BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah pembiayaan diberikan. Namun, NPF dan NPL terjadi pada sistim

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. usaha yang dibiayainya. Risiko ini dapat diatasi dengan cara memberikan

ANALISIS PENGARUH PEMBIAYAAN UMKM, KUK, CAR DAN BOPO TERHADAP KREDIT BERMASALAH PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA. Masyithah Safira Arimbi

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

UCAPAN TERIMA KASIH...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank sebagai lembaga keuangan adalah bagian dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

BAB 5 PENUTUP. normal. Berdasarkan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas,

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode pendekatan syariah Islam yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami. perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sistem keuangan dunia. perkembangan perekonomian dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banking atau disebut juga Interest Free Banking. Menurut Muhammad. produknya dikembangkan berdasarkan Al-Qur an dan Hadist.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB II LANDASAN TEORI. meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah),

BAB 1 PENDAHULUAN. (Nopirin, 2009:34). Kelangkaan dana yang dimiliki dunia perbankan memicu

BAB 1 PENDAHULUAN. proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Sebagai bagian dari sistem

BAB V PENUTUP. likuiditas (CR) dan financial leverage (DR) terhadap profitabilitas pada perusahaan

BAB V PENUTUP. independen yang berupa Return On Asset (ROA), BOPO, Financing to Deposit Ratio

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian analisis berganda (OLS) mengenai pengaruh

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh BI-Rate Terhadap Tingkat Pembiayaan Produktif Di BMT

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Risiko Kredit oleh Non Performing Financing (NPF) dengan menggunakan Non Performing Financing (NPF) berpengaruh

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia menunjukan arah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur an

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi

BAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. bunga yang sangat tinggi. Hingga saat ini, sistem pengkreditan bank sudah merata

hidup rakyat (Anshori:2009:226). Mengingat semakin berkembangnya zaman

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bunga baik tabungan, deposito, pinjaman, dll.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengaruh Simpanan dan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Kinerja. Muamalat dalam menerapkan sistem bagi hasil Mudharabah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi (financial intermediary) yaitu lembaga keuangan yang berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. uang. Secara umum pengertian bank adalah sebuah lembaga intermediasi

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang tumbuh berkisar 8%. (Otoritas Jasa Keuangan, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai perantara (financial intermediary) bagi mereka yang memiliki dana

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, perbankan menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah merupakan organisasi profit oriented business yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggraini Pudji Lestari (2010) dengan topik Pengaruh rasio Likuiditas, Kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank syariah secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyaluran kredit maupun pembiayaan merupakan fokus dan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Lembaga Keuangan atau yang lebih khusus lagi disebut

I. PENDAHULUAN. penunjang pembangunan ekonomi. Pengelolaan bank dituntut untuk senantiasa

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi dkk (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan prinsip bagi hasil dan menghindari unsur-unsur spekulatif yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya.

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH. Oleh : Junaedi,SE,M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. Dimana uji tersebut menggunakan uji-t yang dilakukan untuk membuktikan

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah Rasio yang memperlihatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dengan ditandai adanya krisis global di Amerika Serikat, pada tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan stabilitas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. memberikan jasa bank lainnya (Martono, 2010 : 37). Tujuan fundamental bisnis

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan stabil. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbankan syariah merupakan institusi yang memberikan pelayanan jasa

Transkripsi:

9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing atau NPF muncul karena masalah yang terjadi dalam proses persetujuan pembiayaan di internal bank, atau setelah pembiayaan diberikan. Namun, NPF dan NPL terjadi pada sistim yang berbeda. Sistim perbankan syariah memiliki faktor fundamental yang dapat menahan timbulya NPF agar tidak meluas; tetapi, sistim perbankan konvensional memberikan peluang yang lebih besar untuk terjadinya NPL. Sebagai pengganti bunga, bank syariah mengfokuskan diri pada perolehan keuntungan dari transaksi bersama nasabahnya. Keuntungan dari usaha tidak ditetapkan di muka, tetapi tergantung pada realisasi nominal yang sesungguhnya. Pada akad murabahah, misalnya, bank membelikan barang yang dibutuhkan, dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan tambahan harga sebagai keuntungan bank. Nasabah dapat mengangsur pembeliannya itu kepada bank. Pada akad ijarah, bank menyewakan barang yang dibeli kepada nasabahnya. Pada akad mudharabah, bank sebagai shahibul mal menyediakan modal untuk membiayai usaha yang dijalankan oleh nasabah sebagai mudharib. Pada akad musharakah, bank dan nasabah membiayai dan menjalankan suatu usaha bersama-sama. Pada akad ini, perolehan keuntungan merupakan

