BAB I PENDAHULUAN. terjadinya kerusakan hutan Paliyan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri. Kehutanan Nomor 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,834 Ha berada di wilayah

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah

Judul Penelitian : Kebijakan pengelolaan Cagar Alam Gunung Celering Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah

Pengalaman Melaksanakan Program Restorasi di Hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung

BAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. No. 408/Kpts-II/1993. Hutan Pendidikan merupakan hasil dari Perjanjian

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

IV. KONDISI UMUM KAWASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah di bagian selatan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan kondisi lingkungan yang gradual. Hal ini kemudian akan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

BAB I. PENDAHULUAN A.

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil

-1 DUA,.( KESATU. KEPUTUS_AN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor :.SK. 877 /Menhut-II/2O14 TENTANG PENETAPAN HARGA PATOKAN BENIH TANAMAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Luas daratan Indonesia hanya meliputi 1,32% dari seluruh luas daratan

Secara umum pembagian wilayah berdasarkan pada keadaan alam (natural region) dan tingkat kebudayaan penduduknya (cultural region).

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN


PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

Pembangunan Madu Hutan Di Kabupaten Sumbawa

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran. Oleh :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

V. HASIL. A. Potensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN PERKEMBANGAN BROP KEBUN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. sosial ekonomi dan faktor-faktor legal dalam pengelolaan sumber daya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya tahun 1994, 1997, 1998, antara tahun , 2006 dan yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sulit untuk dihindari dan mulai dapat dirasakan dampaknya terhadap kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Eksploitasi hutan Paliyan sudah terjadi sejak zaman penjajahan Belanda. Pada periode penjajahan Jepang, eksploitasi hutan semakin meningkat terutama kayu jati. Eksploitasi kayu tanpa penghutanan kembali, menyebabkan terjadinya kerusakan hutan Paliyan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000, hutan Paliyan ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa yang merupakan pengembangan habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dan tumbuhan di dalamnya, yang berfungsi sebagai bagian dari sistem penyangga kehidupan. Suaka Margasatwa (SM) Paliyan termasuk dalam ekosistem karst yang memiliki keunikan ciri-ciri spesifik. BKSDA Yogyakarta (2012) menjelaskan bahwa ekosistem karst memiliki ciri permukaan seperti lembah kering, telaga, pola aliran yang masuk dalam tanah dan ciri bawah permukaan, seperti sungai bawah tanah, goa, dan ornamennya serta kehidupan yang ada. Worosuprojo (1997) dalam Fathoni dkk. (2012) menerangkan bahwa karst merupakan kawasan yang unik baik diatas permukaan (eksokarst), dan di bawah permukaan (endokarst). Bentuk eksokarst seperti perbukitan kapur, menara kapur, dan telaga (logva), sementara endokarst dapat berbentuk gua dan berbagai variasi ornamennya. 1

2 Pemanfaatan sumberdaya hutan di SM Paliyan oleh masyarakat berupa pengambilan kayu bakar, mengambil hijauan pakan ternak (rumput gajah), dan aktivitas pengelolaan di demplot yang disediakan oleh pengelola SM Paliyan dilakukan untuk menambah pendapatan masyarakat (Ayuningtyas, 2013). Pola perilaku masyarakat dalam memanfaatkan hutan sudah terbentuk sejak lama, karena sebelumnya SM Paliyan merupakan hutan produksi dan masyarakat dilibatkan dalam pengelolaannya sebagai pesanggem. Pesanggem merupakan istilah yang digunakan dalam menyebut petani pada sistem tumpangsari. Perubahan status hutan produksi menjadi hutan suaka margasatwa menjadikan aktivitas penggarapan oleh pesanggem yang semula diijinkan menjadi dilarang. Aktivitas penggarapan lahan menjadikan pemulihan kawasan SM Paliyan menjadi sulit. Jenis-jenis tumbuhan asli dipilih untuk memperbesar keberhasilan proses pemulihan kawasan SM Paliyan dan mengembalikan ekosistem ke kondisi semula. Faida dkk. (2012) menerangkan bahwa telah dipilih 27 tumbuhan asli vegetasi karst Gunungsewu yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan penyusunan model pemulihan kawasan karst Gunungsewu. Jenis tumbuhan asli tersebut adalah Aren (Arenga pinnata), Asam Jawa (Tamarindus indica), Bendo (Arthocarpus elasticus), Bulu (Ficus annulata), Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Dlingsem (Homalium tomentosum), Gulan (Mallotus philippensis), Ilat-Ilat (Ficus callosa), Kepek/Ipik (Ficus superba), Ketos (Protium javanicum), Kutu (Bridelia stipularis), Laban (Vitex pubescens), Lo (Ficus glomerata roxb), Mindi (Melia azedarach), Mimba (Azadirachta indica),

