BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Tentang Pembelajaran Pelajaran IPA Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut juga sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SAINS (IPA) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik

BAB I PENDAHULUAN. saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 1

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7

materi yang ada dalam suatu pengajaran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan wadah mencerdaskan kehidupan bangsa sebab

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. keluaran ( Output ) dengan kompetensi tertentu. Proses belajar dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap guru harus paham akan pentingnya Ilmu Pengetahuan Alam yang diajarkan di Sekolah Dasar.

BAB I. kedewasaan. Purwanto (2007: 10) menyatakan pendidikan ialah pimpinan yang

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan atau proses sesuatu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab II Landasan Teori

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Djojoesoediro (2010) istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dan ilmu atau pengetahuan. Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya

BAB II LANDASAN TEORI

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Apa itu CTL? M n e g n a g p a a p a h a h r a us u s C TL

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

BAB I PENDAHULAAN. Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya. Hamalik (Jihad dan Haris, 2012: 15) mengatakan tujuan belajar adalah

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

INKUIRI MERUPAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPA (FISIKA) SD/MI AMANAH DALAM KTSP. Disusun Oleh: Edi Istiyono, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) agar siswa memahami konsep-konsep IPA secara sederhana dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetap juga merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

PENINGKATAN MINAT DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM MENGGUNAKAN METODE INQUIRY KELAS IV SEKOLAH DASAR ARTIKEL PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Tentang Pembelajaran Pelajaran IPA 2.1.1 Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut juga sebagai sains (Science) yang berasal dari kata latin scentia pengetahuan tentang faham yang mendalam. Menurut Fowler ( Trianto, 2010:136) Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan, dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, luar angkasa, baik yang bisa diamati oleh indera maupun yang tidak dapat diamati oleh indera. Wahaya (Trianto, 2010: 136) mengatakan bahwa IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai adanya kumpulan fakta, tetapi oleh metode atau sikap ilmiah. Menurut Winaputra (Usman Samatowa, 2011: 3), IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Berdasarkan definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara terbatas pada gejala-gejala alam yang dalam pemecahan masalahnya menggunakan metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, dan terbuka jujur. Dengan begitu, pendidikan IPA di SD diharapakn dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri dan alam sekitar. 2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep yang masih terpadu, belum ada pemisahan misalnya mata pelajaran kimia, biologi, dan fisika. Adapun tujuan pembelajaran sains disekolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dimaksudkan untuk: 6

7 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Menggambarkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (BNSP, 2006: 171). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengajaran IPA mempunyai tujuan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa dan nilai positif melalui proses IPA dalam memecahkan masalah. Siswa akan selalu tertarik dengan lingkungan dan siswa akan mengenal serta dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber ilmu dan sumber belajar. Demikian juga dalam diri siswa akan dapat mengembangkan pikiran melalui lingkungan yang banyak memberikan pengalaman 2.1.3 Ruang Lingkup IPA di SD Ruang lingkup pembelajaran IPA di Sekolah Dasar meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep (Nurhadi, 2005 : 185). Ruang lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah. Sedangkan ruang lingkup konsep mencakup Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi (1) makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan,

8 (2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi: cair, padat, dan gas, (3) energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, (4) bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya (BNSP: 2006). 2.2 Pengertian Model Pembelajaran Menurut Joyce & Weil (1980 dalam Suprihatiningrum 2014: 185), model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk pengajar dikelas. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model mengajar adalah suatu rencana pola yang sudah disusun sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu dalam pengajaran. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan pembungkus proses pembelajaran yang didalamnya terdapat pendekatan, strategi, metode, teknik yang dilakukan dalam pembelajaran. 2.3 Pendekatan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suryanto (Suprihatiningrum, 2014: 176) pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memecahkan berbagai masalah. Berdasarkan pengertian tersebut dapat maknai bahwa pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) pembelajaran yang mengaitkan pengetahuan yang dipelajari kehidupan nyata, serta dapat memecahkan berbagai masalah yang terjadi baik disekolah, keluarga, lingkungan dan masyarakat. Menurut Depdiknas (Suprihatiningrum, 2014: 178) Pendekatan Kotekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dalam dunia nyata siswa membuat