10 common interest bagi bank dan nasabah, yang kemudian akan dibagi berdasarkan nisbah yang ditentukan pada awal hendak bekerja sama. Kepentingan bersama ini dapat mendorong transparansi informasi yang lebih terbuka, dan mengurangi timbulnya moral hazard, bagi setiap pihak dalam bertransaksi, sehingga mengurangi risiko bisnis atau risiko pembiayaan/kredit bagi para pihak. Setiap akad tersebut mengandung unsur keadilan, yaitu keuntungan yang dihalalkan dan dibagi adalah yang merupakan kompensasi terhadap risiko usaha yang ditanggung bersama. Prima kausa dari akad-akad tersebut adalah bukan uang, tetapi barang yang diperjual-belikan pada murabahah, atau barang yang disewakan pada ijarah, atau usaha disektor riil yang diusahakan bersama pada mudharaba/musharakah. Prima kausa ini merupakan underlying transaction, namun bukan yang dilarang seperti alkohol atau makanan yang diharamkan. Prima kausa seperti itu membuat penggunaan dana bank dapat lebih terkontrol, dan dapat menekan risiko sidestreaming dana bank. Uang bersifat fungiable, atau bagaikan air, dan dapat dialirkan sekehendak debitor, dengan menyimpangi perjanjian kredit bank konvensional. Pada akad bank syariah, barang dan jasa/usaha harus dipastikan sejak awal, dan dana bank mengikuti alur barang dan jasa itu. Gharar adalah sifat transaksi yang tidak jelas keberadaan atau karakteristik dari prima kausa-nya, seperti ikan di laut, atau memiliki risiko yang tidak perlu, atau salah satu pihak tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap prima kausa atau transaksi itu; sehingga membuat

11 kedudukan para pihak menjadi tidak seimbang. Maysir adalah sifat transaksi yang untung-untungan, atau bersifat judi. Perjudian sangat dilarang. Pembiayaan dengan prima kausa yang di luar sektor riel, seperti produk derivative, cenderung bersifatmaysir; sekaligus menambah risiko menjadi lebih besar. Di tahun 1929-1930, pembiayaan (pembelian) saham yang meluas di Amerika merupakan penyebab utama timbulnya Depresi Besar di Negara itu. Harga saham bersifat fluktuatif dengan turun-naik secararandom, atau disebut random walk, sehingga bersifat spekulatif. Tidaklah heran hal tersebut dapat terjadi, karena menurut Keynes, uang memang dapat digunakan untuk berspekulasi, selain untuk bertransaksi dan berjaga-jaga. Di sisi pasiva neraca bank, dana masyarakat bukan berupa utang, melainkan titipan dengan akad wadiah, atau dana investasi dengan akad mudharabah. Dana masyarakat pada bank konvensional, di lain pihak, bersifat utang. Disini terlihat, bahwa bank syariah tidak mengunakan konsep leverage, yaitu menggunakan utang untuk memperbesar keuntungan; tetapi, menambah risiko bisnis atau kredit. Karena dana investasi selalu berjangka, kemungkinan run on the bank lebih kecil. Di lain pihak, bank dapat mensinkronisasikan risiko dan tingkat keuntungan antara akad mudharabah dengan pemilik dana atau shahibul mal (disini, bank bertindak sebagai mudharib), di sisi pasiva, dengan akad mudharabah dengan nasabah yang diberikan pembiayaan sebagai mudharib (bank sebagai shahibul mal), di sisi aktiva. Sinkronisasi

12 ini dapat mengurangi risiko atau kerawanan bank. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung Rasio Non Performing Financing yaitu: 2. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM, dalam Bab 1 (ketentuan Umum), pasal 1 dari Undang-undang (UU) tersebut, dinyatakan bahwa Usaha Mikro (UMI) adalah usaha produktif milik orang perseorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria UMI sebagai mana diatur dalam UU tersebut. Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari UM atau Usaha Besar (UB) yang memenuhi kriteria UK sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut. Usaha menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari UMI, UK atau UB yang memiliki kriteria UM sebagaimana yang dimaksud UU tersebut. Di dalam UU tersebut kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan UMKM seperti

