Analisa Pengeringan Secara Konveksi Butiran Teh pada Fluidized Bed Dryer Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan hasil pertanian merupakan bentuk dari proses pengeringan. Melalui proses

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

METODOLOGI PENELITIAN

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

Muchammad 1) Abstrak. Kata kunci: Pressure drop, heat sink, impingement air cooled, saluran rectangular, flow rate.

BAB III METODE PENELITIAN

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

SIMULASI FLUIDIZED BED DRYER BERBASIS CFD UNTUK BATUBARA KUALITAS RENDAH

BAB IV PENGOLAHAN DATA

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PROSES PENYEBARAN LIMBAH CAIR PADA AIR TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melimpah dan dapat diolah sebagai bahan bakar padat atau

PENGERINGAN BUBUK TEH DENGAN MENGGUNAKAN FLUID BED DRYER (FBD) (Aplikasi PTP.N.IV Bah butong Simalungun)

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

BAB IV PENGOLAHAN DATA

SIMULASI NUMERIK PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR DENGAN RECTANGULAR- CUT TWISTED TAPE INSERT

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-174

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

Jurnal Teknik Mesin S-1, Vol. 4, No. 1, Tahun 2016 Online:

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-575

Perbandingan Distribusi Temperatur Pada Drum Brakes Standar dan Modifikasi

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

FakultasTeknologi Industri Institut Teknologi Nepuluh Nopember. Oleh M. A ad Mushoddaq NRP : Dosen Pembimbing Dr. Ir.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

PENGARUH MASSA JENIS PARTIKEL DAN KETINGGIAN PARTIKEL TERHADAP FENOMENA FLUIDISASI DALAM FLUIDIZED BED DENGAN MENGGUNAKAN CFD

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Analitik dan Numerik Perpindahan Panas pada Fin Trapesium (Studi Kasus pada Finned Tube Heat Exchanger)

tudi kasus pengaruh perbandingan rusuk b/a = 12/12, 5/12, 4/12, 3/12, 2/12, 1/12, 0/12 dengan Re = 3 x 10 4.

PERNYATAAN. Yogyakarta, 17 Agustus Immawan Wahyudi Ahyar. iii

Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak, Jumlah dan Diameter Tube

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: B-159

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD

SIMULASI DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KELEMBABAN RELATIF RUANGAN DARI SISTEM DEHUMIDIFIKASI MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMICS (CFD)

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

ROTASI Volume 8 Nomor 1 Januari

Analisa Aliran Fluida Pada Turbin Udara Untuk Pneumatic Wave Energy Converter (WEC) Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)

ANALISA PENGARUH POSISI KELUARAN NOSEL PRIMER TERHADAP PERFORMA STEAM EJECTOR MENGGUNAKAN CFD

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa minyak bumi merupakan salah satu. sumber energi utama di muka bumi salah. Konsumsi masyarakat akan

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

Pengujian Pengeringan Garam Briket Skala Laboratorium

STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Keberangkatan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Tube Platen Superheater PLTU Pacitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

ANALISA PERHITUNGAN EFISIENSI CIRCULATING WATER PUMP 76LKSA-18 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP MENGGUNAKAN METODE ANALITIK

Transkripsi:

Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Analisa Pengeringan Secara Konveksi Butiran Teh pada Fluidized Bed Dryer Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) *MSK Tony Suryo Utomo, Ghiffar Yanuar Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 5075, Telp. +647460059 *E-mail: yanuarghiffar@gmail.com Abstrak Simulasi numerik perpindahan panas pada teh dilakukan dengan menempatkan material teh pada domain komputasi sebuah aliran eksternal. Penurunan massa pada teh dihitung secara analitik dengan menggunakan persamaan laju penurunan massa. Teh dimodelkan dengan bentuk menyerupai bola setelah dilakukan pelayuan untuk kemudian dikeringkan. Kecepatan masuk aliran udara divariasikan sesuai dengan batas kecepatan minimum dan maksimum fluidisasi pada fluidized bed dryer. Kecepatan yang divariasikan yaitu 3 m/s, 5 m/s, dan 7 m/s. Temperatur masuk aliran udara juga divariasikan berdasarkan temperatur pengeringan teh untuk fluidized bed dryer yaitu 9 0 C, 95 0 C, dan 100 0 C. Model aliran yang digunakan yaitu aliran laminar dengan Re < 10 5 untuk aliran external. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas dan perpindahan massa terjadi dengan cepat untuk material teh. Berdasarkan variasi kecepatan aliran udara dan temperatur, maka semakin tinggi kecepatan dan temperatur masuk aliran udara mengakibatkan semakin menurunnya waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi kadar air pada teh. Waktu yang digunakan untuk menurunkan kadar air hingga 3% berdasarkan temperatur pada kecepatan 3 m/s secara berurutan adalah 515 s (9 0 C), 455 s (95 0 C), dan 380 s (100 0 C). Sementara pada kecepatan 5 m/s waktu yag dibutuhkan adalah 400 s (9 0 C), 355 s (95 0 C), dan 95 s (100 0 C) serta untuk kecepatan 7 m/s berturut-turut 340 s (9 0 C), 300 s (95 0 C), dan 50 s (100 0 C). Untuk pengeringan teh lebih optimal dilakukan dengan menaikkan kececepatan masuk aliran fluida dibandingkan dengan menaikkan temperatur. Kata kunci: Kadar air, kecepatan aliran masuk, penurunan massa, temperatur pengeringan, waktu pengeringan 1. Pendahuluan Perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang mempunyai peranan cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan hasil perkebunan terbesar di dunia. Sektor ini berperan cukup besar dalam memberi konstribusi penyediaan lapangan kerja dan sumber devisa. Bidang usaha perkebunan terdiri dari usaha budidaya perkebunan dan usaha industri perkebunan. Usaha budidaya perkebunan adalah serangkaian kegiatan pengusahaan tanaman yang meliputi pra tanam, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan termasuk perubahan jenis tanaman. Usaha industri perkebunan meliputi industri gula pasir dari tebu, teh hitam, dan teh hijau, kopi, kakao, karet, kelapa sawit, lada serta industri perkebunan lainnya. Teh merupakan minuman yang sudah dikenal dengan luas di Indonesia dan di dunia, sehingga meminum teh merupakan kegiatan yang sering dilakukan masyarakat Indonesia pada pagi hari maupun waktu tertentu. Sebelum teh bisa dinikmati oleh masyarakat, tentu teh tersebut telah melalui berbagai macam proses salah satunya yaitu proses pengeringan. Pengeringan adalah pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair dari bahan sehingga mengurangi kandungan atau sisa cairan di dalam zat padat itu sampai suatu nilai yang dikehendaki. Proses pengeringan telah dikenal manusia sejak lama. Melalui proses pengeringan berbagai hasil pertanian, perkebunan, kehutanan dan hasil laut dapat disimpan lama sehingga kehilangan pascapanen yang merugikan petani dapat dihindari. Di Indonesia untuk mengeringkan teh dengan menggunakan mesin pengering masih terbatas pada industri menengah dan industri besar sedangkan untuk industri kecil proses pengeringan masih dilaksanakan dengan cara konvensional atau penjemuran dengan memanfaatkan panas matahari. Pengeringan buatan merupakan pengeringan yang paling efisien karena tidak tergantung pada kondisi cuaca yaitu dengan menggunakan mesin pengering dengan bahan bakar minyak, gas, batubara, maupun dengan listrik. Mesin pengering menggunakan uap panas sudah umum digunakan di negara maju, agar kondisi pengeringan dapat dikendalikan sedemikian rupa sehingga proses pengeringan tersebut dapat berjalan secara efisien, efektif dan menghasilkan produk dengan kualitas prima [1]. Pengeringan hamparan terfluidasi (fluidized bed drying) adalah salah satu proses pengeringan dengan memanfaatkan aliran udara panas dengan kecepatan tertentu yang dilewatkan menembus hamparan bahan sehingga hamparan bahan tersebut memiliki sifat seperti fluida. Jenis pengeringan menggunakan FBD ini umum dipakai di Indonesia dimana suhu masuk (inlet) yang disarankan tidak boleh terlalu rendah maupun terlalu tinggi, optimal 9-100 C, dan suhu keluar (outlet) 75-80 C []. 06 ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16

