BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap kepala daerah, hal ini bertujuan untuk mempertanggungjawabkan penggunaan uang negara sesuai mekanisme yang ada. Laporan keuangan merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja sebuah entitas. Terutama untuk pemerintah daerah, laporan keuangan akan menjadi salah satu bahan penilaian yang penting, karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran tersebut tercantum dalam laporan keuangan. Kita dapat menjadikan laporan keuangan tersebut sebagai salah satu pertimbangan untuk menilai kinerja sebuah pemerintah daerah. Tentu pengguna dari laporan keuangan ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan keuangan. Tapi justru penggunanya adalah publik atau semua kalangan, karena uang negara yang dikelola dan digunakan oleh pemerintah daerah itu sebagian besar merupakan uang yang berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat. Oleh karenanya ada sebuah badan yang harus menilai laporan keuangan tersebut dan menginformasikannya kembali kepada publik akan hasil penilaiannya. Dalam hal ini adalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang bertindak sebagai penilai laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah. Adapun beberapa peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan dan penyusunan laporan keuangan bagi pemerintah daerah adalah UU No 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur keharusan setiap kepala negara untuk menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) kepada DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) berupa laporan keuangan yang telah diaudit BPK paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran berakhir, setelah itu muncul PP No 24 Tahun 2005 yang sekarang telah diganti menjadi PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang mewajibkan pemerintah daerah untuk menerapkan SAP mulai tahun anggaran 2007 dan beberapa aturan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melakukan pengelolaan keuangan yang diperjelas dengan kriteria yang diharapkan serta mekanisme yang harus dilakukannya. Laporan keuangan merupakan sebuah media informasi akuntansi untuk menyampaikan hasil kinerja pengelolaan keuangan kepada pihak lain. Agar informasi tersebut dapat bermanfaat bagi para penggunanya, maka sebuah informasi harus dapat memenuhi kualitas tertentu. Begitupun informasi yang terdapat dalam laporan keuangan pemerintah daerah dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi beberapa kriteria yang disebutkan dalam Standar Akuntansi Pemerintah (PP No. 71 Tahun 2010), yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Apabila informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memenuhi kriteria karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah seperti yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, berarti pemerintah daerah mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Informasi yang terkandung di
dalam laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah harus sesuai dengan kriteria nilai informasi yang disyaratkan oleh peraturan perundangundangan. Apabila tidak sesuai dengan perundang-undangan, maka akan mengakibatkan kerugian daerah, potensi kekurangan daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakfektifan. Pengelolaan keuangan daerah harus transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam arti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benarbenar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, value for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Temuan kasus pada Pemerintah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat dimana masih lemahnya pengelolaan keuangan daerah dalam menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, yaitu: 1. Kabupaten Bandung tiga tahun berturut-turut mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), temuan yang ditemukan BPK pada tahun
2009 yaitu kelebihan pembayaran atas perjalanan dinas, kekurangan volume pekerjaan dan speksifikasi pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian. Pada tahun 2010 pun terdapat indikasi manipulasi perjalanan dinas di DPRD kab.bandung dan masalah yang selalu terulang yaitu penyajian aset tetap dan masalah penyajian persediaan yang tidak memadai, ini membuktikan bahwa kab.bandung masih jalan ditempat karena permasalahanpermasalahan yang menjadi pengecualian dalam opini BPK tahun sebelumnya masih tetap dan berulang pada LKPD TA 2011. (www.seputarindonesia.com) 2. Kabupaten Bandung Barat dua tahun berturut-turut mendapatkan opini Disclaimer pada tahun 2009 dan 2010, ada pun kesalahan sebagai penyebab disclaimer itu antara lain, keterlambatan menyampaikan laporan, keterlambatan setor ke kas negara, sisa uang di akhir tahun dan banyak dokumen tidak lengkap. Sedangkan pada tahun anggaran 2011 kab.bandung barat untuk pertama kalinya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), masalah yang masih ada yaitu perlimpahan aset yang harus diselesaikan dengan berkoordinasi dengan kab.bandung (kab.induk). Dari uraian diatas bahwa pengelolaan keuangan daerah belum optimal dan menurut Dirjen Perbendaharaan Negara Kemenkeu yaitu Henry Purnomo (tanggal 14 Desember 2010) mengatakan bahwa pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Kementrian Keuangan, mengungkapkan bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah (Pemda) masih belum berjalan baik. Pemda
