BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGATURAN PEMERINTAH DESA DALAM MENDIRIKAN BADAN USAHAMILIK DESA. A. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Badan Usaha Milik Desa

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Trimodadi Kecamatan Abung Selatan Kabupaten Lampung Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pasal 107 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

KEWENANGAN PEMERINTAH DESA DALAM MENDIRIKAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P E R A T U R A N D A E R A H

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 15 TAHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

MODEL ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUMDES DI KECAMATAN KALIGONDANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DESA MEKARJAYA KECAMATAN CILELES KABUPATEN LEBAK NOMOR : 02 TAHUN 2016 TENTANG. PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2007 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN SUMBER PENDAPATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG. BADAN USAHA MILIK DESA ( BUMDes ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

Badan Usaha Milik Desa (Dalam Alur Regulasi)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN LURAH DESA ( PERLURDES ) NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

ANGGARAN DASAR (AD) BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) DESA BANJARAN. BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM TATA CARA PENDIRIAN DAN PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES)

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DESA TANJUNGSARI PERATURAN DESA TANJUNGSARI TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA TANJUNGSARI KECAMATAN SUKAHAJI KABUPATEN MAJALENGKA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

PERATURAN DESA BOJONGGENTENG KECAMATAN JAMPANGKULON KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2017

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

Ditetapkan pada tanggal 2 Juni 2008

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Kemasyarakatan Menurut Selo Soemarjan (1964), istilah lembaga kemasyarakatan sebagai terjemahan dari Social Institution, istilah lembaga kecuali menunjukkan kepada suatu bentuk juga mengandung pengertian yang abstrak tentang adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri dari lembaga kemasyarakatan itu. Koendjaraningrat (1964), mengatakan bahwa lembaga kemasyarakatan merupakan suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan yang berpola guna memenuhi kebutuhan manusia dalam kehidupan bersama, dimana lembaga kemasyarakatan harus mempunyai sistem norma yang mengatur tindakan yang terpolakan serta tindakannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Paul B. Horton dan chester L. Hunt (1987), lembaga kemasyarakatan adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting. Soedjono Soekanto (2007) menguraikan lembaga kemasyarakatan adalah himpunan norma-norma atau segala tindakan yang berdasarkan pada suatu kebutuhan pokok manusia. Himpunan norma tersebut ada dalam segala tindakan serta mengatur manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. LAPORAN AKHIR 8

Dari keempat definisi tersebut pengertian lembaga kemasyarakatan adalah suatu sistem atau kompleks nilai dan norma, yang berpusat disekitar kepentingan ataau tujuan tertentu seiring dengan perbedaan kepentingan yang akan dicapai oleh lembaga-lembaga tersebut (Raharjo, 2004). Sumner (dalam Soerjono, 2007) mengartikan lembaga kemasyarakatan dari sudut kebudayaan, sebagai perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pentingnya adalah agar ada keteraturan dan integrasi dalam masyarakat. Lembaga kemasyarakatan terdapat di dalam setiap masyarakat, tanpa memandang apakah masyarakat tersebut mempunyai taraf kebudayaan kuno atau modern, karena setiap masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompok-kelompokkan, terhimpun menjadi lembaga kemasyarakatan. Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi, yaitu: a. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalahmasalah dalam masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan. b. Menjaga keutuhan masyarakat. LAPORAN AKHIR 9

c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya. Gillin dan Gillin (dalam Soerjono, 2007) menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan, yaitu: a. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. b. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga kemasyarakatan. c. Mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. d. Memiliki alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan. e. Lambang biasanya meupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan. f. Memiliki suatu tradisi tertulis atau yang tidak tertulis. Lembaga kemasyarakatan yang paling dekat dengan masyarakat adalah perangkat desa, rukun warga, dan rukun tetangga. Untuk kalangan pemuda dan ibu-ibu adalah karang taruna, dan PKK. Lembaga kemasyarakat tersebut bertujuan untuk menciptakan suasana keadaan sosial yang mandiri, sejahtera, dan maju, tanpa melihat status jenis kelamin. Selain kedua jenis lembaga tersebut, Indonesia masih memiliki lembaga kemasyarakatan lainnya yaitu LKMD (Lembaga Ketahanan LAPORAN AKHIR 10

Masyarakat Desa), BPD (Badan Perwakilan Desa), LKD (Lembaga Keuangan Desa), TP PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Desa), Lembaga Adat serta Lembaga Keagamaan. Semua lembaga kemasyarakatan tersebut dibentuk oleh pemerintah sebagai sarana penampung aspirasi masyarakat. 2.2. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Definisi BUMDes menurut Maryunani (2008) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan membangun kerekatan sosial masyarakat yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Jadi BUMDes adalah suatu lembaga usaha yang artinya memiliki fungsi untuk melakukan usaha dalam rangka mendapatkan suatu hasil seperti keuntungan atau laba. BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, (user-owned, user-benefited, and user-controlled), transparansi, emansipatif, akuntable, dan sustainable dengan mekanisme member-base dan self-help. Dari semua itu yang terpenting adalah bahwa pengelolaan BUMDes harus dilakukan secara profesional dan mandiri. Diharapkan pembentukan BUMDes berangkat dari partisipatif dan inisiatif masyarakat desa, karena yang mengetahui secara pasti dan detil tentang semua potensi desa dan sumber daya desa adalah masyarakat LAPORAN AKHIR 11

