LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

PETA SOSIAL KOMUNITAS

PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

I. PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BERITA DESA TANJUNGSARI PERATURAN DESA TANJUNGSARI TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA TANJUNGSARI KECAMATAN SUKAHAJI KABUPATEN MAJALENGKA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2017

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

Transkripsi:

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di desa dalam rangka pengentasan masalah kemiskinan yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang dikelola oleh Perum Perhutani. Deskripsi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Penanggulangan kemiskinan dengan menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan operasional, merupakan wujud komitmen pemerintah dalam merealisasikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program nasional penanggulangan kemiskinan, yang salah satu bentuknya adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK) atau Kecamatan Development Project (KDP). Tujuan umum PPK adalah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan kapasitas masyarakat dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pembangunan desa atau antar desa agar dapat mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri serta peningkatan penyediaan infrastruktur sosial ekonomi masyarakat. Secara khusus tujun PPK yaitu : 1) mengembangkan kemampuan para pelaku pembangunan dalam memfasilitasi proses pambangunan secara partisipatif, 2) mengembangkan kapasitas masyarakat dalam ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan, 3) memperkuat kelembagaan pembangunan di desa atau antar desa, 4) meningkatkan penyediaan infrastruktur sosial ekonomi bagi masyarakat pedesaan, 5) meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dalam bidang pendidikan dan kesehatan, 6) memperluas kesempatan berusaha dan peluang pengembangan usaha bagi masyarakat miskin. Untuk mendukung pelakasanaan PPK-II maka dibentuk Tim Koordinasi sebagai pembina diberbagai tingkatan. Di tingkat pusat dibentuk Tim Koordinasi yang terdiri dari Bappenas, Depdagri, Kepkeu, Depkimpraswil, dan departemen/

48 lembaga lain terkait. Di tingkat provinsi dibentuk tim koordinasi yang ditetapkan gubernur dan terdiri dari berbagai instansi pemerintah terkait. Di tingkat kabupaten dibentuk tim koordinasi yang ditetapkan oleh bupati dan terdiri dari berbagai instansi pemerintah terkait. Di tingkat kecamatan dan desa dibentuk Tim Pelaksana/Pengelola Kegiatan (TPK) yang akan memfasilitasi proses kegiatan PPK-II di lapangan. Kriteria kecamatan yang berhak mendapatkan dana PPK-II adalah kecamatan yang memiliki karakteristik : 1) memiliki jumlah penduduk miskin yang relatif lebih besar di kabupaten, 2) memiliki peringkat kemiskinan yang relatif lebih tinggi di kabupaten, 3) memiliki indeks kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan yang relatif rendah di kabupaten, dan 4) memiliki indeks kualitas pelayanan prasarana dan sarana ekonomi yang relatif rendah. PPK-II merupakan program pembangunan yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat sesuai azas Dari, Oleh dan Untuk Masyarakat (DOUM), melalui : 1) keberpihakan pada masyarakat miskin dimana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan hasil ditujukan bagi penduduk miskin, 2) otonomi dan desentralisasi dimana masyarakat memperoleh kesempatan, kepercayaan dan kewenangan yang luas dalam kegiatan, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan maupun pemanfaatan hasilnya, 3) partisipatif dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan, 4) keswadayaan dimana kemampuan daya dukung masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan setiap kegiatan, 5) keterpaduan pembangunan dimana kegiatan yang dilaksanakan memiliki sinergi dengan kegiatan pembangunan yang lain. Pelaksanaan dan pengelolaan PPK-II juga menerapkan prinsip-prinsip, antara lain : 1) acceptable, dimana semua pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga memperoleh dukungan masyarakat, 2) transparants, dimana pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat, 3) accountable, dimana pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, 4) sustainable, dimana pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan, baik

