BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah pada penguatan dan pendalaman struktur industri yang mendukung kemampuan teknologi, sehingga terjadi pergeseran struktur ekonomi nasional Indonesia dari struktur agraris ke struktur industri. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada awalnya merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara atas ide atau hasil karya warga negaranya, karena itu Hak Kekayaan Intelektual pada pokoknya bersifat teritorial kenegaraan. 1 Di dalam teknologi tersimpan berbagai jenis Hak atas Kekayaan Intelektual salah satunya Paten yang dilindungi oleh Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001. Pentingnya Paten bagi teknologi dan industri akan membawa dampak terhadap ekonomi suatu negara. Perkembangan teknologi yang semakin maju memberikan persaingan yang ketat kepada inventor untuk terus mengembangkan hasil invensinya. Hal ini karena perkembangan teknologi yang semakin maju baik yang dihasilkan melalui teknologi sederhana untuk keperluan rumah tangga maupun teknologi dalam skala industri besar memberi kemudahan, kenikmatan dan manfaat bagi kehidupan sehari-hari. Semua invensi yang 1 Gunawan Wijaya, Lisensi (Seri Hukum Bisnis), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm.11. 1
2 dihasilkan melalui teknologi modern baik yang merupakan paten maupun paten sederhana harus dapat diterapkan di dalam industri. Adanya perlindungan hukum terhadap invensi-invensi di bidang teknologi yang dapat menunjang kegiatan industri dan perdagangan akan menimbulkan daya tarik bagi pengusaha untuk melindungi invensinya di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di Marakesh, Afrika Utara. Deklarasi Marakesh melahirkan World Trade Organization (WTO) yang mencantumkan 28 kesepakatan global dan mengatur perdagangan internasional. Diantaranya persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual atau Agreement On Trade Related of Intellectual Property Right in Counterfit Goods (TRIPs) yang dimuat dalam deklarasi tersebut. Persetujuan ini memuat norma-norma dan standar perlindungan hukum bagi manusia secara ketat dan perjanjian Internasional merupakan dasar dari penegakan hukum hak kekayaan intelektual. Ratifikasi TRIPs-WTO ini diwujudkan melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Estabilishing The World Trade Organization). Konvensi yang mengatur tentang paten secara Internasional dikenal dengan The Paris Convention For The Protection of Industrial Property, disebut juga dengan Konvensi Paris (1883). Konvensi Paris bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual di bidang Paten. Konvensi ini terbuka untuk semua negara dan keanggotaannya harus melalui World Intellectual
3 Property Organization (WIPO) sebagai organisasi internasional yang mengurus administrasi di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Tindakan Pemerintah Indonesia sehubungan dengan konsekuensi TRIPs adalah mengesahkan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi Paris (Paris Convention) dan Keppres No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Pembentukan WIPO. Indonesia juga ikut dalam menandatangani perjanjian kerja sama paten antar negara-negara di Amerika Serikat Tahun 1970, yang disebut Patent Cooperation Treaty (PCT) yang disahkan berdasarkan Keppres No. 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty. Tindakan ratifikasi yang dilakukan Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian International tersebut agar lebih dapat memberikan perlindungan yang wajar bagi inventor dan menciptakan iklim usaha yang jujur serta memperhatikan kepentingan masyarakat. Produk-produk yang dihasilkan tersebut merupakan ekspresi dari suatu pemikiran intelektual manusia sendiri yang termasuk dalam Hak Kekayaan Intelektual. Adapun wujud manfaat tersebut dapat dilihat dari invensi yang dihasilkan inventor yang memiliki kegunaan praktis dan nilai ekonomi yang menguntungkan. Karena dengan perlindungan hukum yang diberikan oleh negara akan memberikan hak eksklusif kepada inventor sebagai pemegang paten. Sektor industri di era pasar bebas sangat rentan terhadap pencurian atas Hak Kekayaan Intelektual. Sehingga diperlukan pengaturan mengenai perlindungan paten secara tegas. Penerapan hukum paten di Indonesia saat ini diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
