Azis dan Juanda. Keywords: grammatical cohesion, unity of discourse

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG JURNAL ILMIAH DELVIRA SUSANTI NPM.

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

PEMARKAH KOHESI GRAMATIKAL DALAM WACANA TAJUK RENCANA HARIAN SINGGALANG EDISI APRIL-MEI 2014 ARTIKEL ILMIAH DESI PATRI YENTI NPM

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN PEMARKAH KOHESI DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL ILMIAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

KOHESI GRAMATIKAL REFERENSIAL DALAM WACANA BERITA SITUS EDISI DESEMBER 2015 JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO

PENGGUNAAN ANAFORA DAN KATAFORA DALAM RUBRIK BERITA UTAMA HARIAN KOMPAS EDISI JUNI-JULI 2015 JURNAL ILMIAH NOVI TRI WAHYUNI NPM

ANALISIS GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA CERPEN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2016 ARTIKEL E-JOURNAL

KEUTUHAN WACANA LEMBAR KERJA SISWA (LKS): ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI (JURNAL INI MASIH MELALUI PROSES PENYUNTINGAN)

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

I. PENDAHULUAN. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA NARASI DALAM MODUL KARYA GURU

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Banyak sekali cara untuk berkomunikasi. Bentuk komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

KEUTUHAN STRUKTUR WACANA OPINI DALAM MEDIA MASSA CETAK KOMPAS EDISI BULAN MARET 2012

Kohesi Gramatikal Referensi Substitusi Elipsis Konjungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang

PEMARKAH KOHESI LEKSIKAL DAN KOHESI GRAMATIKAL (Analisis pada Paragraf dalam Skripsi Mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia)

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas:

KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI WACANA KOLOM HIKMAH SURAT KABAR REPUBLIKA. Endang Wiyanti Universitas Indraprasta PGRI

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERKAIT. Halliday dan Hasan (1976: 1) menyatakan bahwa teks adalah kumpulan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. baru tersebut, maka badan bahasa bertindak menjadi agen perubahan

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

KOHESI GRAMATIKAL DALAM TEKS LAPORAN PENELITIAN DOSEN FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. dalam bahasa tulis seoarang penulis tidak hanya mewujudkan apa yang dipikirkan

ARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup suatu Bangsa dan Negara. Hal ini karena pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

Pena. Vol 5 No.2 Desember 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

PERANTI KOHESI DAN KOHERENSI WACANA DALAM RUBRIK POLITIK DAN HUKUM PADA SURAT KABAR KOMPAS

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

KOHESI GRAMATIKAL DALAM KUMPULAN CERPEN SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

BAB I PENDAHULUAN. terjemahan dari istilah bahasa Inggris discourse. Namun, para ilmuan sosial lebih

PERANTI KOHESI DALAM WACANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DESA

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA PADA PENELITIAN MINI MAHASISWA

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI IKLAN DALAM SURAT KABAR KOMPAS

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract

PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI DALAM KARANGAN NARASI OLEH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BLAHBATUH

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh, dan tidak perlu mengacu kepada isi yang rasional maupun isi yang

KESALAHAN PENANDA KOHESI DALAM SKRIPSI MAHASISWA NONBAHASA UNIVERSITAS MADURA PAMEKASAN. M. Khoiri Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik, bahasa selalu muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK

Transkripsi:

KOHESI GRAMATIKAL: KAJIAN KEUTUHAN WACANA TUGAS MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA, FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA, UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR Azis dan Juanda Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar Abstract: This study aims to elaborate on the use of grammatical cohesion student assignment. The research method is content analysis. Data source is the text contained in the student assignment Indonesian Language and Literature Education. The data in the form of grammatical cohesion. Data analysed with the method content analysis. The results showed that: first, the pronouns. The use of pronouns we and they are often used in stringing sentences students conducted again. Second, the substitution. Substitution that occurs in the tasks students are generally limited to the replacement of the word or group of words with pronouns. Third, the elepsis. Elepsis in student assignments sometimes occur due to the removal of appropriate words must be present in the sentence. Fourth, conjunctions. Conjunctions are used in student writing right there and some are not appropriate. This is caused by a lack of understanding of student use of conjunctions Keywords: grammatical cohesion, unity of discourse Abstrak: Penelitian ini bertujuan menguraikan penggunaan kohesi gramatikal tugas mahasiswa. Sumber data adalah teks yang terdapat dalam tugas mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Data penelitian berupa kohesi gramatikal. Data dianalisis dengan metode analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan pertama, yaitu pronominal/kata ganti kita dan mereka sering digunakan mahasiswa dalam merangkai kalimat yang dilakukan secara berulagulang. Kedua, yaitu subsitusi yang terjadi dalam tugas-tugas mahasiswa pada umumnya hanya sebatas penggantian kata atau kelompok kata dengan kata ganti. Ketiga, elepsis dalam tugas mahasiswa kadang-kadang terjadi karena adanya penghilangan kata yang semestinya ada dalam rangkaian kalimat. Keempat, konjungsi yang digunakan mahasiswa dalam menulis ada yang tepat dan ada juga yang tidak tepat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman mahasiswa mengenai penggunaan konjungsi. Kata Kunci: kohesi gramatikal, keutuhan wacana Kohesi merupakan hal penting dalam suatu teks karena sangat menentukan keutuhan suatu wacana. Kartomihardjo (1993:37) mengatakan bahwa suatu teks memiliki tekstur yang diciptakan oleh adanya hubungan yang kohesif antarkalimat di dalam teks 170

