II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit. Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo BBAT Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele Sangkuriang (Ditjen Perikanan Budidaya 2006). Untuk menghasilkan lele sangkuriang dilakukan perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua atau F2 dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama atau F6 (Gunawan 2009). Usaha pembesaran lele sangkuriang merupakan kegiatan lanjutan dari pembesaran benih lele sangkuriang yang bertujuan untuk menghasilkan lele konsumsi dengan ukuran 8 sampai 10 ekor per kg. Kesuksesan pembesaran lele sangat bergantung pada kualitas benih. Mutu benih yang rendah dapat mengakibatkan hasil panen yang tidak maksimal (Gunawan 2009). Dalam menjalankan usaha pembesaran lele, sekarang ini tidak hanya dilakukan dalam skala besar dengan lahan yang luas, namun dengan pemanfatan lahan sempit dan modal yang relatif terjangkau juga dapat menjalankan usaha pembesaran lele sangkuriang. Penggunaan kolam terpal sebagai tempat wadah atau media budidaya pembesaran lele sangkuriang merupakan solusi dari penggunaan lahan sempit. Proses pembuatannya relatif cepat, kemudahan dalam pembuatannya, dan minimnya modal untuk membuat kolam terpal. Kolam terpal sangat flesibel sehingga mudah dibongkar pasang dan disesuaikan dengan ukurannya (Hendriana 2010). 8
2.2 Penelitian Mengenai Studi Kelayakan Dari beberapa penelitian mengenai studi kelayakan yang berhubungan degan ikan lele sangkuriang masih terbatas terutama mengenai kelayakan pembesaran lele sangkuriang. Berikut ini ada beberapa studi kelayakan yang berhubungan dengan perikanan. Rohmawati (2010) dengan judul penelitian Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Ikan Hias pada Arifin Fish Farm desa Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian dilihat dari aspek non finansial antara lain aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, usaha Ikan Hias layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Hasil analisis finansial diperoleh dengan nilai NPV sebesar Rp 2.039.639.749,00, Sedangkan nilai Net B/C sebesar 4,08 lebih besar dari satu yang artinya, dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 4,08 rupiah dan usaha ini layak untuk dijalankan. Nilai IRR sebesar 60 persen lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman sebesar 10,25 persen. Artinya investasi di usaha ini menguntungkan. Berdasarkan kriteria IRR, usaha ini layak untuk dijalankan. Payback Period yang diperoleh adalah selama 2,03 tahun, yang artinya perusahaan dapat mengembalikan modal dalam jangka dua tahun tiga hari atau tingkat pengembalian modal lebih kecil dari pada umur proyek. Artinya perusahaan dilihat dari Payback Period usaha ini layak karena pengembalian modal tercapai sebelum proyek berakhir. Berdasarkan perhitungan sensitivitas yang terjadi penurunan harga jual ikan sebesar 20 persen per tahun dan sebesar 30 persen per tahun. Dengan kondisi seperti ini, usaha masih layak untuk dikembangkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa dengan penurunan harga jual ikan hias sebesar 20 persen dan 30 persen per tahun. Nilai NPV dengan penurunan harga sebesar 20 persen sebesar Rp 1.125.203.260,00 yang berarti bahwa pada tingkat suku bunga 10,25 persen, nilai saat ini dari keuntungan (Net B/C) yang diperoleh selama umur proyek 10 tahun di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 1.125.203.260,00. Internal Rate of Return (IRR) yang diperoleh sebesar 60 persen sebelum terjadi 9
penurunan harga. Nilai tersebut menurun sebesar 26 persen setelah terjadi penurunan harga jual 20 persen, dengan demikian diperoleh nilai IRR sebesar 34 persen. Sedangkan penurunan harga jual ikan hias sebesar 30 persen per tahun nilai NPV yang diperoleh adalah sebesar Rp 667.985.016,00 dengan Net B/C sebesar 1,79 berarti nilai tersebut lebih besar dari satu dan nilai IRR sebesar 24 persen. Sehingga pada kedua penurunan harga tersebut usaha yang akan dikembangkann oleh Arifin Fish Farm masih layak untuk dijalankan. Surahmat (2009), yang meneliti tentang Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Ben s Fish