BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutukan, tidak saja untuk kebutuhan pihak

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan akuntabilitas pada organisasi sektor publik baik pemerintah di

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bentuk pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Good governance merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LKPP DAN LKPD SERTA DANA PERIMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah di Indonesia kini sedang mengalami masa transisi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berhasil menjalankan tugas dengan baik atau tidak (Suprapto, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (BPK RI, 2010). Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap kepala daerah, hal ini bertujuan untuk mempertanggungjawabkan penggunaan uang negara sesuai mekanisme yang ada. Laporan keuangan merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja sebuah entitas. Terutama untuk pemerintah daerah, laporan keuangan akan menjadi salah satu bahan penilaian yang penting, karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran tersebut tercantum dalam laporan keuangan. Kita dapat menjadikan laporan keuangan tersebut sebagai salah satu pertimbangan untuk menilai kinerja sebuah pemerintah daerah. Tentu pengguna dari laporan keuangan ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan keuangan. Tapi justru penggunanya adalah publik atau semua kalangan, karena uang negara yang dikelola dan digunakan oleh pemerintah daerah itu sebagian besar merupakan uang yang berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat. Oleh karenanya ada sebuah badan yang harus menilai laporan keuangan tersebut dan menginformasikannya kembali kepada publik akan hasil penilaiannya. Dalam hal ini adalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang bertindak sebagai penilai laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah. Adapun beberapa peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan dan penyusunan laporan keuangan bagi pemerintah daerah adalah UU No 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur keharusan setiap kepala negara untuk menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) kepada DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) berupa laporan keuangan yang telah diaudit BPK paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran berakhir, setelah itu muncul PP No 24 Tahun 2005 yang sekarang telah diganti menjadi PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang mewajibkan pemerintah daerah untuk menerapkan SAP mulai tahun anggaran 2007 dan beberapa aturan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melakukan pengelolaan keuangan yang diperjelas dengan kriteria yang diharapkan serta mekanisme yang harus dilakukannya. Laporan keuangan merupakan sebuah media informasi akuntansi untuk menyampaikan hasil kinerja pengelolaan keuangan kepada pihak lain. Agar informasi tersebut dapat bermanfaat bagi para penggunanya, maka sebuah informasi harus dapat memenuhi kualitas tertentu. Begitupun informasi yang terdapat dalam laporan keuangan pemerintah daerah dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi beberapa kriteria yang disebutkan dalam Standar Akuntansi Pemerintah (PP No. 71 Tahun 2010), yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Apabila informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memenuhi kriteria karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah seperti yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, berarti pemerintah daerah mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Informasi yang terkandung di

dalam laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah harus sesuai dengan kriteria nilai informasi yang disyaratkan oleh peraturan perundangundangan. Apabila tidak sesuai dengan perundang-undangan, maka akan mengakibatkan kerugian daerah, potensi kekurangan daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakfektifan. Pengelolaan keuangan daerah harus transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam arti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benarbenar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, value for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Temuan kasus pada Pemerintah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat dimana masih lemahnya pengelolaan keuangan daerah dalam menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, yaitu: 1. Kabupaten Bandung tiga tahun berturut-turut mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), temuan yang ditemukan BPK pada tahun

2009 yaitu kelebihan pembayaran atas perjalanan dinas, kekurangan volume pekerjaan dan speksifikasi pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian. Pada tahun 2010 pun terdapat indikasi manipulasi perjalanan dinas di DPRD kab.bandung dan masalah yang selalu terulang yaitu penyajian aset tetap dan masalah penyajian persediaan yang tidak memadai, ini membuktikan bahwa kab.bandung masih jalan ditempat karena permasalahanpermasalahan yang menjadi pengecualian dalam opini BPK tahun sebelumnya masih tetap dan berulang pada LKPD TA 2011. (www.seputarindonesia.com) 2. Kabupaten Bandung Barat dua tahun berturut-turut mendapatkan opini Disclaimer pada tahun 2009 dan 2010, ada pun kesalahan sebagai penyebab disclaimer itu antara lain, keterlambatan menyampaikan laporan, keterlambatan setor ke kas negara, sisa uang di akhir tahun dan banyak dokumen tidak lengkap. Sedangkan pada tahun anggaran 2011 kab.bandung barat untuk pertama kalinya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), masalah yang masih ada yaitu perlimpahan aset yang harus diselesaikan dengan berkoordinasi dengan kab.bandung (kab.induk). Dari uraian diatas bahwa pengelolaan keuangan daerah belum optimal dan menurut Dirjen Perbendaharaan Negara Kemenkeu yaitu Henry Purnomo (tanggal 14 Desember 2010) mengatakan bahwa pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Kementrian Keuangan, mengungkapkan bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah (Pemda) masih belum berjalan baik. Pemda