Azis, Juanda, Kohesi Gramatikal: Kajian Keutuhan Wacana Tugas Mahasiswa 171 tersebut. Tentunya pendapat ini mengisyaratkan bahwa teks yang membentuk suatu wacana harus ada kohesi di dalamnya. Kohesi adalah hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana (Alwi, dkk 2003:427). Jadi, suatu wacana dikatakan terdapat unsur kohesi jika ada hubungan antarproposisi secara eksplisit dalam rangkaian kalimat. Menurut Djajasudarma (2009:46), kohesi merujuk pada perpautan bentuk. Selanjutnya, dikatakan Djajasudarma (2009:47), kohesi dan koherensi umumnya berhubungan, tetapi tidak berarti bahwa kohesi harus ada agar wacana menjadi koheren. Mungkin ada percakapan yang ditinjau dari segi kata-katanya tidak kohesif, tetapi dari segi maknanya koheren. Kohesi, sebagaimana yang diuraikan oleh Beaugrande dan Dressler, (1987), berhubungan dengan (1) fungsi sintaksis; (2) permukaan teks dengan pola frasa, klausa, dan kalimat; (3) jaringan transisi argumen; (4) kebergantungan gramatikal, kaidah sebagai prosedur, penetapan secara makro dan mikro; (5) penggunaan kembali pola yang mecakup (pengulangan, pengulangan parsial, paralelisme, parafrasa); (6) memadatkan pola: bentuk yang mendahului, anafora dan katafora, elipsis, hubungan antara keutuhan dan kejelasan; (7) penanda hubungan: waktu dan aspek, memperbarui; penghubung: konjungsi, disjungsi, kontrajungsi, dan subordinasi, modalitas; dan (8) perspektif. Jika dicermati kohesi yang dikemukakan oleh Beaugrande dan Dressler (1987) tentu sangat luas dibandingkan dengan kohesi yang dikemukakan oleh berbagai pakar yang lain, terutama penulis Indonesia. Ada yang disebut sarana kohesi. Sarana kohesi sebagaimana yang dikemukakan oleh Tarigan (2009:94) dengan berpangkal pada pendapat Halliday dan Hasan yaitu pronominal, leksikal, konjungsi, elipsis, dan substitusi. Pada bagian lain Tarigan (2009:99) menggambarkan kohesi yang meliputi gramatikal dan leksikal. Secara gramatikal, kohesi meliputi pronomina, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Secara leksikal, kohesi meliputi ekuvalensi, kolokasi, hiponim, antonim, sinonim, dan repetisi. Pada bagian ini, khusus menyangkut kohesi gramatikal. Pronomina atau sering dikatakan sebagai kata ganti, baik yang dikemukakan oleh Tarigan maupun yang tertulis dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, ada yang mengacu pada kata ganti orang dan ada kata ganti penunjuk. Bahkan Tarigan (2009) menyebutnya dengan adanya kata ganti empunya, kata ganti penanya, kata ganti penghubung, dan kata ganti tak tentu. Pertama, kata ganti diri (orang), yaitu saya, aku, kita, kami, engkau, kamu, kalian, Anda, dia, mereka, dan beliau. Dalam klasifikasi lebih khusus, kata ganti diri diklasifikasi kata ganti orang pertama tunggal dan jamak, kata ganti orang kedua tunggal dan jamak, dan kata ganti orang ketiga tunggal dan jamak. Kedua, kata ganti penunjuk, yaitu ini, itu, di sini, di sana, di situ, ke sini, ke sana, dan ke situ. Kata ganti penunjuk sering digunakan bukan pada tempatnya, mislanya dikatakan di situ padahal yang dimaksud agak jauh sehingga terjadi penafsiran yang keliru. Ketiga, kata ganti empunya, yaitu ku, -mu, -nya. Keempat, kata ganti penanya, yaitu apa, siapa, dan mana. Kelima, kata ganti penghubung, yaitu yang. Keenam, kata ganti tak tentu, yaitu siapa-siapa, masing-masing, sesuatu, seseorang, dan para. Kohesi gramatikal yang kedua, yaitu elepsis. Elipsis dianggap sebagai penggantian nol (zero); sesuatu yang ada, tetapi tidak diucapkan atau dituliskan (Tarigan, 2009:97). Dalam hal ini yang dimaksud oleh Tarigan adalah kepraktisan. Elipsis ini dapat dibedakan menjadi elipsis nominal, verbal, dan klausal. Kohesi gramatikal yang ketiga, yaitu substitusi. Substitusi merupakan pergantian suatu ekspresi di dalam teks dengan ekspresi lain termasuk pronominal (Kartomihardjo (1993:39). Bahkan dikatakan pula oleh Kartomihardjo (1993), dalam teks tertentu suatu ekspresi dalam satu kalimat diganti dengan 0 (ditiadakan dalam kalimat berikutnya).

