NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

dokumen-dokumen yang mirip
UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

Oleh I Gede Juli Agus Puja Astawa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Implikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh:

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM MELAKSANAKAN TRI SANDYA PADA ANAK DI TK. HINDU CANANG SARI TEGALCANGKRIG KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 13

TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

RITUAL PENGLUKATAN PADA HARI TUMPEK WAYANG DI DESA PAKRAMAN BANJARANGKAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu)

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

MIMAMSA DARSANA. Oleh: IGN. Suardeyasa, S.Ag dkk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Agama Hindu merupakan agama tertua didunia dan masih ada hingga saat ini.

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

KELUARGA HINDU. Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN

SASOLAHAN SANGHYANG DELING

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

EKSISTENSI PELINGGIH GAJAH MINA DI PURA DALEM PENATARAN PED DI DUSUN NUSASAKTI DESA NUSASARI KECAMATAN MELAYA JEMBARANA

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

ANGKLUNG TIRTHANIN TAMBLINGAN DI DESA PAKRAMAN SELAT KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI NYURUD AYU DALAM UPACARA PIODALAN DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

PENGGUNAAN BALE GADING DALAM UPACARA MAPENDES DI DESA DUDA TIMUR KECAMATAN

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

Keindahan Desain Tamiang, Menghiasi Hari Raya Kuningan di Desa Penarungan

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

Fungsi Produk Seni Kerajinan Ukir Kayu Guwang

TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. Agama diturunkan kepada manusia untuk menuntun mereka mencapai. mempunyai budi pekerti yang luhur. Agama memenuhi kerinduan yang

UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

TINDAKAN KOMUNIKASI VERBAL REMAJA DALAM PELESTARIAN BAHASA BALI DIALEK SONGAN DI DESA SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB I PENDAHULUAN UKDW

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

Pendidikan Anak Usia Dini (Kesenjangan Kurikulum dan Penyelenggaraan) (Kadek Widiastuti/ )

Eksistensi Kulkul Sebagai Media Komunikasi Tradisional

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu )

PURA BEJI SEBAGAI CAGAR BUDAYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN DI DESA SANGSIT, SAWAN, BULELENG, BALI. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

RELIGIUSITAS UMAT ISLAM SETELAH KONVERSI KE AGAMA HINDU DI DESA PAKRAMAN NYITDAH KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN (Kajian Teologi Hindu)

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL)

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN BAHASA BALI DALAM SIKAP BAHASA SISWA KELAS XI BAHASA 1 SMA NEGERI 2 GEROKGAK

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG

Kerajinan Pis Bolong di Kabupaten Klungkung Oleh: I Made Berata (dosen PS Skriya Seni)

(Perspektif Teologi Hindu)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM :

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 62

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Nilai Interaksi Simbol Tradisi dalam Wujud Pelinggih pada Ruang Publik

PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM

BAB V KESIMPULAN. Penelitian lapangan ini mengkaji tiga permasalahan pokok. tentang bunyi-bunyian pancagita yang disajikan dalam upacara

PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

LANDASAN PENDIDIKAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA NI WAYAN RIA LESTARI NIM :

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan

Transkripsi:

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA Oleh Ni Made Ardani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar made.ardani6@gmail.com Abstrak Sradha adalah kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasadalam segala manifestasi-nya. Konsep sradha inilah yang menjadikan aktifitas keagamaan dan budaya di Bali tetap bertahan. Dewa Ganesha adalah salah satu manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasayang sejak lama oleh agama Hindu dipuja dalam setiap melakukan persembahyangan. Pemujaan kehadapan Dewa Ganesha menggunakan media yang berbentuk patung/arca Ganesha yang dipercayai sebagai sthana dari Dewa Ganesha. Penempatan patung Ganesha didasari dari berbagai keyakinan dan fungsi yang berbeda-beda. Penempatan berbagai patung Ganeshayang berbeda-beda ini tentu menarik untuk diadakan penelitian yang perlu dikaji dengan judul Nilai Pendidikan Agama Hindu dalam Penempatan Patung Ganesha di Desa Manistutu Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana. Hasil penelitian menunjukkan (1) Penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu ditempatkan diberbagai tempat dengan fungsi yang berbeda-beda, (2) Penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu memiliki fungsi yaitu fungsi religius atau sakral sebagai media pemujaan masyarakat meyakini patung Ganesha sebagai tempat untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi-nya sebagai Dewa Ganeshadan fungsi sekuler atau profan patung Ganesha hanya difungsikan sebagai hiasan dan dekorasi, dan (3) Nilai pendidikan yang terkandung dalam penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu adalah: (a) nilai pendidikan tattwadapat dilihat dari adanya keyakinan masyarakat terhadap penempatan patung Ganesha sebagai sthana dari Dewa Ganesha yang difungsikan sebagai media pemujaan kehadapan Dewa Ganesha, (b) nilai pendidikan sosio religius terlihat dari adanya kebersamaan masyarakat tetap beraktivitas dalam ranah spritual dimana aktivitas pemujaan yang memfokuskan keyakinan 1 masyarakat terhadap simbol-simbol tertentu terbukti dengan fenomena berupa patung Ganesha yang ditempatkan diberbagai tempat di Desa Manistutu yang difungsikan sebagai media pemujaan kehadapan Dewa Ganesha, dan (c) nilai pendidikan estetika pada patung Ganesha dapat ditinjau dari relief-relief patung Ganesha yang menimbulkan rasa nikmat dan senang bagi penikmatnya. Kata kunci: Penempatan Patung Ganesha, Pendidikan Agama Hindu. I. PENDAHULUAN Umat Hindu meyakini dan mempercayai adanya Tuhan dalam berbagai manifestasi dan perwujudan-nya. Hindu memuja banyak Tuhan atau Dewa bukanlah politheisme akan tetapi monotheistik polytheisme. Pemikiran Hindu yang monotheime adalah pengakuan tentang Tuhan yang diketahui dengan banyak cara dan dipuja dalam berbagai bentuk (Pandit, 2006: 43). Tuhan tidak dapat dikatakan hanya memiliki satu bentuk atau nama tertentu karena akan membatasi kekuatan-nya yang pasti. Inilah mengapa Hindu memuja berbagai nama dan 371

