Jurnal Buana Pendidikan Tahun XII, No. 23. Februari 2017 PENGEMBANGAN SEKOLAH INKLUSIF DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN INDEKS FOR INCLUSION

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

Indeks Inklusi dalam Pembelajaran di Kelas yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar

pada saat ini muncullah paradigma baru pendidikan, dimana anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INCLUSIVE EDUCATION IN SMP 23 PADANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

Education and Human Development Journal, Vol. 01. No. 01, September 2016 MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR SUMBERSARI 1 KOTA MALANG

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KELAS XI DKV DI SMK NEGERI 4 PADANG JURNAL

Pendidikan Inklusi di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

Landasan Pendidikan Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK. Kata Kunci : Anak berkebutuhan khusus, TK, pelayanan

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... viii DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

BAB I PENDAHULUAN. Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS PERSEPSI GURU TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF SESUAI LATAR PENDIDIKAN DI KABUPATEN BLITAR

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN INKLUSIF. Oleh Mohamad Sugiarmin

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

JURNAL SKIPSI IMPLEMENTASI PEMENUHAN HAK AKSESIBILITAS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN DASAR DI KOTA YOGYAKARTA STUDI KASUS

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Deklarasi Dhaka tentang

Jaringan Kerja untuk Inklusi. Didi Tarsidi Jurusan PLB, FIP, UPI, Bandung

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah

MANFAAT PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSI UNTUK AUD. Nurul Kusuma Dewi PG PAUD Universitas Sebelas Maret

2016 PELAKSANAAN AKOMODASI KURIKULUM BAHASA INDONESIA BAGI PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA OLEH GURU DI SD NEGERI CIBAREGBEG KABUPATEN SUKABUMI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

IDENTIFIKASI HAMBATAN-HAMBATAN GURU DALAM PEMBELAJARAN DI KELAS III A SEKOLAH INKLUSI SDN GIWANGAN YOGYAKARTA

PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN

PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang layak sesuai kebutuhan dan potensinya.

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals

Transkripsi:

PENGEMBANGAN SEKOLAH INKLUSIF DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN INDEKS FOR INCLUSION Muhammad Nurrohman Jauhari Program Studi PG-PAUD Universitas PGRI Adi Buana Surabaya muhammadnurrohmanjauhari@yahoo.co.id ABSTRACT Inclusive education is to provide education system that provides opportunities for all learners who have the disorder and have intelligence and special talents to participate in education or learning in an educational setting together with the learners in general. The problems that occurred in the implementation of inclusive education include the acceptance of students with special needs; identification and assessment; lack of understanding of teachers to the school curriculum inclusive; fields of energy, duty and authority; classroom management system; learning process; Facilities and infrastructure; the understanding of the school and the community about inclusive schools and children with special needs. To address the issue of implementation of inclusive schools using instruments Index for Inclusion as an effort to develop a suitable school with inclusive value in terms of three dimensions, namely: (1) the dimensions of culture (creating inclusive cultures), (2) the dimensions of policy (producing inclusive policies) and (3) the dimensions of practice (evolving inclusive practices). Each dimension is divided into two sections. namely: cultural dimension consists to build a community (community building), and build inclusive values (establishing inclusive values). Dimension policy consists of the development section the place for all (developing setting for all) and implement support for diversity (organizing support for diversity). While the dimensions of the practice consist of sections to learn and play together (orchestrating play and learning) and mobilization of resources (Mobilizing resources.) Key Word: inclusive school, instumentindex for Inclusion PENDAHULUAN Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Tujuan dari pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan yang 20 seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; serta untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. (Kemdikbud, 2011).

