BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan yang telah diinvestigasi KNKT, yaitu human factor, teknis dan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. mempererat hubungan antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan untuk peduli akan hukumnya sangat rendah. Dalam hal ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang meliputi berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. negara yaitu pada bagian Pembukaan (Preambule) Undang Undang Dasar

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

I. PENDAHULUAN. Transportasi adalah suatu alat yang terus berlangsung dalam kehidupan manusia. 1

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi dapat memperluas ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

mobilitas penduduk, dan pembangunan secara luas 2.

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

DAFTAR ISI. HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAM PENGESAHAN... HALAM MOTTO DAN PERSEMBAHAN... viii. KATA PENGANTAR... x. DAFTAR TABEL...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki

BAB I PENDAHULUAN. satu bagian negara ke negara bagian lainnya. Peranan transportasi amat sangat

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual Beli

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB III. Penutup. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. informasi global yang serba transparan, menurut Toffler, adalah gejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus berproses untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tingkat perkembangan ekonomi dunia dewasa ini ditandai dengan

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. apalagi jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit maupun nonprofit.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

BAB I PENDAHULUAN. memberikan prioritas tempat duduk. 1. prioritas pelayanan di terminal; menyediakan fasilitas untuk penyandang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perlindungan Konsumen Penumpang Pesawat Terbang. a. Pengertian Pelindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB I PENDAHULUAN. dan kepercayaan terhadap merek tersebut. untuk memperoleh/meraih pasar yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. setiap konsumen dalam menggunakan suatu barang atau jasa. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. dirugikan. Begitu banyak dapat dibaca berita-berita yang mengungkapkan

BAB III PENUTUP. pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara pelaku usaha melakukan kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen, sehingga kedua belah pihak saling memperoleh manfaat dan keuntungan. Namun dalam praktek seringkali konsumen dirugikan oleh pelaku usaha yang tidak jujur, nakal, yang ditinjau dari aspek hukum merupakan tindak pelanggaran hukum. 1 Akibatnya, konsumen menerima barang dan atau jasa yang berkualitas rendah namun harganya tinggi. Di sisi lain, karena ketidaktahuan, ketidaksadaran konsumen akan haknya sebagai konsumen, maka konsumen menjadi korban dari pelaku usaha yang culas. 2 Oleh karena itulah guna melindungi dan menumbuhkembangkan kesadaran konsumen akan hak-haknya, Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang No.8 tahun 1999 menjadi payung hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1999: 1 Dr.Abdul Halim Barkatullah, 2008, Perlindungan Konsumen, Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, FH Unlam Press, Banjarmasin, hlm. v. 2 Ibid.

2 Pasal (1) Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pernyataan tidak untuk diperdagangkan yang dinyatakan dalam definisi konsumen ini ternyata memang dibuat sejalan dengan pengertian pelaku usaha yang diberikan oleh Undang-Undang No.8 tahun 1999. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah: Pasal 1 setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Ini berarti tidak hanya produsen pabrikan yang menghasilkan barang dan/atau jasa yang tunduk pada Undang-Undang No.8 tahun 1999. Para rekanan, termasuk para agen, distributor, serta jaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan pemasaran barang dan/atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai atau pengguna barang dan/atau jasa pun tunduk pada UUPK. 3 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1999 menyatakan bahwa yang dimaksud perlindungan konsumen adalah: Pasal 1 Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen 3 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia, Jakarta, hlm. 5.

3 Perlindungan konsumen ini sangat penting, karena konsumen berada dalam posisi yang lemah, sebagai akibat adanya kesenjangan antara konsumen dengan pelaku usaha, yaitu adanya kesenjangan dalam hal sumber daya, pengetahuan, serta informasi, sehingga perlu dilindungi hak-haknya. Perkembangan teknologi komunikasi maupun transportasi menyebabkan dibutuhkan peraturan perundangan untuk mengatur mengenai komunikasi maupun transportasi. Peraturan perundangan yang lahir untuk mengatur mengenai teknologi transportasi salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 masih memerlukan beberapa peraturan pelaksanaan, maka dibentuklah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut memerlukan peraturan menteri sebagai aturan pelaksana antara lain: 1) Pasal 63 ayat (3) yang menyatakan bahwa : Pasal 63 Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib asuransi dalam pengoperasian pesawat udara dan pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. 2) Pasal 165 ayat (1) yang menyatakan bahwa : Pasal 165 Jumlah ganti kerugian untuk setiap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka sebagaimana dimaksud dalam pasal 141 ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. 3) Pasal 170 yang menyatakan bahwa : Pasal 170