3 Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Pace (Morinda citrifolia), Preh (Ficus ribes), Pulai (Alstonia scholaris), Rempelas (Ficus ampelas), Serut (Streblus asper), Sigar Jalak (Flueggea virosa), Srikoyo (Annona squamosa), Talok (Grewia eriocarpa), Tebelo Pusuh (Cinchona speciosa), Tutup (Macaranga tanarius), dan Walikukun (Schoutenia ovata). Masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu pihak yang penting dalam pengelolaan kawasan konservasi. Pengelola membangun hubungan antara kawasan konservasi dan masyarakat sekitarnya dengan mendorong peran serta masyarakat dalam pengelolaan SM Paliyan. Pelibatan masyarakat terutama yang melakukan penggarapan lahan dalam upaya penanaman tumbuhan asli menjadi salah satu upaya dari pengelola untuk memperbesar tingkat keberhasilan pemulihan kawasan SM Paliyan. Upaya tersebut sekaligus mengelola masyarakat sehingga menekan intensitas penggarapan lahan oleh masyarakat yang merupakan tahapan dari rencana panjang untuk menghilangkan aktivitas penggarapan di kawasan SM Paliyan. 1.2. Rumusan Masalah Keberadaan masyarakat di sekitar SM Paliyan masih mempengaruhi keberhasilan pemulihan kawasan yang telah terlaksana. Hal tersebut disebabkan masyarakat masih memanfaatkan sumberdaya hutan sampai saat ini, khususnya masyarakat yang melakukan penggarapan lahan di dalam SM Paliyan. Keterlibatan masyarakat dalam upaya pemulihan kawasan karst dengan penanaman tumbuhan asli di SM Paliyan belum pernah dilakukan. Potensi

4 keterlibatan masyarakat dapat diketahui melalui penelusuran informasi mengenai pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan asli karst, persepsi masyarakat tentang upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan, kesadaran masyarakat tentang status dan fungsi SM Paliyan, dan potensi bentuk keterlibatan masyarakat dalam upaya penanaman tumbuhan asli di SM Paliyan. Namun, semua informasi tersebut belum diketahui. Pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan dari masalah tersebut diantaranya adalah: 1. Apa saja pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang tumbuhan asli karst? 2. Bagaimana persepsi masyarakat tentang upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan? 3. Bagaimana kesadaran masyarakat tentang status dan fungsi hutan SM Paliyan? 4. Apa saja potensi bentuk keterlibatan masyarakat di dalam upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan? 1.3. Tujuan 1. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan asli karst. 2. Mengetahui persepsi masyarakat tentang upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan.

5 3. Mengetahui kesadaran masyarakat tentang status dan fungsi hutan SM Paliyan. 4. Mengetahui potensi bentuk keterlibatan masyarakat di dalam upaya pemulihan kawasan dengan penanaman tumbuhan asli karst di SM Paliyan. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pengelola SM Paliyan untuk pertimbangan pengelolaan masyarakat agar meningkatkan keberhasilan pemulihan kawasan dan menurunkan tingkat kerusakan hutan akibat penggarapan. Hasil penelitian ini juga dapat dipergunakan untuk kepentingan penelitian lainnya, yang memfokuskan pada topik adopsi inovasi pemulihan kawasan oleh masyarakat sekitar SM Paliyan.