BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta berdiri pada tanggal 2 Juni Fasilitas yang ada di MTs X

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, perilaku, kognitif, biologis serta emosi (Efendi &

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berbudaya. Kegiatan belajar dilaksanakan hari Senin sampai dengan Sabtu.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. dengan Kampus, sekolah, dan rumah sakit.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016

PERAN ORANG TUA DAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PUBERTAS DI SALAH SATU SMP NEGERI BOYOLALI

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

Rina Indah Agustina ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. adalah ruang kelas sejumlah 15 ruangan, laboratorium bahasa, laboratorium IPA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

DAFTAR PUSTAKA. Alfianika, Ninit Metode Penelitian Pengajaran Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Deepublish

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya penampakan karakteristik seks sekunder (Wong, 2009: 817).

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA 1 PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA

Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB IV HASIL PENELITIAN

GAMBARAN PERAN ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS DINI DI KELOMPOK BERMAIN AISYIYAH REJODANI, SLEMAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Venny Risca Ardiyantini

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Qur an, seperti yang terdapat dalam firman-nya: aturannya, karena semua sudah jelas di atur dalam Al-Qur an dan

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa. Perkembangan fisik pada remaja biasanya ditandai

PENERIMAAN DIRI ORANG TUA TERHADAP ANAK YANG HAMIL DI LUAR NIKAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Al-Qur an dan Sunnah RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam. pendidikan yang baik (Rachman, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisik, emosi, dan psikis.pada masa remaja terjadi suatu

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM AL-HAQ WAL HAŻ DALAM MEMBINA MORAL REMAJA PONCOL

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. beralamat di Jalan Kapten Pierre Tendean No. 19, Wirobrajan, Kota

BAB V PENUTUP. dalam buku At Tarbiyah al jinsiyyah lil athfal wa al balighin maka dapat. 1. Konsep pendidikan seks dalam islam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Riset Partisipan Berdasarkan Usia

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan. perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. Buku-buku Pediatri

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

ABSTRAK McClelland (1953) Ken & Kate Back (1982)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. tantangan pembangunan dimasa yang akan datang. Pembentukan sumber daya. yang saling berhubungan dalam pembentukan kualitas manusia.

ABSTRAK Steinberg (2002)

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki yang akan ditunjukan pada orang lain agar terlihat berbeda dari pada

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian MTs X di Yogyakarta merupakan salah satu sekolah Islam yang ada di Yogyakarta, MTs tersebut pada awalnya bernama MTs Y di Yogyakarta dan berganti nama pada bulan Januari 2017. MTs X Yogyakarta berdiri pada tanggal 2 Juni 1978. Fasilitas yang ada di MTs X di Yogyakarta diantaranya yaitu UKS (Unit Kesehatan Sekolah), perpustakaan, masjid, sarana olahraga, kantin sekolah, laboratotium (laboratorium IPA dan Tekhnologi Informasi) serta ruang kelas berjumlah 22 terdiri dari 9 kelas untuk siswa putra dan 13 kelas untuk siswa putri. Ruang kelas siswa putra dan putri di MTs X di Yogyakarta dipisah antara kelas siswa putra dan putri, setiap kelas hanya terdiri dari siswa putra atau siswa putri saja. Setiap ruang kelas berukuran sekitar 8, 7 x 6 meter yang berisi 28 sampai 37 siswa. Area ruang kelas siswa putra dan putri letaknya tidak bercampur. Ruang kelas siswa putra dari kelas VII hingga kelas IX berada di sebelah timur, sedangkan ruang kelas siswa putri dari kelas VII hingga kelas IX berada di sebelah barat. Tahun ajaran 2016-2017 MTs X di Yogyakarta memiliki 684 siswa. Jumlah seluruh siswa tersebut terdiri dari 228 siswa kelas IX, 222 siswa kelas VIII, dan 234 siswa kelas VII. Jumlah keseluruhan 684 siswa di MTs Negeri I Yogyakarta terdiri 265 siswa putra dan 419 siswa putri. 54