4 Jumlah ganti kerugian untuk setiap keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 146 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. 4) Pasal 184 ayat (3) yang menyatakan bahwa : Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan besaran ganti kerugian, persyaratan, dan tata cara untuk memperoleh ganti kerugian diatur dengan Peraturan Menteri. 5) Pasal 186 ayat (2) yang menyatakan bahwa : Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengangkut diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara menjadikan beberapa peraturan perundangan sebagai dasar dalam konsideran. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Asas-asas yang ada dalam beberapa peraturan perundangan tersebut, yang dinyatakan secara implisit maupun eksplisit, harus diterapkan juga dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menjadi salah satu peraturan perundangan yang dijadikan konsideran dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011. Asas-asas perlindungan konsumen yang diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 juga harus diterapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011. Hal ini dikarenakan sebagai asas hukum, dengan sendirinya menempatkan asas ini menjadi rujukan pertama baik dalam pengaturan perundang-undangan maupun dalam berbagai aktivitas yang

5 berhubungan dengan gerakan perlindungan konsumen oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya. 4 Pelaksanaan asas-asas perlindungan konsumen yang tercantum dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 merupakan wujud pelaksanaan pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional. Asas-asas perlindungan konsumen juga merupakan salah satu wujud pelaksanaan Pancasila, khususnya sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amatlah penting pelaksanaan asas-asas perlindungan konsumen dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara tidak secara langsung menjabarkan atau menjelaskan asas-asas yang dijadikan acuan atau dasar. Peraturan menteri tersebut tetap harus sesuai dengan asas-asas yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, karena sudah menjadikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 sebagai dasar dalam konsideran. Perlu diadakan kajian hukum mengenai penerapan asas-asas perlindungan konsumen dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut 4 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 27.

6 Angkutan Udara, untuk memberikan pemahaman lebih dalam mengenai asas perlindungan konsumen dan penerapannya dalam peraturan menteri tersebut. B. Rumusan Masalah Apakah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sudah menerapkan asasasas perlindungan konsumen? C. Tujuan Penelitian Mengetahui apakah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sudah menerapkan asas-asas perlindungan konsumen. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Subyektif Penelitian ini akan menambah pengetahuan peneliti tentang Program Kekhususan (PK) 1 yaitu ekonomi bisnis dan dari tulisan yang dihasilkan nantinya akan memperoleh informasi yang lengkap dan akurat mengenai penerapan asas-asas perlindungan konsumen dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. 2. Manfaat Obyektif a. Bagi Pemerintah Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah, khususnya pejabat

7 yang secara langsung membuat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, apakah peraturan perundangan yang akan maupun telah dibentuk tersebut sudah menerapkan asas-asas hukum perlindungan konsumen. b. Bagi Kalangan Akademis Penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada kalangan akademis dalam memahami dan menganalisis, kesesuaian antara peraturan perundangan yang satu dengan yang lain, dalam hal ini, asasasasnya, sebab apabila ada ketidaksesuaian atau tidak harmonis, akan memberi dampak yang sangat besar di berbagai bidang. c. Bagi Kalangan Masyarakat Penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada kalangan masyarakat mengenai asas-asas perlindungan konsumen dan penerapannya, sehingga bisa semakin bertambah wawasan hukum, kesadaran hukum, serta hak-haknya. E. Keaslian Penulisan Penelitian dengan judul, PENERAPAN ASAS-ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA merupakan hasil karya peneliti sendiri dan sepanjang pengetahuan peneliti bukan merupakan plagiasi maupun duplikasi dari karya peneliti lain. Adapun kekhususan dari penelitian

8 ini adalah membahas mengenai penerapan asas-asas perlindungan konsumen dalam peraturan menteri perhubungan nomor 77 tahun 2011. Hal yang membedakan dengan hasil karya penelitian yang pernah ada: a. Febrianto, NPM 09186 dari Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta melakukan penelitian pada tahun 2008: 1) Judul: Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional Dalam Rangka Mendorong Perwujudan Perlindungan Konsumen di Indonesia 2) Rumusan Masalah Bagaimana peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional dalam rangka mendorong perwujudan perlindungan konsumen di Indonesia? 3) Tujuan Penelitian Mengetahui peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional dalam rangka mendorong perwujudan perlindungan konsumen di Indonesia. 4) Hasil Penelitian: a) Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang telah dilaksanakan sejak tahun 2004 sampai 2007 belum optimal. b) Kedudukan BPKN hanya memberikan saran dan rekomendasi, sedangkan realisasi saran ataupun rekomendasi itu tergantung pihak yang bersangkutan. b. Aloysius Emanuel Enga, NPM 08518 dari Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta melakukan penelitian pada tahun 2008:

9 1) Judul: Analisis Hukum Tentang Pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pada Perjanjian Jasa Pengangkutan Udara. 2) Rumusan Masalah Mengapa sekalipun Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen telah melarang pencantuman klausula baku namun masih saja para pelaku usaha jasa pengangkutan udara melanggar ketentuan pasal ini? 3) Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada perjanjian jasa pengangkutan udara. 4) Hasil Penelitian: a) Tidak adanya regulasi dari pemerintah yang mewajibkan pelaku usaha, khususnya pelaku usaha jasa pengangkutan udara untuk melaporkan dan mendaftarkan semua format klausula baku yang dibuat. Pemerintah dalam masalah ini cenderung pasif, padahal perjanjian pengangkutan udara itu sendiri merupakan perjanjian yang mengandung dimensi publik b) Tidak adanya pengawasan dan penertiban terhadap praktek pencantuman klausula baku oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini melalui BPSK dan BPKN tidak menjalankan tugasnya secara

10 efektif. BPSK sebagai suatu badan yang dibentuk oleh pemerintah yang salah satu tugasnya adalah melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku tidak melakukan tugas pengawasannya dengan baik dan hanya bersikap pasif yang hanya menunggu adanya keluhan dari konsumen baru bertindak. c. Maria Amelia Sinaga, NPM 08966 dari Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta melakukan penelitian pada tahun 2008: 1) Judul: Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen 2) Rumusan Masalah Bagaimana pengaturan hukum yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa konsumen dalam mewujudkan prinsip penyelesaian sengketa yang efektif? 3) Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaturan hukum yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa konsumen dalam mewujudkan prinsip penyelesaian sengketa yang efektif. 4) Hasil Penelitian: Pengaturan Hukum yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa konsumen dalam mewujudkan prinsip penyelesaian sengketa konsumen di Indonesia kurang efektif, karena adanya ketidakkonsistenan antara pasal demi pasal yang terdapat dalam UUPK khususnya yang mengatur sengketa konsumen.

11 F. Batasan Konsep Pengertian Penerapan Asas-Asas Perlindungan Konsumen Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara adalah: 1. Penerapan adalah proses, cara, perbuatan menerapkan, pemanfaatan, perihal mempraktikkan. 5 2. Asas adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. 6 Asas hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan. 7 3. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 8 4. Asas-asas perlindungan konsumen adalah asas-asas dalam bidang hukum perlindungan konsumen. Perlindungan Konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. 9 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2001, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 1180. 6 Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo, 2010, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit UAJY, Yogyakarta, hlm. 32. 7 Ibid. hlm. 33 8 Pasal 1(1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 9 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 5. Tanggung Jawab Pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga. 10 6. Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan Pesawat Udara untuk mengangkut penumpang, kargo dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. 11 7. Pengangkut adalah Badan Usaha Angkutan Udara, pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Penerbangan, dan/atau badan usaha selain Badan Usaha Angkutan Udara yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga. 12 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang berfokus atau berdasarkan pada penerapan norma-norma hukum positif yang berlaku (peraturan perundangan) sehingga penelitian ini memerlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama. 10 Pasal 1(3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara 11 Pasal 1(1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara 12 Pasal 1(2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

13 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau bahan hukum sebagai data utama, data sekunder tersebut adalah: a. Bahan Hukum Primer Asas-asas perlindungan konsumen dalam beberapa peraturan perundangan sebagai berikut: 1) Undang-Undang Dasar 1945. 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tnggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. b. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari : Buku-buku, hasil penelitian, serta pendapat-pendapat hukum yang diperoleh baik dari perkuliahan maupun dari artikel-artikel media cetak maupun media elektronik. c. Bahan hukum tersier adalah Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data yang diperlukan, penulis menggunakan metode studi kepustakaan dengan mempelajari dan memahami Undang- Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, serta Peraturan Menteri Perhubungan No.77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

14 4. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dikumpulkan, dianalisis secara kualitatif yaitu analisis dengan mengidentifikasi aturan hukumnya sehingga diperoleh gambaran mengenai masalah yang diteliti. Untuk menyimpulkan, digunakan metode berpikir deduktif yaitu cara berfikir yang diawali dengan langkah penerapan hukum/ proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan suatu kesimpulan yang bersifat khusus.