49 dalam lingkungan eksternal maupun internal, 5) responsiveness, dimana pengelolaan kegiatan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta pelaku pembangunan lainnya, 6) strategic vision, dimana pelaksanaan kegiatan berdasarkan perspektif dan pertimbangan dan sumberdaya di masyarakat dengan perencanaan pembangunan pada tingkat yang lebih tinggi, 7) efectiveness and efficiency, dimana pelaksanaan kegiatan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dan pengelolaannya sesuai dengan perencanaannya. Sumber pembiayaan PPK-II berasal dari pemerintah (Rupiah Murni APBN, Pinjaman Luar Negeri, dan APBD) dan juga kontribusi dari masyarakat (swasta dan swadaya masyarakat). Dalam pembiayaan PPK-II ini, keberhasilan pelaksanaan PPK-II sangat tergantung pada komitmen dukungan dari pemerintah daerah. Pelaksanaan PPK-II tahun 2003-2005 di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong digunakan untuk kegiatan simpan pinjam dan pengerjaan sarana dan prasarana fisik (berupa jalan desa dan jembatan). Pelaksanaan PPK-II di Desa Tonjong dari Tahun 2003-2005 diarahkan pada pembangunan fisik berupa pengaspalan jalanan dan pembuatan jembatan. Hal ini bertujuan untuk menyediakan sarana jalan bagi masyarakat sehinga mempermudah masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari maupun kegiatan perekonomian masyarakat. Dengan terrealisasinya kegiatan PPK ini maka jalur transportasi dari Jalan Raya Tonjong (Pusat Desa) menjadi terhubung baik dengan wilayah-wilayah dari Dukuh Tonjong Lebak, Dukuh Timbang, Dukuh Pecangakan, Dukuh Karang Anjog dan Dukuh Mingkrik. Manfaat secara ekonomis juga sangat dirasakan oleh masyarakat khususnya yang menjadi petani maupun buruh tani dan pedagang bahan-bahan kebutuhan pokok, khususnya di wilayah Dukuh Pecangakan, Karang Anjog dan Mingkrik. Masih banyak lagi pihak-pihak yang merasa terbantu dan merasakan manfaat dari kegiatan PPK ini. Manfaat yang dirasakan oleh petani dan buruh tani adalah meningkatnya penghasilan dikarenakan berkurangnya pengeluaran dari komponen pengangkutan benih, pupuk dan hasil panen. Demikian pula, dirasakan oleh para pedagang yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk ongkos angkut barang sehingga pendapatannya meningkat.

50 Walaupun masih belum bisa dibuktikan secara kuantitatif, namun meningkatnya harga tanah di sepanjang jalan tersebut merupakan salah satu bukti lain dari bertambahnya kemampuan ekonomi warga. Keberhasilan lainnya dapat dilihat dari meningkatnya mobilitas penduduk yang melewati jalan tersebut, baik mobilitas masyarakat yang menuju pusat desa untuk mendapatkan pelayanan pemerintahan maupun kesehatan, juga dalam melakukan aktifitas ekonomi, maupun anak-anak sekolah yang berangkat menuju sekolahnya setiap hari. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan PPK di Desa Tonjong juga didukung oleh adanya pemanfaatan potensi ekonomi lokal yang ada di desa tersebut. Hasil Praktek Lapangan 1 (Pemetaan Sosial) di Desa Tonjong menunjukkan bahwa potensi sumberdaya ekonomi yang ada di wilayah tersebut antara laian adalah : adanya lahan baik pertanian maupun areal perhutanan, jumlah tenaga kerja yang berasal dari masyarakat yang cukup banyak, dan potensi sungai dengan bahanbahan materialnya seperti batu-batu kali dan pasir. Selama pelaksanaan kegiatan PPK di Desa Tonjong, ada beberapa catatan yang menunjukkan adanya upaya untuk memanfaatkan dan mengembangkan modal sosial dan gerakan sosial dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat tersebut. Hal tersebut didukung adanya unsur struktur komunitas dan organisasi/kelembagaan yang ada dalam masyarakat (sesuai hasil Pemetaan Sosial/PL-1). Adanya kepemimpinan lokal (baik formal dan informal) yang mengarahkan dan mengorganisasikan kegiatan. Dukungan dan kepercayaan (trust) masyarakat terhadap pemimpin menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam mendukung program, baik dalam bentuk tenaga maupun materi. Keterlibatan kelembagaan/organisasi sosial (LPM, PKK, Karang Taruna, Kelompok Pedagang Pasar) membuat Musyawarah Desa berjalan optimal dengan munculnya berbagai macam ide/gagasan program yang akhirnya mengkerucut pada kesimpulan program yang disepakati secara musyawarah dan mufakat oleh berbagai unsur dalam masyarakat.

51 Deskripsi Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan stakeholder dengan jiwa berbagi shareholder, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. PHBM merupakan kebijakan Direksi Perum Perhutani yang dituangkan dalam Keputusan Nomor : 136/PRTS/DIR/2001 tanggal 29 Maret 2001 dan lebih diperkuat dengan adanya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.01/Menhut-II/2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau Sekitar Hutan dalam Rangka Social Forestry. Semua biaya-biaya pelaksanaan program PHBM dibebankan pada anggaran Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dan dana-dana lain yang sah. Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Desa Tonjong telah dimulai sejak akhir tahun 2003 dalam bentuk pola kerjasama pengelolaan hutan antara Perum Perhutani (Administratur Perum Perhutani Pengarasan/Tonjong) dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Bhakti Desa Tonjong. Tahaptahap pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain : 1. Pengenalan Program (Sosialisasi), dilaksanakan Perum Perhutani (Administratur Perum Perhutani Pengarasan/Tonjong) yang dihadiri aparat desa, BPD, LPM, dan komponen masyarakat desa sekitar hutan di Desa Tonjong. 2. Persiapan Prakondisi Sosial, dilaksanakan dengan membentuk kelembagaan berupa Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Bhakti Desa Tonjong. 3. Perencanaan dan Pelaksasanaan Program, dilaksanakan melalui musyawarah diantara LMDH dan Perum Perhutani untuk menyusun rancangan dan pelaksanaan program PHBM. 4. Pengembangan ekonomi kerakyatan, yang dilaksanakan dalam bentuk upayaupaya untuk menggali peluang-peluang usaha bagi pengembangan ekonomi kerakyatan di Desa Tonjong.