9 hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning konsep belajar yang membantu guru dan siswa dalam mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan nyata. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Contextual Teaching and Learning merupakan pembelajaran yang mengkaitkan konteks pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Ciri pembelajaran kontekstual, yaitu dapat mengkaitkan topik atau konsep yang dipelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari anak dengan perkembangan psikologisnya. Mengkaitkan konteks hobi atau kebutuhan akan membuat anak lebih mudah tertarik untuk memperhatikan konsep yang akan dipelajari. Akibat dari konteks mengkaitkan konteks kehidupan sehari-hari dengan konsep yang dipelajari membuat anak-anak akan lebih mudah memahami sebuah konsep. Pembelajaran kontekstual berkaitan dengan teori psikologis konstruktivis yang diajukan oleh Vygoysky. Didalam teori tersebut mengatakan bahwa anak atau siswa belajar dengan mengkonstruksikan pemahamannya sendiri terhadap apa yang dipelajari. Menurut teori ini juga mengatakan bahwa di dalam pikiran anak terdapat skema semacam gambar atau file komputer yang berisi gambaran pemahaman terhadap sesuatu yang dipelajari. Skema bisa bersifat sangat sederhana, tetapi juga bisa bersifat kompleks tergantung dari tingkat perkembangan dan kemampuan berpikir anak. Contextual Teaching and Learning adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungkan ilmu atau konsep dengan konteks yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

10 Isi merupakan apa yang dipelajari dalam konteks, sementara konteks merupakan lingkungan atau kejadian yang terjadi di suatu tempat dan waktu. Kontes terdiri dari asumsi-asumsi bawah sadar manusia selama bertumbuh, kepercayaan yang dipegang, diperoleh melalui osmosis, serta nilai-nilai yang membentuk pengertian menjadi kenyataan. 2.3.1 Asas-Asas Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Menurut Wina Sanjaya (2009: 264), mengemukakan bahwa Contextual Teaching and Learning merupakan suatu model pembelajaran yang memiliki tujuh asas. Asas-asas ini melandasi pelaksanaan pembelajaran dengan mengggunakan model Contextual Teaching and Learning. Asas-asas ini juga sering disebut sebagai komponen-komppnen Contextual Teaching and Learning. Dibawah ini akan dijelaskan ketujuh asas-asas Contextual Teaching and Learning tersebut. 1. Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan manusia dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Sehingga, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata maupun keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru (Nurhadi, 2002: 10). 2. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL (Nurhadi, 2002: 12). Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Adapun langkah-langkah dalam kegiatan inkuiri adalah:

11 a. Rumusan masalah hipotesis b. Mengamati atau melakukan observasi pengumpulan data c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan lain-lain. d. Mengkomunikasikan/menyajikan hasil karya kepada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain. 3. Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Menurut Nasution (2004: 161), bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk: a. Mendorong anak berpikir untuk memecahkan suatu soal. b. Membangkitkan pengertian yang lama maupun yang baru. c. Menyelidiki dan menilai penguasaan murid tentang bahan pelajaran. d. Membangkitkan minat untuk sesuatu, sehingga timbul keinginan untuk mempelajarinya. e. Mendorong anak untuk menginterpretasi dan mengorganisasi pengetahuan dan pengalamannya dalam bentuk prinsip/generalisasi yang lebih luas. f. Menyelidiki kepandaian, minat, kematangan, dan latar belakang anakanak. g. Menarik perhatian anak atau kelas. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Metode pembelajaran dengan teknik learning community sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompokkelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen yaitu ada yang pandai dan ada yang kurang pandai supaya dapat terjadi komunikasi dua arah (Nurhadi, 2002: 15).

