BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
salah satunya disebabkan oleh pengetahuan yang kurang tepat tentang pola makan yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam urat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan. retina mata, ginjal, jantung, serta persendian (Shetty et al., 2011).

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Kesehatan Nasional Indonesia (2011) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi penyakit degeneratif yang meliputi atritis gout, Hipertensi, gangguan

BAB I PENDAHULUAN. nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh. dan gaya hidup ( Price & Wilson, 1992).

BAB 1 PENDAHULUAN. Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu, namun

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) yang. berdampak terhadap meningkatnya populasi Lanjut Usia (Lansia).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gout (penyakit akibat pengendapan kristal Mono Sodium Urat/MSU)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Kanker payudara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH PASIEN GOUT DI DESA KEDUNGWINONG SUKOLILO PATI

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sesuai waktu dan umur (Irianto, 2014). Penyakit degeneratif. dan tulang salah satunya adalah asam urat (Tapan, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

Zat yang secara normal dihasilkan tubuh yang merupakan sisa pembakaran protein atau penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua.

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Hiperurisemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar asam urat

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) sebagai suatu penyakit tidak menular yang cenderung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan nyeri di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Penyebab penumpukan kristal di daerah tersebut diakibatkan tingginya kadar asam urat dalam darah. Bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar urat dalam darah antara 0,5 0,75 g/ml purin yang dikonsumsi. Konsumsi lemak atau minyak tinggi seperti makanan yang digoreng, santan, margarin atau mentega dan buah-buahan yang mengandung lemak tinggi seperti durian dan alpukat juga berpengaruh terhadap pengeluaran asam urat (Krisnatuti, 2007). Hasil Riskesdas 2012 menungkapkan bahwa prevalensi penyakit hiperurisemia di Indonesia adalah 11,9% dan di Jawa Timur adalah 26,4% (Kemenkes RI, 2013). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan, menunjukkan bahwa penyakit hiperurisemia menduduki peringkat ke 6 dari 10 besar penyakit tidak menular, jumlah penderita penyakit hiperurisemia dengan

prevelensi 13,2%. Data jumlah pasien hiperurisemia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan pada tahun 2013 sebesar 155 pasien, tahun 2014 sebanyak 309, tahun 2015 sebanyak 268 pasien (Dinkes Pacitan, 2016). Penyakit asam urat atau disebut dengan gout arthritis terjadi terutama pada laki-laki, mulai dari usia pubertas hingga mencapai puncak usia 40-50 tahun, sedangkan pada perempuan, persentase asam urat mulai didapati setelah memasuki masa menopause. Kejadian tingginya asam urat baik di negara maju maupun negara berkembang semakin meningkat terutama pada pria usia 40-50 tahun. Kadar asam urat pada pria meningkat sejalan dengan peningkatan usia seseorang (Soekanto, 2012). Hal ini terjadi karena pria tidak memiliki hormon estrogen yang dapat membantu pembuangan asam urat sedangkan pada perempuan memiliki hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine (Darmawan 2008). Hasil penelitian epidemiologi diketahui bahwa beberapa ras tertentu memiliki kecenderungan terserang penyakit asam urat, selain itu hasil penelitian di Kalimantan Barat diketahui bahwa usia 15-45 tahun yang diteliti sebanyak 85 orang, dimana pria mengalami penyakit asam urat sebanyak 1,7% dan perempuan 0,05 % (Krisnatuti, 2006). Seiring bertambahnya usia seseorang maka terjadi kecenderungan menurunnya berbagai kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ yang dapat mengakibatkan terjadinya degenerasi sejalan dengan proses menua. Proses menua ini dapat berpengaruh pada perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik, namun juga terhadap fungsi dan tanggapannya pada kehidupan sehari-hari. Setiap individu mengalami perubahan-perubahan tersebut secara berbeda, ada yang 2

laju penurunannya cepat dan dramatis, serta ada juga yang perubahannya lebih tidak bermakna. Pada lanjut usia terjadi kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit seperti peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) (Sustrani, 2009). Hiperurisemia bisa timbul akibat produksi asam urat yang berlebihan dan pembuangan asam urat yang berkurang. Faktor yang menyebabkan hiperurisemia adalah produksi asam urat di dalam tubuh meningkat terjadi karena tubuh memproduksi asam urat berlebihan penyebabnya antara lain adanya gangguan metabolisme purin bawaan (penyakit keturunan), berlebihan mengkonsumsi makanan berkadar purin tinggi, dan adanya penyakit kanker atau pengobatan (kemoterapi) serta pembuangan asam urat sangat berkurang keadaan ini timbul akibat dari minum obat (anti TBC, obat duretik/hct, dan salisilat), dalam keadaan kelaparan (Soekamto, 2012). Kadar asam urat tubuh ditentukan oleh keseimbangan produksi dan ekskresi. Produksi asam urat tergantung dari diet, serta proses internal tubuh berupa biosintesis, degradasi, dan pembentukan cadangan (salvage) asam urat. Seseorang dengan indeks masa tubuh (IMT) berlebih (overweight) berisiko tinggi mengalami hiperurisemi meskipun seseorang dengan indeks masa tubuh (IMT) kurang dan indeks masa tubuh (IMT) normal juga dapat berisiko mengalami hiperurisemia. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya peningkatan asam urat di dalam tubuh seseorang. Pada tubuh seseorang sebenarnya sudah mempunyai asam urat dalam kadar normal, apabila produksi 3