13 yang tercantum dalam pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau nilai asset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan tahunan. Kriterianya : a. Usaha Mikro adalah unit usaha yang memiliki nilai asset palung banyak Rp 50 juta atau dengan hasil penjualan paling besar Rp 300 juta. b. Usaha kecil dengan nilai asset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta, hingga maksimum 2,5 milyar. c. Usaha menengah adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih lebih dari 500 juta hingga paling banyak Rp 10 miliar atau memiliki hasil penjualan tahunan di atas Rp 2,5 milyar sampai paling tinggi Rp 50 milyar. Sektor UMKM meliputi beberapa sektor bisnis, seperti (a) Pertanian, (b) Pertambangan dan penggalian, (c) Industri manufaktur, (d) Listrik, gas dan air bersih, (e) Bangunan, (f) Perdagangan, hotel dan restoran, (g) Transportasi dan Telekomunikasi, (h) Keuangan, penyewaan dan jasa, (i) serta jasa-jasa lainnya. Sektor industri seperti makanan, minuman dan tembakau, tekstil, pakaian, kayu, dan sebagainya. Permasalahan umum yang biasanya terjadi pada UMKM yaitu, kesulitan pemasaran, keterbatasan finansial, keterbatasan SDM, masalah

14 bahan baku, keterbatasan teknologi, kemampuan manajemen dan kemitraan. Adapun rumus untuk menghitung UMKM, sebagai berikut : 3. Kredit Usaha Kecil (KUK) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari UM atau Usaha Besar (UB) yang memenuhi kriteria UK sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM. Yang membedakan antara UMKM dan KUK yaitu KUK hanya usaha kecil yang memiliki nilai asset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta, hingga maksimum 2,5 milyar. Sedangkan UMKM sudah mencakup KUK dengan nilai kekayaan bersih lebih dari 500 juta hingga paling banyak Rp 10 miliar atau memiliki hasil penjualan tahunan di atas Rp 2,5 milyar sampai paling tinggi Rp 50 milyar. Adapun rumus untuk menghitung Kredit Usaha Kecil yaitu sebagai berikut:

15 4. Teori Capital Adequacy Ratio (CAR) CAR adalah rasio kecukupan modal bank atau merupakan kemampuan bank dalam permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian didalam perkreditan atau dalam perdagangan suratsurat berharga. CAR menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai untuk menunjang kebutuhannya dan sebagai dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Rasio permodalan ini merupakan komponen kecukupan pemenuhan KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) terhadap ketentuan yang berlaku (SE Bi No.6/23/DPNP Jakarta, 31 Mei 2004). Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter menetapkan ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan setiap bank. Ketentuan pemenuhan permodalan minimum bank disebut juga Capital Adequacy Ratio (CAR), ketentuan CAR adalah 8%. Rasio CAR diperoleh dari modal yang dibagi dengan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko). Perhitungan modal dan ATMR berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang KPMM yang berlaku. Secara matematis CAR dapat dirumuskan sebagai berikut : X 100%

16 Berdasarkan penelitian semakin tinggi rasio CAR maka semakin besar kemampuan bank dalam menggunakan modalnya untuk membiayai aktiva bank yang mengandung risiko, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. CAR mencerminkan modal sendiri perusahaan, semakin tinggi CAR berarti semakin tinggi modal sendiri untuk mendanai aktiva produktif, semakin rendah biaya dana yang dikeluarkan oleh bank. Semakin rendah biaya dana maka semakin meningkatkan perubahan laba bank (Muljono 1999 dalam Erna 2010). Jadi, semakin kecil risiko suatu bank maka semakin besar keuntungan yang diperoleh bank. CAR juga biasa disebut sebagai rasio kecukupan modal, yang berarti jumlah modal sendiri yang diperlukan untuk menutup risiko serta membiayai seluruh benda tetap dan inventaris bank (Mudrajad dan Suhardjono, 2002). 5. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Rasio efisiensi ini sering digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil dan profitabilitas meningkat. (Lukman Dendawijaya. 2001). Berikut adalah rumus untuk menghitung BOPO :