12 5. Pemodelan (Modelling) Pemodelan adalah suatu kegiatan pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu yang dalam pelaksanaannya terdapat model yang bisa ditiru. Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temannya tentang kegiatan yang akan dilakukan. Ada kalanya siswa lebih paham apabila diberi contoh oleh temannya (Nurhadi, 2002: 16). 6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari dan berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Selain itu, refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa diperluas melalui konteks pembelajaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi (Nurhadi, 2002: 18). 7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment) Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah mencari informasi tentang belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran (Nurhadi, 2002: 19). 2.3.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Menurut Nurhadi (2002: 10), sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan komponen-komponen tersebut di atas dalam pembelajarannya. Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah sebagai berikut:

13 a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. d. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan. g. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Dari penjelasan di atas, maka pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL dapat meningkatkan minat belajar Sains (IPA), karena ilmu dan pengalaman yang diperoleh siswa dari menemukan sendiri, siswa dapat bertanya maupun mengajukan pendapat tentang materi yang diajarkan, siswa dapat melakukan kerja kelompok melalui masyarakat belajar, guru dapat melakukan pemodelan, dan dilakukan penilaian yang sebenarnya dari kegiatan yang sudah dilakukan siswa. 2.3.3 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Keunggulan dari Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (Suyadi, 2013: 95). a. Pembelajaran kontekstual dapat mendorong peserta didik menemukan hubungan materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, peserta didik secara tidak langsung dituntut utnuk menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata di lingkungan masyarakat, sehingga mampu menggali, berdiskusi, berpikir kritis, dan memecahkan masalah nyata yang dihadapinya bersama-sama. b. Pembelajaran kontekstual mampu mendorong peserta didik untuk menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan nyata. Artinya, peserta didik tidak hanya diharapkan dapat memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi pelajaran itudapat mewarnai perilaku/tingkah laku (karakter/akhlak) dalam kehidupan sehari-hari.

14 c. Pembelajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi. Artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan peserta didik hanya menerima materi pembalajaran, melainkan dengan cara proses mencari dan menemukan sendiri materi pembelajaran. Kelemahan dari Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning a. CTL membutuhkan waktu yang lama bagi peserta didik utnuk memahami semua materi. b. Guru lebih intensif dalam membimbing, karena dengan metode CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. c. Upaya menghubungkan antara materi di kelas dengan realitas di dalam kehidupan sehari-hari peserta didik rentan kesalahan. Atas dasar ini, agar menemukan hubungan yang tepat, sering kali peserta didik harus mengalami kegagalan berulang. 2.4 Pengertian Belajar Menurut R. Gagne (1984 dalam Susanto, 2013: 5) belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dari pengertian ini dapat dimaknai bahwa belajar adalah perubahan perilaku sebagai akibat pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan konsep yang terpadu dalam kegiatan proses belajar mengajar dimana terjadinya interaksi antara guru dan siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Sementara menurut Hamalik (2003 dalam Susanto, 2013) belajar adalah memodifikasi atau memperteguhkan perilaku pengalaman (learning is defined modifactor or strenghtening of behaiour throuh experiencing). Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu sesorang melalui interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku mencakup perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan keterampilan(psikomotorik). Perubahan tingkah laku belajar disebabakan oleh pengalaman atau latihan yang dilakukan.

15 Dari beberpa diatas pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan segaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relaif tetap baik dalam berpikir, merasa maupun bertindak. Menurut W.S Winkel(2002 dalam Susanto, 2013) belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Seseorang dikatakan belajar adalah apabila pada diri orang ini terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku berkaitan dengan apa yang dipelajari. Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseotang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh konsep, pemahaman, pengetahuan baru sehingga memungkinkan terjadi perubahan yang relaitf, tetap baik dalam berpikir dan bertindak. 2.4.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran disekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu K.Brahim (dalam Susanto, 2013). Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar merupakan suatu suatu proses perubahan perilaku dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. 2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut teori Gelsalt (dalam Susanto, 2013) belajar merupakan suatu proses perkembangan. Artinya secara kodrati jiwa raga anak memgalami perkembangan. Perkembagnan sendiri memerlukan sesuatu yang baik yang berasal dari diri sendiri maupun pengaruh lingkungan. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, pertama, sendiri itu sendiri dalam

16 kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmanai dan rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan. Pendapat yang dikemukakan oleh Wasliman (2007:158 dalam Susanto, 2013), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interkasi antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut: 1. Faktor Internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memegaruhi kemampuan belajarnya. Meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. 2. Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dikemukakan oleh Wasliman(2007: 159 dalam Susanto, 2013) menyatakan bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran disekolah, semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Menurut Wina Sanjaya (2006: 50), bahwa guru dalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Sementara menurut Dunkin dalam Wina Sanjaya (2006: 51), terdapat sejumlah aspek yang dapat memengaruhi kualitas proses pembelajaran. 1. Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk kedalam aspek ini adalah tempat asal kelahiran, termasuk suku, latar belakang budaya, serta adat istiadat. 2. Teacher training experince, yaitu pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dab latar belakang pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan profesional, tingkat pendidikan, dan pengalaman jabatan.