Perkembangan sejarah mempunyai fasilitas serta sarana pendidikan inklusif di Indonesia pembelajaran yang mudah diakses dimulai tahun 1980 yang dinamakan oleh semua anak. Penyelenggara juga program terpadu sebagai pendidikan harus mengembangkan program untuk semua, akan tetapi dalam pembelajaran individual (PPI) bagi menjalankan program terpadu anak-anak berkebutuhan khusus,dan mempunyai masih banyak menyiapkan guru pendamping khusus kekurangan dalam implementasinya yang didatangkan dari sekolah luar sehingga program tidak biasa (SLB) ataupun guru di sekolah dikembangkan lebih lanjut. Dengan umum yang telah memperoleh adanya perkembangan dalam dunia pelatihan khusus (Suparno, dkk, pendidikan maka pada tahun 2004 2007:71-72). Pada tahun 2008, ada 925 diselenggarakan konvensi nasional sekolah inklusif di Indonesia yang yang menghasilkan Deklarasi terdiri dari 790 sekolah mengakui Bandung dengan komitmen 'Indonesia siswa dengan kebutuhan khusus dan menuju pendidikan inklusif'. Untuk 135 sekolah dengan dipercepat memperjuangkan hak-hak anak program untuk berbakat dari TK dengan hambatan belajar, pada tahun hingga sekolah dengan tingkat 2005 diadakan simposium tertinggi (Direktorat Pendidikan internasional di Bukittinggi yang Khusus dikutip dalam Sunardi et all, menghasilkan Rekomendasi Bukit 2011). tinggi yang isinya antara lain Pada kondisi saat ini banyak menekankan perlunya terus sekolah yang mendeklarasikan sebagai dikembangkan program pendidikan sekolah inklusi, permasalahan yang inklusif sebagai salah satu cara terjadi banyak ditemukan sekolahsekolah menjamin bahwa semua anak benarbenar penyelenggara sekolah memperoleh pendidikan dan inklusif belum memahami sepenuhnya pemeliharaan yang berkualitas dan tentang konsep-konsep yang layak. mendasari implementasi dalam Penyelenggara pendidikan sekolah masing-masing. Bahkan tidak inklusif adalah sekolah yang telah jarang ditemukan adanya kesalahan memenuhi beberapa persyaratan yang dalam penyaringan peserta didik telah ditentukan. Ada beberapa dalam memasuki sekolah inklusi persyaratanyang dimaksud karena kurangnya pemahaman diantaranya mempunyai siswa sekolah dan pengambil kebijakan berkebutuhan khusus, mempunyai dalam menerapkan identifikasi dan komitmen terhadap pendidikan asesmen yang baku, kurangnya inklusif, penuntasan wajib pemahaman guru terhadap kurikulum belajarmaupun terhadap komite yang digunakan dalam sekolah sekolah, menjalin kerjasama dengan inklusif. Dalam bidang ketenagaan lembaga-lembaga terkait, dan masih kurangnya pemahaman warga 21

sekolah dalam menjalankan tugas dan dan mengelola dukungan untuk wewenang, pada proses pembelajaran sekolah masih belum melaksanakan keberagaman, segi praktek dengan mengelola proses pembelajaran dan pengelolaan kelas dalam mengembangkan sumber daya pembelajaran. Sarana prasarana anak berkebutuhan khusus dalam sekolah inklusif juga masih banyak ditemui kekurangan serta sosialisasi sekolah manusia atau warga sekolah dalam memahami nilai-nilai yang inklusif untuk menghilangkan diskriminatif pada anak berkebutuhan khusus. tentang sekolah inklusif pada warga Index for Inclusion merupakan sekolah dan warga masyarakat masih instrumen yang mendukung sekolah belum dilakukan sehingga masih ada untuk mengembangkan sebagai ditemukannya diskriminasi pada anak sekolah inklusif dan guru inklusif. berkebutuhan khusus dalam sekolah Index for Inclusion digunakan di inklusif. Hal ini sekaligus menyiratkan banyak negara di dunia sebagai bahwa dalam perjalanan menuju instrumen yang cocok untuk pendidikan inklusi (toward inclusive pengembangan sekolah inklusif dan education), Indonesia masih dokumen disesuaikan dan telah mulai dihadapkan kepada berbagai isu dan dan permasalahan yang kompleks yang harus mendapatkan perhatian serius dan disikapi oleh berbagai digunakan di Kosovo juga sejak tahun 2007, dengan dukungan dari Save the Children. Index for Inclusion merupakan bagian dari rencana strategis untuk pihak yang terkait, khususnya pengaturan pendidikan inklusif bagi pemerintah sehingga tidak Anak berkebutuhan khusus. Pada menghambat hakekat awalnya, Index for Inclusion mulai penyelenggaraan pendidikan inklusif. Untuk mengatasi permasalahan dilaksanakan oleh Save the Children pada tahun 2006 di dua sekolah dari yang komplek dalam pendidikan Kotamadya Prizren ("Ibrahim Fehmiu" inklusif yang terjadi saat ini berbagai dan "Haziz Tola"). Kemudian, pada pihak harus melakukan monitoring tahun 2010, Save the Children dan evaluasi pada setiap sekolah menandatangani Nota Kesepahaman penyelenggara inklusif dengan dengan MEST, terkait untuk menggunakan instrumen Index for pelaksanaan Index for Inclusion (Zabeli Inclusion sebagai upaya & Lulaver, 2014). untukmengembangkan sekolah yang Dalam implementasi sesuai dengan inclusive value yang penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dilihat dari 3 segi antara lain : bermutu, memerlukan proses segi budaya dengan membangun perbaikan yang berkelanjutan dari masyarakat dan menetapkan nilai-nilai setiap instrumen Index for Inclusion yang inklusif, segi kebijakan yang harus dilakukan. Pendidikan memberikan kebijakan dalam inklusif dapat dievaluasi dengan suatu mengembangkan education for all dan indeks yang disebut dengan Index for 22

