BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

BAB. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kesatuan dengan sistem Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB V PENUTUP. dirumuskan kesimpulan sebagaimana berikut: eksekutif dan legislatif hingga ancaman impeachment, maka dari itu

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara di berikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu keniscayaan, perihal konsep dan praktik pemerintahan ataupun

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

BAB III. A. Urgensi Amandemen Undang Undang Dasar tahun 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jean J. Rousseau ( ), telah memperkenalkan kedaulatan

TELAAH TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK 2019

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disingkat Wapres) ialah dipilih secara

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara hukum, hubungan fundamental antara pemerintah dan rakyatnya adalah sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Hubungan tersebut terselenggarakan dengan apa yang dikenal dengan istilah Pemilihan Umum (pemilu). Terlebih untuk sebuah negara demokrasi seperti Indonesia, pemilu menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini dikarenakan pemilu merupakan sebuah prasyarat bagi negara yang berpaham demokrasi, dan demokrasi sendiri merupakan sebuah sistem yang menjunjung tinggi suara rakyat 1. Demokrasi sebagai suatu ide telah dijadikan tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara. Mahfud M.D. mengemukakan: 2 (dua) alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara, yakni, pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya. 2 Oleh karena itu, perlu pemahaman dan pengetahuan yang benar pada warga masyarakat tentang demokrasi. Belakangan ini rakyat Indonesia sedang marak dipertontonkan gejolakgejolak yang terjadi di internal kelembagaan negara, khususnya di lembaga legislatif Indonesia. Seperti yang diketahui, bahwa peranan partai politik dalam 1 Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, hlm. 461. 2 Dede Rosyada, dkk, 2005, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Prenada Media, Jakarta, hlm. 110. 1

2 lembaga legislatif Indonesia sangatlah besar, jumlah anggota DPR sebagai representasi politik dan DPD sebagai representasi regional untuk periode 2014-2019 adalah 692, dimana anggota DPR berjumlah 560 (81%) dan anggota DPD berjumlah 132 (19%). Angka tersebut memperlihatkan besarnya peranan partai politik dalam menjalankan fungsi dan tujuan negara. Jimly Asshiddiqie menambahkan bahwa partai politik memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang menyatakan bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi. 3 Kebebasan berserikat dan berkumpul adalah salah satu produk demokrasi, yaitu termasuk hak untuk membentuk partai politik dan menjadi anggota partai politik. Hak tersebut diatur sesuai pada Pasal 28 dan 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat menjadi UUD Negara RI Tahun 1945), dimana hak tersebut merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang harus diakui dan dijamin oleh negara. Pasal 28 UUD Negara RI Tahun 1945 bahkan telah mengamanatkan kepada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menegaskan sebagaimana dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksudmaksud damai. (2) Setiap warga atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan 3 Jimly Asshiddiqie, 2011, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 283.

3 tuntutan perlindungan, penegakan, dan kemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Implementasi dalam ketatanegaraan, khususnya kebebasan untuk mendirikan partai politik di Indonesia selalu mengalami dinamika sejalan dengan dinamika ketatanegaraan dan sistem politik yang berlaku. Abdul Mukhtie Fadjar mengutip argumen Arief Hidayat, bahwa semakin demokratis sistem politik, semakin longgar pendirian partai politik, dan sebaliknya, semakin otoriter sistem politik, semakin ketat pula pembentukan partai politik. 4 Artinya bahwa terjadi pula pergeseran dalam tafsir prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul. Setelah perubahan UUD Negara RI Tahun 1945, kedudukan dan peranan partai politik menjadi semakin strategis. Secara konstitusional, peranan partai politik terlihat jelas pada beberapa Pasal UUD Negara RI Tahun 1945 berikut: Pasal 22E ayat (3): Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. Pasal 6A ayat (2): Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Begitu juga Kepala Daerah yaitu calon pasangan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, serta pasangan Walikota dan wakil Walikota ditegaskan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, adalah sebagai berikut: 4 Abdul Mukthie Fadjar, 2013, Partai Politik dalam Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia, Setara Press, Malang, hlm. 2.