17 3. Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki dimiliki guru, misalnya sikap terhadap profesinya, sikap terhadap siswa, kemampuan dan intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik dalam pengelolaan pembelajaran, merencanakan dan evaluasi pembelajaran serta kemampuan dalam menguasai materi. Dengan demikian, semakin jelas bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu proses yang didalamnya terlibat sejumlah faktor yang saling memengaruhi. Sudjana (1989: 39), menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh faktor utama, yakni faktor dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa terutama lingkungan. Faktor kemampuan siswa besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adanya faktor internal dan faktor ekternal hasil interaksi yang terdapat pada diri peserta didik. Selain itu, sekolah juga merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan siswa makan kualitas pengajaran disekolah semakin tinggi. Guru merupakan komponen yang sangat menentukan keberhasilan siswa melalui implementasi suatu strategi yang diterapkan dalam pembelajaran. 2.5 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan. Hasil penelitian yang relevan merupakan hasil uraian sistematis tentang hasil-hasil yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan dan sesuai dengan substansi yang diteliti. Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan ada beberapa penelitian yang di anggap relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah: Febrianti Wulandari (2007) yang mengadakan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning-CTL) dalam pemecahan masalah matematika terhadap prestasi belajar siswa. Dari penelitian ini terbukti bahwa dengan metode pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) bisa meningkatkan prestasi belajar siswa.

18 Sedangkan Wening Wahyuni (2009) mengadakan penelitian tentang peningkatan minat belajar IPA melalui pembelajaran kontekstual pada siswa kelas V, membuktikan bahwa dengan metode pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning-CTL) bisa meningkatkan minat belajar siswa. Penelitian diatas menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran dan pengajaran berpengaruh terhadap prestasi siswa, sedangkan metode yang sesuai dapat membantu keberhasilan siswa dalam meningkatkan hasil belajarmya. 2.6 Kerangka Pikir Gambar 2.1 Skema Kerangka pikir KONDISI AWAL Guru: Belum menggunakan model Contextual Teaching and learning dalam pembelajaran. Siswa: Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran dan masih banyak siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM TINDAKAN Menggunaan model Contextual Teaching and learning dalam pembelajaran Siklus I Menggunakan model Contextual Teachingand Learning dan media dalam pembelajaran KONDISI AKHIR Siklus II Menggunakan model Contextual Teaching and Learning dan media dalam pembelajaran(pada kegiatan inti) Diduga dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas V SDN Candirejo 02, pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Pada pembahasan mengenai model Contextual Teaching and Learning di atas, dikemukakan menurut Wening Wahyuni bahwa model pembelajaran

19 kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah cara penyajian pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Berdasar pada peneliti tersebut, penulis memilih model Contextual Teaching and Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Candirejo 02 Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 pada mata pelajaran IPA. Hal ini sesuai dengan karakteristik model Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran sains yang menuntut pola pembelajaran aktif, kreatif, dan komprehensif, karena (1) dapat menambah pengetahuan peserta didik melalui lingkungan sekitar, (2) melatih peserta didik memiliki kesadaran sendiri kebutuhan belajarnya, (3) belajar dari konteks untuk mengkaitkan konteks dengan kehidupan nyata. Dengan asas pembelajaran yang aktif digunakan dalam proses belajar mengajar yang menuntut keaktifan partisipasi siswa secara optimal sehingga siswa mampu menguasai pengetahuan dan keterampilan dengan lebih efektif dan efisien. 2.7 Hipotesis Tindakan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada kajian teori diatas, maka dapat dikemukakan hipotesa tindakan dalam penelitian ini adalah melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri Candirejo 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang tahun ajaran 2015/2016.