Farm Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Berdasarkan dari hasil analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek sumberdaya perusahaan, aspek manajemen, dan aspek sosial, usaha ini layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Penilaian terhadap rencana pengembangan usaha ini juga menggunakan analisis kelayakan finansial. Penilaian rencana pengembangan bisnis ini menggunakan dua skenario. Skenario I dengan menggunakan modal sendiri dan skenario II dengan modal pinjaman. Hasil dari perhitungan cashflow didapatkan nilai NPV untuk skenario I yaitu sebesar Rp 587.596.184,05, nilai Net B/C adalah 4,15; IRR mencapai 61 persen, dan PP adalah 2 tahun 3 bulan. Sedangkan pada skenario II nilai NPV mencapai sebesar Rp 9.501.982,34; nilai Net B/C adalah 3,9; IRR mencapai 21 persen, dan PP adalah > 10 tahun. Dari hasil switching value Skenario I, penurunan harga jual larva yang masih dapat di tolerir sebesar 7,04 persen yaitu harga Rp 8 per ekor menjadi Rp 7,43 per ekor. Pengusahaan pembenihan larva ikan bawal masih layak untuk diusahakan apabila penurunan jumlah produksi tidak melebihi 4,21 persen, yaitu dari 29.030.400 ekor menjadi 16.810.661 ekor. Sedangkan untuk peningkatan harga variable agar usaha tersebut masih layak diusahakan sampai 95,89 persen. Hasil analisis switching value Skenario II dengan modal pinjaman, tidak dilakukan switching value karena dengan modal pinjaman usaha tidak layak untuk dilaksanakan berdasarkan waktu pengembalian modal investasi yang lebih besar dari umur proyek. Sehingga apabila usaha pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Ben s Fish Farm tetap menggunakan bunga pinjaman maka sebaiknya 10
memperhatikan suku bunga modal pinjaman yang berlaku. Karena pada suku bunga modal pinjaman 14 persen usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Simanjuntak (2008) dalam penelitian Analisis Kelayakan Pembesaran Ikan Aqua Kultur Empang Sari Mukti di Desa Situ Daun Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitiannya menjelaskan aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan lingkungan. Untuk aspek pasar menjelaskan bahwa permintaan, penawaran dan strategi pemasaran pengusahaan pembesaran ikan ini layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan besarnya potensi pasar dilihat dari sisi permintaan, penawaran, dan persaingan. Dari aspek teknis dinyatakan bahwa pembesaran ikan yang dilakukan oleh Aqua Kultur Empang Sari Mukti adalah layak untuk dijalankan. Hal tersebut dilihat dari lokasi usaha, skala usaha dan proses produksi. Tidak ada masalah yang dapat menghambat jalannya kegiatan usaha pembesaran ikan Aqua Kultur Empang Sari Mukti. Aspek manajemen dari penelitian Richard, menjelaskan bahwa organisasi lebih sederhana karena jumlah tenaga kerja yang relatif sedikit sehingga tidak menyulitkan pengelola dalam melakukan kontrol tugas dari masing-masing pekerja. Untuk aspek hukum Aqua Kultur Empang Sari Mukti Sebagai perusahaan baru, belum menentukan bentuk badan hukum apa yang akan digunakan. Modal yang digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha pembesaran ikan ini seluruhnya berasal dari pemilik perusahaan. Dan aspek sosial dan lingkungan Aqua Kultur Empang Sari Mukti tidak memberikan dampak buruk bagi kondisi lingkungan daerah sekitar usaha. Dampak positif bagi masyarakat sekitar karena usaha ini mendatangkan sebagian tenaga kerjanya dari masyarakat sekitar. Selain itu usaha ini juga memberikan keuntungan bagi usahausaha pembenihan ikan yang kebanyakan diusahakan dalam skala kecil. Untuk aspek Finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Returm (IRR), dan Payback Periode. Membandingkan dua pola usaha pada Aqua Kultur Empang Sari Mukti memang layak untuk dijalankan. Perbandingan hasil kelayakan finansial kedua pola usaha adalah Pola Usaha I NPV Rp 1.808.276.749, nilai Net B/C adalah 2.5894, IRR mencapai 36 persen, dan PP adalah 4,6706. Untuk Pola Usaha II NPV Rp 4.492.954.866, nilai Net B/C adalah 11