Pada penelitian ini fluidized bed dryer akan digunakan untuk mengeringkan teh dimana teh dimodelkan secara partikel dan digulung menyerupai bola kemudian disimulasikan menggunakan software CFD. Tujuan pemodelan tersebut yaitu untuk mengetahui distribusi temperatur pada teh yang selanjutnya akan dilakukan perhitungan secara analitik untuk mendapatkan laju penguapan, waktu pengeringan, dan diketahui massa teh setelah pengeringan. Penggunaan CFD pada penelitian ini dipilih karena memiliki beberapa keuntungan salah satunya yaitu dapat menunjukkan distribusi aliran, weight losses, massa, dan perpindahan panas secara jelas. Penggunaan CFD ini akan membuat gambaran pengetahuan tentang suatu hal yang terjadi pada suatu proses atau sistem seperti fenomena aliran pada pengeringan menjadi semakin jelas. Keuntungan lain yang dapat diperoleh yaitu sangat memungkinkan untuk menganalisa parameter masukan pada pengeringan yang sesuai dengan waktu dan biaya yang lebih minim.. Metode penelitian.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Penentuan Topik/Judul Studi Literatur Simulasi Validasi Pembuatan Geometri dengan SolidWorks Tidak Input Geometri dan Meshing pada Ansys Ya Cek Meshing Pemasukan Kondisi Batas pada Ansys Fluent Berdasarkan Studi Literatur Ya Tidak Cek Kondisi Batas (T, V Inlet) Running Simulation pada Ansys Fluent Konvergensi Energi 10-6, Kontinuitas 10-3 Tidak A Ya B Gambar 1. Diagram Alir Penelitian dan Simulasi ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16 07

A B Hasil Simulasi Validasi (Kesesuaian Visualisasi Aliran dan Tren Grafik) Tidak Ya Simulasi Material Teh (Vasiasi Kecepatan dan Temperatur Inlet) Data output temperatur pada permukaan Teh Perhitungan Laju Perpindahan Massa Analisa Data dan Pembahasan Kesimpulan Selesai Gambar. Diagram Alir Penelitian dan Simulasi Lanjutan. Pemodelan..1. Validasi Pada penelitian ini dilakukan simulasi untuk validasi yaitu simulasi pengeringan pada material kentang seperti yang pernah dilakukan oleh Atequee dkk. Pemodelan terlebih dahulu dilakukan pada material kentang yang diletakkan pada tengah dengan ukuran kentang 8x8x8 mm berbentuk kubus dan domain komputasi dengan panjang 40 mm, lebar 10 mm, dan tinggi 10 mm. Pembuatan geometri dilakukan menggunakan software SolidWork 015. Geometri teh ditunjukkan seperti pada Gambar 1. Gambar 3. Pemodelan Geometri Simulasi 08 ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16

Setelah dilakukan simulasi untuk material kentang, kemudian diamati kesesuaian aliran seperti pada penelitian sebelumnya. Ateeque MD, dkk. menyatakan bahwa visualisasi aliran hasil simulasi disekitar objek kentang menunjukkan fenomena aliran dan distribusi seperti Gambar 4 [3]. (a) Streamline (b) Kontur Temperatur Disekitar Material Gambar 4. Hasil Simulasi Menurut Ateeque MD, dkk. Hasil visualisasi aliran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6 Gambar 5. Streamline Hasil Simulasi Gambar 6. Kontur Temperatur Disekitar Material Gambar 4 sampai 6 menunjukkan kesesuaian visualisasi aliran dimana pada streamline terbentuk pusaran aliran didaerah belakang material kentang. Pada distribusi temperatur hasil simulasi juga menunjukkan kesesuaian yaitu terdapat daerah dengan temperatur yang lebih rendah pada belakang material kentang. Selain dilakukan validasi pada visualisasi aliran, kemudian dilakukan validasi distribusi temperatur pada permukaan teh dengan penelitian yang sudah ada. Milan B. Stakic menyatakan bahwa tren kenaikan distribusi temperatur pada pengeringan kentang terjadi seperti pada Gambar 7 Dari tren tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan temperatur terjadi pada periode awal pengeringan. Setelah terjadi kenaikan yang cukup signifikan, kemudian pengeringan akan dilanjutkan pada periode temperatur konstan yaitu setelah menit ke 50. Grafik pada Gambar 7 juga menunjukkan tren kenaikan distribusi temperatur simulasi validasi pada penelitian ini. Pada periode awal pengeringan kenaikan temperatur cukup signifikan pada menit ke 10 dan selanjutnya konstan. Pada gambar tersebut ditunjukkan ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16 09