itu sendiri. Prinsip emansipatif pelru dikedepankan karena dalam hal ini perbedaan gender tidak boleh menjadi penghalangkemajuan desa. Bahkan potensi atau sumber daya yang dapat dikembangkan bisa berasal dari pihak wanita. Misalnya industri rumah tangga yang berbasis pada pembuatan makanan, alat rumah tangga ataupu kerajinan tangan yang memiliki nilai jual. Selain itu prinsip kebersamaan (member base) menjadi kekuatan tersendiri dalam membangun sistem kerekatan antar anggota masyarakat, terutama dalam menjalankan usaha bersama. Dengan berusaha secara bersama-sama diharapkan akan membangkitkan kemandirian dalam diri masyarakat, sehingga tidak megharapkan lagi jenis-jenis bantuan dari pemerintah baik yang bersifat hibah ataupun pinjaman. Badan Usaha Milik Desa merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya, prinsip efisiensi dan efektifitas harus selalu ditekankan. Badan Usaha Milik desa sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Dengan demikian, LAPORAN AKHIR 12

bentuk BUMDes dapat beragam di setiap desa. Ragam bentuk BUMDes disesuaikan dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing desa. Pengaturan lebih lanjut tentang BUMDes diatur melalui Peraturan Daerah (Perda). Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa tujuan pendirian BUMDes antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa). Oleh karena itu, setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun penting disadari bahwa BUMDes didirikan atas prakarsa masyarakat didasarkan pada potensi yang dapat dikembangkan dengan menggunakan sumberdaya lokal dan terdapat permintaan pasar. Dengan kata lain, pendirian BUMDes bukan merupakan paket instruksional yang datang dari pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten. Jika yang berlaku demikian dikawatirkan BUMDes akan berjalan tidak sebagaimana yang diamanatkan di dalam undangundang. Tugas dan peran Pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUMDes bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan LAPORAN AKHIR 13

dan pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMDes. Selanjutnya, mekanisme operasionalisasi BUMDes diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa. Untuk itu, masyarakat desa perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat menerima gagasan baru tentang lembaga ekonomi yang memiliki dua fungsi yakni bersifat sosial dan komersial. Dengan tetap berpegang teguh pada karakteristik desa dan nilai-nilai yang hidup dan dihormati, maka persiapan yang dipandang paling tepat adalah berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup masyarakat desa (Pemerintah Desa, BPD, tokoh masyarakat/ketua suku, ketua-ketua kelembagaan di pedesaan). Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMDes mampu mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi di pedesaan. Peran pemerintah desa adalah membangun relasi dengan masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), sebagai bagian dari upaya pengembangan komunitas (development based community) desa yang lebih berdaya. Pendirian BUMDes dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Secara rinci tentang kedua landasan hukum BUMDes adalah: LAPORAN AKHIR 14

a. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah: Pasal 213 ayat (1) berbunyi desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. b. PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa: o Pasal 78 ayat (1) dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Ayat (2) Pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum. o Pasal 79, Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa. Permodalan BUMDes dapat berasal dari: a) Pemerintah Desa; b) Tabungan masyarakat; c) Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota; d) Pinjaman; dan/atau e) Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah desa dan masyarakat. o Pasal 80, ayat (1) Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) LAPORAN AKHIR 15

Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD. Dinyatakan di dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan dan potensi desa adalah: a. Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok. b. Tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa dan terdapat permintaan dipasar. c. Tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat. d. Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi. e. Warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa. Usaha desa adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain: a. Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya. b. Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa. c. Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis. d. Industri dan kerajinan rakyat. LAPORAN AKHIR 16

Dalam pengelolaan BUMDes harus diperhatikan beberapa prinsip acuan: a. Sebagai pengelola adalah semua masyarakat desa yang memiliki orientasi melakukan usaha bersama dibantu aparat pemerintah desa sebagai fasilitator dan penyambung komunikasi dengan pemerintah daerah. b. Bentuk kegiatan harus bersifat kemitraan dan memiliki kontrak. c. Pembinaan bisa langsung dari pemerintah daerah atau dari lembagalembaga non profit, seperti LSM, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, dan lain-lain. d. Wilayah cakupan tidak harus satu desa. Jika beberapa desa memiliki orientasi yang sama maka dapat melakukan usaha secara bersamasama dalam satu wadah BUMDes (kluster). Apalagi jika bahan mentah dan produk disebarkan di beberapa desa. e. Bentuk badan usaha harus bersifat kebersamaan dan mandiri. f. Bentuk usaha bisa berbentuk pembiyaan seperti usaha simpan pinjam, ataupun berbentuk riil seperti usaha kerajinan, pertanian, peternakan, pasar, wisata dan lain-lain. g. Keanggotaan adalah semua masyarakat desa yang memiliki kepentingan yang sama dalam berusaha, selain itu aparat pemerintah desa juga akan memfasilitasi, dan bisa juga pihak ketiga (investor) yang menanamkan modalnya untuk dikembangkan dan menjadi usaha bersama. LAPORAN AKHIR 17

Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyerta modal terbesar BUMDes atau sebagai pendiri bersama masyarakat diharapkan mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas intervensi yang merugikan dari pihak ketiga (baik dari dalam maupun luar desa). Demikian pula, pemerintah desa ikut berperan dalam pembentukan BUMDes sebagai badan hukum yang berpijak pada tata aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. LAPORAN AKHIR 18