55 MTs X di Yogyakarta jarang mengadakan pertemuan dengan wali murid. Pertemuan tersebut biasanya dilakukan ketika akandiadakan ulangan kenaikan kelas dan membahas terkait peran orang tua untuk mengarahkan agar anaknya belajar dengan baik sebelum ulangan kenaikan kelas. Pertemuan sekolah dengan wali murid tidak pernah membahas terkait pentingnya Islamic parenting berkaitan dengan sikap seksual remaja dan tidak pernah dilakukan seminar maupun pelatihan tentang Islamic parenting oleh sekolah bagi orang tua murid. MTs X di Yogyakarta memberikan fasilitas pembelajaran keagamaan berbeda dengan sekolah yang lain. Materi ke-agamaan yang diberikan terdiri dari 4 materi ke-agamaan berupa materi Fikih, Akidah Akhlak, Al-Qur an Hadist, dan Sejarah Ilsam serta 1 materi bahasa Arab dalam seminggu. Materi ke-agamaan tersebut diberikan 8 jam dalam seminggu dan setiap materi mendapat waktu 2 jam, sedangkan materi bahasa Arab diberikan 3 jam dalam seminggu. Materi ke-agamaan diberikan kepada siswa tidak spesifik mengajarkan tentang sikap seksual remaja, terdapat materi terkait anatomi fisiologi organ seksual akan tetapi tidak detail hanya terdiri organ dan fungsi dari organ reproduksi. Siswa kelas VII wajib mengikuti les belajar iqra setelah pulang sekolah. Les tersebut dilakukan selama satu semester. Kemampuan siswa kelas VII dalam belajar iqra digunakan sebagai salah satu syarat kenaikan kelas. Siswa yang belum mampu membaca iqra dengan baik maka tidak dapat naik kelas.

56 B. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini yaitu siswa-siswi MTs X di Yogyakarta kelas VII dan VIII. Hasil dari karakteristik responden pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, dan kelas yang dijelaskan sebagai berikut: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden kelas VII dan VIII MTs X di Yogyakarta tahun 2017 (n=214) Karakteristik Frekuensi Prosentase (%) a) Jenis Kelamin Siswa Laki-laki Perempuan 90 124 42,1 57,9 Total 214 100 b) Usia Siswa 12 tahun 13 tahun 14 tahun 15 tahun 16 tahun 20 93 85 15 1 9,3 43,5 39,7 7,0 0,5 Total 214 100 Sumber: Data Primer 2017 Tabel 4.1 menggambarkan jenis kelamin responden kelas VII dan VIII MTs X di Yogyakarta yaitu lebih banyak responden perempuan yaitu sebanyak 57, 9%. Karakteristik responden

57 berdasarkan usia dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 13 tahun yaitu sebanyak 43, 5%. 2. Analisis Univariat a. Islamic Parenting Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Islamic Parenting orang tua siswa MTs X di Yogyakarta tahun 2017 (n=214) Islamic Parenting Frekuensi Prosentase (%) Baik Cukup Kurang 49 120 45 22, 9 56, 1 21, 0 Total 214 100 Sumber: Data Primer 2017 Hasil dari tabel 4. 2 dapat diketahui bahwa Islamic parenting orang tua siswa MTs X di Yogyakarta sebagian besar dengan kategori cukup sebanyak 56, 1 %. b. Sikap Seksual Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Sikap Seksual siswa MTs X di Yogyakarta tahun 2017 (n=214) Sikap Seksual Frekuensi Prosentase (%) Positif Netral Negatif 42 123 49 19, 6 57, 5 22, 9 Total 214 100 Sumber: Data Primer 2017 Hasil dari tabel 4. 3 menunjukan bahwa sikap seksual remaja sebagian besar dengan kategori netral yaitu sebanyak 57, 5%.

58 3. Analisis Bivariat Hasil analisis bivariat untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Islamic parenting dengan sikap seksual remaja MTs X di Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 4. 4 berikut. Tabel 4. 4 Hasil Tabulasi Silang dan Korelasi antara Islamic Parenting dengan Sikap Seksual Remaja MTs X di Yogyakarta Islamic Parenting Sikap Seksual Positif Netral Negatif Total Nilai r P-value f % f % f % Baik 17 7, 9 29 13, 6 3 1, 4 49 0, 252 0, 000 Cukup 18 8, 4 72 33, 6 30 14, 0 120 Kurang 7 3, 3 22 10, 3 16 7, 5 45 Total 42 19, 6 123 57, 5 49 22, 9 214 Sumber: Data Primer 2017 Hasil dari tabel 4. 4 dapat diketahui bahwa paling banyak responden memiliki Islamic parenting kategori cukup dengan sikap seksual netral sebanyak 33, 6%. Hasil uji Spearman didapatkan nilai r = 0, 252 dan nilai p-value = 0, 000. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan antara Islamic parenting dengan sikap seksual remaja. Nilai r = 0, 252 menyatakan bahwa hubungan antara Islamic parenting dengan sikap seksual remaja memiliki kekuatan yang lemah dan arah korelasi yang positif. Korelasi positif antara kedua variabel menyatakan semakin baik Islamic parenting maka sikap seksual remaja semakin positif.

