BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

BAB I PENDAHULUAN. tinggal yang terdiri dari beberapa tempat hunian. Rumah adalah bagian yang utuh

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBERHASILAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA GORONTALO

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam

KETERPADUAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016

PASANGAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA TANJUNGBALAI ASAHAN SUMATERA UTARA PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

Agenda Baru tentang Pengembangan Permukiman dan Penanganan Kumuh Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu

Kata kunci : sanitasi lingkungan, pemukiman nelayan, peran serta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH.

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

Tingkat Kemiskinan Kabupaten Pasaman Barat dan Propinsi Sumatera Barat Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

Pembangunan dan Pengembangan Permukiman Berdasarkan IMAN

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi. Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya perkembangan kegiatan suatu kota. Perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan terhadap struktur kota. Perubahan tersebut akan mengarah pada kemerosotan suatu lingkungan permukiman, tidak efisiennya penggunaan tanah kawasan pusat kota, dan mengungkapkan bahwa penurunan kualitas tersebut bisa terjadi di setiap bagian kota. Lingkungan permukiman kumuh merupakan masalah yang terjadi atau sering dihadapi di kota besar, tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga berlangsung di kota-kota besar di dunia (Sri, 1988). Begitupula di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, menurut publikasi World Bank (1999) lingkungan permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian yang terabaikan dari lingkungan perkotaan dimana kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakatnya sangat memprihatinkan, yang diantaranya ditunjukkan dengan kondisi lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak tersedianya fasilitas pendidikan, kesehatan maupun sarana dan prasarana sosial budaya kemasyarakatan yang memadai. Kekumuhan lingkungan permukiman cenderung bersifat paradoks, bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut, kekumuhan adalah kenyataan sehari-hari yang tidak mereka masalahkan, sedangkan di pihak lain yang berkeinginan untuk menanganinya, masalah kumuh adalah suatu permasalahan yang harus segera ditanggulangi penanganannya. Tingginya laju pertumbuhan penduduk pada negara berkembang saat ini tidak diikuti dengan keterampilan yang cukup sehingga menyebabkan adanya sebagian penduduk yang tidak mampu bersaing sehingga menyebabkan penduduk tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidupnya salah satunya di bidang perumahan. Fenomena ini menyebabkan terjadinya kantung-kantung permukiman kumuh pada kawasan perkotaan. Persoalan masalah

