan Akses Menuju atau dari Selter adalah waktu maksimum yang dibutuhkan penumpang dari ujung akses menuju selter dan sebaliknya, termasuk transit antar selter. 24. Kebersihan dalam selter adalah keadaan selter yang bebas dari kotoran, termasuk diantaranya debu, sampah, dan bau baik di lantai selter maupun interior ruang selter. 25. Kebersihan dalam bus adalah keadaan bus yang bebas dari kotoran, termasuk diantaranya debu, sampah, dan bau baik di lantai, dinding dalam, jendela, pintu, panel-panel di dalam bus dan eksterior. 26. Kemudahan mendapatkan informasi adalah ketersediaan informasi dan kemudahan penumpang/calon penumpang untuk mendapatkan informasi tentang angkutan umum busway dengan mudah melalui call center, internet, media pengumuman di halte, serta media informasi lainnya. 27. Bus adalah bus yang dirancang dan dibuat khusus untuk memenuhi persyaratan, karateristik, spesifikasi, dan kondisi, seperti yang terdapat dalam lampiran, agar dapat beroperasi di koridor utama untuk mengangkut penumpang. 28. Trayek Trans Pakuan adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan menggunakan kendaraan bermotor umum bus sedang (massal) yang mempunyai asal tujuan perjalanan tetap dan teratur, terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikan atau menurunkan penumpang pada tempat yang telah ditentukan. 7

29. Pemberangkatan bus satu dengan bus lainnya sudah terjadwal dan/atau disesuaikan berdasarkan kebutuhan pelayanan. Pasal 2 (1) Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan dilakukan di Kawasan Perkotaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kawasan Perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 1 adalah kawasan di Daerah yang dilewati oleh Bus Transpakuan. (3) Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan: a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal, trayek angkutan umum lain yang tidak berhimpitan dengan trayek angkutan massal; dan b. angkutan pengumpan. (4) Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi Standar Pelayanan Umum. (5) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan acuan bagi Penyelenggara Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam memberikan pelayanan kepada Pengguna Jasa (6) Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. jenis pelayanan; dan b. mutu pelayanan. (7) Penyusunan, penetapan, penerapan dan rencana pencapaian SPM ini dimaksudkan untuk memberikan acuan kepada pelaksana dalam menerapkan dan merencanakan pencapaian SPM sesuai dengan target yang telah ditetapkan. (8) Penyusunan SPM ini bertujuan untuk: a. meningkatkan kualitas pelayanan publik; b. memberikan kapasitas kepada penerima pelayanan; dan c. memberikan perlindungan kepada pemberi pelayanan. 8

BAB II JENIS PELAYANAN, INDIKATOR, DAN BATAS WAKTU PENCAPAIAN Pasal 3 (1) Jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf a meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan. (2) Mutu pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf b meliputi: a. indikator; dan b. nilai, ukuran, atau jumlah. Pasal 4 (1) Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan standar minimal yang harus dipenuhi untuk terbebasnya Pengguna jasa dari gangguan perbuatan melawan hukum dan/atau rasa takut. (2) Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. keamanan pada kendaraan umum sekurang-kurangnya meliputi: 1. identitas kendaraan; 2. identitas awak kendaraan; 3. lampu penerangan di dalam kendaraan; 4. tingkat kegelapan kaca sesuai ketentuan; dan 5. nomor call center. 9

b. keamanan di halte dan fasilitas pendukung halte, meliputi: 1. lampu penerangan; 2. petugas keamanan; dan 3. informasi gangguan keamanan. Pasal 5 (1) Keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan standar minimal yang harus dipenuhi untuk terhindarnya dari resiko kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia, sarana, dan prasarana. (2) Keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. keselamatan pada bus; b. keselamatan selter; dan c. keselamatan pada prasarana pendukung. (3) Keselamatan di dalam bus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. kelaikan kendaraan; b. peralatan keselamatan; c. fasilitas keselamatan; d. informasi tanggap darurat; dan e. fasilitas pegangan untuk penumpang berdiri. Pasal 6 (1) Kenyamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan standar minimal yang harus dipenuhi untuk memberikan suatu kondisi nyaman, bersih, indah dan sejuk yang dapat dinikmati pengguna jasa. 10