Inclusion. Index for Inclusion ini pemeriksaan. Indeks dapat dibangun dari tiga dimensi, yaitu: (1) dimensi Budaya ( creating inclusive cultures), (2) dimensi Kebijakan (producing inclusive policies), dan (3) dimensi praktek ( evolving inclusive practices). Setiap dimensi dibagi dalam dua seksi yaitu: Dimensi budaya terdiri atas seksi membangun komunitas ( building community), dan seksi membangun nilai-nilai inklusif (establishing inclusive values). Dimensi kebijakan terdiri atas seksi pengembangan tempat untuk semua (developing setting for all) dan seksi melaksanakan dukungan untuk keberagaman ( organizing support for diversity). Sedangkan dimensi praktik terdiri atas seksi belajar dan bermain bersama ( orchestrating play and learning) dan seksi mobilisasi sumbersumber (mobilizing resources.). PEMBAHASAN 1. Kajian tentang Index for Inclusion a. Pengertian Index for Inclusion Indeks adalah dokumen praktis, yang menunjukkan apa yang dikhususkan pada semua aspek pengaturan. Indeks menyediakan proses yang mendukung evaluasi diri dan pengembangan, yang dibangun di atas pengetahuan dan pandangan praktisi, anak-anak, orang muda, orang tua/wali, anggota lain dari masyarakat sekitarnya serta mereka yang bekerja di pengaturan. Pendekatan mendukung ini untuk meningkatkan pengaturan menawarkan alternatif dalam 23 membantu setiap orang dalam pengaturan untuk menemukan langkah selanjutnya untuk menjadi lebih inklusif ( Booth T, Ainscow M, & Kingston D, 2006). Index for Inclusion menurut Ainscow & Booth (2011) adalah sebuah contoh dari pengembangan, alat evaluasi diri yang telah dirancang khusus untuk mendukung dan membantu dengan proses pengembangan pendidikan inklusif. Indeks ini dapat dimodifikasi dan disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan lembaga individu dan dimaksudkan untuk mendukung refleksi kritis dan tindakan melalui proses evaluasi diri dan evaluasi (Avau et all, 2012). b. Dimensi Indeks Dimensi dalam Index for Inclusion mencakup 3 dimensi, yaitu (Booth T, Ainscow M & Kingston D, 2006): 1. Dimensi A Menciptakan Budaya Inklusif Dimensi ini tentang menciptakan sebuah jaminan, penerimaan, kolaborasi, stimulasi komunitas, dimana setiap orang merasa dihargai. Nilai-nilai inklusif diberikan dan disampaikan kepada semua pelaksana, anakanak, direksi pimpinan/pemerintah dan orang tua atau wali. Prinsip dan nilainilai dalam keputusan panduan budaya inklusif tentang kebijakan dan praktik waktu ke