dinilai masih belum maksimal dalam penyampaian laporan keuangannya sehingga berpotensi terjadi penyalahgunaan anggaran. (http://www.jpnn.com) Pengelolaan keuangan negara saat ini masih mengalami penyimpangan, pada sistem pengendalian intern pemerintah adalah salah satu penyebab terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintah yang mementingkan diri mereka sendiri yang dapat merugikan negara. Dalam pertemuan APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia), ada informasi yang perlu digaris bawahi dan menjadi perhatian pihak pemerintah secara keseluruhan pada saat ini. Informasi yang diperoleh atas perbincangan antara anggota APKASI dengan BPK yakni Ketua BPK, Anwar Nasution. Anwar Nasution mengungkapkan terdapat 10 kelemahan sistem pengendalian keuangan pemerintah yang meliputi, pertama, belum adanya keseragaman sistem akuntansi keuangan di negeri ini, kedua, belum terciptanya sinkronisasi sistem komputer, pengelolaan kekuangan bangsa saat ini harus dilakukan dengan dua hal ini, yang disebabkan tuntutan masyarakat ataupun rakyat yang menginginkan informasi dari pengelolaan keuangan negara. Keuangan Negara merupakan uangnya rakyat dan harus dikelola dengan baik. Apabila kedua hal ini diseragamkan pengendalian pengelolaan keuangan negara akan baik untuk kedepan. Ketiga, masih adanya praktek sistem perbendaharaan ganda, keempat, tidak terinventarisasinya utang dan asset pemerintah secara transparan, kelima kurang tenaga akuntan berkualiatas sesuai dengan standar dalam penyusunan laporan keuangan, keenam, tidak adanya transapransi dan akuntabilitas dalam hal pemungutan dan penyimpanan perpajakan sebelum ditransfer ke kas negara. Ketujuh, belum

adanya transparansi dan sinkronisasi penerimaan dan pengeluaran di sektor perminyakan, kedelapan terbatasnya kewenangan BPK dalam mengawasi penerimaan sektor pajak, kesembilan adanya kesemberauatan tentang aturan dasar pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan yang terakhir laporan dari Pemerintah dan Depatemen ataupun Pemda belum melalui proses review oleh pengawas internal. Kesepuluh kelemahan di atas harus menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah, untuk diketahui dengan diungkapkan temuan BPK dengan lemahnya sistem pengendalian keuangan Negara mencerminkan masih bersarangnya korupsi di tubuh pemerintah. Buruknya sistem pengendalian pemerintah kemungkinan diakibatkan ketidaktahuan para pejabat pemerintah dengan pengendalian internal sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat. Fungsi pengendalian dilakukan oleh Kepala Daerah melalui suatu Sistem Pengendalian Intern. Sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan Pemerintah Daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan. (PP 58 Tahun 2005) Yang memungkinkan mempengaruhi kualitas laporan keuangan adalah Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini disebabkan kurangnya staf yang memiliki keahlian dalam melaksanakan pertanggungjawaban anggaran, khusunya bidang akuntansi. Di samping itu, pemahaman terhadap teknologi informasi dan peraturan keuangan juga masih kurang. Padahal untuk dapat terlaksananya

pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, harus didukung oleh teknologi informasi yang memadai. Di Indonesia saat ini sedang terjadi fenomena di mana banyak dilakukan pemekaran pemerintah daerah. Jumlah pemerintah daerah yang semakin meningkat ini mengharuskan pengelolaan keuangan daerah yang diharapkan mendorong Good Government Governance untuk dilakukan secara lebih maksimal. Masalahnya, kebutuhan ini tidak dibarengi kapasitas aparatur pemerintahan daerah atau Sumber daya manusia (SDM) yang cukup. Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), saat ini tercatat hanya 11 Pemerintah Daerah yang memiliki laporan keuangan yang berstatus Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Padahal jumlah keseluruhan pemerintah daerah di Indonesia saat ini mencapai angka 533. Hal ini cukup memperlihatkan kurangnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan keuangan di tiap daerah. Adapun temuan kasus pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat saat ini kekurangan tiga ribu pegawai. Selain disebabkan tingginya jumlah pensiun per tahun, kekurangan tersebut juga terjadi karena jumlah pegawai di Kabupaten Bandung Barat masih minim sejak dimekarkan dari Kabupaten Bandung. Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Bandung Barat, Wawan Herawan mengungkapkan banyak posisi yang kosong. Kebanyakan posisi tersebut, di antaranya tenaga pendidikan, akuntan, kesehatan, dan pegawai teknis. (www.pikiran-rakyat.com 20 mei 2012)

Hal ini didukung oleh Penelitian BPK (Nazier, 2009), yang memberikan temuan empiris bahwa 76,77% unit pengelola keuangan di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah diisi oleh pegawai yang tidak memiliki latar belakang pendidikan akuntansi sebagai pengetahuan dasar yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan. Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa kapasitas sumber daya manusia yang ada di instansi pemerintahan masih belum memadai. Kapasitas sumber daya manusia yang minim ini mungkin memiliki pengaruh terhadap keandalan pelaporan keuangan. (www.bpk.go.id) Selain kapasitas sumber daya manusia, hal yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah adalah pemanfaatan teknologi informasi. Dalam bidang keuangan pemerintahan daerah, sudah mulai ada perhatian yang lebih besar terhadap penilaian kelayakan praktek manajemen pemerintahan yang mencakup perbaikan sistem akuntansi manajemen, sistem akuntansi keuangan, perencanaan keuangan dan pembangunan, sistem pengawasan dan pemeriksaan serta berbagai implikasi finansial atas kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pemerintah daerah saat ini tengah menghadapi tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial serta dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan, maka peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah, Sistem Pengendalian Intern, Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah (Survey pada Pemerintah Kab.Bandung dan Kab.Bandung Barat)

1.2 Identifikasi Masalah Sebagaimana yang diuraikan diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah, Sistem Pengendalian Intern (SPI), Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah secara parsial? 2. Bagaimana Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah, Sistem Pengendalian Intern (SPI), Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah secara simultan? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dan menganalisis informasi beserta data yang relevan mengenai penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah, sistem pengendalian intern, kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan kualitas laporan keuangan daerah serta untuk memperoleh gambaran perbandingan antara teori dengan pelaksanaannya di lapangan. 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah.

2. Untuk mengetahui Pengaruh Sistem Pengendalian Intern (SPI) terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. 3. Untuk mengetahui Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. 4. Untuk mengetahui Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. 5. Untuk mengetahui Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan, Sistem Pengendalian Intern (SPI), Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis Penelitian atas pengaruh penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah,sistem pengendalian intern, kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan kualitas laporan keuangan daerah dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan, dan disamping itu, penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi : 1. Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah, Sistem Pengendalian Intern (SPI), Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Kualitas Laporan Keuangan Daerah.

2. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain yang ingin mengkaji di bidang yang sama. 1.4.2 Kegunaan Operasional Kegunaan operasional yang penulis tujukan adalah pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemerintah kabupaten bandung dan kabupaten bandung barat dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan saran-saran serta dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan daerah di waktu yang akan datang. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung dan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dengan mendatangi objek yang menjadi pilihan penulis dalam pengumpulan data yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Adapun waktu penelitian ini dilakukan pada periode Desember 2012 hingga selesai.