59 C. Pembahasan 1. Karakteristik responden Berdasarkan tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden kelas VII dan VIII MTs X di Yogyakarta tahun 2017, frekuensi jenis kelamin responden paling banyak responden perempuan yaitu 57, 9%. Jumlah responden paling banyak perempuan karena pada penelitian ini sebagian besar siswa MTs X di Yogyakarta didominasi oleh perempuan. Karakteristik responden berdasarkan usia yaitu responden berada pada rentang usia 12 sampai 16 tahun. Sebagian besar responden penelitian yaitu berusia 13 dan 14 tahun. Usia tersebut merupakan usia remaja pertengahan (Badriah, 2007). Karakteristik usia remaja pertengahan berfokus pada identitas bukan pada kondisi fisik tubuh, mulai bereksperimen secara seksual dan berpeluang mengalami perilaku beresiko (Santrock, 2011). 2. Islamic Parenting Islamic parenting orang tua responden MTs X di Yogyakarta dalam penelitian ini dapat diketahui sebagian besar orang tua responden memiliki Islamic parenting dengan kategori cukup sebanyak 56, 1%. Islamic parenting dengan kategori cukup tersebut menunjukan bahwa orang tua belum sepenuhnya melaksanakan Islamic parenting yang di contohkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam yang berkaitan dengan seksual remaja seperti

60 menjadi teladan bagi remaja agar tidak berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram, mengenakan pakaian yang menutup aurat, dan melarang untuk mendekati zina. Peran orang tua sangat penting dalam memberikan pendidikan seksual bagi remaja. Memberikan pendidikan seksual merupakan salah satu peran orang tua terhadap remaja, seorang ayah memberikan pendidikan seksual kepada remaja laki-laki dan ibu kepada remaja perempuan sehingga remaja tidak merasa malu selama menerima pendidikan terkait seksual. Peran tersebut untuk mengarahkan remaja kepada perilaku yang positif karena remaja memiliki kecenderungan perilaku seksual beresiko, dalam hal ini sangat penting orang tua menanamkan nilai-nilai religius bagi remaja (Syuhud, 2011). Peran dari orang tua terhadap remaja tersebut sesuai dengan penelitian Lestari (2015) yang menyatakan bahwa peran orang tua bagi remaja terkait seksual yaitu peran kerjasama antar orang tua, evaluator pendidikan seks, pendamping, pendidik dan pemantau pendidikan seks. Peran seorang ibu dalam pendidikan seksual yaitu mengajarkan apa yang harus dilakukan saat baligh kepada remaja perempuan dan seorang ayah kepada remaja laki-laki. Orang tua juga memberikan evaluasi dari pendidikan seks yang diberikan. Evaluasi tidak hanya terkait materi yang diberikan akan tetapi sikap dan cara remaja menyelesaikan persoalan seksual. Orang tua juga berperan mendampingi remaja terkait masalah seksual sehingga remaja tidak

61 bingung apabila menghadapi permasalahan. Kontrol yang baik orang tua terhadap remaja dapat mencapai tujuan pendidikan seksual yang diharapkan. Hasil jawaban kuesioner mengenai Islamic parenting diketahui bahwa masih banyak orang tua yang belum memberikan teladan yang baik seperti tidak berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram serta tidak menegur ketika anak mereka tidak menutup aurat di luar rumah. Keteladanan merupakan salah satu bagian penting dari Islamic parenting. Perilaku orang tua akan ditiru oleh anaknya. Oleh sebab itu orang tua harus memberikan teladan yang baik bagi anak karena keteladanan merupakan cara yang efektif untuk membentuk akhlak, mental dan sosial anak (Julaeha, 2014). Pendapat tersebut sesuai dengan penelitian Sudrajat (2015) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara keteladanan orang tua dengan tingkat sopan santun remaja usia 13-18 tahun dengan masyarakat di RW 01 Desa Kaliwulu Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon. 3. Sikap Seksual Sikap seksual merupakan respon remaja yang menunjukan reaksi terhadap baik buruknya, positif negatifnya seksual, proses pertumbuhan dan perkembangan anatomi biologis, perubahan pada organ seksual, emosional dan pengaruh hormon seksual (Walgito dalam Ngafif, 2013).