waktu. Sehingga perkembangan Setiap dimensi terbagi akan terus berlanjut. menjadi 2 bagian untuk lebih 2. Dimensi B Menghasilkan lanjut dapat berfokus terhadap Kebijakan Inklusif apa yang lebih dibutuhkan dalam Pada dimensi inklusi ini meningkatkan aktifitas. Dimensi menyebarkan semua rencana dan bagian tersebut terdiri atas untuk pengaturan. Kebijakan kerangka konsep untuk partisipasi kepada anak-anak dan menyusun pengembangan praktisi saat mereka bergabung rencana dan dapat menjadi pada keadaan yang terkait untuk pedoman. Pengaturan menjangkau semua anak pada suatu tempat dan meminimalkan dibutuhkan untuk memastikan bahwa mereka dapat berpindah penekanan ekslusi. Semua kearah yang lebih progresif pada pengaturan mengarahkan kepada area ini dan dapat menggunakan strategi perubahan inklusi. indicator atau pertanyaan untuk Support merupakan bagian dari menolong lebih spesifik terhadap aktifitas yang meningkatkan apa yang mereka ingin lakukan kapasitas dalam respon (Booth T, Ainscow M & Kingston menghadapi perbedaan. D, 2006). Setiap bagian terdiri 3. Dimensi C Mengembangkan atas beberapa indikator. Hal ini Praktek Inklusif untuk mengaspirasikan bahwa Dimensi ini adalah tentang betapa pentingnya aspek mengembangkan aktivitas yang penagturan dalam memulai mencerminkan kepada budaya peninjauan yang luas terhadap dan kebijakan inklusif. Aktivitas inklusi. Dari masing-masing dibuat untuk merespon terhadap perbedaan pada anak-anak dan remaja yang berada pada suatu indikator kemudian dibagi atas beberapa pertanyaan (Lampiran) (Booth T, Ainscow M & Kingston lingkungan komunitas. Anakanak D, 2006). Index for Inclusion didorong untuk terlibat terdiri dari beberapa bagian, aktif, mampu menggambarkan dengan masing-masing dari pengetahuan dan pengalaman mereka mengandung 5-11 mereka diluar. Praktisi indikator. Setiap indikator mengidentifikasi sumber materi merupakan aspek penting untuk dari masing-masing mereka, sekolah meskipun beberapa lebih manajemen pemerintah, anakanak spesifik terhadap beberapa dan remaja, orang tua atau masalah, seperti kaum minoritas, wali, dan komunitas setempat anak-anak dengan kebutuhan yang dapat menggerakkan khusus, tercermin dalam semua support permainan, indikator. setiap indikator telah pembelajaran, dan partisipasi. dijelaskan oleh sejumlah 24

pertanyaan. Situasi saat ini di dan anggota dari komunitas sekolah, memberikan ide-ide tambahan untuk kegiatan pembangunan, dan berfungsi sebagai kriteria kemajuan (Zabeli N & Lulavere B, 2014). c. Proses Indeks Proses indeks terdiri dari 5 fase ( Booth T, Ainscow M & Kingston D, 2006): 1. Persiapan dengan Indeks, a) Menetapkan sebuah rencana dalam kelompok b) Meninjau terhadap pendekatan sebuah perencanaan c) Meningkatkan kesadaran terhadap indeks d) Menyelidiki panduan pengetahuan yang telah ada oleh pedoman konsep dan kerangka perencanaan e) Memperdalam penyelidikan menggunakan indikator dan pertanyaan f) Mempersiapkan untuk bekerja dengan orang lain. 2. Mendapatkan Informasi tentang sekolah, a) Mengeksplor pengetahuan dan ide dari praktisi dan manajemen ketua atau komite b) Mengeksplor pengetahuan dan ide dari dari anak-anak atau remaja c) Mengeksplor pengetahuan dan ide dari orang tua/ wali 25 setempat d) Memutuskan prioritas pengembangan 3. Menyusun rencana sekolah untuk pendidikan inklusif. a) Meninjau prioritas untuk kerangka perencanaan b) Menempatkan yang diprioritaskan kedalam rencana pengembangan 4. Mendukung Pengembangan a) Menempatkan perencanaan menjadi sebuah aksi b) Mempertahankan pengembangan 5. Meninjau proses Panduan - Evaluasi. a) Meninjau dan mencatat kemajuan b) Meninjau kerja ke dalam indeks c) Melanjutkan proses indeks. d. Pendekatan dalam mengembangkan Indikator Index for Inclusion Pendekatan untuk mengembangkan indikator ini dapat berupa: 1. Membentuk tim koordinasi partisipatori. 2. Menyiapkan materi untuk menstimulasi diskusi yang didasarkan pada pernyataanpernyataan tentang inklusi dari berbagai dokumen internasional, studi kasus, dan definisi pendidikan inklusif. 3. Menggunakan pendekatan partisipatori untuk membuat