17 BOPO merupakan upaya bank untuk meminimalkan risiko operasional yang merupakan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank. Risiko operasional berasal dari kerugian operasional bila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank, dan kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa-jasa dan produkproduk yang ditawarkan. B. Hasil Penelitian Terdahulu Pada bagian ini memuat tentang penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang mendasari pemikiran penulis dan menjadi pertimbangan dalam penyusunan skripsi ini. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Silvia Eka F. (2005), Yoga Ditria, dkk (2008), Muntoha Ihsan (2011), Raimond Tandris, dkk (2014), Irman Firmansyah (2014), Drs. Sri Padmantyo, MBA dan Drs. Agus Muqorobin, MM (2011), Oktaviani (2012), Zakiyah Dwi Poetry dan Yulizar D Sanrego (2011), Nurhayati Siregar (2004), Mares Suci Ana Popita (2013). Silvia Eka (2005) meneliti tentang Analisis Pengaruh Pertumbuhan GDP, Inflasi, BI Rate dan Nilai Tukar Terhadap Kredit Bermasalah Pada Bank Konvensional dan Syariah. Variabel yang digunakan adalah NPF, NPL, GDP, Inflasi, BI Rate dan nilai tukar. Hasil analisa menunjukkan bahwa pertumbuhan GDP, Inflasi (IHK), BI Rate, dan Nilai tukar rupiah terhadap dollar secara bersama-sama berpengaruh pada NPL bank konvensional. Variabel yang berpengaruh signifikan pada NPL bank konvensional dalam jangka panjang adalah pertumbuhan GDP, Inflasi (IHK), BI Rate, dan Nilai

18 tukar rupiah terhadap dollar. Sedangkan dalam jangka pendek hanya nilai tukar yang berpengaruh signifikan terhadap NPL. Sedangkan pada NPF bank Syariah menunjukkan hasil bahwa Pertumbuhan GDP, Inflasi (IHK), BI Rate, dan Nilai tukar rupiah terhadap dollar secara bersama-sama berpengaruh pada NPF bank syariah. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap NPF dalam jangka panjang adalah BI Rate dan nilai tukar. Dalam jangka pendek, keempat variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini tidak signifikan berpengaruh pada NPF. Terlihat bahwa dalam jangka panjangpun hanya dua variabel dari empat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap NPF. Yoga Ditria dan kawan-kawan (2008) meneliti tentang Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Jumlah Ekspor Terhadap Tingkat Kredit Perbankan. Variabel yang digunakan yaitu NPL, NPF, suku bunga, nilai tukar dan ekspor. Hasil analisis penelitian tersebut menunjukkan bahwa Jumlah ekspor mempengaruhi paling besar jumlah kredit modal kerja, diikuti oleh kredit konsumsi dan terakhir kredit investasi. Nilai tukar rupiah terhadap USD berpengaruh paling besar terhadap kredit modal kerja, diikuti oleh kredit konsumsi dan terakhir kredit investasi. Muntoha Ihsan (2011) meneliti tentang Pengaruh GDP, Inflasi Dan Kebijakan Jenis Pembiayaan Terhadap Rasio Non Performing Financing bank Umum syariah Di Indonesia Periode 2005-2010. Variabel yang digunakan yaitu NPF, GDP, Inflasi, kebijakan jenis pembiayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel independen secara simultan

19 berpengaruh terhadap rasio non performing financing. Sedangkan secara parsial variabel GDP, Inflasi, RR tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio NPF. Hanya variabel Rasio alokasi piutang murabahah dibanding alokasi pembiayaan profit loss sharing (RF) yang berpengaruh signifikan terhadap NPF. Raimond Tandris dan kawan-kawan (2014) meneliti tentang Suku Bunga, Inflasi Dan Nilai Tukar Pengaruhnya Terhadap Permintaan Kredit Perbankan Di Kota Manado. Variabel yang digunakan yaitu NPL, Inflasi, suku bunga dan nilai tukar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan suku bunga, inflasi, dan nilai tukar berpengaruh terhadap permintaan kredit pada perbankan di kota Manado. Secara parsial menunjukan Suku bunga berpengaruh negatif namun signifikan terhadap terhadap permintaan kredit pada perbankan di Kota Manado. Inflasi tidak berpengaruh terhadap terhadap permintaan kredit pada perbankan di Kota Manado. Nilai tukar berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap permintaan kredit pada perbankan di Kota Manado. Irman Firmansyah (2014) meneliti tentang Determinant of Non Performing Loan: The Case of Islamic Bank In Indonesia. Variabel yang digunakan yaitu NPL, GDP, Inflasi, BPRS dan BOPO. Hasil analisi menunjukkan bahwa GDP berpengaruh negatif terhadap pembiayaan bermasalah, inflasi berpengaruh negatif terhadap pembiayaan bermasalah, likuiditas berpengaruh positif terhadap pembiayaan bermasalah, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) tidak berpengaruh