172 BAHASA DAN SENI, Tahun 45, Nomor 2, Agustus 2017 Substitusi merupakan hubungan gramatikal, lebih bersifat hubungan kata dan makna. Substitusi, misalnya satu, sama, seperti itu, sedemikian rupa, demikian, melakukan hal yang sama (Tarigan, 2009:96) Kohesi gramatikal yang keempat, yaitu konjungsi. Konjungsi sebagaimana dikemukakan oleh Kridalaksana (2001:117), yaitu partikel yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf. Konjungsi yang dimaksud oleh Kridalaksana terdiri atas (a) konjungsi adversatif, yaitu konjungsi yang menyambung dua klausa yang menyatakan kontras, ditandai dengan tetapi, namun; (b) konjungsi ekstratekstual, yaitu ditandai dengan penggunaan adapun, maka itu, syahdan; (c) konjungsi ingkar, yaitu ditandai dengan penggunaan nor (dalam bahasa Inggris); (d) konjungsi intrakalimat yang ditandai dengan agar, dan, sehingga; (e) konjungsi intratekstual yang ditandai dengan apalagi, bahkan, bahwa, begitu; (f) konjungsi kausal yang ditandai dengan karena; (g) konjungsi koordinat yang ditandai dan, tetapi, atau; (h) konjungsi korelatif ditandai dengan entah/entah, baik/maupun; dan (i) konjungsi subordinatif yang ditandai dengan meskipun, kalau, bahwa. Penelitian yang sudah dilaksanakan seperti yang dilakukan oleh Alek (2009) dengan judul Keutuhan Wacana Buku Teks Bahasa Inggris SMA Karya Penulis Indonesia Ditinjau dari Aspek Koherensi. Dalam kesimpulannya dikatakan kemampuan menulis wacana oleh penulis Indonesia dalam buku teks bahasa Inggris ialah kecenderungan berada pada tingkat keutuhan yang berkategori koherensif. Selanjutya, Darmawati (2012) dengan judul Kohesi dan Koherensi Wacana Narasi dalam Modul Karya Guru, memaparkan penggunaan pemarkah kohesi dan kohenrensi umumnya sudah baik, meskipun ada sebagian kecil yang masih perlu diperbaiki. Hanya uraian mengenai kohesi yang berkaitan dengan pronomina tidak diuraikan. Termasuk contoh yang diuraikan hanya berupa kalimat singkat dan bukan dalam bentuk paragraf. Penggunaan kohesi dalam tugas mahasiswa perlu mendapat perhatian karena tugas yang dihasilkan oleh mahasiswa menjadi sebuah sumber dalam pengembangan bahasa Indonesia yang baik di masa kini, maupun masa yang akan datang. Kohesi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kohesi gramatikal. Pembatasan ini dimaksudkan agar analisis yang dilakukan terfokus pada salah satu jenis kohesi gramatikal. Selain itu, penggunaan kohesi gramatikal sering diabaikan oleh penulis, padahal hal ini sangat berdampak kepada pembaca. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah teks yang terdapat dalam tugas mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makasar. Data penelitian berupa kohesi gramatikal. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan analisis isi dengan melakukan identifikasi, reduksi, penyajian data, verifikasi, dan menarik kesimpulan berdasarkan berbagai jenis kohesi gramatikal. HASIL Pronomina Pronomina atau kata ganti diri, yang terungkap melalui tugas mahasiswa sangat bervariasi. Hal ini terutama mengenai penempatan pemakaian kata ganti. Variasi penempatan pemakaian kata ganti tersebut diuraikan berikut ini.