daftar nilai-nilai, keyakinan dan yang lebih tinggi pada beberapa prinsip inti yang berkaitan anak-anak karena kemajuan dengan pendidikan inklusif. mereka dalam perkembangan fisik 4. Mendapatkan opini dari dan pencapaian, mengakui bahwa kelompok-kelompok yang paling anak-anak berbeda satu sama lain termajinalisasi dan tersisihkan: tidak berarti mereka semua harus perempuan, anak-anak, terlibat dalam tugas individu penyandang cacat, orang usia tetapi memahami cara-cara lanjut. beragam diantara mereka melalui 5. Masukkan kedalam kategori pengalaman bersama (Booth T, sederhana misalnya isu Ainscow M, & Kingston D, 2006). kebijakan, kurikulum, Staub dan Peck (1995) pelatihan, pembangunan mengemukakan bahwa sekolah dan lain-lain yang pendidikan inklusif adalah kemudian dapat diubah dan penempatan anak berkelainan disesuaikan kembali. tingkat ringan, sedang, dan berat 6. Didalam setiap kategori secara penuh di kelas reguler. Hal tersebut, deskripsikan perilaku, ini menunjukkan bahwa kelas keterampilan, pengetahuan dan reguler merupakan tempat belajar perubahan konkret yang akan yang sesuai bagi anak berkelainan, menunjukkan nilai-nilai, apapun jenis kelainannya dan keyakinan, prinsip-prinsip yang bagaimanapun gradasinya benar dipraktekkan. (Kemdikbud, 2011). 2. Kajian tentang Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Inklusi dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan berprinsip untuk bertindak dalam pendidikan dalam masyarakat yang meliputi komitmen seperti gagasan-gagasan bahwa setiap kehidupan dan kematian mempunyai nilai yang sama. Inklusi meminimalkan semua hambatan dalam perbedaan dan persamaan pada anak-anak dan remaja dengan menghargai semua perbedaan diantara orang-orang, menghindari penempatan nilai 26 b. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Penyelenggaraan pendidikan inklusif didasarkan pada beberapa prinsip, sebagai berikut (Kemdikbud, 2011): 1. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu. Pendidikan inklusif merupakan filosofi dan strategi dalam upaya pemerataan kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan yang memungkinkan dapat memberikan akses pada semua

anak dan menghargai perencanaan, pengorganisasian, perbedaan. pengarahan, pengoordinasian, 2. Prinsip keberagaman. Adanya pengawasan dan perbedaan individual dari sisi pengevaluasian, baik yang kemampuan, bakat, minat, serta berkaitan dengan kebutuhan perserta didik, peserta didik, kurikulum, sehingga pendidikan ketenagaan, sarana dan hendaknya diupayakan untuk prasarana serta menyesuaikan dengan penataan lingkungan. kebutuhan dan karakteristik 2. Sekolah menyediakan kondisi individual peserta didik. kelas yang hangat, ramah, 3. Prinsip kebermaknaan. menerima Pendidikan inklusif harus keanekaragaman,dan menciptakan dan menjaga menghargai perbedaan. komunitas kelas yang ramah, 3. Sekolah menyiapkan sistem menerima, keragaman dan pengelolaan kelas yang mampu menghargai perbedaan, serta mengakomodasi heterogenitas bermakna bagi kemandirian kebutuhan khusus peserta peserta didik. 4. Prinsip keberlanjutan. didik. 4. Guru memiliki kompetensi Pendidikan inklusif pembelajaran bagi semua diselenggarakan secara peserta didik berkelanjutan pada semua jenis, termasuk kompetensi jalur dan jenjang pendidikan. pembelajaran bagi peserta didik 5. Prinsip keterlibatan. berkebutuhan khusus. Penyelenggaraan pendidikan 5. Guru memiliki kemampuan inklusif harus melibatkan dalam mengoptimalkan peran seluruh komponen pendidikan orang tua, tenaga profesional, terkait. organisasi profesi, lembaga swadaya c. Implikasi Manajerial Pendidikan masyarakat (LSM), dan komite Inklusif sekolah dalam kegiatan Untuk mengoptimalkan perencanaan, pelaksanaan, dan layanan pendidikan di sekolah evaluasi pembelajaran di penyelenggara pendidikan sekolah. inklusif, dalam pengelolaannya perlu memperhatikan hal-hal d. Implementasi Pendidikan Inklusi berikut (Kemdikbud, 2011): Dalam merencanakan 1. Sekolah menerapkan sistem pendidikan inklusif, tidak cukup manajemen berbasis sekolah dengan memahami konsepnya dalam saja. Sebuah rencana juga harus 27

