BAB I PENDAHULUAN. industri tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Kanker kepala leher

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection

PENGARUH RADIOTERAPI AREA KEPALA DAN LEHER TERHADAP ph SALIVA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, maka populasi penduduk lansia juga akan meningkat. 2 Menurut Badan

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

PENGARUH RADIOTERAPI AREA KEPALA DAN LEHER TERHADAP CURAH SALIVA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. dimana tiap trimester berlangsung hampir 3 bulan lamanya. Trimester 1

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, dan Ilmu

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 202 juta di tahun 1950 menjadi 831 juta di tahun Jumlah ini diperkirakan akan terus

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

PENGARUH PEMBERIAN PERMEN KARET YANG MENGANDUNG XYLITOL TERHADAP PENURUNAN KELUHAN XEROSTOMIA PADA PASIEN DENGAN RADIOTERAPI KEPALA DAN LEHER

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan Republik

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

PENGARUH RADIOTERAPI AREA KEPALA DAN LEHER TERHADAP ph SALIVA

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Gigi dan Mulut dan Ilmu Penyakit Dalam.

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat predileksi terjadinya kanker. Kanker yang paling sering didiagnosa pada

PENGARUH PEMBERIAN PERMEN KARET YANG MENGANDUNG XYLITOL TERHADAP CURAH DAN ph SALIVA PADA LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. saliva mayor yang terdiri dari: parotis, submandibularis, sublingualis, dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tubuh manusia memiliki organ pencernaan yang salah satunya adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PEMBERIAN PERMEN KARET YANG MENGANDUNG XYLITOL TERHADAP CURAH DAN ph SALIVA PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DENGAN TERAPI AMLODIPINE

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan sampel

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

PENGARUH RADIOTERAPI AREA KEPALA DAN LEHER TERHADAP CURAH SALIVA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PEMBERIAN PERMEN KARET YANG MENGANDUNG XYLITOL TERHADAP CURAH DAN ph SALIVA PADA LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup seseorang (Navazesh dan Kumar, 2008; Amerongen, 1991).

HUBUNGAN RADIOTERAPI KEPALA LEHER TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI DILIHAT MELALUI FOTO PANORAMIK LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization, 2014). Data proyek Global Cancer (GLOBOCAN) dari

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

SKRIPSI. Prevalensi Terjadinya Xerostomia setelah Dilakukan Terapi Radiasi pada Penderita Kanker Kepala dan Leher

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Paru, prostat, kolorektal, lambung, dan hati merupakan 5 organ

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM dan SETELAH RADIOTERAPI (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH VISKOSITAS DAN LAJU ALIRAN SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN KALKULUS PADA PASIEN DI INSTALASI PERIODONSIA RSGM USU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

HAL-HAL YANG BERPENGARUH PADA KOMPOSISI SEKRESI SALIVA. Departemen Biologi Oral FKG USU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12%

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. saliva mayor dan minor. Saliva diproduksi dalam sehari sekitar 1 2 liter,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai proteksi, pengaturan reseptor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

PENGARUH PEMBERIAN PERMEN KARET YANG MENGANDUNG XYLITOL TERHADAP CURAH DAN ph SALIVA PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DENGAN TERAPI AMLODIPINE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB V HASIL PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah

BAB 4 METODE PENELITIAN

Pemilihan sampel. Pengajuan informed consent. Pengisian kuesioner. Pengukuran volume saliva menggunakan timbangan digital.

HUBUNGAN ph SALIVA DENGAN KARIES PADA KEHAMILAN TRIMESTER PERTAMA DAN KEDUA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB 4 METODE PENELITIAN. komparasi tanpa memberikan perlakuan pada sampel Populasi Sampel, Sampel, dan Besar Sampel

BAB I PENDAHULUAN. al.(2008) merujuk pada ketidaksesuaian metabolisme yang ditandai oleh

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian klinis laboratoris dengan

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan insulin, baik total ataupun sebagian. DM menunjuk pada. kumpulan gejala yang muncul pada seseorang yang dikarenakan oleh

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

PENGARUH KONSUMSI COKELAT DAN KEJU TERHADAP KONSENTRASI KALSIUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Obat kumur sering digunakan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi

Nungky, et al, judul Pengaruh Pajanan Radiasi Sinar-X dari Radiografi Panoramik terhadap ph Saliva

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

BAB I. PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG. American Thyroid Association (2014) mendefinisikan. nodul tiroid sebagai benjolan yang terbentuk karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tahun dan penyebab kematian kedua pada kelompok anak usia 5-14 tahun (Minino