52 5. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan, dalam bentuk pemantauan proses PHBM yang dilakukan oleh Perum Perhutani, Masyarakat Desa Hutan dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam PHBM. Evaluasi terhadap PHBM dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali dengan sasaran : perkembangan kegiatan PHBM, tingkat kesejahteraan Kelompok Tani Hutan (KTH) dan LMDH, tingkat kelestarian sumber daya hutan, serta pelaksanaan peran dan tanggung jawab Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam PHBM. Dalam rangka merealisasikan salah satu tujuan PHBM yaitu meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat, pihak Perum Perhutani Pengarasan/Tonjong (melalui Administratur Perum Perhutani Pengarasan/Tonjong dan Penyuluh Lapangan Perhutanan Sosial/ PLPS) merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sasarannya adalah masyarakat sekitar hutan di Desa Tonjong, antara lain : 1. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan seperti pembenihan, penanaman, perawatan dan pemanenan. Dari kegiatan ini diharapkan ada penghasilan tambahan bagi masyarakat dari Perum Perhutani. 2. Bersama LMDH berupaya mencari alternatif usaha ekonomis produktif bagi masyarakat. 3. Bersama LMDH mengupayakan kegiatan simpan pinjam kepada masyarakat desa di sekitar hutan. 4. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengolah lahan kosong di sekitar hutan. Masyarakat biasanya mengolah lahan sekitar hutan tersebut dengan tanaman padi, jagung, kacang tanah, pisang, singkong dan tanaman lain yang bernilai ekonomis dan menghasilkan bagi masyarakat. Program PHBM merupakan program Perum Perhutani dalam upaya pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Melalui program ini sebenarnya banyak manfaat dan peluang-peluang usaha di bidang pengelolaan lahan dan hasil hutan yang dapat dikembangkan oleh masyarakat di Desa Tonjong dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

53 Akan tetapi, peluang ini tidak sepenuhnya bisa dimanfaatkan karena tidak aktif/berjalannya LMDH sebagai motor penggerak masyarakat desa sekitar hutan. Untuk itu diperlukan restrukturisasi dan penguatan kapasitas kelembagaan LMDH, sehingga diharapkan LMDH dapat menjadi motor penggerak dan penyalur aspirasi kepentingan-kepentingan warga masyarakat sekitar hutan dalam program PHBM. Melalui program PHBM, diharapkan LMDH juga dapat mengembangkan kerjasama dengan Perum Perhutani, serta dapat mengembangkan jejaring dan kolaborasi dengan LMDH-LMDH lain dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam upaya mencari dan mengembangkan peluang-peluang usaha ekonomis produktif. Dengan adanya kendala dan masalah di atas maka diperlukan suatu upaya perbaikan bagi pelakasanaan program sehingga bisa berjalan dengan lebih baik dan berkelanjutan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain : 1. Tetap melaksanakan sosialisasi secara berkelanjutan kepada masyarakat tentang maksud dan tujuan program PHBM, agar masyarakat memiliki persepsi yang sama terhadap program dan manfaat program yang bisa dirasakan masyarakat sekitar hutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya. Melalui kegiatan sosialisasi secara berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan program. 2. Melakukan penguatan kapasitas terhadap kelembagaan LMDH di Desa Tonjong sehingga dapat melaksanakan perannya dalam mengorganisir masyarakat desa hutan dan bekerjasama dengan Perum Perhutani. 3. Meningkatkan kerjasama antara LMDH dan Perum Perhutani dalam mengembangkan program PHBM, terutama dalam menggali dan mengembangkan peluang-peluang usaha ekonomis produktif. 4. Meningkatkan kolaborasi dan jejaring dengan lembaga-lembaga informal dan formal, khususnya dengan LMDH-LMDH desa lain yang sudah maju dan pihak swasta serta lembaga keuangan mikro dalam pengembangan usaha pengolahan lahan dan hasil-hasil hutan.