permukiman kumuh ini harus diselesaikan untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang layak dan sesuai standar hidup pada suatu kota (Sulestianson, 2014:262). Pemerintah memberikan perhatian yang cukup besar dalam permasalahan permukiman. Hal ini dapat kita lihat banyaknya kebijakan dan program-program untuk penanganan permukiman kumuh melalui program pembangunan rumah susun, melaksanakan program perbaikan kampung, maupun sosialisasi dan penyuluhan terkait dampak bertempat tinggal di lingkungan permukiman kumuh serta bantuan peningkatan kualitas infrastruktur permukiman di kawasan permukiman kumuh. Pemerintah Kota sepatutnya memeratakan pembangunan dan memberikan program-program pembangunan yang bersifat meremajakan kembali permukiman kumuh yang ada dan serta bersifat memberdayakan masyarakat sehingga terwujudkan suatu masyarakat yang beradab. Suatu kawasan permukiman yang tertata dengan baik sesuai dengan fungsinya mempengaruhi keadaan sosial, ekonomi, budaya dan psikologi masyarakatnya. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang No.1 tahun 2011, tentang Pembangunan Perumahan dan Permukiman, bahwa upaya penanganan permukiman kumuh harus memuat unsur-unsur pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh yang diterjemahkan dalam bentuk strategi, program, dan rencana aksi kegiatan sesuai dengan ketentuan yang diamanatkan dalam Permen PUPR No. 02 tahun 2016 tentang peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh adalah upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan, serta prasarana, sarana dan utilitas umum. Dalam upaya mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat terutama fasilitas sarana dan prasarana masyarakat seperti perumahan, pelayanan sosial, transportasi, air bersih dan lain lain. Pemerintah Kota telah melakukan langkah awal dengan melaksanakan penataan kawasan permukiman kumuh yang terdapat di beberapa tempat di Kota Padang. Pemerintah Kota Padang telah memutuskan dan menetapkan untuk melaksanakan upaya pengembangan ruang fisik kota dan peningkatan kualitas prasarana fisik Kota Padang secara bertahap.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kota Padang yang telah disusun sebelumnya telah mengarahkan bahwa pengembangan fisik ruang Kota Padang diarahkan perluasan fisiknya secara vertikal dan horizontal yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang salah satunya program rusunawa di daerah Purus tersebut. Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) No. 02 tahun 2016 pasal 26 ayat (2) tentang pola penanganan permukiman kumuh yang meliputi : permugaran, peremajaan, dan permukiman kembali. Ketiga pola penanganan tersebut akan disesuaikan dengan wilayah kawasan kumuh. Pola Penanganan Permugaran, dilakukan untuk perbaikan atau pembangunan kembali perumahan kumuh dan permukiman kumuh menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni. Peremajaan, dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar. Sedangkan permukiman kembali, dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat. Dalam pola penanganan permukiman kumuh dilakukan oleh Pemerintah Kota sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat. Pada Perda Kota Padang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah No. 04 tahun 2012 pada pasal 1, salah satu strategi dan kebijakan Pemerintah dalam penanganan permukiman kumuh yaitu meremajakan permukiman kumuh di pusat kota. Berbagai upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Kota dalam menangani masalah permukiman tersebut dirasakan belum maksimal dan masih banyak yang perlu dibenahi agar apa yang dicita-citakan Undang-undang No.1 tahun 2011 dapat terlaksana dengan baik. Menurut Cheema (1986) dalam pembangunan kota, pemerintah di negara berkembang memiliki 3 tipe kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan kota, yaitu : (1) Menggusur perkampungan kumuh dan rumah-rumah liar yang ada, (2) Mengurangi jumlah daerah perkampungan miskin dengan memindahkan mereka dan menempatkan kembali di daerah baru di luar kota, (3) Melegalisasi

perkampungan kumuh dengan renovasi struktur yang ada dan memberikan bantuan dalam perbaikan lingkungan perumahan mereka. Oleh karena itu ketiga tipe kebijakan dalam mengatasi kemiskinan kota tersebut, perencana dan Pemerintah diharapkan untuk berusaha meningkatkan pemahaman terhadap kondisi sosial dan ekonomi permukiman kumuh dan rumahrumah liar, sedangkan sesuai peraturan Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman, pasal 27 yaitu : (1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan, serta melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kualitas permukiman; (2) Peningkatan kualitas permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Berupa kegiatan-kegiatan : perbaikan atau pemugaran, peremajaan, pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan (3) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Isi pada pasal 28 yaitu : (1) Pemerintah Daerah dapat menetapkan suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang tidak layak huni; (2) Pemerintah Daerah bersama-sama masyarakat, melaksanakan program peremajaan lingkungan kumuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni; (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Adapun dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman tersebut Mengamanahkan bahwa Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak, terjangkau didalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Hal inilah yang menjadikan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya Mengemban tugas dan amanah dalam mewujudkan strategi penanganan dan pengurangan luasan kawasan permukiman kumuh. Penanganan permukiman kumuh sebagai salah satu prioritas dalam pencapaian target 100-0-100 pada tahun 2019. Program ini perlu dilakukan secara terpadu antar sektor serta memerlukan partisipasi dari semua