4 Menurut Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten menyatakan bahwa Paten adalah Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang invensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Sedangkan invensi adalah ide inventor yang dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk, proses atau penyempurnaan, pengembangan produk atau proses (Pasal 1 angka 2), dan inventor adalah cara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan yang menghasilkan invensi (Pasal 1 angka 3). Dengan demikian, paten diberikan untuk invensi baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri. Menurut Runtung Sitepu berpendapat bahwa tidak semua hasil invensi dapat diberikan paten, tetapi hanya invensi yang memenuhi syarat saja yang dapat diberi paten 2. Adapun syarat terhadap invensi yang dapat diberi paten adalah: 3 1) Invensi baru, jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkap sebelumnya 2) Invensi mengandung langkah inovatif, jika invensi tersebut merupakan hal yang tidak diduga sebelumnya (non obvios) bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu dibidang teknik 3) Invensi tersebut dapat diterapkan dalam industri, artinya invensi dapat digunakan secara berulang-ulang dalam praktik dan dalam skala ekonomis dibidang industri dan perdagangan. Dengan adanya hak eksklusif yang diberikan negara kepada inventor, maka inventor dapat melaksanakan sendiri komersial atas hasil invensinya atau memberikan hak kepada orang lain. Hal ini merupakan hak ekonomi yang 2 Runtung Sitepu, Hak Cipta, Patten dan Merek, Diktat Kuliah, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003, hlm. 32. 3 Ibid, hlm. 33.
5 diperoleh oleh inventor dari hasil invensinya. Pemegang paten memiliki hak eksklusif melaksanakan paten yang dimilikinya dalam hal paten produk: membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten. Selain itu, pemegang paten juga mempunyai hak untuk melarang pihak lain yang tanpa seijinnya melaksanakan paten tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. Untuk memperoleh manfaat ekonomi atas invensinya, inventor atau pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain sesuai dengan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. Adapun yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi. Dari suatu paten yang diberikan perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. (Pasal 1 angka 13 UU Paten). Perjanjian lisensi sangat menunjang dan mempercepat laju industrialisasi di Indonesia. Kemampuan orang Indonesia dalam menghasilkan invensi belum menunjukkan angka yang menggembirakan. Minimnya pemegang hak paten dalam negeri akan membuat banyak potensi pendapatan yang seharusnya didapat dari royalti terbang ke luar negeri. Padahal, banyak negara yang memiliki keterbatasan dalam sumber daya alam justru kaya raya hanya dari royalti barang yang menjadi hak patennya 4. Oleh sebab itu perjanjian lisensi akan sangat menunjang perekonomian yang didapat dari menghasilkan devisa atas pembayaran royalti. 4 http://www.kompas.com, Hak Paten Atas Barang Yang Beredar Di Indonesia Sangat Minim.
6 Apabila pengembangan teknologi dianggap sebagai perangkat kebijaksanaan pembangunan, maka sulit dibayangkan kalau pengembangan teknologi ini diserahkan secara terus menerus kepada pihak luar negeri. Dari segi hukum tidak ada hambatan dalam memasukan teknologi asing. Karena pada prinsipnya perjanjian lisensi dilindungi asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUHPerdata), dimana tidak ada kewajiban untuk mendaftarkan kontrak tersebut kepada instansi pemerintah 5. Berdasarkan hal tersebut di atas, perjanjian lisensi menjadi urusan swasta murni tanpa ada campur tangan dari pemerintah sehingga hukum alam yang akan berbicara dalam arti siapa yang kuatlah yang akan menentukan syarat-syarat perjanjian lisesnsi (term of condition). Pembeli lisensi paten berada pada posisi yang lemah dan tergantung pada pemilik paten. Di sini kontrak yang tidak adil dan tidak seimbang dimungkinkan akan sangat dominan, sehingga klausula mengenai praktek bisnis terlarang (restrictive business parctice) muncul secara terbuka dalam perjanjian lisensi. Selain itu, banyak pula Perseroan Terbatas yang berbentuk Penanaman Modal Asing membuat licence agreement, technical assisteance agreement, know how agreement, joint operation agreement, turnkey Agreement, dan lain-lain 6. Salah satu aspek hak khusus dari Hak Kekayaan Intelektual adalah adanya Hak Ekonomi (economic right). Hak Ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Dikatakan Hak Ekonomi karena Hak Kekayaan Intelektual adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak 5 T. Mulya Lubis, Hukum dan Ekonomi, Sinar Harapan, Jakarta, 1990, hlm.125. 6 Ibid, hlm.126.