adanya perbedaan titik konstan, hal ini disebabkan karena pada simulasi Milan B. Stakic material kentang disimulasikan secara simultan dan memiliki kandungan air awal. Sedangkan pada simulasi validasi material kentang seolah-olah sebagai benda padat kering. Exp. (Rakovic, 1987) Simulasi Kentang (Milan B Stakic) Simulasi Validasi Kentang Gambar 7. Tren Kenaikan Temperatur (Milan B. Stakic) dan Simulasi Validasi [4] Dengan adanya kesesuaian pada aliran maupun pada grafik distribusi temperatur ini dapat dikatakan bahwa metode komputasi pada simulasi kentang dapat digunakan untuk material teh. Metode komputasi yang sesuai dengan validasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Model Komputasi Hasil Validasi No. Parameter Nilai 1. Domain Komputasi (Panjang, lebar, 40 x 10 x 10 mm tinggi). Pengaturan General - Pressure-Based - Transient - Gravity 3. Model Aliran - Laminar - Energy Equation - Species Transport 4. Material Udara : Mixture 5. Kondisi Batas - Inlet : Velocity Inlet - Outlet : Pressure outlet - Dinding domain komputasi : Wall 6. Monitor Kriteria Konvergensi - Continuity : 10-3 - Energy : 10-6.. Pemodelan Simulasi Teh Setelah didapat model komputasi kemudian dilakukan simulasi pada material teh. Pemodelan dilakukan dengan proses pembentukan geometri teh dan domain komputasi simulasi. Pembuatan geometri dilakukan menggunakan software SolidWork 015. Pemodelan geometri dibuat dengan bentuk menyerupai bola dengan diameter 7 mm dimana bentuk ini merupakan salah satu jenis pembentukan teh sebelum dikeringkan. Geometri teh ditunjukkan seperti pada Gambar 8 dibawah ini. Gambar 8. Pemodelan Geometri Simulasi 10 ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16