realistis dan tepat. Pengalaman pendidikan inklusif yang sukses tidak, solusi tersebut tidak akan bertahan lama. menunjukkan bahwa ada 3 faktor 3. Partisipasi yang penentu utama yang perlu berkesinambungan dan refleksi diperhatikan agar implementasi diri yang kritis darah pendidikan inklusif bertahan lama, yaitu : 1. Adanya kerangka yang kuatrangka:pendidikan kehidupannya :Pendidikan inklusif tidak akan berhasil jika hanya merupakan struktur yang inklusif mati. pendidikan inklusif perlu merupakan proses yang didukung oleh kerangka nilainilai, dinamis, dan agar pendidikan keyakinan, prinsip- inklusif terus hidup, diperlukan prinsip, dan indikator adanya monitoring partisipatori keberhasilan. Ini akan yang berkesinambungan, yang berkembang seiring dengan melibatkan semuq stakeholder implementasinya dan tidak dalam refleksi diri yang kritis. harus disempurnakan Satu prinsip inti dari sebelumnya. Tetapi jika pihakpihak pendidikan inklusif. yang terlibat mempunyai konflik nilai-nilai dan lain-lain, dan jika konflik SIMPULAN Dalam mengatasi permasalahan tersebut tidak diselesaikan dan yang terjadi dalam implementasi disadari, maka pendidikan pendidikan inklusif meliputi inklusif akan mudah ambruk. penerimaan peserta didik 2. Implementasi berdasarkan berkebutuhan khusus; identifikasi dan budaya dan konteks asesmen; kurangnya pemahaman guru lokalnya:pendidikan inklusif terhadap kurikulum sekolah inklusif; bukan merupakan suatu cetak bidang ketenagaan, tugas dan biru. Satu kesalahan utama wewenang; sistem pengelolaan kelas; adalah asumsi bahwa solusi proses pembelajaran; Sarana dan yang diekspor dari suatu prasarana; pemahaman warga sekolah budaya/konteks dapat dan masyarakat tentang sekolah mengatasi permasalahan dalam inklusif dan anak berkebutuhan budaya/konteks lain yang sama khusus dengan cara menggunakan sekali berbeda. Lagi-lagi, instrumen Index for Inclusion sebagai berbagai pengalaman upaya untukmengembangkan sekolah menunjukkan bahwa solusi yang sesuai dengan harus dikembangkan secara inclusivevalueditinjau dari tiga dimensi, lokal dengan memanfaatkan yaitu: (1) dimensi Budaya ( creating sumber-sumber daya lokal; jika inclusive cultures), (2) dimensi Kebijakan ( producing inclusive policies), 28

dan (3) dimensi praktek ( evolving Kementerian Pendidikan dan inclusive practices) agar penyelenggara Kebudayaan, 2011. Pedoman sekolah inklusif dapat memonitoring Umum Penyelenggaraan dan mengevaluasi sekolah masingmasing Pendidikan Inklusif (Sesuai untuk mengembangkan, Permendiknas No 70 Tahun 2009). menjadi tolak ukur dan menerapkan Jakarta: Direktorat PPK-LK, nilai-nilai inklusif yang tanpa Pendidikan Dasar Kementrerian diskriminasi. Pendidikan dan Kebudayaan. Sunardi, Mucawir Y, Gunarhadi, DAFTAR PUSTAKA Priyono, & John LY, June 2011. Avau G, P.M.F.W.K.C.e.a., 2012. The Implementation ofinclusive Analysis of the use and value of the Education for Students with Index for Inclusion (Booth& Special Needs in Indonesia. Ainscow 2011) and other Excellence in Higher Education, instruments to assess and develop Vol. 2 (No. 1), pp.pp. 1-10. inclusive education practice in P2i Suparno, dkk. (2007). Pendidikan Anak partner countries. Berkebutuhan Khusus (Bahan Brussels/Tilburg, Fontys OSO.: AjarCetak). Jakarta: Dirjen DIKTI EASPD. Departemen Pendidikan Booth T, Ainscow M, Kingston D, Nasional. 2006. Index for inclusion: Zabeli N & Lulavere B, 2014. Index For Developing play, learning Inclussion: Facts and Opinions. andparticipation in early years and Prishtina, Kosovo:Save the childcare. Centre for Studies on Children. Inlusive Education (CSIE). 29