bentuk Tuhan sesuai dengan fungsinya. Tidak ada nama atau bentuk yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lainnya karena semuanya itu adalah manifestasi dari Tuhan. Seperti halnya matahari dan sinarnya tidak akan bisa dipisahkan. Demikian juga antara Dewa dan Tuhan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, hanya dapat dibedakan secara teoretis. Dewa tertinggi dalam agama Hindu adalah Tri Murti. Dewa tersebut adalah manifestasi Tuhan sebagai pencipta (uttpeti), pemelihara (sthiti) dan pengembali ke asal (pralina). Kegiatan keagamaan dalam pemujaan kehadapan Ida SangHyang WidhiWasa/Tuhan umat Hindu menggunakan berbagai simbol sebagai sthana/penempatan untuk dapat memuja-nya. Namun tidak seluruh umat Hindu mampu memahami makna dan fungsi dari berbagai simbol tersebut. Banyak pertanyaan muncul dari masyarakat Hindu dan tidak puas dengan penjelasan bila tidak bersumber pada kitab suci Weda atau susastra Hindu lainnya. Tingkat pendidikan umat Hindu pada umumnya, menuntut pula pemahaman terhadap agama Hindu lebih dalam lagi terhadap simbol tersebut. Simbol dalam agama Hindu sangat terkait dan tidak dapat dipisahkan dengan ajaran ketuhanan (teologi). Simbol atau lambang tersebut merupakan sesuatu yang bersifat fungsional bagi kehidupan masyarakat Hindu. Di kehidupan sehari-hari jelas dapat dilihat betapa pentingnya arti serta peranan simbol tersebut sebagai sarana pemujaan kehadapan Ida SangHyang Widhi atau Tuhan umat Hindu Karena simbol tersebut bisa berupa patung (arca), pratima untuk para dewa, wahana dewata atau kendaraan para dewa, bangunan suci sebagai sthana untuk memuja-nya, sastra atau huruf suci dan berupa mantra, mudra, yatra, rerajahan, juga persembahan suci berupa sesajen yang beraneka ragam dan lain-lain (Titib, 2003: 1). Umat Hindu berpikir tentang Tuhan melalui banyak jalan dan menyembah berbagai 2 bentuk. Dalam hal ini, Tuhan diberi nama sendiri-sendiri oleh para Maharsi, untuk membantu umat Hindu dalam memuja-nya. Ini berarti ketidakterbatasan bentuk dari Ida SangHyang WidhiWasa/ segala memanifestasi-nya, agar dapat dipuja menurut keinginan dan kapasitas serta kemampuan pemuja-nya. Umat Hindu menyadari keterbatasan psikologi seseorang. Sehingga mengkonkritkan Ida SangHyang WidhiWasa dalam segala bentuk sesuai dengan wujud yang berupa patung (arca), pratima, dan gambar-gambar yang nyata. Seperti patung Ganesha, gambar Dewi Laksmi,Dewi Saraswati dan sebagainya. Akan tetapi dari berbagai simbol tersebut menurut pengamatan penulis diantara patung (arca), dan pratima justru patung Ganesha lebih banyak terdapat di berbagai tempat. Patung merupakan sebuah gambaran atau wujud yang dipergunakan untuk pemujaan pada tahap awal yang merupakan simbol luar dari Tuhan. Wujud yang nyata diperlukan oleh masyarakat luas untuk melakukan konsentrasi kehadapan-nya (Sivananda, 2003: 154). Patung Ganesha adalah bukti salah satu patung yang dipergunakan sebagai sarana pemujaan kehadapan Ida SangHyang Widhi/Tuhan. Patung Ganesha dapat dikatakan sebagai media pemujaan terlebih dahulu harus memulai sebuah proses yang disebut dengan pasupati.penempatan patung Ganesha di Bali seakan menjadi sebuah trend, begitu pula di Desa Manistutu, masyarakat sebagian besar memasang patung Ganesha di aling-aling rumah, di sekolah, di samping sanggah kemulan dan di dalam kober atauulap-ulap(gambar dalam kain atau kertas) yang digunakan pada upacara caru Rsi Gana semuanya berfungsi sebagai penolak bala. Keunikan pada penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu yaitu ditempatkan diberbagai tempat dengan fungsi dan rupa yang berbeda-beda. Hal pokok yang melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian tentang patung Ganeshayang ada di Desa Manisutu adalah untuk mengetahui patung Ganesha di Desa Manistutu ditinjau dari penempatannya, untuk mengetahui fungsi dalam penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu, dan mengetahui nilai-nilai pendidikan agama Hindu yang terkandung didalamnya. Mengacu pada sebuah kepercayaan terdapat nilai-nilai tertentu yang bisa di peroleh, maka dari itu penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu perlu untuk diteliti. Kepercayaan itu 372