pihak termasuk Pemerintah Daerah. Penanganan tersebut harus tuntas dengan mengacu pada lokasi kawasan yang sudah ditetapkan melalui SK Walikota. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu kajian tentang implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh di Kota Padang, sebagai salah satu solusi untuk mengatasi meningkatnya kawasan kumuh. B. Perumusan Masalah Salah satu masalah penting yang dihadapi oleh negara-negara berkembang saat ini adalah pertumbuhan penduduk di kota-kota besar. Hampir sebagian masyarakat Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan laporan Divisi Kependudukan Dewan Ekonomi dan Sosial (Ecosoc) PBB (2006), hingga tahun 2005, sekira 49% atau 3,2 miliar penduduk dunia tinggal di wilayah perkotaan. Penduduk perkotaan rata-rata meningkat setiap tahunnya sebesar 3,54%. Pada tahun 1950, penduduk dunia yang tinggal di perkotaan hanya 29%, tahun 1970 (35,9%), 1990 (43%) dan pada tahun 2000 sekira 46,7%. Dengan asumsi rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, pada tahun 2030 jumlah penduduk perkotaan di dunia diperkirakan akan mencapai 4,9 miliar atau sekira 60% dari jumlah penduduk dunia. Keadaan Indonesia sekarang ini tidak jauh berbeda. Pada tahun 2005, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan telah mencapai 107 juta atau sebesar 48,1 % dari seluruh penduduk Indonesia. Angka tersebut cukup fantatis, mengingat dalam waktu 55 tahun hampir sebagian penduduk Indonesia menempati wilayah perkotaan. Padahal, pada tahun 1950 hanya seperdelapan atau sekitar 12,4 % penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan (Andini, 2013). Pertumbuhan penduduk perkotaan biasanya akan diikuti pertumbuhan daerah padat kumuh atau kawasan kumuh. Pada tahun 2020, UN- Habitat memperkirakan sekitar 1,4 miliar penduduk diwilayah perkotaan di dunia, akan menempati permukimah padat kumuh atau kawasan kumuh. Permukiman padat dan kumuh juga ditemui di kota-kota di Indonesia. Pada tahun 2001, UN-Habitat memperkirakan proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di daerah padat kumuh sebesar 23 %, yaitu sekitar 21 juta jiwa dari keseluruhan penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan. Pada tahun 2005, sebagaimana dikutip Antara, sekitar 21,25

juta penduduk atau 18 % dari 120 juta jiwa diwilayah perkotaan, tinggal di kawasan padat kumuh atau permukiman kumuh ( Andini, 2013). Kota Padang merupakan Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat memiliki peran dan fungsi sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Sebagai Ibu Kota Provinsi, Kota Padang telah tumbuh dan berkembang dengan pesat sehingga memiliki daya tarik bagi kaum urbanis untuk bertempat tinggal didalamnya. Hal ini berdampak terhadap pemanfaatan ruang kota, salah satunya menyebabkan ketidakteraturan tata ruang kota yang pada akhirnya memicu tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh. Permasalahan kumuh ini marak terjadi pada daerah-daerah sepanjang pesisir pantai. Selain itu, pembangunan permukiman yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan sarana dan utilitas umum, ditambah pola masyarakat yang tidak sehat, juga menjadi penyebab timbulnya masalah kumuh pada permukiman perkotaan di Kota Padang (Dokumen RKP Kota Padang tahun 2015). Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW 2010-2030) Kota Padang, lokasi kawasan pantai Purus diperuntukkan sebagai kawasan perumahan permukiman. Dimana diketahui jumlah penduduk yang berada di permukiman kumuh Kota Padang sebesar 185.054 jiwa, sekitar 22 persen dari jumlah penduduk Kota Padang yaitu 833.562 dan luas permukiman kumuh sebesar 102,6 hektare dari 5.322,82 hektare atau sebesar 1,93 persen. Luas permukiman kumuh di Kecamatan Padang Barat mencakup 1,215 km 2 dari seluruh permukiman Padang Barat sebesar 2,87 km 2 atau sekitar 42,33 persen. Kawasan tempat permukiman seluas 2,87 km 2 atau 2,85 persen dari luas keseluruhan sebesar 1,78 km 2. Kota Padang telah tumbuh dan berkembang dengan pesat sehingga memiliki daya tarik bagi kaum urbanis untuk bertempat tinggal di dalamnya. Hal ini berdampak terhadap pemanfaatan ruang kota, salah satunya menyebabkan ketidakteraturan tata ruang kota yang pada akhirnya memicu tumbuhnya kawasankawasan kumuh. Permasalahan kumuh ini marak terjadi pada daerah-daerah sepanjang pesisir pantai dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Selain itu, pembangunan permukiman yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan sarana dan utilitas umum, ditambah pola masyarakat yang tidak sehat, juga menjadi