Azis, Juanda, Kohesi Gramatikal: Kajian Keutuhan Wacana Tugas Mahasiswa 173 Kata Ganti Diri Kata Ganti Diri Kita Penggunaan kata ganti diri kita di antaranya dalam teks berikut. Kita sebagai bangsa Indonesia pastilah harus menguasai bahasa kita sendiri, apa kata orang ketika kita seorang bangsa Indonesia namun tidak menguasai bahasanya sendiri? Ketika kita mencintai negara kita tentunya kita pun akan mencintai bahasanya dan dengan pasti ketika kita mencintai bahasa kita dengan senang hati kita mempelajarinya dan mengembangkan bahasa kita dengan sempurna. Penggunaan kata kita pada teks tersebut ada sepuluh, yaitu satu pada awal paragraf dan ada sembilan dalam kalimat. Jika dicermati, penggunaan kata kita pada paragraf tersebut dapat diminimalkan. Selain penggunaan kata kita, ada beberapa kata yang semestinya diperbaiki. Misalnya, Kita sebagai bangsa Indonesia pastilah harus menguasai bahasa kita sendiri. Seharusnya kalimat ini kalau diperbaiki menjadi Kita sebagai bangsa Indonesia pastilah harus menguasai bahasa Indonesia. Selanjutnya penggunaan tanda baca koma (,) seharusnya dihilangkan dan sebagai penggantinya adalah tanda baca akhir titik (.). Kalimat berikutnya, yaitu Apa kata orang ketika kita seorang bangsa Indonesia namun tidak menguasai bahasanya sendiri? Kalimat ini seharusnya Apa kata orang ketika seorang bangsa Indonesia tidak menguasai bahasanya sendiri? Kalimat berikutnya, yaitu Ketika kita mencintai negara kita, tentunya kita pun akan mencintai bahasanya dan dengan pasti ketika kita mencintai bahasa kita dengan senang hati kita mempelajarinya dan mengembangkan bahasa kita dengan sempurna. Penggunaan kata kita dalam kalimat ini ada tujuh sehingga dalam kalimat ini yang lebih menonjol adalah penggunaan kata ganti kita. Kalimat ini seharusnya Ketika kita mencintai negara Indonesia tentunya harus mencintai bahasa Indonesia dengan cara mempelajari dan mengembangkan bahasa Indonesia. Kata Ganti Diri Mereka Kata ganti mereka menunjukkan kata ganti jamak. Penggunaan kata ganti mereka sebagaimana teks berikut. Banyak di setiap daerah yang tidak begitu menguasai bahasa Indonesia yang mereka kuasai adalah bahas daerah mereka yang biasa disebut bahasa ibu. Pengunaan kata mereka seharusnya tidak terjadi pengulangan dalam satu rangkaian kalimat. Penegasan mengenai bahasa daerah yang dimaksud sudah menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah jelas. Kata Ganti Diri Mereka dan Dia Kata ganti mereka dan dia sebagai ganti bentuk persona ketiga memiliki perbedaan karena mereka termasuk jamak, sedangkan dia termasuk tunggal. Penulisan kata mereka dan dia sebagaimana teks berikut terjadi pengulangan kata ganti mereka sebanyak dua kali, sedangkan kata ganti dia juga digunakan dalam satu rangkaian kalimat. Berikut teks yang dimaksud. Apalah jadinya bangsa ini ketika mereka tidak mengusai bahasa Indonesia hanya menguasai bahasa daerahnya masing-masing, tentunya mereka tidak bisa berinteraksi dengan baik ketika dia keluar dari daerahnya dan tidak menguasai bahasa Indonesia maka lumpuhlah sebuah komunikasi itu.

174 BAHASA DAN SENI, Tahun 45, Nomor 2, Agustus 2017 Penggunaan kata mereka dalam rangkaian kalimat ini sudah sesuai. Hanya jika dicermati kalimat ini maka pada kelanjutan kalimat selain menggunakan kata mereka juga menggunakan kata dia. Padahal kalimat ini bisa disederhanakan. Kata Ganti Penunjuk Kata ganti penunjuk meliputi ini, itu, di sini, di sana, di situ, ke sini, ke sana, ke situ. Kata ganti penunjuk sering digunakan bukan pada tempatnya. Misalnya dikatakan di situ padahal yang dimaksud agak jauh sehingga terjadi penafsiran yang keliru. Kata Penunjuk Ini Kata ini sebagai kata penunjuk yang letaknya dekat. Penggunaan kata ini tidak selamanya tepat digunakan dalam suatu rangkaian kalimat. Berikut contoh penggunaan penunjuk ini dalam karya mahasiswa. Gengsi sosial bahasa Indonesia masih kalah tinggi dengan gengsi sosial bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Ini adalah salah satu masalah serius dan harus ditangani dengan serius pula. Penggunaan kata ini sebagai kelanjutan kalimat sebelumnya yang memberikan informasi sebagai suatu penegasan hal yang dibicarakan. Hanya penggunaan kata ini pada awal kalimat semestinya ada rangkaian kata sebelumnya sehingga kalimat yang dimaksud tidak diawali dengan kata penunjuk ini. Dengan demikian, penggunaan kata ini pada awal kalimat seharusnya menjadi hal ini. Kata Penunjuk di sini Kata di sini sebagai penunjuk yang menyatakan tempat ada yang digunakan penulis secara tepat dan ada pula yang kurang tepat. Data yang ditemukan sebagai berikut. Kita sebagai tenaga pendidik harusnya meningkatkan kemampuan dalam membimbing dan membina anak murid kita dalam belajar bahasa Indonesia, karena di sini guru sangatlah berperan penting dalam pelaksanaan bimbingan mengingat bahwa guru adalah panutan bagi murid-murid di sekolah. Penggunaan kata di sini pada teks tersebut termasuk kurang tepat karena kata di sini sebagai penunjuk arah yang dekat. Padahal penggunaan kata di sini tidak perlu. Dengan demikian, kehadiran kata di sini justru membuat rangkaian kalimat yang rancu. Elipsis Elipsis, yaitu penghilangan kata dalam rangkaian kalimat yang kehadirannya sangat penting. Berikut contoh penggunaan elipsis. Kita sebagai bahasa Indonesia senantiasa menjaga, memelihara, dan mengembangkan agar masyarakat atau generasi ke depannya tetap bisa menggunakana bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pada teks di atas, ada kata yang hilang antara kata sebagai dan bahasa. Penghilangan kata (elipsis) adalah elipsis nominal karena kata yang bisa mengisi adalah pembina. Kata pembina berarti orang yang membina. Terjadinya elipsis karena ketidakcermatan dalam menulis dengan rangkaian kata yang dipilih dalam kalimat.