disebabkan oleh adanya sebuah anugrah yang diterima oleh masyarakat yang mensthanakan patung Ganesha, yang mengarah positif memohon pengobatan (nunas tamba), dianggap sebagai penyibeh keluarga antara lain memohon keselamatan dari mara bahaya yang bersifat mistik, memohon penganugrahan kerahayuan kerahajengan. Permasalahan ini tentu menarik untuk ditelusuri keberadaannya, karena selama ini sebagian masyarakat belum memahami secara pasti bagaimana penempatan, fungsi dan nilainilai pendidikan agama Hindu yang terkandung dalam penempatan patung Ganesha tersebut. Oleh karena itu peniliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian terhadap trend dari keberadaan patung Ganesha tersebut dengan judul: Nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Penempatan Patung Ganesha Di Desa Manistutu Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana. 3 II. PEMBAHASAN 2.1. Penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana Penempatan patung Ganesha sebagai vighnesvara, avighnesvara maupun vignaghna secara implisit dan eksplisit memiliki makna yang tidak jauh berbeda, yakni mengacu kepada suatu makna bahwa Dewa Ganesha pada hakekatya adalah Dewa penghalang, penolak bala atau pelenyap berbagai macam bencana dan sekaligus sebagai pemberi keberhasilan bagi manusia. Penempatan patung Ganesha sebagai penghalang bahaya bermakna luas, mengingat bahwa jenis maupun sumber bahaya yang mengancam kehidupan manusia amat banyak dan beragam. Begitu pula di Desa Manistutu penempatan patung Ganesha yang dipercayai sebagai sthana dari Dewa Ganesha di tempatkan diberbagai tempat yaitu: (1) Patung Ganesha Ditempatkan di Aling-Aling Rumah, (2) Patung Ganesha Ditempatkan di Sekolahsekolah, (3) Patung Ganesha Ditempatkan di Samping Sanggah Kemulan, (4) Patung Ganesha ditempatkan di Samping Kolam, dan (5) Simbol DewaGanesha di Dalam Kober Atau Ulap-ulap Upacara Caru Rsi Gana. 2.2. Fungsi penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana Fungsi penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana dalam berbagai bentuk dan segi penempatannya berdasarkan pengamatan penulis dibagi menjadi dua fungsi yaitu: (1) Fungsi Religius atau Sakral dan (2) Fungsi Sekuler atau Profan. 2.3. Nilai pendidikan yang terkandung dalam penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia. Nilai dapat diartikan suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat terjadi dasar penentu tingkah laku manusia. Kata nilai berarti sifat atau hal yang penting dan berguna bagi kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan sesama dan dalam hubungannya dengan sifat manusia itu sendiri dalam menjalankan hidup guna terwujudnya jalinan hidup yang harmonis (Poerwadarminta, 2009: 9). Kata nilai juga dapat diartikan menilai, menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu untuk selanjutnya mengambil keputusan berguna atau tidak.nilai yang terkandung dalam penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana yaitu: Nilai Pendidikan Tattwa, Nilai Pendidikan Sosio Religius, Nilai Pendidikan Estetika. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV tentang Nilai Pendidikan Agama Hindu dalam Penempatan Patung Ganesha di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penempatan patung Ganesha 7 di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana sebagai media pemujaanpatung Ganesha disucikan dan disakralkan terlebih 373