4.9464, IRR mencapai 72 persen dan PP adalah 2.3960. Dari kedua pola tersebut menunjukkan bahwa pola usaha kedua yakni usaha pembenihan ikan mas, pembesaran ikan mas, dan pembesaran ikan bawal air tawar merupakan pola usaha yang memberikan keuntungan yang paling besar dibandingkan dengan pola usaha pembesaran ikan mas dan ikan bawal air tawar. Berdasarkan hasil analisis finansial, nilai NPV pola usaha kedua lebih besar dari pola usaha pertama. Demikian juga dengan nilai Net B/C dan IRR, pola usaha kedua menghasilkan Net B/C dan IRR yang lebih besar daripada kedua pola yang pertama. Sedangkan masa pengembalian biaya investasi (payback periode) pola usaha kedua jauh lebih cepat dibanding pola usaha yang pertama. Untuk melihat perbandingan tingkat sensitivitas pada kedua pola usaha, dilihat dari hasil analisis switching value. Dari hasil analisis switching value di dapat pola usaha pertama merupakan pola usaha yang paling sensitif terhadap perubahan. Batas maksimal perubahan terhadap harga jual dan produksi yang masih memberikan keuntungan pada pola usaha pertama hanya sebesar 10,68 persen. Sedangkan untuk pola usaha kedua adalah sebesar 26,55 persen. Demikian pula dengan perubahan kenaikan harga pakan (input) berupa pelet. Perbedaan persentase antara kenaikan harga pakan pada masing-masing pola sangat besar perbedaannya. Besarnya kenaikan harga pakan yang masih mendatangkan keuntungan pada pola usaha pertama adalah sebesar 23,98 persen, sedangkan pada pola usaha kedua adalah sebesar 59,64 persen. Pengaruh kenaikan harga benih ikan pada pola usaha pertama dan pola usaha kedua berbeda jauh yakni masingmasing sebesar 30,10 persen dan 140,17 persen. Hal ini disebabkan pada pola usaha kedua, Aqua Kultur Empang Sari Mukti mulai tahun kedua sudah mengusahakan usaha pembenihan ikan mas sendiri. Sehingga biaya pembelian benih ikan yang dikeluarkan hanya untuk membeli benih ikan bawal air tawar. Jadi pola usaha yang paling menguntungkan untuk diusahakan dan memiliki tingkat sensitivitas yang kecil terhadap perubahan adalah pola usaha kedua yaitu pola usaha pembenihan ikan mas, pembesaran ikan mas, dan pembesaran ikan bawal air tawar. Nugroho (2008) dalam penelitian yang berjudul Analisis Finansial Ikan Hias Air Tawar pada Usaha Heru Fish Farm di Desa Kotabatu, Kecamatan 12
Ciomas, Kabupaten Bogor menjelaskan dari hasil penelitian menunjukan Heru Fish Farm merupakan salah satu dari banyak pembudidaya yang masuk dalam anggota pembudidaya ikan hias air tawar Mina Tangkar pada tahun 2006 mendapatkan gelar juara pertama se-kabupaten dan juara II tingkat Propisi Jawa Barat. Tenaga kerja yang terdapat pada usaha Heru Fish Farm terdiri dari atas tenaga kerja tetap. Heru Fish Farm dikelola oleh empat orang yang terdiri atas satu orang pemimpin Heru Fish Farm, satu orang Manajer dan dua orang karyawan produksi. Alur kegiatan usaha ikan hias air tawar Heru Fish Farm dengan melakukan pemijahan, pendederan, pembesaran. Hasil analisis dari usaha ikan hias air tawar Heru Fish Farm setelah dilakukan pengembangan (perluasan lahan). Nilai R/C diperoleh sebesar 4,64, payback period sebesar 0,44 tahun, BEP nilai produksi tercapai pada saat hasil produksi sebesar Rp 83.608.057,90 serta ROI sebesar 228,05 persen. Total biaya, penerimaan dan keuntungan yang diperoleh Heru Fish Farm yaitu sebesar Rp 122.712.850,37, penerimaan yang diperoleh Rp 569.600.000,00 sehingga besarnya keuntungan yang diperoleh adalah Rp 446.887.149,63. Tambahan biaya sebesar Rp 74.750.000,00 diperoleh dengan melakukan pinjaman dari bank. Analisis kriteria investasi Heru Fish Farm dilakukan dengan dua skenario, dimana skenario pertama modal yang digunakan adalah modal sendiri dan skenario kedua modal berasal dari pinjaman bank sebesar Rp. 74.750.000,00 dengan tingkat suku bunga sebesar 10,8 persen per tahun. Penelitian mengenai Kelayakan Finansial Pembenihan dan Pendederan Ikan Nila Wanayasa pada Kelompok Pembudidaya Mekarsari Desa Tanjungsari, Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta oleh Irianni (2006) bertujuan menganalisis Keuntungan usaha, menganalisis kelayakan investasi yang ditanamkan dan menganalisis sensitivitas usaha terhadap perubahan harga faktor produksi, dalam hal ini adalah pakan. Kelayakan usaha dan sensitivitas dinilai berdasarkan kriteria investasi yang terdiri adri NPV, Net B/C, dan IRR. Hasil analisis yang diperoleh bahwa niali NPV sebesar Rp 225.116.401,83, nilai B/C diperoleh sebesar 19,38 dan niali IRR sebesar 707 persen. Hasil analisis sensitivitas dengan metode switching value diperoleh bahwa usaha masih layak 13
