BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-11 bulan) per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi (Dinkes Provinsi Jateng, 2016). Target Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 untuk AKB yaitu menurunkan Angka Kematian Neonatal (AKN) setidaknya 12 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) 25 per 1.000 kelahiran hidup (Anung, 2015). Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2015, diketahui dari 4,5 juta kematian balita, 75% kematian terjadi pada tahun pertama kehidupannya. Negara Afrika merupakan salah satu penyumbang AKB tertinggi di dunia yaitu sebesar 55 per 1.000 kelahiran hidup, lima kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan Negara Eropa yaitu sebesar 10 per 1.000 kelahiran hidup. AKB secara global menurun dari tingkat estimasi 63 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Kematian bayi setiap tahun 1
telah menurun dari 8,9 juta pada tahun 1990 menjadi 4,5 juta pada tahun 2015. AKB diklasifikasikan menjadi empat yaitu rendah jika AKB kurang dari 20, sedang 20-49, tinggi 50-99, dan sangat tinggi jika di atas 100 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan klasifikasi AKB pada tahun 2011, Myanmar merupakan negara yang memiliki AKB tertinggi di kawasan ASEAN dengan angka 47,9 per 1.000 kelahiran hidup. Empat negara termasuk Indonesia diantara Filipina, Laos dan Kamboja termasuk kelompok sedang. Sedangkan ke lima negara lainnya yaitu Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Vietnam termasuk negara dengan AKB rendah. AKB di Indonesia 4,2 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,2 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 2,2 kali lebih tinggi dari Thailand (Kemenkes, 2013). AKB untuk periode lima tahun sebelum survei (2008-2012) sebanyak 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Enam puluh persen bayi meninggal pada umur 0 bulan dan delapan puluh persen kematian balita terjadi pada umur 0-11 bulan (BPS dkk, 2013). Pada tahun 2012, dari 33 provinsi di Indonesia, hanya terdapat dua provinsi yang telah mencapai target MDGs (Milllenium Development Goals) 2015 untuk AKB yaitu Kalimantan Timur dan DKI Jakarta. Provinsi dengan Angka Kematian Bayi tertinggi terdapat di Papua Barat sebesar 74 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2013). Angka Kematian Bayi di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 22,23 per 1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah 2
mencapai target MDGs yakni 23 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2016). Dari data profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2015), AKB pada tahun 2014 sebesar 10,08 per 1.000 kelahiran hidup, terjadi sedikit penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu sebesar 10,41 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2015 AKB sebesar 10 per 1.000 kelahiran hidup. Terjadi penurunan namun tidak signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2014. AKB tertinggi berada di Kabupaten Grobogan sebesar 17,38 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Provinsi Jateng, 2016). Pada tahun 2014, jumlah kematian bayi di Kabupaten Boyolali sebesar 143 bayi atau AKB 9,5 per 1.000 kelahiran hidup. Jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu sebesar 111 kematian bayi atau AKB 7,5 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Kabupaten Boyolali, 2015). Kemudian pada tahun 2015 AKB di Kabupaten Boyolali mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014 sebesar 8,64 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Provinsi Jateng, 2016). Pada bulan Januari 2016 sampai April 2017 AKB di Kabupaten Boyolali sebanyak 155 kasus. Dari 29 Puskesmas yang ada di Kabupaten Boyolali, 26 Puskesmas diantaranya menyumbangkan kematian bayi (Dinkes Kabupaten Boyolali, 2017). Secara garis besar dari sisi penyebabnya, banyak faktor yang mempengaruhi kematian bayi antara lain faktor ibu, faktor bayi, kondisi 3
sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan. Dari faktor ibu banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya, ibu jarang memeriksakan kandungannya ke bidan, hamil diusia muda, hamil diusia tua, jarak kehamilan yang terlalu sempit kurangnya asupan gizi bagi ibu dan bayinya, makanan yang dikonsumsi ibu tidak bersih, fasilitas sanitasi dan higienitas yang tidak memadai (Sulistyawati, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Hendari dkk (2012) bahwa ada hubungan antara umur ibu (p=0,004) dengan kejadian kematian bayi di Kabupaten Bima tahun 2012. Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Prabamurti dkk (2008) bahwa ada hubungan antara umur ibu (p=0,0023), paritas (p=0,0006) dengan kejadian kematian neonatal. Umur ibu yang berisiko yaitu <20 dan >35 tahun, karena jika ibu berusia terlalu muda organ reproduksi ibu belum sempurna untuk menerima kehamilan, melahirkan serta merawat bayi (Saifuddin 2008), sedangkan jika usia ibu terlalu tua menyebabkan meningkatnya kombinasi antara usia tua pada kehamilan yang dapat berpengaruh pada janin (Sinsin, 2008). Ibu yang memiliki paritas 1 dan 4 juga berisiko untuk mengalami kematian bayi karena ibu yang memilik paritas 1 belum pernah memiliki pengalaman kehamilan dan persalinan sebelumnya yang akan berdampak pada pola perilaku ibu dalam menghadapi masalah yang berkaitan dan kehamilannya, sedangkan pada paritas 4 secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Namun hasil ini bertentangan dengan penelitian Naetasi dkk (2012) bahwa tidak ada hubungan yang 4
signifikan antara usia ibu (p=0,107) dan paritas (p=0,525) dengan kematian neonatal di Kupang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Hendari dkk (2012) bahwa ada hubungan antara frekuensi ANC (p=0,001) dengan kejadian kematian bayi. Pemeriksaan kehamilan sangat disarankan bagi para ibu hamil agar kesehatan ibu dan janin terus terpantau. Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan oleh pasangan suami-isteri. Pemeriksaan secara teratur akan menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak (Dewi dan Sunarsih, 2011). Namun hasil penelitian Pertiwi (2010) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pemeriksaan antenatal (p=0,431) dengan kematian neonatal. Faktor lingkungan yang menjadi penyebab tidak langsung seperti asap rokok juga dapat menyebabkan risiko kematian bayi karena rokok dapat mengurangi aliran darah ke ari-ari (plasenta) sehingga berisiko menimbulkan gangguan pertumbuhan janin (Djauzi, 2005). Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2015), membuktikan bahwa 100% dari responden yang mengalami kematian bayi terpapar asap rokok yang berasal dari suami. Namun hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Bergman & Wiesner (1976), bahwa tidak ada hubungan antara paparan asap rokok dari suami (p=0,20) dengan kejadian kematian bayi di Washington. Penelitian terbaru, di salah satu negara yang dikenal rawan malnutrisi, Ghana, menunjukkan bahwa bayi yang disusui dalam satu jam 5
pertama kehidupannya memiliki kesempatan hidup dan lebih mampu bertahan dibandingkan bayi yang tidak segera disusui. Bayi-bayi yang tidak diberi ASI pada hari pertama kehidupannya berpotensi 2,5 kali lebih tinggi untuk mengalami kematian (Rosita, 2008). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan faktor ibu (umur ibu, paritas, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), kunjungan ANC dan paparan asap rokok) dengan kejadian kematian bayi di Kabupaten Boyolali. B. Rumusan Masalah Faktor ibu apa saja yang berhubungan dengan kejadian kematian bayi di Kabupaten Boyolali? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis faktor ibu yang diduga merupakan faktor penyebab yang berhubungan dengan kejadian kematian bayi di Kabupaten Boyolali. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran karakteristik responden. b. Menganalisis hubungan antara umur ibu saat hamil dengan kejadian kematian bayi di Kabupaten Boyolali. 6
c. Menganalisis hubungan antara paritas dengan kejadian kematian bayi di Kabupaten Boyolali. d. Menganalisis hubungan antara Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dengan kejadian kematian bayi di Kabupaten Boyolali. e. Menganalisis hubungan antara kunjungan ANC dengan kejadian kematian bayi di Kabupaten Boyolali. f. Menganalisis hubungan antara paparan asap rokok dengan kejadian kematian bayi di Kabupaten Boyolali. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diaharapkan mampu memberikan manfaat bagi: 1. Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor ibu yang berpengaruh terhadap kejadian kematian bayi, sehingga masyarakat dapat mengetahui dan melakukan upaya pencegahan. 2. Instansi Kesehatan Sebagai masukan bagi perumus kebijakan khususnya dalam upaya pencegahan kesakitan dan kematian bayi dan peningkatan program kesehatan ibu dan anak di wilayah Kabupaten Boyolali. 3. Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan khasanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi untuk penelitian selanjutnya. 7