Substitusi Azis, Juanda, Kohesi Gramatikal: Kajian Keutuhan Wacana Tugas Mahasiswa 175 Data yang berkaitan dengan subsitusi sebagai pergantian suatu ekspresi di dalam teks, umumnya hanya terjadi subsitusi dari kata atau kelompok kata dengan kata ganti. Berikut ini contoh penggunaan subsitusi dalam karya mahasiswa. Dalam konteks pembangunan karakter bangsa, posisi generasi muda sangat strategis karena mereka yang akan mengemban estafet kepemimpinan bangsa pada masa kini dan masa depan. Kata generasi muda mengalami subsitusi dengan kata mereka. Dalam hal ini, kehadiran kata mereka merujuk pada kata generasi muda. Itulah sebabnya agar tidak terjadi pengulangan kata maka dibutuhkan kata yang dianggap sebagai substitusi. Konjungsi Konjungsi adversatif yaitu konjungsi yang menyambung dua klausa yang menyatakan kontras. Konjungsi ini ditandai dengan kata tetapi, namun. Berikut contoh penggunaan konjungsi sdversatif dalam karya mahasiswa. Pembinaan dan pengembangan bahasa tidak hanya berfokus pada lingkup bahasa Indonesia, namun juga mencakup bahasa daerah dan bahasa asing. Kata namun sebagai penghubung antarkalimat untuk menandai perlawanan. Dengan demikian, penggunaan kata namun yang berada pada awal kalimat atau awal paragraf kurang tepat. Konjungsi Intrakalimat Konjungsi intrakalimat yang di antaranya ditandai dengan agar. Berikut contoh penggunaan konjungsi intrakalimat. Kita sebagai pembina bahasa Indonesia hendaknya ikut berperan dalam tujuan mencapai pembinaan bahasa Indonesia. Kita seharusnya senantiasa menjaga, meme-lihara dan mengem-bangkan agar masyarakat dan generasi selanjutnya tetap bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Penggunaan kata agar sebagai konjungsi intrakalimat. Jika dicermati teks tersebut di atas maka setelah kata mengembangkan ada teks yang semestinya ada sebelum kata agar. Dalam hal ini, ada kata yang kehadirannya diperlukan untuk menegaskan rangkaian kalimat. Penggunaan kata menjaga, memelihara dan mengembangkan seharusnya menjaga, memelihara, dan menulis bahasa Indonesia agar masyarakat dan generasi selanjutnya tetap bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Berikut ini contoh yang lain penggunaan konjungsi intrakalimat. Bahasa daerah digunakan ketika berinteraksi dengan orang-orang yang berada di dalam lingkungan daerah itu saja. Sedangkan masyarakat yang tinggal di daerah berbeda, pasti tidak akan mengerti bahasa tersebut. Oleh sebab itu, sebagai makhluk sosial, kita diharuskan mempelajari dan mengembangkan bahasa Indonesia. Agar seseorang tidak hanya mampu berinteraksi dengan anggota masyarakat yang berada di daerahnya saja. Penggunaan kata agar bukan berada pada awal kalimat, melainkan berada dalam satu rangkaian kalimat. Selain itu, penggunaan tanda baca sebelum kata agar tidak perlu ada karena kata agar sebagai penghubung intrakalimat. Konjungsi Kausal Konjungsi kausal ditandai dengan karena. Contoh penggunaan konjungsi kausal di antaranya berikut ini.

176 BAHASA DAN SENI, Tahun 45, Nomor 2, Agustus 2017 Berkenaan dengan bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa karena bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat komunikasi diantara anggota suku bangsa yang berbeda. Kata karena pada teks tersebut tidak tepat karena kehadiran kata karena tidak perlu. Kata karena digunakan jika menunjukkan kausal. Dengan demikian, kata yang tepat untuk mengisinya adalah kata maka. Konjungsi Bahwa Konjungsi bahwa sebagai kata penghubung untuk menyatakan uraian kalimat di depannya. Selain itu, kata bahwa kata penghubung yang digunakan untuk menghubungkan anak kalimat dengan pokok kalimat. Berikut contoh penggunaan konjungsi bahwa dalam karya mahasiswa. Ironis memang mengakui kenyataan bahwa bahasa kita kini pun telah dijajah oleh bahasa asing yang notabennya telah mendunia. Penggunaan kata bahwa pada teks tersebut di atas sudah tepat dan kata bahwa dapat juga digantikan dengan tanda baca koma (,). Dalam hal ini, penggunaan kata bahwa akan lebih memperjelas mengenai hal yang dikatakan sehingga pembaca lebih cepat memahami maksud sebuah teks yang dibaca. Konjungsi yang Penggunaan konjungsi atau kata penghubung yang dapat dilihat pada contoh berikut. Era globalisasi yang ditandai dengan arus komunikasi yang begitu dahsyat menuntut para petinggi pengambil kebijakan di bidang bahasa bekerja lebih keras untuk lebih menyempurnakan dan meningkatkan semua sektor yang berhubungan dengan masalah pembinaan bahasa. Penggunaan kata yang setelah kata era globalisasi tidak perlu. Berbeda halnya penggunaan kata yang setelah kata arus komunikasi tepat karena sebagai penghubung kata. Dengan demikian, penggunaan yang tidak selamanya dapat digunakan, tetapi memang ada keterkaitan dengan kata yang dijabarkan. PEMBAHASAN Penggunaan kohesi gramatikal pada tugas mahasiswa, ada yang tepat dan ada juga yang tidak tepat. Ketidaktepatan penggunaan kohesi gramatikal mahasiswa disebabkan oleh kurangnya perhatian mahasiswa dalam mempelajari tata bahasa baku atau ketidakcermatan mahasiswa dalam menulis dengan memperhatikan kebakuan bahasa Indonesia. Pronomina Pronomina atau sering dikatakan sebagai kata ganti yang digunakan dalam menulis dan juga digunakan dalam berbicara untuk menggantikan kata yang lain karena dianggap lebih tepat. Menulis mencerminkan pikiran seseorang yang dapat diperbaiki sebelum disebarluaskan, berbeda halnya dengan berbicara. Adakalanya dalam menyampaikan sesuatu tidak serta merta langsung diperbaiki. Khusus mengenai penggunaan pronomina dalam tulisan terjadi berbagai penempatan pronomina yang justru menyebabkan kalimat tidak teratur. Kata ganti kita paling sering digunakan mahasiswa dalam merangkai kalimat yang dilakukan secara berulang-ulang. Padahal dalam satu rangkaian kalimat, penggunaan kata ganti yang berulang-ulang semestinya