Untuk material teh yang digunakan pada simulasi dapat dilihat pada Tabel. Tabel. Sifat Material Teh [5] No. Sifat Nilai 1. Panas Spesifik 1,59-1,66 kj / kg. K. Konduktivitas Termal 0,036-0,0486 W / m K 3. Densitas 433 kg/m 3 4. Sphericity 0,33 5. Diameter Partikel 7 mm 6. Berat Partikel 4,3904 gr 7. Temperatur Inlet 9-100 0 C Untuk melakukan simulasi, terlebih dahulu ditentukan kecepatan minimum fluidisasi. pada fluidized bed dryer diperlukan kecepatan minimum dan kecepatan maksimum fluidisasi untuk menentukan titik awal terjadinya fluidisasi dan menghindari material yang dikeringkan keluar dari fluidized bed dryer. Kecepatan minimum dan maksimum fluidisasi dapat dihitung denggan persamaan [6] : 3 ( ψd ) ε p mf U = mf [ g ( ρc ρg )] (1) 150µ 1 ε a. Gravitation Term η = g( ρc ρg) b. Porositas Minimum Fluidisasi mf ρ 0,7 µ 0,09 g ε = 0,586 ψ ( ) mf 3 ρηd ρ g p c Kecepatan maksimum fluidisasi dapat dihitung dengan persamaan : 1 3 1, 78.10 η U = d t ρµ g p 0,1.3 Perhitungan Penurunan Massa Teh.3.1 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Pada perpindahan panas konveksi, bilangan Nusselt digunakan untuk merumuskan koefisien perpindahan panas, dimana bilangan Nusselt dirumuskan dengan [7]: hl Nu = (3) k Untuk aliran laminar (Re < 5x10 5 ) [1] 1 1 3 Nu = 0, 664 Re Pr Pr 0,6 Untuk aliran turbulen (5x10 5 Re < 10 7 ) 1 0,7 3 Nu = 0, 037 Re Pr Pr 0,6.3. Koeffisien Difusi Massa Salah satu pasangan zat yang paling banyak aplikasinya adalah uap air dan udara. Secara khusus persamaan koefisien difusi massa pasangan ini telah dirumuskan oleh Marrero dan Mason [6]. Persamaan ini hanya berlaku untuk interval suhu 80K<T< 450K dan dapat dituliskan sebagai berikut : D,07 10 T = 1,87.10 (4) P air udara.3.3 Perpindahan Massa Konveksi a. Koeffisien Perpindahan Massa Koeffisien perpindahan massa dapat dirumuskan dengan menggunakan bilangan Sherwood [7]: hl m Sh = (5) D AB () ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16 11

b. Bilangan Prandtl Bilangan Prandtl yang merupakan perbandingan antara ketebalan lapis batas kecepatan dengan ketebalan lapis batas termal. Bilangan Prandtl (Pr) merupakan sifat-sifat fluida saja dan hubungan antara distribusi suhu dan distribusi kecepatan: c p µ ν Pr = = (6) k α c. Bilangan Schmidt ν Sc = (7) DAB d. Bilangan Stanton Penggunaan bilangan stanton diantaranya adalah untuk menentukan koefisien perpindahan kalor konveksi, menentukan koefisien gesek, menentukan tegangan gesek, dan menentukan tipe lapisan batas (termasuk laminar atau turbulen). Bilangan Stanton dapat ditulis dalam persamaan: h Nu St = = (8) ρvc Re Pr p e. Bilangan Stanton untuk Perpindahan Massa h Sh St = = (9) m V Re Sc f. Analogi Chilton Colburn Fluida yang memiliki sifat Pr Sc 1, Chilton dan Colburn merumuskan persamaan sebagai berikut : St Pr 3 3 St Sc m = (10) Dengan analogi diatas, maka koeffiseien perpindahan massa dan perpindahan panas dapat dihubungkan dengan persamaan dibawah ini : 3 St Sc = (11) St Pr m Dengan mensubstitusi persamaan-persamaan sebelumnya, persamaan diatas dapat diubah menjadi : h V Sc. = ρvc h Pr p m 3 h Sc α = ρc c p = ρ p h Pr D m AB 3 3 h h = m α 3 ρcp DAB g. Tinjauan Perpindahan Massa Perpindahan massa dapat dihitung menggunakan analogi perpindahan panas. Perpindahan massa dirumuskan dengan : m = haρ ( ρ ) eva m s (13) (1) 3. Hasil dan pembahasan Pada penelitian ini dilakukan variasi 3 kecepatan inlet yang berbeda yaitu 3 m/s, 5 m/s, dan 7m/s dimana kecepatan tersebut berada diantara kecepatan minimum dan maksimum fluidisasi (,483 m/s 7,8 m/s). Selain itu pada simulasi ini juga dilakukan variasi temperatur inlet yaitu 9 o C, 95 o C, dan 100 o C. Pada penelitian ini kemudian diamati perubahan temperatur teh yang nantinya digunakan untuk menghitung laju penurunan massa pada teh. 3.1 Kontur Distribusi Temperatur Pada Teh Hasil simulasi berupa distribusi temperatur dilihat pada bagian tengah domain komputasi yaitu pada bidang YZ. Distribusi temperatur pada permukaan teh dapat dilihat pada Gambar 9. 1 ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16