BAB IV METODE PENELITIAN. ditetapkan di Ruang Pemulihan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insidens penyakit kanker saat ini semakin meningkat, tidak hanya di negara industri tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Kanker kepala leher merupakan kanker tersering ke-6 di dunia, insidensinya sekitar 2,8% dari seluruh keganasan. 1 Penggunaan sinar X semakin bertambah luas setelah sinar X ditemukan oleh Wilheim Conrad Rontgen pada tahun 1895. Sinar X dalam bidang kedokteran digunakan sebagai alat bantu diagnostik dan terapi. 2 Walaupun penggunaan kemoterapi sudah meningkat, namun terapi radiasi yang disebut radioterapi dan operasi masih tetap menjadi dua modalitas utama untuk pengobatan kanker kepala leher. 1 Radioterapi yang diberikan selama pengobatan kanker kepala leher dapat memicu terjadinya kerusakan sel dan menyebabkan perubahan pada rongga mulut. 3,4 Radioterapi memberi efek samping destruktif pada kelenjar saliva yang berakibat pada penurunan curah saliva atau hiposalivasi dan mulut kering yang selanjutnya disebut xerostomia. 4 Penurunan curah saliva dapat mengakibatkan mukosa mulut menjadi kering dan sel-sel mukosa atropi, khususnya sel asinar serous. Radioterapi menginduksi terjadinya perubahan elektrolit dan fungsi antibakteri pada saliva serta menurunkan kapasitas buffer pada saliva sebanyak 1

2 67%. Hal tersebut berdampak pada penurunan derajat keasaman atau ph saliva yang menyebabkan penurunan flora normal dalam rongga mulut. 1,5 Sekresi saliva berlangsung sebanyak 1-2 liter setiap harinya dengan laju sekresi 0,5-5 ml/menit. 6 Derajat keasaman atau ph saliva normal berkisar antara 6,7-7,3. ph saliva tergantung pada perbandingan asam dan konjugasi basanya. 7 Beberapa metode telah dipakai untuk menentukan derajat xerostomia diantaranya observer-based grading, patient self-reported scoring dengan menggunakan kuesioner xerostomia, dan pengukuran objektif dari produksi saliva seperti salivary flow rate atau salivary gland scintigraphy. 8 Kuesioner xerostomia yang dapat dipakai diantaranya Groningen Radiotherapy Induced Xerostomia Questionnaire (GRIX) dengan jawaban berupa skala likert. 9 Produksi saliva yang berkurang selalu disertai dengan perubahan dalam komposisi saliva yang menyebabkan fungsi saliva tidak berjalan sempurna. Meningkatnya sekresi saliva menyebabkan meningkatnya volume dan viskositas saliva yang diperlukan untuk proses penelanan dan lubrikasi. Peningkatan sekresi saliva juga meningkatkan jumlah dan susunan kandungan saliva, seperti bikarbonat yang dapat meningkatkan ph sedangkan penurunan sekresi saliva akan menyebabkan menurunnya kapasitas buffer yang berdampak pada peningkatan viskositas dan penurunan ph saliva. 5,10 Hasil penelitian Aulia Parvasani tahun 2012 menyebutkan bahwa dosis radioterapi daerah kepala dan leher berpengaruh terhadap ph saliva. Semakin tinggi

3 dosis yang diberikan pada saat radioterapi, maka ph saliva akan semakin turun sehingga menjadi asam. 11 Berdasarkan uraian diatas, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara ph saliva dengan derajat xerostomia pada pasien pasca radioterapi area kepala leher. 1.2 Permasalahan Penelitan Dari latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Adakah hubungan antara derajat xerostomia dengan ph saliva pada pasien kanker kepala dan leher pasca radioterapi? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara derajat xerostomia dengan ph saliva pada pasien pasca radioterapi kanker kepala dan leher. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Menilai derajat xerostomia pada pasien setelah menjalani radioterapi area kepala dan leher. 2. Mengetahui kadar ph saliva pada rongga mulut pasien setelah menjalani radioterapi area kepala dan leher. 3. Mengetahui hubungan derajat xerostomia dengan ph saliva.

4 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat untuk Pengetahuan Memberikan informasi tentang pengaruh radioterapi area kepala dan leher terhadap perubahan ph saliva dan hubungannya terhadap derajat xerostomia pada rongga mulut pasien. 1.4.2 Manfaat untuk Masyarakat Memberikan pengetahuan dalam pengelolaan masalah kesehatan gigi dan mulut pada pasien setelah menjalani radioterapi area kepala dan leher. 1.4.3 Manfaat untuk Penelitian dilakukan untuk menindaklanjuti penelitian sebelumnya, sehingga berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan informasi ilmiah mengenai komplikasi oral yang dapat timbul akibat radioterapi pada area kepala dan leher. 1.5 Orisinalitas Penelitian Penelitian sebelumnya membahas tentang pengaruh radioterapi area kepala dan leher terhadap ph saliva dan hubungan antara curah saliva tanpa stimulasi dengan derajat xerostomia yang dinilai dengan menggunakan kusioner xerostomia XQ dan GRIX.