Azis, Juanda, Kohesi Gramatikal: Kajian Keutuhan Wacana Tugas Mahasiswa 177 dihindari karena akan membuat kalimat tidak efektif. Salah satu faktor yang menyebabkan kalimat tidak efektif karena kurangnya penguasaan diksi sebagai pengganti kata ganti. Untuk itu, membaca berbagai sumber, termasuk kamus harus menjadi kebutuhan agar semakin banyak pengetahuan mengenai diksi yang dapat mengisi kata ganti dalam rangkaian kalimat. Kalau mencermati gagasan Kroeger (2005:45), penggunaan kata kita hanya sebagai alternatif dalam menyatakan perintah. Jika menunjukkan alternatif maka tidak selamanya harus digunakan, tetapi dalam batas-batas tertentu digunakan. Penggunaan kata kita tidak selamanya sesuai yang diharapkan pembaca atau pendengar. Kekeliruan penggunaan kata ganti kita justru dapat menyebabkan pembaca atau pendengar memiliki penafsiran yang keliru. Tentunya kata kita jika digunakan harus cermat dalam rangkaian kalimat. Apalagi kata kita menunjukkan orang yang berbicara dengan yang diajak berbicara. Dalam konteks tulisan, tentu penggunaan kata ganti kita harus digunakan secara tepat. Penempatan kata ganti kita lebih banyak digunakan pada awal kalimat dan di tengah kalimat. Meskipun tidak menutup kemungkinan ada tulisan menempatkan kata ganti kita pada akhir kalimat. Begitupula mengenai penggunaan kata ganti mereka dalam rangkaitan kalimat yang sama tidak perlu muncul secara berulang. Pengulangan kata mereka yang bukan pada tempatnya menunjukkan minimnya penguasaan diksi. Ketepatan penggunaan kata ganti mereka dalam tulisan harus menjadi perhatian khusus agar tulisan yang dihasilkan mencerminkan kematangan dalam penggunaan kata ganti. Kalau dikaitkan dengan pendapat Yule (2006:75), yang termasuk kata ganti adalah dia, mereka, kamu sebagai pengganti kata benda. Penekanan kata ganti yang dimaksud lebih banyak sebagai pengganti kata benda atau nomina bukan adjektif, numeralia, dan verba. Hal ini sesuai yang dikatakan pula Hudson (2003:33), pronomina atau kata ganti dapat digunakan untuk menggantikan kata benda jika mempunyai maksud atau arti yang sama mengenai kelas kata yang diwakili. Hal ini menunjukkan bahwa sangat memungkinkan terjadi penggunaan kata ganti dalam rangkaian kalimat. Kehadiran kata ganti tentu untuk menggantikan kata yang lain sesuai maksud dan isi pernyataan. Itulah sebabnya, penggunaan kata ganti diri atau persona sering ditekankan agar digunakan dengan baik. Selain kata ganti diri, ada juga kata ganti penunjuk. Khusus mengenai kata ganti penunjuk dalam tulisan pada umumnya tepat. Berbeda halnya ketika seseorang berbicara, adakalanya kata ganti penunjuk yang digunakan tidak tepat, misalnya di situ padahal jarak yang lebih jauh mengenai tempat yang dimaksud. Tentu yang lebih tepat adalah di sana. Selain itu, penggunaan di sini adakalanya digunakan dalam rangkaian kalimat yang bukan menunjukkan tempat. Adanya hal demikian, sebagai suatu kekeliruan yang harus diperhatikan agar penggunaan penunjuk di sini memang digunakan kalau menunjukkan tempat. Elipsis Kohesi gramatikal yang ketiga, yaitu elepsis. Elipsis dalam tugas mahasiswa kadang-kadang terjadi disebabkan oleh adanya penghilangan kata yang semestinya harus ada dalam rangkaian kalimat. Elipsis terjadi umumnya berada pada awal kalimat dalam rangkaian paragraf. Elipsis yang terjadi bukan mengubah makna kalimat, melainkan kalimat yang dimaksud masih dapat ditafsirkan. Hanya saja adakalanya semestinya elipsis harus ada dalam suatu pernyataan justru terjadi elipsis. Padahal kalimat atau pernyataan yang menimbulkan penafsiran yang keliru maka elipsis harus digunakan agar kalimat tidak rancu dan menimbulkan penafsiran yang berbeda.