(a) Awal Pengeringan (b) Akhir Pengeringan Gambar 9. Kontur distribusi temperatur kecepatan 7 m/s dan temperatur inlet 9 0 C Gambar 9 menunjukkan kontur distribusi temperatur pada awal pengeringan dan akhir pengeringan. Pada awal pengeringan yaitu detik ke-5 distribusi temperatur sudah dapat dilihat. Pada bagian teh yang menghadap sisi inlet memiliki temperatur yang lebih tinggi dibandingan dengan permukaan teh yang menghadap sisi outlet untuk semua variasi kecepatan. Variasi kecepatan inlet menyebabkan perbedaan luasan daerah temperatur rendah pada bagian belakang teh atau sisi yang menghadap outlet. Semakin tinggi kecepatan inlet maka luas daerah temperatur rendah akan semakin kecil. Temperatur pada bagian dalam teh juga dapat dilihat pada Gambar 10. (a) Awal Pengeringan ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16 13

(b) Akhir Pengeringan Gambar 10. Kontur temperatur bagian dalam kecepatan 3 m/s dan temperatur inlet 9 0 C Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa temperatur teh bagian dalam pada detik ke-5 atau awal pengeringan belum mengalami kenaikan. Hal ini ditandai dengan daerah dengan temperatur rendah yang cukup luas. Temperatur tinggi hanya terjadi pada bagian luar teh. Seiring dengan waktu pengeringan, temperatur pada bagian dalam teh mulai terjadi peningkatan. Adanya variasi kecepatan inlet pada pengeringan menyebabkan daerah dengan distribusi temperatur yang berbeda untuk setiap kecepatan. Semakin tinggi kecepatan inlet maka semakin luas daerah dengan temperatur tinggi pada bagian dalam teh. 3. Distribusi Temperatur Distribusi temperatur kemudian diplot kedalam sebuah grafik temperatur pada sumbu-y dan waktu pengeringan pada sumbu-x. Grafik kenaikan temperatur pada permukaan teh dapat dilihat pada Gambar 11. (a) Temperatur inlet 9 o C (b) Temperatur inlet 95 o C (c) Temperatur inlet 100 o C Gambar 11. Grafik Kenaikan Temperatur 14 ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16

Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa kenaikan temperatur terjadi sangat cepat pada awal pengeringan baik pada kecepatan inlet 3 m/s, 5 m/s, maupun 7 m/s disemua variasi temperatur inlet. Pada awal pengeringan yaitu pada detik ke 5 temperatur pada permukaan teh terus mengalami kenaikan secara signifikan. Setelah mengalami kenaikan yang signifikan, temperatur akan konstan mendekati temperatur inlet yaitu 9 o C, 95 o C, dan 100 o C. 3.3 Grafik Penurunan Massa Penurunan massa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan perpindahan panas dan analogi perpindahan massa pada persamaan (3) sampai (13). Berdasarkan temperatur rata-rata pada permukaan teh dan data tambahan dari tabel sifat termofisik gas pada tekanan atmosfir maupun sifat air pada temperatur saturasi dapat dihutung penurunan massa. Dari perhitungan laju perpindahan massa kemudian dihitung massa teh sampai akhir pengeringan. Penurunan massa teh dihitung setiap 5 detik pengeringan dan kemudian diplot grafik penurunan massa terhadap waktu pengeringan. Gambar 1. Penurunan Massa Pada Teh Pada Gambar 1 dapat dilihat grafik penurunan massa pada temperatur dan kecepatan inlet yang berbeda. Pada grafik tersebut terlihat perbedaan waktu pengeringan untuk masing-masing variasi temperatur dan kecepatan inlet. Pada awalnya teh memiliki kadar air sekitar 70% dan berat teh basah 4,3904 gr. Setelah dilakukan pengeringan berat teh akan berkurang dikarenakan adanya penguapan air dimana kadar air teh yang baik yaitu mencapai 3%. Kadar air pada teh harus dikurangi sebesar 67% agar kualitas teh tetap baik. Untuk mencapai kandungan air didalam teh 3% atau berat teh kering sekitar 1,39 gr diperlukan waktu pengeringan yang berbeda untuk setiap temperatur dan kecepatan inlet. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pengeringan paling cepat terjadi pada kondisi kecepatan dan temperatur paling maksimum. Pada temperatur 100 o C dan kecepatan inlet 7 m/s memiliki waktu pengeringan yang paling cepat yaitu 50 detik atau sekitar 4,16 menit. Untuk temperatur 9 o C dan kecepatan inlet 3 m/s memiliki waktu pengeringan yang paling lama yaitu 515 detik atau sekitar 8,15 menit. Waktu pengeringan untuk masing-masing temperatur dan kecepatan inlet dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Waktu Pengeringan No Temperatur Inlet Kecepatan Inlet Waktu Pengeringan 3 m/s 515 detik 1 9 0 C 5 m/s 400 detik 7 m/s 340 detik 3 m/s 455 detik 95 0 C 5 m/s 355 detik 7 m/s 300 detik 3 m/s 380 detik 3 100 0 C 5 m/s 95 detik 7 m/s 50 detik Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi kecepatan dan temperatur inlet maka akan semakin singkat waktu pengeringan yang dibutuhkan. Waktu pengeringan paling cepat dapat dilakukan dengan menaikkan kecepatan inlet dibandingkan dengan menaikkan temperatur inlet. Hal ini dapat dilihat pada tabel bahwa waktu pengeringan pada kecepatan inlet 7 m/s dan temperatur inlet 9 o C masih lebih cepat yaitu sebesar 340 detik dibandingan dengan waktu pengeringan pada temperatur inlet 100 o C dan kecepatan inlet 3 m/s yaitu 380 detik. ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16 15

4. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu pada fluidized bed dryer diperlukan kecepatan minimum (,483 m/s) dan kecepatan maksimum (7,8 m/s) fluidisasi untuk menentukan titik awal terjadinya fluidisasi dan menghindari material yang dikeringkan keluar dari fluidized bed dryer. Untuk pengeringan paling cepat terjadi pada kecepatan inlet 7 m/s dan temperatur inlet 100 0 C yaitu sebesar 50 detik sedangkan pengeringan paling lambat terjadi pada kecepatan inlet 3 m/s dan temperatur inlet 9 0 C. Selain itu semakin tinggi kecepatan dan temperatur inlet maka akan semakin singkat waktu pengeringan yang dibutuhkan. Waktu pengeringan paling cepat dapat dilakukan dengan menaikkan kecepatan inlet dibandingkan dengan menaikkan temperatur inlet. Referensi [1] Ompusunggu, Irwan, 010, Pengeringan Bubuk Teh Dengan Menggunakan Fluid Bed Dryer (FBD), Tugas Akhir, Universitas Sumatra Utara, Medan. [] Yendri, Deri. 015, Mesin Pengering Pada Pengolahan Teh Hitam Orthodox Di Pt. Perkebunan Nusantara Vi (Persero) Unit Usaha Danau Kembar,Tugas Akhir, Sumatera Barat. [3] Stakic, Milan B, 1997 Numerical Study on Hygroscopic Capillary-Porous Material Drying In Packed Bed, Journal of Thermal Engineering and Energy. Yugoslavia, hal 59 70. [4] Atequee, Md dkk, 014 Numerical Mdeling of convective dryng food with spatially dependend transfer coefficient in a turbulent flow field, International Journal of Thermal Sciences, Vol. 78 145-157. [5] http://www.tocklai.net/activities/tea-manufacture/drying/. Diakses pada 1 Juni 017 pukul 3.00 WIB. [6] Widayati. 010, Fenomena dan Kecepatan Fluidisasi ( Umf ),Tugas Akhir, UPN Veteran. Yogyakarta. [7] Incropera, F.P, David P. De Witt. 1985. Fundamentals of Heat and Mass Transfer, Second Edition. John Wiley & Sons Inc. : New York. 16 ROTASI Vol. 19, No. 4, Oktober 017: 06 16