asam urat di dalam tubuh seseorang itu meningkat dan ekskresi asam urat melalui ginjal dalam bentuk urin menurun dapat berakibat terjadinya hiperurisemia. Asam urat yang terakumulasi dalam jumlah besar di dalam darah akan memicu pembentukan kristal berbentuk jarum. Kristal-kristal biasanya terkonsentrasi pada sendi, terutama sendi perifer (jempol kaki atau tangan). Sendi-sendi tersebut akan menjadi bengkak, kaku, kemerahan, terasa panas, dan nyeri sekali (Darmawan, 2008). Rothenbacher et al. (2011) pada penelitiannya yang juga menganalisis hubungan IMT dan frekuensi serangan gout, menyimpulkan bahwa obesitas adalah salah satu komorbid yang umum pada pasien dengan serangan gout berulang. Lingkar pinggang, indikator obesitas lainnya, yang telah terbukti lebih dekat kaitannya dengan hiperurisemia dan resistensi insulin, belum pernah diteliti kaitannya dengan frekuensi serangan gout. Gout arthritis terjadi sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan ekstarseluler (Vitahealth, 2007). Terdapat dua faktor risiko seseorang menderita athritis gout, yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia dan jenis kelamin. Di lain pihak, faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah terkait dengan pengetahuan, sikap dan perilaku penderita mengenai artritis gout, kadar asam urat, dan penyakit-penyakit penyerta lain seperti diabetes melitus (DM), hipertensi, dan dislipidemia yang membuat individu tersebut memiliki risiko lebih besar untuk terserang penyakit gout arthritis (Festy, 2009). 4

Pengelolaan gout arthritis sering sulit dilakukan karena berhubungan dengan kepatuhan perubahan gaya hidup (Azari, 2014). Sikap dan perilaku memainkan peran penting karena mempengaruhi respon seseorang sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang gejala dan penyebab penyakit, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Tanpa adanya sikap dan perilaku, modifikasi pola hidup akan sulit tercapai. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar asam urat adalah aktivitas fisik. Aktivitas yang dilakukan seseorang berkaitan dengan kadar asam urat yang terdapat dalam darah. Aktifitas fisik seperti olahraga atau gerakan fisik akan menurunkan ekskresi asam urat dan meningkatkan produksi asam laktat dalam tubuh. Semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan dan berlangsung jangka panjang maka semakin banyak asam laktat yang diproduksi (Rodwell, 2003). Kebiasaan makan-makanan yang mengandung purin dapat meningkatkan asam urat dalam darah sehingga dapat menimbulkan gout arthritis. Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan nukleotida purinnya seperti sarden, kangkung, jeroan, dan bayam akan meningkatkan produksi asam urat. Sebaliknya, mengurangi konsumsi makanan dengan kandungan nukleotida purin tinggi dan memperbanyak konsumsi makanan dengan kandungan nukleotida purin rendah akan dapat mengurangi risiko hiperurisemia atau gout arthritis. Salah satu upaya untuk mengurangi penumpukan protein adalah terapi diet asam urat yang baik dan 5

benar (Krisnatuti, 2006). Kejadian gout arthritis dapat mengakibatkan kesulitan atau gangguan dalam bergerak maupun beraktifitas. Penduduk Lanjut Usia (lansia) merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Kenaikan jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang akan mencapai 25,5 juta pada tahun 2020 atau 11,37 persen dari jumlah penduduk. Sedangkan usia harapan hidup penduduk Indonesia rata-rata 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk wanita. Menurut WHO (1999) harapan hidup penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun menempati peringkat ke-103 dunia, hal ini berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada pada peringkat empat dunia dibawah Cina, India dan Amerika Serikat (Ismayadi, 2006). Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik meneliti tentang Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), Asupan Purin dan Olahraga dengan Kejadian Gout Arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan penelitian adalah Adakah hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), asupan purin dan olahraga dengan kejadian Gout Artrhitis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan? 6

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui adakah hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), asupan purin dan olahraga dengan Kejadian gout arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan Indeks Massa Tubuh, asupan purin, olahraga dan kejadian gout arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan. b. Menganalisis hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian gout arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan. c. Menganalisis hubungan antara asupan purin dengan kejadian gout arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan. d. Menganalisis hubungan antara olahraga dengan kejadian gout arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikansumbangan informasi pengetahuan tentang hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), asupan purin dan olahraga dengan kejadian gout arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan. 7

2. Manfaat praktis a. Bagi institusi pendidikan Memberikan masukan kepada institusi pendidikan khususnya dalam bidang perpustakaan dan diharapkan menjadi suatu masukandan referensi yang berarti serta bermanfaat bagi institusi dan mahasiswa. b. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian ini diharapkan menjadi lahan untuk pengembangan pengetahuan dan aplikasi pengetahuan yang didapatkan selama berada di bangku kuliah. c. Bagi peneliti Untuk mengembangkan penelitian mengenai hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), asupan purin dan olahraga dengan kejadian gout arthritis pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari Pacitan. 8