62 Penelitian ini didapatkan hasil 57, 5% dari 214 responden memiliki sikap seksual yang netral. Sikap seksual yang netral menunjukan bahwa remaja dapat memiliki kecenderungan sikap kearah positif maupun negatif. Sikap netral tersebut timbul karena secara psikologis remaja masih berada pada masa transisi, memiliki kecenderungan berkonflik dan memiliki perilaku beresiko (Suraji & Ramawatie, 2008). Sikap seksual remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya yaitu pengaruh orang lain yang dianggap penting. Orang tua akan menjadi panutan bagi anak. Orang tua yang mengarahkan dan menanamkan ajaran agama kepada anak seperti mengenakan pakaian yang menutup aurat. Hal tersebut merupakan salah satu teladan dan apabila diterapkan maka anak akan mengikuti dan terbiasa menutup aurat (Kulsum & Jauhar, 2016). Penerapan pendidikan seks yang kurang maksimal dikarenakan adanya faktor budaya Indonesia yang masih mentabukan informasi mengenai seksual kepada remaja, tidak adanya kebijakan pemerintah tentang pendidikan seks disekolah (Notoatmodjo, 2007). 4. Hubungan Islamic Parenting dengan Sikap Seksual Hasil uji spearman s variabel Islamic parenting dan sikap seksual didapatkan hasil korelasi sebesar 0, 252 dengan signifikansi 0, 000 (p< 0, 05). Hasil tersebut menunjukan bahwa H0 ditolak yaitu terdapat hubungan antara Islamic parenting dengan sikap seksual remaja MTs

63 X di Yogyakarta. Variabel Islamic parenting dan sikap seksual memiliki hubungan yang positif antara kedua variabel tersebut. Hubungan yang positif antara kedua variabel menunjukan bahwa semakin baik Islamic parenting yang dimiliki orang tua maka semakin baik pula sikap seksual yang dimiliki remaja. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Aryani & Trihandayani (2016) yang menunjukan bahwa Islamic parenting berpengaruh terhadap motivasi berprestasi pada remaja. Islamic parenting memberikan kasih sayang, bimbingan, dan nasehat kepada anak agar selalu optimis sehingga anak akan berupaya untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dan menumbuhkan pikiran yang positif bahwa keberhasilan sangat tergantung dari usaha sendiri. Orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya dengan baik. Fungsi utama mendidik anak adalah melestarikan fitrah anak yang meliputi fitrah kebenaran, fitrah tauhid, fitrah perilaku positif dan sebagainya. Sejak lahir anak sudah memiliki kecenderungan kebaikan yang tertanam dalam dirinya, maka dari itu orang tua harus mendidik anak yang berlandaskan keagamaan sehingga terbentuk sikap yang baik dalam diri anak (Rachman, 2014). Teori tersebut sesuai dengan penelitian Sari (2014) tentang pendidikan Agama Islam dalam keluarga. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan Agama Islam dalam keluarga terhadap sikap keagamaan siswa di SMP