4 Pasal 1 angka 3: Calon Gubernur dan calon wakil Gubernur adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum. Pasal 1 angka 4: Calon Bupati dan calon wakil Bupati, calon Walikota dan calon wakil Walikota adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum. Hal tersebut di atas selain memperlihatkan bagaimana besarnya peran partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Undang-Undang organik yang mengatur lebih lanjut mengenai kepartaian haruslah diatur sedemikian rupa sehingga mencakup seluruh fungsi partai politik secara tegas, jelas, dan demokratis. Selain besarnya peran partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, Pasal 22E ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 menegaskan bahwa Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DRPD, dan juga Presiden dan Wakil Presiden, dalam artian baik Presiden maupun anggota legislatif sama-sama dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Demikian baik Presiden maupun kelembagaan legislatif sama-sama merasa memiliki legitimasi yang sama kuatnya dalam menyelenggarakan pemerintahan, sehingga sering kali hubungan antara kedua lembaga tersebut memanas dan kurang bersinergi dengan baik. Abdul Mukhtie Fadjar mengemukakan bahwa pada dasarnya fungsi partai politik secara umum dalam negara demokrasi modern mencakup: 1. Sebagai sarana komunikasi politik, yaitu di satu pihak merumuskan kepentingan (interest articulation) dan menggabungkan atau menyalurkan kepentingan (interest aggregation) masyarakat untuk disampaikan dan diperjuangkan kepada pemerintah, sedangkan di pihak lain juga berfungsi menjelaskan dan menyebarluaskan kebijaksanaan pemerintah kepada masyarakat;

5 2. Sebagai sarana sosialisasi politik, yaitu proses dimana seseorang memperoleh pandangan, orientasi, dan nilai-nilai dari masyarakat di mana dia berada. Proses tersebut juga mencakup proses di mana dia berada. Proses tersebut juga mencakup proses di mana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya; 3. Sebagai sarana rekrutmen politik (instrument of political recruitment), yakni proses melalui mana partai mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik. Rekrutmen politik akan menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, dan sekaligus merupakan salah satu cara untuk menyeleksi para calon pimpinan partai atau pemimpin bangsa; 4. Sebagai sarana pengatur konflik, yakni bahwa dalam negara demokratis yang masyarakatnya terbuka dan plural, perbedaan dan persaingan pendapat sangatlah wajar, akan tetapi sering menimbulkan konflik sosial yang sangat luas. Oleh karena itu, konflik harus bisa dikendalikan atau dijinakkan agar tidak berlarut-larut menggoyahkan dan membahayakan eksistensi bangsa. Dalam hal ini, partai politik dapat berperan menekan konflik seminimal mungkin. 5 Adapun fungsi partai politik menurut Pasal 11 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik adalah sebagai berikut: (1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana: a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; d. Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Disamping besarnya peranan yang dimiliki oleh partai politik, partai politik juga kerap mendapatkan keuntungan dengan kebijakan Presiden yang membagi-bagi kursi menteri kepada anggota partai, karena memang belum ada larangan bagi anggota partai untuk menjabat jabatan menteri. Pertimbangan untuk 5 Ibid., hlm. 18.

6 melibatkan hampir semua partai politik dalam kabinet telah menyebabkan sistem pemerintahan presidensial Indonesia cenderung tampil dengan model pemerintahan parlementer. Kendati pun Indonesia dengan sistem pemerintahan presidensialnya memberikan hak prerogatif kepada presiden untuk menyusun kabinet, namun kuatnya intervensi partai politik dalam suatu pemerintahan multipartai yang dianut di Indonesia telah mereduksi hak prerogatif presiden dalam menyusun kabinet, sehingga kabinet professional sulit dilakukan karena kabinet koalisi sulit dihindari. Masalah selanjutnya adalah terbukanya peluang dualisme loyalitas (split loyalty) menteri dari unsur partai politik, dimana pengangkatan menteri cenderung atas pertimbangan presiden terhadap rekomendasi partai politik daripada atas dasar kompetensi dan profesionalisme. Hal ini juga menyiratkan bahwa jabatan menteri cenderung merupakan sekedar hadiah dari presiden kepada partai politik yang berkoalisi dalam pemenangan pemilihan presiden. Pada kenyataannya, dominasi kepentingan partai politik di dalam tubuh parlemen yang jumlahnya tak terkendali telah mengakibatkan tarik ulur kepentingan antara presiden dan DPR, yang terkadang menjadikan kepentingan rakyat menjadi kepentingan residu atau kepentingan sisa yang diakomodir setelah kepentingan partai politik terpenuhi, sehingga sangatlah penting untuk memperhatikan kembali rambu-rambu konstitusional bagi partai politik, dimana Mahkamah Konstitusi (MK) diberikan kewenangan melalui Pasal 24C ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 untuk memutus pembubaran partai politik dan selanjutnya mekanisme pembubaran partai politik oleh MK diatur pada Pasal 68