dahulu dengan cara diprayascita, dipasupati dan diplaspas. Patung Ganesha dipercayai sebagai sthana dari Dewa Ganesha sehingga ditempatkan di barat sanggah kemulan menghadap ke selatan (laut) atau menghadap ke barat (matahari) yaitu sebagai pengiring atau pengawal para Dewa sehingga sebelum memasuki daerah pelinggih sanggah kemulan, maka terlebih dahulu melakukan persembahan kehadapan Dewa Ganesha yang merupakan Dewa penjaga gerbang atau pelindung atas keselamatan para Dewa. Penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu juga ditempatkan pada aling-aling, di sekolah dan dalam kober atau ulap-ulap upacara caru rsi gana dengan fungsi yang berbeda-beda. Dan sebagai hiasan dan dekorasi patung Ganesha di Desa Manistutu ditempatkan di samping kolam tanpa disucikan dan disakralkan terlebih dahulu. 2. Fungsi Penempatan Patung Ganesha di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana terangkum menjadi dua fungsi yaitudiantaranya: (1) Fungsi Religius atau Sakral dalam penempatan patung Ganesha di Desa Manistutu yaitu patung Ganesha disakralkan sebagai media pemujaan, yang memiliki fungsi sebagai: fungsi sebagai pelindung, fungsi sebagai penolak bencana, dan fungsi sebagai penghalau segala rintangan (2) Fungsi Sekuler atau Profan penempatan patung Ganesha di Desa Manistututidak difungsikan sebagai media pemujaan, akan tetapi difungsikan sebagai hiasan dan dekorasi yang memberikan rasa seni bagi penikmatnya dan hanya dinikmati keindahannya saja. 3. Penempatan Patung Ganesha di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, mengandung nilai-nilai pendidikan agama Hindu diantaranya: (1) Nilai Pendidikan Tattwa, (2) Nilai Pendidikan Sosio Religius, (3) Nilai Pendidikan Estetika. Terkait pada nilai pendidkan Tattwa bahwa ini terlihat dari adanya keyakinan masyarakat terhadap penempatan patung Ganesha sebagai sthana dari Dewa Ganesha yang difungsikan sebagai media pemujaan kehadapan Dewa Ganesha. Pada Nilai Pendidikan Sosio Religius yang terlihat adanya kebersamaan masyarakat tetap beraktivitas dalam ranah spritual dimana aktivitas pemujaan yang memfokuskan keyakinan masyarakat terhadap simbol-simbol tertentu terbukti dengan fenomena berupa patung Ganesha yang ditempatkan diberbagai tempat di Desa Manistutu yang difungsikan sebagai media pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi-nya sebagai Dewa Ganesha, hal ini yang mencerminkan masyarakat sosial keagamaan.nilai Pendidikan Estetika yaitu dapat dilihat dari relief-relief patung Ganesha yang menimbulkan rasa nikmat dan senang bagi penikmatnya. DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodelogis ke Arah Model Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ekayanti, Ni Wayan Ria. 2016. Keberadaan 8 Patung Ganesha Di Pakarangan Rumah Masyarakat Banjar Bunut Puhun Desa Pakraman Bantas Kecamatan Tabanan (Kajian Praksis Pendidikan Sosio Religius). Skripsi (tidak diterbitkan).denpasar: IHDN Denpasar. Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pandit, Bansi. 2006. Pemikiran Hindu Pokok-Pokok pikiran Agama Hindu Dan Filsafat: Surabaya: Paramita. Poerwadarminta. 2009. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sivananda,Sri Svami. 2003. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya:Paramita. Sudarmiati, Ni Wayan. 2014. Eksistensi Patung Dewa Ganesha Di Desa Pakraman Pikat Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung (Perspektif Pendidikan Agama Hindu).Skripsi (tidakditerbitkan).denpasar: IHDN Denpasar. 374

Sudarsana, I. K. (2016). PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN DALAM BUKU LIFELONG LEARNING: POLICIES, PRACTICES, AND PROGRAMS (Perspektif Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia). Jurnal Penjaminan Mutu, (2016), 44-53. Sudarsana, I. K. (2015). PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM UPAYA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA. Jurnal Penjaminan Mutu, (Volume 1 Nomor 1 Pebruari 2015), 1-14. Sudarsana, I. K. (2017). Interpretation Meaning of Ngaben for Krama Dadia Arya Kubontubuh Tirtha Sari Ulakan Village Karangasem District (Hindu Religious Education Perspective). Vidyottama Sanatana: International Journal of Hindu Science and Religious Studies, 1(1), 1-13. Sugiono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, cv. Sulasa, I Made. 2010. Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Pemujaan Patung Ganesha di SMP Negeri 2 Nusa Penida Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung.Skripsi (tidakditerbitkan). Denpasar: IHDN Denpasar. Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita. Wardhani, Ni Ketut Srie Kusuma. 2010. Metode Penelitian. Denpasar: IHDN Denpasar. 375