64 Islam Yapkum Meruyung, Limo, Depok. Sikap keagamaan siswa tersebut dipengaruhi oleh pendidikan agama yang dilakukan oleh orang tua yang mana pendidikan tersebut merupakan tanggung jawab orang tua untuk mengajarkan kepada anaknya. Aspek pengasuhan anak berhubungan erat dengan dampak sikap, perilaku, karakter, mental dan sifat anak. Pengasuhan yang baik akan berpengaruh terhadap kebaikan sikap, perilaku, karakter, mental, dan sifat anak. Begitu juga sebaliknya dengan pola asuh yang kurang baik, maka dapat berpengaruh buruk terhadap sikap, perilaku, karakter, mental, dan sifat anak. Oleh karena itu, untuk mencegah sikap dan perilaku anak yang kurang baik dibutuhkan pola asuh dengan melakukan reaktualisasi pendidikan Islam dalam kehidupan keluarga. Pendidikan Islam memiliki peran penting untuk mencegah amar ma ruf nahi munkar sebagai konsep pencegahan sikap dan perilaku buruk anak (Hayat & Indriyati, 2015). Pentingnya pendidikan Islam tersebut sesuai dengan penelitian Sakinah (2016) mengenai pola pendidikan remaja berbasis Islam yang mana didapatkan hasil bahwa pola pendidikan remaja berbasis Islam efektif untuk diterapkan pada remaja karena remaja menjadi semakin religius dalam berperilaku baik di sekolah maupun diluar sekolah. Dapat dilihat secara rinci pada tabel 4. 4 yang menunjukan bahwa responden yang mendapatkan Islamic parenting dengan kategori baik masih ada yang memiliki sikap seksual yang negatif sebanyak 1, 4%.

65 Hasil tersebut mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain yang memicu sikap seksual yang negatif pada remaja yaitu pengetahuan remaja mengenai seksual. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pemberian seks edukasi pada siswa di sekolah. Pemberian pendidikan seksual di MTs X di Yogyakarta kurang maksimal sesuai dengan penuturan guru fiqih yang menyatakan bahwa belum ada pembelajaran yang secara khusus membahas sikap seksual remaja, hanya pelajaran biologi yang dikaitkan dengan seksual dan itupun sebatas organ-organ dan fungsinya. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya pengetahuan siswa MTs X di Yogyakarta mengenai sikap seksual remaja yang positif. Kurangnya pengetahuan remaja mengenai seksual akan mempengaruhi sikap remaja terhadap seksual. Sesuai dengan penelitian Maryatun (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan denagn perilaku seksual pranikah pada remaja anak jalanan di kota Surakarta. Remaja yang tidak mempunyai pengetahuan yang baiak mengenai kesehatan reproduksi mempunyai peluang untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Penelitian lain yang dilakukan Pawestri, Wardani dan Sonna (2013) sejalan dengan penelitian Maryatun yang mana didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap seks pada siswa di SMA Negeri 1 Godong. Semakin baik

66 pengetahuan remaja mengenai seksual maka remaja akan memiliki sikap yang positif terhadap seksual. Hasil lain pada tabel 4. 4 yaitu Islamic parenting kategori kurang dan memiliki sikap seksual yang positif sebanyak 3, 3%. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi dari sikap seksual remaja salah satunya yaitu lingkungan. MTs X di Yogyakarta merupakan lingkungan yang baik bagi remaja, pemisahan kelas antara siswa laki-laki dan perempuan dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku seksual yang tidak baik. Lingkungan yang baik akan berpengaruh terhadap sikap remaja dan akan membentuk sikap yang baik pula. Ditambah lagi remaja masih berada pada masa transisi yang memerlukan lingkungan yang mendukung untuk perkembanganya (Honggowiyono, 2015). Pendapat tersebut berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karyati (2017) tentang lingkungan sosial, teman sebaya, spiritualitas dan perilaku seksual pra nikah remaja anak jalanan. Penelitian tersebut didapatkan hasil terdapat hubungan yang bermakna antara lingkungan sosial, pergaulan teman sebaya, dan kehidupan spiritual remaja anak jalanan dengan perilaku seksual pra nikah. Remaja yang tinggal dilingkungan agamis, penuh kasih sayang akan membentuk pribadi yang baik.

67 D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian 1. Kekuatan Penelitian a. Sejauh pengetahuan peneliti, belum ada yang meneliti Islamic parenting dengan sikap seksual. Penelitian mengenai Islamic parenting jarang dilakukan. b. Kuesioner penelitian Islamic parenting dibuat sendiri oleh peneliti sesuai dengan teori yang ada pada Islamic parenting. c. Pengambilan data diawasi secara langsung, sehingga tidak ada manipulasi data hasil penelitian. 2. Kelemahan Penelitian a. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seksual yang tidak diteliti dan dibahas oleh peneliti. b. Pengambilan data dilakukan bersamaan dengan peneliti lain sehingga satu responden harus mengisi empat kuesioner dan hal tersebut dapat mempengaruhi hasil penelitian.