7 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, bahwa Pemerintah selaku pemohon wajib menguraikan tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang dianggap bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945. Sejalan dengan hak berserikat dan berkumpul sebagaimana amanat Konstitusi, alasan pembubaran partai politik di luar ketentuan Pasal 68 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi dianggap sebagai pelanggaran hak berserikat dan berkumpul. Terlebih pengaturan pada Pasal 68 tersebut menyatakan bahwa pemohon adalah pemerintah, sehingga sangat sulit bilamana pemerintah ingin menggunakan mekanisme pembubaran partai politik tersebut dikarenakan Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan merupakan usulan partai politik itu sendiri. Di Indonesia, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi merupakan akibat dari dianutnya sistem pemerintahan Presidensial, yang dimana Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sekaligus hanya dapat menyelenggarakan pemerintahan yang efektif apabila dukungan Parlemen kepada Presiden kuat. Misalnya ketika terbentuk koalisi partai politik untuk memenangkan Presiden dalam pemilihan umum, koalisi tersebut cenderung bersifat tidak mengikat, dan tidak permanen. Hal ini dikarenakan besarnya jumlah partai di Parlemen yang berpotensi menghambat efektivitas sistem pemerintahan presidensial, seperti yang terjadi pada pemerintahan Presiden Jokowi, dimana Partai Golkar misalnya dan beberapa partai politik lainnya mengalami konflik internal terkait dualisme kepengurusan yang berkepanjangan dalam menentukan sikap politik sebagai koalisi atau oposisi pemerintahan.

8 Sistem pemerintahan presidensial dengan partai-partai kecil dan banyak dalam hubungan parlemen akan menghasilkan kebuntuan (deadlock) dalam hubungan parlemen dengan lembaga eksekutif. 6 Banyaknya jumlah partai politik dalam parlemen ditambah oleh adanya pemilihan umum yang berbeda untuk memilih anggota-anggota parlemen dan presiden menyebabkan kemungkinan terjadinya perbedaan partai yang menguasai parlemen dengan partai yang memerintah. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, dalam situasi seperti ini perlu dilakukan penelitian yang mendalam dan atas dasar kesepakatan bersama mengenai penyederhanaan jumlah partai politik dalam Parlemen guna mewujudkan sistem pemerintahan presidensial yang efektif. Sesuai ketentuan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik jo. Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dikenal mekanisme electoral threshold dan juga parliamentary threshold, yang merupakan mekanisme yang bertujuan untuk menyederhanakan jumlah partai politik dalam pemilihan legislatif, maupun menyederhanakan jumlah partai dalam Parlemen. Penulis akan menelaah secara komprehensif dan mendalam mengenai penggunaan konsep electoral threshold dan parliamentary threshold dalam kaitannya dengan penggunaan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia, termasuk menganalisis produk hukum (judicial review) yang diputus oleh MK melalui Putusan MK No. 52/PUU-X/2012 mengenai uji materil UU No. 8 Tahun 6 Maswadi Rauf, dalam Moch. Nurhasim, 2009, Sistem Presidensial & Sosok Presiden Ideal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 35.

9 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. Demikian lah berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tesis dengan judul: Ketentuan Parliamentary Threshold terkait Penyederhanaan Jumlah Partai Politik dalam Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan antara ketentuan parliamentary threshold dan penyederhanaan jumlah partai politik dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia? 2. Bagaimana sistem kepartaian yang ideal diterapkan dalam sistem pemerintahan presidensial di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis hubungan antara ketentuan parliamentary threshold dan penyederhanaan jumlah partai politik dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia. 2. Untuk menganalisis sistem kepartaian yang ideal diterapkan dalam sistem pemerintahan presidensial di Indonesia.

10 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Bagi ilmu pengetahuan Memberikan sumbangan pemikiran dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum tata Negara pada khususnya. 2. Bagi pembangungan bangsa dan negara Sebagai bahan masukan kepada lembaga-lembaga Negara maupun organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait dalam rangka menyederhanakan kuantitas partai politik di dalam lembaga Parlemen guna tercapainya sistem pemerintahan presidensial yang efektif. E. Keaslian penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan internet, belum ditemukan karya ilmiah dengan rumusan masalah yang sama dengan tesis ini. Walaupun demikian ada beberapa tulisan dengan topik yang sama, antara lain, pertama, buku yang ditulis oleh Hanta Yuda A.R. dengan judul Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi. 7 Buku ini membahas perpaduan sistem multipartai dan sistem presidensial terhadap struktur dan relasi kekuasaan presiden dalam sudut pandang ilmu politik dan lebih spesifik pada telaah kekuasaan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 7 Hanta Yuda A.R., 2010, Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 8.

