1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di Indonesia, kejadian longsor merupakan bencana alam yang sering terjadi. Beberapa contoh kejadian yang terpublikasi adalah longsor di daerah Ciregol, Kabupaten Brebes, yang membuat terputusnya jalan nasional penghubung Tegal- Purwokerto dan yang belum lama ini kejadian longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Banjarnegara yang memakan ratusan korban jiwa. (antaranews.com) Tanah longsor merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan atau tanah yang bergerak ke bawah. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya longsor antara lain: hujan, lereng terjal, tanah yang kurang padat dan tebal, batuan yang kurang kuat, jenis tata lahan, getaran baik bersumber dari gempa bumi, ledakan, getaran mesin maupun getaran lalu lintas kendaraan, susut muka air danau atau bendungan, adanya beban tambahan, pengikisan/erosi, adanya material timbunan pada tebing, longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas antara tanah penutup dengan batuan dasar, penggundulan hutan, dan daerah pembuangan sampah (Nandi, 2007). Beberapa parameter tersebut yang merepresentasikan kondisi lapisan permukaan atau site effect seperti tanah yang kurang padat dan tebal, batuan yang kurang kuat serta adanya bidang diskontinuitas antara tanah penutup dengan batuan dasar dapat dianalisis dengan rasio antara komponen horizontal dengan komponen vertikal (HVSR) dari data mikrotremor (Nakamura, 1989). Parameter yang didapatkan dari hasil analisis HVSR berupa frekuensi dominan dan amplifikasi. Adapun beberapa tahapan dalam upaya mitigasi bencana tanah longsor yaitu pemetaan, penyelidikan, pemeriksaan, pemantauan, sosialisasi, dan pemeriksaan bencana longsor. Tahapan pemetaan disini berupa penyajian informasi tentang tingkat kerawanan bencana alam disuatu wilayah, sebagai masukan kepada 1
2 masyarakat dan atau pemerintah/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana. (Nandi, 2007). Pada penelitian ini dititik beratkan pada pemetaan shear strain, kemudian dianalisis dengan parameter kemiringan lereng, dan tata guna lahan dari peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Karangkobar untuk menentukan area rawan longsor. Analisis shear strain dapat digunakan terhadap deformasi lapisan permukaan baik berupa longsor, likuifaksi, rekahan, getaran dan sebagainya. Tinggi rendahnya nilai shear strain suatu area bergantung pula pada site effect area tersebut (Nakamura, 1997). I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka masalah yang dibahas dirumuskan untuk mengetahui nilai shear strain berdasarkan parameter frekuensi dominan dan amplifikasi dari hasil metode HVSR. Tanah longsor yang terjadi di Indonesia biasanya terjadi pada topografi terjal dengan sudut lereng 15 o 45 o (Brahmantyo dan Yuliyanto, 2014). Adapun tingkat kemiringan pada kecamatan Karangkobar diatas 6 o 18 o (Buku Putih Sanitasi Kabupaten Banjarnegara, 2010). Berdasarkan analisis peta rupa bumi lembar Karangkobar, lebih dari 55% desa Karangkobar tergolong ke dalam topografi yang terjal dengan sudut kelerengan sekitar 20,54 o. Disamping itu sekitar 70% tata guna lahan yang ada berupa ladang/sawah (BAKOSURTANAL, 2000), padahal tanah longsor sering terjadi di area ladang atau sawah (Nandi, 2007). Meningkatnya pertumbuhan penduduk dari tahun 2006 hingga 2010 (Lihat tabel I.1) sebesar 2,75% tentunya akan mempengaruhi beberapa faktor penyebab terjadinya longsor seperti tata guna lahan serta getaran yang bersumber dari lalu lintas (Nandi, 2007).
3 Tabel I.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2006 2010 (Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Banjarnegara, 2010) Beberapa informasi yang telah dijelaskan tersebut termasuk berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya longsor. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan pemetaan area rawan longsor di Desa Karangkobar, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara. I.3 Batasan Masalah Penelitian ini memiliki beberapa hal yang menjadi batasan masalah, antara lain: 1. Data yang digunakan adalah rekaman mikrotremor di desa Karangkobar. 2. Penentuan parameter frekuensi dominan dan amplifikasi menggunakan metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectrum Ratio).
4 3. Penentuan nilai shear strain secara empiris menggunakan parameter frekuensi dominan dan amplifikasi. 4. Analisis area resiko rawan longsor menggunakan peta persebaran shear strain, peta topografi, peta tata guna lahan dan peta litologi I.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah: 1. Menentukan persebaran nilai frekuensi dominan di desa Karangkobar. 2. Menentukan persebaran nilai amplifikasi di desa Karangkobar. 3. Menentukan persebaran nilai shear strain di desa Karangkobar. 4. Menentukan area rawan longsor (weak zone) berdasarkan nilai shear strain, kemiringan lereng dan tata guna lahan. I.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang area rawan longsor yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan warga sekitar untuk perencanaan pembangunan infrastruktur di daerah tersebut. I.6 Daerah Penelitian dan Waktu Pengambilan Data Lokasi penelitian berada di desa Karangkobar (dibatasi oleh garis merah pada Gambar 1.1), Kecamatan Karangkobar dengan luasan area penelitian sekitar 1km x 1km. Area pengukuran ini terdapat pada koordinat UTM antara 359041 m sampai 360444 m easting dan 9197366 m sampai 9195780 m northing. Waktu pengukuran penelitian ini dilaksanakan selama 6 hari, yaitu mulai tanggal 1 sampai 6 Agustus 2015.
Gambar 1.1 Peta lokasi Kecamatan Karangkobar 5