penyebab timbulnya masalah kumuh pada permukiman perkotaan di Kota Padang ( Dokumen RKP Kota Padang tahun 2015). Definisi permukiman menurut Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Dengan beberapa definisi rumah, perumahan dan permukiman di atas menyimpulkan bahwa aktivitas hidup manusia berawal dari rumah, dan dari rumah terbentuklah komunitas perumahan yang berasal dari kumpulan rumah-rumah. Sehingga dari perumahan terbentuklah pelayanan fasilitas perumahan dalam lingkup permukiman. Dengan terbentuknya permukiman maka lingkungannya pun dikelola dengan adanya sarana dan prasarana permukiman berupa air bersih, listrik, sanitasi, drainase, jalan dan persampahan, maka dipilihlah Kota Padang khususnya di wilayah Purus sebagai wilayah kota wisata yang memiliki permasalahan dengan permukiman kumuh di beberapa wilayahnya. Penduduk di Kelurahan Purus sebagian besar pendidikannya tamat Sekolah Lanjutan tingkat Pertama ke bawah yaitu berjumlah 69.01%,dengan rincian pendidikan lulusan TK 4,30% Sekolah Dasar 35,03% SLTP 25,55%. Sedangkan sisanya adalah Tamat Akademik 1,44% dan Sarjana 2,69%. Penduduk kawasan studi sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan yakni sebesar 45,80%, selanjutnya dagang/wiraswasta 25,03%, buruh 8,51%, Pegawai Negeri dan pensiunan masing-masing 4,46%,swasta 4,66%. Data diatas menunjukkan bahwa 88,46% penduduk Kelurahan Purus bekerja dibidang kelautan. Dapat dikatakan bahwa masyarakat kelurahan Purus adalah homogen (BPS Kec.Padang Barat Tahn 2015). Sebagian besar kawasan permukiman kumuh berada di wilayah pesisir pantai. Hal ini dikarenakan wilayah pesisir merupakan lokasi yang strategis dan dekat dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan, oleh karena itu para nelayan memilih kawasan pesisir sebagai tempat tinggalnya. Wilayah pesisir merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara biogeofisik

maupun sosial ekonomi, wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus sebagai akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di lautan ke arah darat. Lebih dari empat belas juta penduduk atau sekitar 7,5% dari total penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada kegiatan yang ada di kawasan pesisir (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003). Kawasan permukiman di wilayah pesisir akhirnya berkembang di kawasan konservasi ke arah pantai dan menjadi kawasan kumuh. Secara umum tingkat kesadaran dari pihak Pemerintah dan masyarakat belum mencerminkan keinginan yang mendalam untuk menciptakan kondisi lingkungan disekitarnya menjadi lebih sehat dan layak huni serta ketidakmampuan Peraturan Pemerintah Daerah sebagai pengendali dalam penyediaan hunian dan pelayanannya. Kawasan hunian mereka yang terletak di tengah atau di pinggiran kota dan menjadi kawasan pariwisata yang memberikan aksesibilitas terbaik untuk menuju ke tempat kerja atau tempat mencari nafkah. Oleh karena itu umumnya mereka bekerja atau mencari nafkah di sektor informal yang tempatnya di tengah atau di pinggiran kota. Salah satu program yang sudah pernah dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang tahun lalu untuk penanganan permukiman kumuh di kawasan tersebut yaitu peremajaan lingkungan. Program peremajaan lingkungan yang merelokasi mereka tidak akan menjawab permasalahan, sebab jika mereka di relokasi malah menimbulkan masalah baru lagi, seperti kehilangan akses menuju tempat pekerjaan, menimbulkan berbagai kerawanan sosial (Kriminalitas), kehilangan pekerjaannya sebagai nelayan dan menambah pengangguran di daerah Purus, tempat dimana mereka huni merupakan kawasan pariwisata. Jika hunian mereka di benahi oleh Pemerintah dan dijadikan tempat wisata akan meningkatkan perekonomian masyarakat yang berada di kawasan pantai Padang tersebut. (Dokumen RKP 2015). Pendekatan pembangunan dalam penanganan permukiman kumuh dilakukan melalui beberapa program dititikberatkan pada pembangunan fisik. Pemerintah selaku pengelola wilayah bertanggung jawab terhadap penyediaan pelayanan prasarana yang merupakan implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh dirasa kurang memadai. Sehingga permasalahan