11 Kedua, tulisan Saldi Isra dalam buku dengan judul Pergeseran Fungsi Legislasi (Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia). 8 Pada awalnya buku ini merupakan disertasi Saldi Isra yang membahas tentang bergesernya kekuasaan fungsi legislasi di Indonesia yang pada awalnya lebih dimiliki dalam kekuasaan presiden dan beralih ke kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pasca amandemen UUD 1945. Menurut Saldi Isra, purifikasi fungsi legislasi perlu dijadikan ius constituendum untuk menjaga konsistensi dengan sistem pemerintahan presidensial. Ketiga, karya ilmiah berupa tesis yang ditulis oleh Ach. Faidi di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2013 yang berjudul Problematika Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensial dengan Sistem Multipartai di Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. 9 Perumusan masalah dalam tulisan tersebut terdiri dari, pertama, bagaimana problematika legislasi yang terjadi dalam sistem pemerintahan presidensial dengan sistem multipartai di Indonesia pasca amandemen UUD Tahun 1945? Kedua, bagaimana upaya menyelesaikan problematika legislasi tersebut? Pada penelitian yang ditulis oleh Ach. Faidi ini menitikberatkan pada keterhambatan fungsi legislasi ketika sistem multipartai dibenturkan dengan sistem pemerintahan presidensial, dengan kesimpulan bahwa melemahnya kekuasaan presiden dalam hal legislasi akibat meningkatnya pengaruh kekuasaan DPR dalam proses legislasi. Solusi yang ditawarkan adalah penguatan cabang 8 Saldi Isra, 2013, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sitem Presidensial Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 332. 9 Achmad Faidi Haris, 2013, "Problematika Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensial dengan Sistem Multipartai di Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945", Tesis, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, hlm. 118.

12 kekuasaan eksekutif berupa pemberian hak veto kepada presiden untuk menolak atau menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) yang berasal dari parlemen. Keempat, Tesis M. Ilham Habibie di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Tahun 2009 dengan judul Pengaruh Konstelasi Politik terhadap Sistem Presidensial di Indonesia. 10 Terdapat 2 (dua) perumusan masalah dalam tesis tersebut, yaitu, pertama, bagaimana pengaruh konstelasi politik di DPR terhadap sistem Presidensial di Indonesia? Kedua, bagaimana penerapan sistem Presidensial yang ideal di tengan sistem multipartai yang dianut oleh Indoensia? Kelima, disertasi Sunny Ummul Firdaus di Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada tahun 2016 dengan judul "Pembatasan Hak Politik dalam Sistem Demokrasi di Indonesia (Studi tentang Formulasi Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold)". 11 Perumusan masalah dalam tulisan tersebut terdiri dari, pertama, bagaimana ketentuan parliamentary threshold dan electoral threshold dikaitkan dengan pembatasan hak politik dalam sistem demokrasi di Indonesia? Kedua, faktor-faktor apa yang mempengaruhi pembatasan hak politik dalam parliamentary threshold dan electoral threshold pada sistem demokrasi di Indonesia? Ketiga, bagaimana ketentuan pembatasan hak politik melalui parliamentary threshold dan electoral threshold agar sesuai dengan sistem demokrasi di Indonesia? Pada penelitian ini, secara garis besar disimpulkan bahwa ketentuan parliamentary threshold yang digunakan pada 10 M. Ilham Habibie, 2009, "Pengaruh Konstelasi Politik terhadap Sistem Presidensial di Indonesia", Tesis, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 15. 11 Sunny Ummul Firdaus, 2016, "Pembatasan Hak Politik dalam Sistem Demokrasi di Indonesia (Studi tentang Formulasi Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold)", Disertasi, FH UGM, Yogyakarta, hlm. 363.

13 Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 telah mengakibatkan banyaknya suara rakyat yang terbuang, dimana hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat. Solusi yang ditawarkan adalah mengedepankan nilai-nilai demokrasi dengan limitasi suara terbuang dalam pelaksanaan pemilu, atau dengan kata lain menetapkan besaran ambang batas (parliamentary threshold & electoral threshold) dengan nilai yang tidak terlalu tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penulis menyatakan bahwa penelitian ini, yang secara khusus menelaah tentang ketentuan penyederhanaan jumlah partai politik dalam sistem pemerintahan presidensial belum pernah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.