178 BAHASA DAN SENI, Tahun 45, Nomor 2, Agustus 2017 Kridalaksana (2001:50) menganggap elipsis adalah peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa peniadaan kata yang diramalkan dari konteks bahasa tentu berbeda dengan peniadaan kata dalam konteks luar bahasa. Peniadaan kata dari konteks bahasa yang masih dapat diramalkan masih dapat dipahami oleh pembaca. Akan tetapi, jika peniadaan kata dalam konteks luar bahasa maka perlu keterangan mengenai adanya peniadaan kata. Kalau hal ini tidak dilakukan maka rangkaian kata yang hilang tidak semua orang bisa meramalkan dalam konteks luar bahasa. Gee (2005:160) menganggap elipsis (penghilangan kata). Penghilangan salah satu bagian setelah kata yang mendahului untuk menandai adanya suatu tempat mengenai informasi yang dihilangkan dan dapat diramalkan berdasarkan kalimat yang mendahuluinya. Hal ini dimaksudkan untuk merekonstruksi informasi yang dihilangkan dengan mempertimbangkan kalimat yang mendahuluinya. Elipsis (penghilangan kata) sebagai penghubung dalam kalimat yang pembaca masih dapat meramalkan mengenai keterkaitan kalimat yang diungkapkan. Bukan penghilangan kata dalam kalimat yang menyebabkan pembaca tidak dapat memahami mengenai maksud kalimat, melainkan penghilangan dalam batas-batas yang masih dapat dipahami oleh pembaca mengenai kalimat yang dibaca. Substitusi Kohesi gramatikal yang kedua, yaitu substitusi. Substitusi yang terjadi dalam tugastugas mahasiswa pada umumnya hanya sebatas penggantian kata atau kelompok kata dengan kata ganti. Penggunaan kata generasi muda sebagai contoh dengan memunculkan substitusi kata mereka menunjukkan generasi muda bukan seorang diri, melainkan lebih dari satu orang. Semakin banyak substitusi yang terjadi dalam rangkaian kalimat atau dalam rangkaian paragraf maka semakin menunjukkan bahwa pernyataan yang disampaikan dapat dipahami oleh pembaca. Sebaliknya, semakin tidak diperhatikan mengenai penggunaan substitusi maka suatu pernyataan yang disampaikan dapat menyebabkan pembaca kurang tanggap memahaminya. Hal ini sesuai yang dikatakan Fairclough (2003:150), substitusi berkaitan dengan penggantian metafora dari suatu proses intransitif menjadi kata kerja transitif. Dengan demikian, kecermatan dalam menggunakan substitusi sebagai cermin bahwa pernyataan yang diungkapkan, ada pilihan kata yang tepat sebagai substitusi dari kata yang digunakan. Itulah sebabnya, penggunaan substitusi dalam kalimat sebagai upaya untuk mewujudkan tulisan yang bisa lebih cepat dipahami oleh pembaca sehingga tidak ada keraguan bagi pembaca mengenai hal yang dibaca. Hal tersebut juga sejalan yang dikatakan Gee (2005:159-160), substitusi sebagai penggantian. Kata-kata yang digunakan untuk menggantikan kata yang sudah disebutkan terdahulu dalam rangkaian kalimat sehingga tidak terjadi pengulangan informasi dengan kata yang sama. Begitupula jika dikaitkan konsep substitusi yang dikemukakan Van Leeuwen (2008:17), yaitu perubahan bentuk pokok yang menjadi penggantian unsur-unsur dari praktik fakta sosial dengan unsur-unsur semiotik. Unsur semiotik tentu menjadi pertimbangan dalam penggantian kata karena penggantian yang dimaksud bukan mengubah makna kalimat, melainkan memperluas cakrawala berpikir. Jadi, penggantian yang dimaksud untuk memperkaya perbedaharaan kata sehingga kalimat yang dihasilkan tidak terjadi pengulangan yang sama dalam satu rangkaian kalimat.