20 terhadap pembiayaan bermasalah pada BPRS. Jadi, likuiditas BPRS yang diukur dengan Finance to Deposit Ratio (FDR), tidak memediasi pengaruh ukuran bank, BOPO, GDP dan inflasi terhadap pembiayaan bermasalah. Drs. Sri Padmantyo, MBA dan Drs. Agus Muqorobin, MM (2011) meneliti tentang Analisis Variabel Yang Mempengaruhi Kredit macet Perbankan Di Indonesia. Variabel yang digunakan yaitu NPF, NPL, FIN, LOAN, Inflasi, SBI dan GDP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi, SBI dan SWBI tidak berpengaruh terhadap NPF bank syariah. Di sisi lain tingkat NPL bank konvensional sangat tergantung pada tingkat inflasi yang terjadi (positif) dan besarnya LDR (negatif). Oktaviani (2012) meneliti tentang Pengaruh DPK, ROA, CAR, NPL dan jumlah SBI Terhadap Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Umum Go Publik di Indonesia periode 2008-2011). Variabel yang digunakan adalah variabel DPK, ROA, CAR, NPL, Jumlah SBI dan Kredit. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan Dana Pihak Ketiga (DPK), Return On Assets (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Jumlah SBI berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Jumlah SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. ROA dan NPL tidak berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan. Zakiyah Dwi Poetry dan Yulizar D Sanrego (2011) meneliti tentang Pengaruh Variabel Makro Dan Mikro Terhadap NPL Perbankan Konvensional Dan NPF Perbankan Syariah. Variabel yang digunakan yaitu

21 variabel inflasi, suku bunga, SBI, Indeks Produk Industri (IPI), LDR, NPL dan CAR. Penelitian ini menemukan bahwa dalam jangka pendek, tidak ada variabel yang signifikan mempengaruhi NPL dan NPF. Dalam jangka panjang variabel yang signifikan mempengaruhi NPL adalah nilai tukar, IPI, inflasi, SBI, LDR, dan CAR dan signifikan variabel mempengaruhi NPF adalah LNER, lnipi, Inflasi, SBIS, FDR_BS, dan CAR. Menurut hasil IRF, penelitian ini menemukan bahwa NPF perbankan syariah lebih stabil dari NPL di perbankan konvensional untuk menangani makro dan mikro variabel fluktuasi. Menurut variabel FEVD mempengaruhi NPL di perbankan konvensional adalah inflasi dan SBI; variabel yang mempengaruhi NPF di perbankan syariah hanya FDR. Nurhayati Siregar (2004) meneliti tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Dana Perbankan Syariah Di Indonesia. Variabelnya yaitu Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), Dana Pihak Ketiga (DPK), NPF, penyaluran dana atau pembiayaan. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bonus SWBI berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap penyaluran dana. Variabel DPK berepengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran dana. NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran dana. Mares Suci Ana Popita (2013) meneliti pada jurnalnya yang berjudul Analisis Penyebab Terjadinya Non Performing Financing pada Bank Umum Syariah Di Indonesia. Variabel dependennya adalah NPF, variabel independennya yaitu dari faktor eksternal : GDP, SWBI, Inflasi. Sedangkan

22 variabel internalnya : FDR, RR, Total Asset. Hasil analisis menunjukkan bahwa Pertumbuhan GDP riil dan FDR berpengaruh tidak signifikan positif terhadap NPF sedangkan Total Asset mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap NPF. C. Hipotesis Berdasarkan uraian pada pembahasan sebelumnya mulai dari latar belakang hingga pemaparan kerangka teori, maka penulis membangun hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga variabel Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM berpengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap kredit bermasalah pada Bank Syariah (NPF). 2. Diduga variabel Kredit Usaha Kecil (KUK) berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kredit bermasalah pada Bank Syariah (NPF). 3. Diduga variabel CAR berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap kredit bermasalah pada Bank Syariah (NPF). 4. Diduga variabel BOPO berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kredit bermasalah pada Bank Syariah (NPF). 5. Secara bersama-sama UMKM, KUK, CAR dan BOPO berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kredit bermasalah pada Bank Syariah (NPF). D. Kerangka Pemikiran/ Model Penelitian Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan kerangka pikir penelitian yang menjadi dasar sekaligus alur berpikir dalam melihat pengaruh

23 variabel yang menentukan kredit bermasalah pada Bank Syariah. Selanjutnya Informasi mengenai kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut: Variabel Independen UMKM (-) Variabel Dependen KUK (+) Kredit Bermasalah (NPF) (-) CAR (-) BOPO (+) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran/Model Penelitian Dari gambar di atas, penulis ingin mengkaji dan menguji apakah UMKM, KUK, CAR dan BOPO berpengaruh terhadap kredit bermasalah pada Bank Syariah. Untuk mengujinya penelitian ini menggunakan analisis regresi Data Panel.