permukiman di Kelurahan Purus hingga saat ini masih belum dapat teratasi secara tuntas. Untuk itu dalam penelitian ini diperlukan studi mendalam mengenai implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh di Kelurahan Purus Kota Padang. Dalam studi ini lebih mengarah pada implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh sebagai salah satu tindakan Pemerintah dalam penanganan permukiman kumuh di Kelurahan Purus Kota Padang. Dari perumusan masalah diatas, maka sebagai salah satu upaya penanganan permukiman kumuh yang terjadi di Kelurahan Purus ini maka perlu dilakukan suatu penelitian dengan pertanyaan penelitian yaitu : Bagaimana Implementasi Kebijakan Penanganan Permukiman Kumuh di Kelurahan Purus Kecamatan Padang Barat Kota Padang? C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis Implementasi Kebijakan Penanganan Permukiman Kumuh di Kelurahan Purus oleh Pemerintah Kota Padang. 2. Menganalisis upaya Penanganan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Purus Kota Padang. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai : 1. Manfaat Secara teoritis (akademis) Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi mahasiswa dalam melengkapi kajian yang mengarah kepada pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh di Kelurahan Purus Kecamatan Padang Barat Kota Padang. 2. Manfaat Secara Praktis a. Bagi Penulis Untuk memperdalam dan menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bagaimana implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh di Kelurahan Purus Kecamatan Padang Barat Kota Padang.

b. Bagi Bidang Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya di Program Pascasarjana, Universitas Andalas, Padang. c. Bagi Pemerintah Kota Padang Hasil kajian ini juga nantinya dapat memberikan masukan yang berarti bagi Pemerintah Kota Padang dalam menyusun dan membuat kebijakan daerah khususnya yang berkaitan dengan upaya penanganan permukiman kumuh di Kawsan Kota Padang. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Penelitian dilakukan di Kelurahan Purus Kecamatan Padang Barat Kota Padang. 2. Analisis implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh di Kelurahan Purus Kecamatan Padang Barat. 3. Menganalisis upaya Penanganan Permukiman Kumuh. F. Sistematika Penulisan BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. BAB II : Merupakan bab landasan teori yang mengemukakan pendapat dan pernyataan para pakar yang menjadi landasan penelitian dari berbagai literatur, hasil penelitian terdahulu dan informasi yang mendukung penelitian. BAB III : Merupakan bab berisi uraian atau gambaran secara umum mengenai objek penelitian yang bersumber dari data yang bersifat umum. Deskripsi dilakukan dengan merujuk pada fakta yang bersumber pada data yang bersifat umum sebagai wacana pemahaman yang berkaitan dengan penelitian. Dan merupakan metode penelitian, memuat tentang lokasi dan waktu penelitian, pendekatan dan tipe penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data, serta definisi operasional konsep.

BAB IV : Merupakan bab hasil penelitian dan pembahasan. Berisi semua temuan-temuan yang dihasilkan, menerangkan dan membahas tentang hasil analisa data yang diperoleh. Dalam bab ini akan dibahas penanganan permukiman kumuh di Kota Padang. Berisi tentang hasil analisis yang memuat tentang kebijakan penanganan yang sesuai serta dilanjutkan dengan kegiatan yang dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah terkait. BAB V : Merupakan bab kesimpulan dan saran. Dalam bab ini menjelaskan secara singkat kesimpulan dari hasil penelitian dan memberikan saran penanganan permukiman kumuh yang dihasilkan dari analisa yang dilakukan dalam penelitian ini.