5 Tabel 1. Orisinalitas Penelitian No. Peneliti, Judul Penelitian, Tahun Penelitian 1 Fithrony, MT. Pengaruh Radioterapi Area Kepala dan Leher Terhadap Curah Saliva. 2012. 12 2. Parvasani, A. Pengaruh Radioterapi Area Kepala dan Leher Terhadap ph Saliva. 2012. 11 3. Ayu, FD. Hubungan Antara Curah Saliva Tanpa Stimulasi Dengan Penilaian Keparahan Xerostomia Menggunakan Kuesioner Xerostomia (Kajian Pada Pasien Radioterapi Kanker Kepala dan Leher di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta). 2014. 13 Metode menggunakan quasi eksperimental dengan rancangan pre and post test design. merupakan penelitian quasi experimental dengan pre and post test design. merupakan penelitian cross sectional observasional. Subyek penelitian merupakan pasien kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi di Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Januari-April 2013. Keparahan xerostomia dinilai menggunakan kuesioner xerostomia (XQ dan GRIX). Hasil Terdapat perbedaan curah saliva antara curah saliva pada pasien sebelum menjalani radioterapi area kepala dan leher, setelah dosis total 20 Gy, dan setelah dosis total 40 Gy. Radioterapi area kepala leher berpengaruh terhadap curah saliva. Rerata ph saliva sebelum menjalani radioterapi adalah 7,10±0,422, setelah dosis total 20 Gy adalah 6,69±0,348, dan setelah dosis total 40 Gy adalah 6,26±0,299. Radioterapi area kepala leher berpengaruh terhadap ph saliva. Terdapat hubungan antara curah saliva tanpa stimulasi dengan penilaian keparahan xerostomia menggunakan XQ dan GRIX pada pasien radioterapi kepala dan leher di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Semakin rendah curah saliva tanpa stimulasi maka semakin parah xerostomia yang dirasakan pasien.

6 No. Peneliti, Judul Penelitian, Tahun Penelitian 4 Lin C, et al. Effects of Radiotherapy on Salivary Gland Function In Patients With Head And Neck Cancers. 2015. 14 5 Meirovitz A, et al. Grading Xerostomia By Physicians Or By Patients After Intensity Modulated Radiotherapy of Head And Neck Cancers. 2006. 8 Metode menggunakan rancangan penelitian observasional dengan pendekatan studi kohort. Subjek penelitian terdiri dari 11 pasien kanker kepala leher yang mendapat pengukuran sebelum radioterapi dan setiap bulan setelah radioterapi, 51 pasien kanker kepala leher yang mendapat pengukuran satu kali setelah radioterapi dan 7 orang sebagai kontrol. Sampel didapat dari Department of Oral and Maxillofacial Surgery, National Taiwan University Hospital, Taipei, Taiwan. merupakan penelitian prospective cross sectional. Populasi studi terfokus pada pasien dengan kanker kepala leher yang menjalani IMRT dan berpartisipasi dalam studi longitudinal kualitas hidup di University of Michigan. Hasil Pada pasien kanker kepala dan leher yang mendapatkan radioterapi, flow rate, ph, dan kapasitas buffer akan menurun dalam waktu <1 tahun pasca radioterapi, meningkat setelah 1-5 tahun pasca radioterapi, dan menurun kembali setelah 5 tahun pasca radioterapi. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan xerostomia menggunakan skor XQ dengan laju curah saliva yang distimulasi maupun tidak distimulasi.

7 Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muhammad Tsalis Fithrony, Aulia Parvasani dan Chia-Yung Lin dkk dijelaskan mengenai efek radioterapi kanker kepala dan leher terhadap curah, ph, dan kapasitas buffer saliva, sedangkan penelitian ini memfokuskan pengaruh radioterapi terhadap menurunnya ph saliva dan hubungannya dengan derajat xerostomia pada pasien pasca radioterapi area kepala dan leher. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Friendika Ayu membahas hubungan antara jumlah curah saliva dengan keparahan xerostomia menggunakan kuesioner XQ dan GRIX pada pasien pasca radioterapi kanker kepala dan leher. Sedangkan pada penelitian ini akan membahas tentang apakah terdapat hubungan antara ph saliva dengan derajat xerostomia yang dinilai menggunakan kuesioner GRIX pada pasien pasca radioterapi pada area kepala dan leher. Selain keempat penelitian tersebut, ada pula penelitian lain yang meneliti mengenai hubungan laju curah saliva dengan derajat xerostomia yang dinilai berdasarkan kuesioner XQ. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada variabel dan kuesioner yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Amichay Meirovitz dkk, variabel yang diteliti adalah laju curah saliva dan derajat xerostomia dinilai menggunakan kuesioner XQ, sedangkan pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah ph saliva dan derajat xerostomia yang dinilai menggunakan kuesioner GRIX.