dijalankan dengan adanya peningkatan harga pakan sampai batas kenaikan sebesar 800,91 persen, karena nilai NPV sama dengan nol, Net B/C sama dengan 1, sedangkan IRR sama dengan tingkat suku bunga. Dari penelitian-penelitian terdahulu merupakan acuan bagi penelitian terutama dalam pemetaan permasalahan yang terjadi pada latar belakang permasalahan dalam topik penelitian analisis perencanaan pengembangan usaha. Pada umumnya penelitian tentang analisis kelayakan pengembangan usaha yang akan dijalankan mengangkat permasalahan meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan dari konsumen yang semakin meningkat dan mengingat adanya kemudahan dalam fasilitas diberikan oleh investor yang ingin membuka usaha. Adapun tujuannya merupakan wacana agar diketahui biaya yang harus dikeluarkan oleh investor dalam melakukan atau menjalankan usaha. Untuk itu, maka diperlukan analisis kelayakan investasi untuk mengetahui apakah usaha yang akan dijalankan ini layak atau tidak untuk dilakukan atau dilaksanakan. Perbedaan penelitian ini adalah tempat perusahaan, jenis komoditas dan dari sisi permodalan yang digunakan untuk pengembangan usaha. Dari penelitian tersebut untuk penelitian Nugroho (2008) pada komoditi Ikan Hias air tawar dan Iriani (2006) pada komoditi Ikan Nila terdapat perbedaan analisis penelitian yang mana dalam analisis kelayakan yang dilakukan dilihat dari aspek finasial dan sensivitas usaha sedangkan dari aspek nonfinasial tidak dilakukan analisis. Rohmawati (2010), Surahmat (2009), dan Simanjuntak (2008) sama dengan penulis lakukan, analisis kelayakan dilihat dari aspek non Finansial, Finansial dan sensitivitas usaha. Namun pada penelitian Surahmat (2009) analisis kriteria investasi yang teliti dilakukan dengan dua skenario yaitu skenario pertama dengan modal sendiri dan skenario modal berasal dari pinjaman bank. Pada penelitian Simanjuntak (2008), menganalisis dua pola usaha yaitu pola pertama terdiri dari usaha pembenihan ikan mas, pembesaran ikan mas, dan pembesaran ikan bawal, sedangkan pola usaha kedua terdiri dari usaha Pembesaran ikan mas dan ikan bawal air tawar. Dari hasil penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kelayakan suatu usaha dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek non finansial dan aspek finansial. Pada aspek non finansial ada beberapa aspek yang menjadi faktor 14
penentu layak atau tidak suatu usaha dijalankan. Adapun aspek tersebut adalah aspek pasar, aspek tehnis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial lingkungan. Pada aspek pasar yang perlu dikaji adalah permintaan pasar, penawaran dan strategi pemasaran. Untuk aspek tehnis yang dikaji adalah lokasi usaha dan luas produksi. Aspek manajemen yang perlu dikaji adalah struktur organisasi yang ada atau yang diterapkan didalam menjalankan usaha. Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang digunakan. Untuk aspek sosial dan lingkungan menjelaskan apakah dengan adanya usaha memberikan dampak buruk bagi kondisi lingkungan daerah sekitar usaha karena adanya limbah yang berasal dari usaha. Dengan kata lain apakah dengan adanya usaha memberikan dampak negatif atau dampak positif karena dengan adanya usaha, membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat di sekitar usaha. Selain itu, dengan adanya usaha apakah memberikan keuntungan bagi usaha-usaha ada disekitar usaha. Pada aspek finansial yang menjadi alat analisis kriteria untuk menetukan suatu usaha tersebut layak atu tidak dilihat dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C), Payback Period (PP), dan Switching Value. Untuk menganalisis keenam analisis criteria investasi untuk menentukan usaha layak atau tidaknya, digunakan arus kas (Casflow) untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan. Penentuan umur usaha tersebut berdasarkan umur ekonomis dari aset terbesar dan terpenting dalam menjalankan usaha. 15