7 Ekonomi tersebut dapat berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri, atau karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan Lisensi. Hak Ekonomi diperhitungkan karena Hak Kekayaan Intelektual dapat digunakan/ dimanfaatkan oleh pihak lain dalam bidang perindustrian atau perdagangan yang dapat mendatangkan keuntungan atau dengan kata lain, Hak Kekayaan Intelektual adalah merupakan objek perdagangan. Hak Ekonomi atau economic rights merupakan keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan Lisensi. Hak Ekonomi (economic rights) itu diperhitungkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan sebagai sesuatu yang dapat mendatangkan keuntungan. Teknologi merupakan suatu bidang yang berkaitan erat dengan hak atas kekayaan cendekiawi 7, khususnya dengan paten. Alih teknologi secara internasional merupakan suatu proses multifaset yang mencakup suatu lingkup luas dari jual beli dan lisensi kekayaan cendekiawi, peralatan layanan teknis, program pelatihan, pertukaran informasi dan personil. Perdagangan teknologi baik melalui suatu perjanjian lisensi, suatu perjanjian usaha patungan atau suatu perjanjian bantuan teknis, tunduk kepada aturan-aturan hukum di setiap negara. Oleh sebab itu dalam merundingkan perjanjian-perjanjian tersebut diperlukan pemahaman bukan saja hukum dagang dan hukum perjanjian, melainkan juga hukum penanaman modal asing, hukum anti monopoli dan hukum tentang kekayaan cendekiawi 8 7 Oentoeng Soerapati, Hukum Kekayaan Intelektual dan Alih Teknologi, Salatiga, FH, UNKRIS Satya Wacana, 1999, hlm.97. 8 Ibid, hlm.8.
8 Perjanjian lisensi adalah salah satu bentuk alih teknologi lainnya yang lazim dilakukan. Melalui perjanjian lisensi inilah dimungkinkan untuk mengalihkan paten dan technical know how. Menurut Undang-Undang No.14 Tahun 2001 tentang Paten pada dasarnya perjanjian lisensi ini hanyalah bersifat pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari paten tersebut, dalam jangka waktu tertentu, dan dengan syarat tertentu. Untuk memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pemilik paten maupun penerima lisensi, maka dalam perjanjian lisensi paten harus tunduk pada hukum perjanjian yang berlaku. Ketentuan-ketentuan umum tentang perjanjian yang diatur dalam Buku III Burgelijk Wetboek Indonesia (Titel I sampai dengan Titel IV) berlaku juga untuk perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan lisensi paten. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata. Dengan adanya asas kebebasan berkontrak yang tertuang dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, maka setiap subyek hukum dapat mengadakan perjanjian apa saja asal perjanjian tersebut memenuhi persyaratan sahnya suatu perjanjian yang tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata. Konsepsi asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan adanya campur tangan dari Pemerintah terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Beranjak dari hal tersebut, maka dalam konteks keperdataan perjanjian lisensipun tidak boleh adanya campurtangan dari Pemerintah. Hal ini tentu saja berakibat pemerintah tidak dapat mengontrol setiap isi perjanjian-perjanjian mengenai alih teknologi. Pemerintah tidak akan mengetahui, bahwa benar-benar telah terjadi alih teknologi ataukah hanya sekedar mobilitas
9 teknologi, apakah yang diperjanjikan untuk dialihkan apakah teknologi yang diperoleh itu benar-benar relevan bagi pembangunan nasional, karena pemerintah tidak dapat atau tidak mungkin mengontrol setiap perjanjian lisesnsi tersebut. Sebagai bentuk pengawasan pemerintah terhadap pemegang lisensi paten sebagai public domain, berdasarkan ketentuan Pasal 72 Undang-Undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten, menyatakan bahwa Perjanjian Lisensi harus dicatat di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan diumumkan. Dalam hal perjanjian Lisensi tidak dicatat, perjanjian Lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga (Penerima Lisensi). Namun saat ini masih banyak yang belum mendaftarkan lisensinya, sehingga hukum belum mendapat perlindungan terhadap pemilik Paten. Di dalam Undang-Undang tersebut di atas, kata harus belum memberikan kepastian hukum yang jelas, artinya makna keharusan dicatatkan disini tidak disertai dengan sanksi bagi yang tidak atau belum mencatatkan lisensinya, sehingga ada masyarakat beranggapan bahwa dicatatkan ataupun tidak, tetap mendapat perlindungan berdasarkan asas kebebasan berkontrak Karena itu perlu adanya upaya sosialisasi oleh Ditjen Hak Kekayaan Intelektual, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat industri terhadap lisensi patennya. Manfaat pendaftaran lisensi paten adalah dalam upaya negara untuk melindungi lisensi paten yang telah diperjanjikan. Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan pengkajian mengenai pelaksanaan pencatatan lisensi paten baik itu menyangkut mekanisme pelaksanaan lisensi, peranan pemerintah dalam mengawasi perjanjian lisensi
10 paten, keharusan pencatatan perjanjian lisensi dan pendaftaran patennya serta penyelesaian sengketa lisensi di bidang paten terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten. Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka dilakukan penelitian dalam bentuk Tesis yang berjudul : Aspek Hukum Pencatatan Perjanjian Lisensi Paten Dalam Perspektif Keperdataan (Asas Kebebasan Berkontrak) Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian lisensi paten menurut KUHPerdata dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten? 2. Bagaimana prosedur penerbitan lisensi paten dalam dan luar negeri, serta bagaimana konsekuensi hukum atas lisensi paten yang tidak dicatat di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual? 3. Kendala apa yang timbul dalam proses penerbitan Lisensi Paten dan bagaimana penyelesaiannya? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan identifikasi masalah tersebut diatas, penelitian ini bertujuan:
11 1. Untuk mengetahui, mengkaji, meneliti dan menganalisis bagaimana kedudukan hukum Perjanjian Lisensi Paten menurut KUHPerdata dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. 2. Untuk mengetahui, mengkaji, meneliti dan menganalisis bagaimana prosedur penerbitan lisensi paten dalam dan luar negeri, serta bagaimana konsekuensi hukum atas lisensi paten yang tidak dicatat di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. 3. Untuk mengetahui, mengkaji, meneliti dan menganalisis Kendala apa yang timbul dalam proses penerbitan Lisensi Paten dan bagaimana penyelesaiannya. D. Keaslian Penelitian Karya ilmiah ini merupakan hasil karya yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan bahan dan data yang diperoleh selama penelitian ditambah dengan hasil pemikiran dari penulis sendiri. Dengan kata lain, karya ini merupakan hasil karya penulis dan bukan merupakan suatu plagiat dari karya ilmiah manapun. Penelitian ini dilakukan karena belum efektifnya UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dalam hal adanya kewajiban pencatatan atas setiap perjanjian lisensi paten sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, yang mana ketentuan tersebut menurut peneliti sangatlah bertentangan dengan asas perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian mengenai pelaksanaan pencatatan lisensi paten baik itu menyangkut mekanisme pelaksanaan lisensi, peranan pemerintah dalam mengawasi perjanjian lisensi paten, keharusan pencatatan perjanjian lisensi dan pendaftaran patennya
12 serta penyelesaian sengketa lisensi di bidang paten terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten. Dengan demikian tidak terdapat penelitian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi yang serupa dengan penelitian penulis, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam karya tulis ini. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi ilmu hukum dan peraturan perundang-undangan dibidang hukum ekonomi yang terkait dengan perlindungan pemegang lisensi paten. Terhadap dunia akademik, diharapkan hasil penelitian ini sebagai dorongan atau motivasi untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya, hususnya berkaitan dengan pengembangan aspek hukum perjanjian lisensi paten sebagai perlindungan bagi pemegang hak paten. 2. Secara Praktis Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para pengusaha, khususnya bagi pemilik paten dan pengguna lisensi paten yang erat sekali kaitannya dengan perjanjian lisesnsi, sehingga praktik
13 pelaksanaan penerbitan lisensi paten dapat berjalan efektif dan efisien serta memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam perjanjian lisensi paten.