Konjungsi Azis, Juanda, Kohesi Gramatikal: Kajian Keutuhan Wacana Tugas Mahasiswa 179 Kohesi gramatikal yang keempat, yaitu konjungsi. Konjungsi yang digunakan mahasiswa dalam menulis ada yang tepat dan ada juga yang tidak tepat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman mahasiswa tentang penggunaan konjungsi. Untuk konjungsi intrakalimat, jika penggunaan kata agar dimunculkan maka konjungsi yang lain dalam rangkaian kalimat yang sama, misalnya agar supaya menunjukkan sebagai suatu kekeliruan. Konjungsi agar dan supaya memiliki posisi yang sama dalam kalimat sehingga tidak perlu muncul secara berdampingan. Dalam hal lain, penggunaan disebabkan karena sebagai konjungsi yang semestinya sesuai pasangan kata. Padahal disebabkan oleh lebih tepat daripada disebabkan karena. Keberadaan disebabkan karena sebagai konjungsi yang menyatakan penyebaban yang muncul secara berdampingan. Justru lebih tepat jika penggunaan disebabkan karena tidak muncul dalam rangkaian kalimat. Akan tetapi, yang muncul disebabkan oleh sebagai bagian tersendiri. Begitupula karena sebagai satu bagian tersendiri sebagai konjungsi kausal. Selain konjungsi intrakalimat dan konjungsi kausal, ada juga konjungsi bahwa yang adakalanya dalam rangkaian kalimat dibutuhkan untuk menyatakan isi atau sebagai kata penghubung jika pokok kalimat mendahului anak kalimat. Konjungsi bahwa dalam rangkaian kalimat yang dituntut keberadaannya, tetapi tidak digunakan maka dapat digunakan tanda baca koma. Jika sama sekali kedua hal ini tidak digunakan maka rangkaian kalimat kurang bermakna dan dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda. Selain itu, penggunaan kata penghubung yang adakalanya tidak perlu jika bukan menyatakan kalimat berikutnya diutamakan atau ada bagian kalimat yang menjelaskan kata di depannya. Jika diperhatikan pendapat Halliday (2005:282), kata penghubung mengacu pada representasi nonstruktural tentang hubungan logika-semantik yang dinyatakan dari strukturnya. Ada hubungan yang bermakna sebagai penghubung antarkata atau kalimat. Yule (2006:75) menganggap bahwa konjungsi adalah kata yang digunakan untuk menghubungkan atau menandai hubungan peristiwa. Dalam konteks menandai hubungan peristiwa sebagai suatu kecermatan dalam menjelaskan sesuatu, ada penggunaan konjungsi yang dapat digunakan. Selanjutnya dikatakan pula Yule (2006:239), konjungsi dan untuk menghubungkan antara kata dengan kata, konjungsi bahwa untuk antara frasa atau antara kalimat. Adanya penghubung dalam rangkaian kalimat yang tepat sehingga kalimat yang dihasilkan sesuai dengan struktur atau tata bahasa. Selain itu, konjungsi digunakan untuk menandai peristiwa yang menunjukkan bahwa ada hal yang perlu diperjelas sehingga tidak menimbulkan kalimat ambigu. Kekeliruan dalam menggunakan konjungsi menujukkan bahwa dalam rangkaian kata atau frasa dan kalimat justru menyebabkan ketidakjelasan mengenai hubungan antara kata dengan kata atau antara frasa dengan frasa bahkan antara kalimat dengan kalimat. KESIMPULAN Kohesi gramatikal baik pronomina, substitusi, elipsis, maupun konjungsi dalam tugas mahasiswa ternyata ada pengggunaan kohesi gramatikal yang tidak tepat. Ketidaktepatan disebabkan oleh kurangnya pemahaman mahasiswa, termasuk juga ketidakcermatan mahasiswa dalam menulis. Pertama, penggunaan pronomina mengenai kata kita paling banyak digunakan secara berulang-ulang dalam rangkaian kalimat. Kedua, penggunaan substitusi ternyata kata yang berupa frasa kadang-kadang mengalami substitusi dengan penggunaan kata mereka. Ketiga, penggunaan elipsis terdapat adanya penghilangan yang semestinya

180 BAHASA DAN SENI, Tahun 45, Nomor 2, Agustus 2017 harus ada dalam rangkaian satu paragraf. Keempat, penggunaan konjungsi terbukti kurangnya penggunaan dalam tugas-tugas mahasiswa yang secara tepat. DAFTAR RUJUKAN Alek. 2009. Keutuhan Wacana Buku Teks Bahasa Inggris SMA Karya Penulis Indonesia Ditinjau dari Aspek Koherensi. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra. PPs UNJ Jakarta, hlm. 73. Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Beaugrande, Robert-Alain de dan Dressler, Wolfgang. 1987. Introduction to Text Linguistics. London: Longman. Darmawati. 2012. Kohesi dan Koherensi Wacana Narasi dalam Modul Karya Guru. Retorika: Jurnal Bahasa, Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Volume 8, Agustus 2012. Djajasudarma, T. Fatimah. 2009. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT Eresco. Fairclough, N. 2003. Analysing Discourse: Textual Analysis for Social Research. New York: Routledge. Gee, J. P. 2005. An Introduction to Discourse Analysis: Theory and Method. London and New York: Routledge. Halliday, M.A.K. 2005. On Grammar. London and New York. Continuum. Hudson, R. 2003. English Grammar. London and New York: Routledge. Kartomihardjo, S. 1993. Analisis Wacana dengan Penerapannya pada Beberapa Wacana. Dalam Bambang Kaswanti Purwo (ed.). Pellba 6. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia. Kroeger, Paul R. 2005. Analyzing Grammar An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press. Tarigan, H. G. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. Van Leeuwen, Theo. 2008. Discourse and Practice: New Tools for Critical Discourse Analysis. Oxford: Oxford University Press. Yule, George. 2006. The Study of Language. Third Edition. Cambridge: Cambridge University Press.