BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Eksploitasi hutan Paliyan sudah terjadi sejak zaman penjajahan Belanda. Pada periode penjajahan Jepang, eksploitasi hutan semakin meningkat terutama kayu jati. Eksploitasi kayu tanpa penghutanan kembali, menyebabkan terjadinya kerusakan hutan Paliyan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000, hutan Paliyan ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa yang merupakan pengembangan habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dan tumbuhan di dalamnya, yang berfungsi sebagai bagian dari sistem penyangga kehidupan. Suaka Margasatwa (SM) Paliyan termasuk dalam ekosistem karst yang memiliki keunikan ciri-ciri spesifik. BKSDA Yogyakarta (2012) menjelaskan bahwa ekosistem karst memiliki ciri permukaan seperti lembah kering, telaga, pola aliran yang masuk dalam tanah dan ciri bawah permukaan, seperti sungai bawah tanah, goa, dan ornamennya serta kehidupan yang ada. Worosuprojo (1997) dalam Fathoni dkk. (2012) menerangkan bahwa karst merupakan kawasan yang unik baik diatas permukaan (eksokarst), dan di bawah permukaan (endokarst). Bentuk eksokarst seperti perbukitan kapur, menara kapur, dan telaga (logva), sementara endokarst dapat berbentuk gua dan berbagai variasi ornamennya. 1
2 Pemanfaatan sumberdaya hutan di SM Paliyan oleh masyarakat berupa pengambilan kayu bakar, mengambil hijauan pakan ternak (rumput gajah), dan aktivitas pengelolaan di demplot yang disediakan oleh pengelola SM Paliyan dilakukan untuk menambah pendapatan masyarakat (Ayuningtyas, 2013). Pola perilaku masyarakat dalam memanfaatkan hutan sudah terbentuk sejak lama, karena sebelumnya SM Paliyan merupakan hutan produksi dan masyarakat dilibatkan dalam pengelolaannya sebagai pesanggem. Pesanggem merupakan istilah yang digunakan dalam menyebut petani pada sistem tumpangsari. Perubahan status hutan produksi menjadi hutan suaka margasatwa menjadikan aktivitas penggarapan oleh pesanggem yang semula diijinkan menjadi dilarang. Aktivitas penggarapan lahan menjadikan pemulihan kawasan SM Paliyan menjadi sulit. Jenis-jenis tumbuhan asli dipilih untuk memperbesar keberhasilan proses pemulihan kawasan SM Paliyan dan mengembalikan ekosistem ke kondisi semula. Faida dkk. (2012) menerangkan bahwa telah dipilih 27 tumbuhan asli vegetasi karst Gunungsewu yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan penyusunan model pemulihan kawasan karst Gunungsewu. Jenis tumbuhan asli tersebut adalah Aren (Arenga pinnata), Asam Jawa (Tamarindus indica), Bendo (Arthocarpus elasticus), Bulu (Ficus annulata), Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Dlingsem (Homalium tomentosum), Gulan (Mallotus philippensis), Ilat-Ilat (Ficus callosa), Kepek/Ipik (Ficus superba), Ketos (Protium javanicum), Kutu (Bridelia stipularis), Laban (Vitex pubescens), Lo (Ficus glomerata roxb), Mindi (Melia azedarach), Mimba (Azadirachta indica),
3 Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Pace (Morinda citrifolia), Preh (Ficus ribes), Pulai (Alstonia scholaris), Rempelas (Ficus ampelas), Serut (Streblus asper), Sigar Jalak (Flueggea virosa), Srikoyo (Annona squamosa), Talok (Grewia eriocarpa), Tebelo Pusuh (Cinchona speciosa), Tutup (Macaranga tanarius), dan Walikukun (Schoutenia ovata). Masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu pihak yang penting dalam pengelolaan kawasan konservasi. Pengelola membangun hubungan antara kawasan konservasi dan masyarakat sekitarnya dengan mendorong peran serta masyarakat dalam pengelolaan SM Paliyan. Pelibatan masyarakat terutama yang melakukan penggarapan lahan dalam upaya penanaman tumbuhan asli menjadi salah satu upaya dari pengelola untuk memperbesar tingkat keberhasilan pemulihan kawasan SM Paliyan. Upaya tersebut sekaligus mengelola masyarakat sehingga menekan intensitas penggarapan lahan oleh masyarakat yang merupakan tahapan dari rencana panjang untuk menghilangkan aktivitas penggarapan di kawasan SM Paliyan. 1.2. Rumusan Masalah Keberadaan masyarakat di sekitar SM Paliyan masih mempengaruhi keberhasilan pemulihan kawasan yang telah terlaksana. Hal tersebut disebabkan masyarakat masih memanfaatkan sumberdaya hutan sampai saat ini, khususnya masyarakat yang melakukan penggarapan lahan di dalam SM Paliyan. Keterlibatan masyarakat dalam upaya pemulihan kawasan karst dengan penanaman tumbuhan asli di SM Paliyan belum pernah dilakukan. Potensi
4 keterlibatan masyarakat dapat diketahui melalui penelusuran informasi mengenai pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan asli karst, persepsi masyarakat tentang upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan, kesadaran masyarakat tentang status dan fungsi SM Paliyan, dan potensi bentuk keterlibatan masyarakat dalam upaya penanaman tumbuhan asli di SM Paliyan. Namun, semua informasi tersebut belum diketahui. Pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan dari masalah tersebut diantaranya adalah: 1. Apa saja pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang tumbuhan asli karst? 2. Bagaimana persepsi masyarakat tentang upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan? 3. Bagaimana kesadaran masyarakat tentang status dan fungsi hutan SM Paliyan? 4. Apa saja potensi bentuk keterlibatan masyarakat di dalam upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan? 1.3. Tujuan 1. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan asli karst. 2. Mengetahui persepsi masyarakat tentang upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan.
5 3. Mengetahui kesadaran masyarakat tentang status dan fungsi hutan SM Paliyan. 4. Mengetahui potensi bentuk keterlibatan masyarakat di dalam upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pengelola SM Paliyan untuk pertimbangan pengelolaan masyarakat agar meningkatkan keberhasilan pemulihan kawasan dan menurunkan tingkat kerusakan hutan akibat penggarapan. Hasil penelitian ini juga dapat dipergunakan untuk kepentingan penelitian lainnya, yang memfokuskan pada topik adopsi inovasi pemulihan kawasan oleh masyarakat sekitar SM Paliyan.