(2) Kenyamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. kenyamanan di selter dan fasilitas pendukung selter; dan b. kenyamanan di dalam bus. (3) Kenyamanan di selter dan fasilitas pendukung selter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. lampu penerangan; b. fasilitas pengatur suhu ruangan dan/atau ventilasi udara; c. fasilitas kebersihan; dan d. fasilitas kemudahan naik-turun penumpang. (4) Kenyamanan di dalam bus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. lampu penerangan; b. kapasitas angkut; c. fasilitas pengatur suhu ruangan; d. fasilitas kebersihan; dan e. fasilitas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Pasal 7 (1) Keterjangkauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d merupakan standar minimal yang harus dipenuhi untuk memberikan kemudahan bagi pengguna jasa mendapatkan akses angkutan massal berbasis jalan dan tarif yang terjangkau. (2) Keterjangkauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. kemudahan perpindahan penumpang antar koridor; b. ketersediaan integrasi jaringan trayek pengumpan; dan c. tarif. 11

Pasal 8 (1) Kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e merupakan standar minimal yang harus dipenuhi untuk memberikan perlakuan khusus berupa aksesibilitas, prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan bagi pengguna jasa penyandang disabilitas ( difable), manusia usia lanjut, anak-anak dan wanita hamil. (2) Kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. kursi prioritas; b. kursi khusus untuk kursi roda; dan c. kemiringan lantai dan tekstur khusus. Pasal 9 (1) Keteraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f merupakan standar minimal yang harus dipenuhi untuk memberikan kepastian waktu pemberangkatan dan kedatangan bus serta tersedianya fasilitas informasi perjalanan bagi pengguna jasa. (2) Keteraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. waktu tunggu; b. kecepatan perjalanan; c. waktu berhenti di selter; d. informasi pelayanan; e. akses keluar-masuk halte; f. informasi halte yang akan dilewati; g. ketepatan dan kepastian jadwal kedatangan serta keberangkatan bus (time table); h. informasi gangguan perjalanan bus; dan i. sistem pembayaran. 12

Pasal 10 (1) Indikator merupakan tolok ukur prestasi dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM, berupa masukan, proses, keluaran, hasil, dan/atau manfaat pelayanan. (2) Indikator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Walikota ini. BAB III PELAKSANA Pasal 11 SPM dilaksanakan oleh Badan Usaha sesuai dengan urusan wajib, tugas pokok, dan fungsinya. BAB IV MONITORING DAN EVALUASI Pasal 12 (1) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan SPM, dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi urusan lalu lintas dan angkutan jalan dan Bagian pada Sekretariat Daerah yang membidangi kelembagaan dan ketatalaksanaan. (2) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedi kit dilaksanakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dalam bentuk: a. rapat kerja; b. rapat koordinasi; c. peninjauan/kunjungan lapangan; dan d. permintaan laporan. 13

(3) Dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat mengikutsertakan Organisasi Perangkat Daerah terkait dan/atau pihak ketiga yang berkompeten. (4) Penerapan SPM atas penyelengggaraan pelayanan, monitoring, dan evaluasi dilaksanakan oleh Direktur Badan Usaha. (5) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilimpahkan kepada pejabat bawahannya sesuai dengan tugas dan fungsinya. BAB V PELAPORAN Pasal 13 Direktur Badan Usaha menyampaikan laporan bulanan, triwulan, semesteran, dan tahunan pelaksanaan, penerapan, dan pencapaian SPM kepada Dinas yang membidangi urusan lalu lintas dan angkutan jalan dan Bagian pada Sekretariat Daerah yang membidangi kelembagaan dan ketatalaksanaan. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 14 Segala biaya atas pelaksanaan SPM dibebankan kepada anggaran Badan Usaha. 14

BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Bogor. Diundangkan di Bogor pada tanggal 3 Oktober 2016 SEKRETARIS DAERAH KOTA BOGOR, Ttd. ADE SARIP HIDAYAT BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2016 NOMOR 29 SERI E Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, Ditetapkan di Bogor pada tanggal 3 Oktober 2016 WALIKOTA BOGOR, Ttd. BIMA ARYA N. HASBHY MUNNAWAR, S.H, M.Si. NIP. 19720918199911001 15