dinilai masih belum maksimal dalam penyampaian laporan keuangannya sehingga berpotensi terjadi penyalahgunaan anggaran. (http://www.jpnn.com) Pengelolaan keuangan negara saat ini masih mengalami penyimpangan, pada sistem pengendalian intern pemerintah adalah salah satu penyebab terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintah yang mementingkan diri mereka sendiri yang dapat merugikan negara. Dalam pertemuan APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia), ada informasi yang perlu digaris bawahi dan menjadi perhatian pihak pemerintah secara keseluruhan pada saat ini. Informasi yang diperoleh atas perbincangan antara anggota APKASI dengan BPK yakni Ketua BPK, Anwar Nasution. Anwar Nasution mengungkapkan terdapat 10 kelemahan sistem pengendalian keuangan pemerintah yang meliputi, pertama, belum adanya keseragaman sistem akuntansi keuangan di negeri ini, kedua, belum terciptanya sinkronisasi sistem komputer, pengelolaan kekuangan bangsa saat ini harus dilakukan dengan dua hal ini, yang disebabkan tuntutan masyarakat ataupun rakyat yang menginginkan informasi dari pengelolaan keuangan negara. Keuangan Negara merupakan uangnya rakyat dan harus dikelola dengan baik. Apabila kedua hal ini diseragamkan pengendalian pengelolaan keuangan negara akan baik untuk kedepan. Ketiga, masih adanya praktek sistem perbendaharaan ganda, keempat, tidak terinventarisasinya utang dan asset pemerintah secara transparan, kelima kurang tenaga akuntan berkualiatas sesuai dengan standar dalam penyusunan laporan keuangan, keenam, tidak adanya transapransi dan akuntabilitas dalam hal pemungutan dan penyimpanan perpajakan sebelum ditransfer ke kas negara. Ketujuh, belum
adanya transparansi dan sinkronisasi penerimaan dan pengeluaran di sektor perminyakan, kedelapan terbatasnya kewenangan BPK dalam mengawasi penerimaan sektor pajak, kesembilan adanya kesemberauatan tentang aturan dasar pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan yang terakhir laporan dari Pemerintah dan Depatemen ataupun Pemda belum melalui proses review oleh pengawas internal. Kesepuluh kelemahan di atas harus menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah, untuk diketahui dengan diungkapkan temuan BPK dengan lemahnya sistem pengendalian keuangan Negara mencerminkan masih bersarangnya korupsi di tubuh pemerintah. Buruknya sistem pengendalian pemerintah kemungkinan diakibatkan ketidaktahuan para pejabat pemerintah dengan pengendalian internal sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat. Fungsi pengendalian dilakukan oleh Kepala Daerah melalui suatu Sistem Pengendalian Intern. Sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan Pemerintah Daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan. (PP 58 Tahun 2005) Yang memungkinkan mempengaruhi kualitas laporan keuangan adalah Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini disebabkan kurangnya staf yang memiliki keahlian dalam melaksanakan pertanggungjawaban anggaran, khusunya bidang akuntansi. Di samping itu, pemahaman terhadap teknologi informasi dan peraturan keuangan juga masih kurang. Padahal untuk dapat terlaksananya
pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, harus didukung oleh teknologi informasi yang memadai. Di Indonesia saat ini sedang terjadi fenomena di mana banyak dilakukan pemekaran pemerintah daerah. Jumlah pemerintah daerah yang semakin meningkat ini mengharuskan pengelolaan keuangan daerah yang diharapkan mendorong Good Government Governance untuk dilakukan secara lebih maksimal. Masalahnya, kebutuhan ini tidak dibarengi kapasitas aparatur pemerintahan daerah atau Sumber daya manusia (SDM) yang cukup. Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), saat ini tercatat hanya 11 Pemerintah Daerah yang memiliki laporan keuangan yang berstatus Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Padahal jumlah keseluruhan pemerintah daerah di Indonesia saat ini mencapai angka 533. Hal ini cukup memperlihatkan kurangnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan keuangan di tiap daerah. Adapun temuan kasus pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat saat ini kekurangan tiga ribu pegawai. Selain disebabkan tingginya jumlah pensiun per tahun, kekurangan tersebut juga terjadi karena jumlah pegawai di Kabupaten Bandung Barat masih minim sejak dimekarkan dari Kabupaten Bandung. Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Bandung Barat, Wawan Herawan mengungkapkan banyak posisi yang kosong. Kebanyakan posisi tersebut, di antaranya tenaga pendidikan, akuntan, kesehatan, dan pegawai teknis. (www.pikiran-rakyat.com 20 mei 2012)
Hal ini didukung oleh Penelitian BPK (Nazier, 2009), yang memberikan temuan empiris bahwa 76,77% unit pengelola keuangan di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah diisi oleh pegawai yang tidak memiliki latar belakang pendidikan akuntansi sebagai pengetahuan dasar yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan. Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa kapasitas sumber daya manusia yang ada di instansi pemerintahan masih belum memadai. Kapasitas sumber daya manusia yang minim ini mungkin memiliki pengaruh terhadap keandalan pelaporan keuangan. (www.bpk.go.id) Selain kapasitas sumber daya manusia, hal yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah adalah pemanfaatan teknologi informasi. Dalam bidang keuangan pemerintahan daerah, sudah mulai ada perhatian yang lebih besar terhadap penilaian kelayakan praktek manajemen pemerintahan yang mencakup perbaikan sistem akuntansi manajemen, sistem akuntansi keuangan, perencanaan keuangan dan pembangunan, sistem pengawasan dan pemeriksaan serta berbagai implikasi finansial atas kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pemerintah daerah saat ini tengah menghadapi tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial serta dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan, maka peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah, Sistem Pengendalian Intern, Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah (Survey pada Pemerintah Kab.Bandung dan Kab.Bandung Barat)
1.2 Identifikasi Masalah Sebagaimana yang diuraikan diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah, Sistem Pengendalian Intern (SPI), Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah secara parsial? 2. Bagaimana Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah, Sistem Pengendalian Intern (SPI), Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah secara simultan? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dan menganalisis informasi beserta data yang relevan mengenai penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah, sistem pengendalian intern, kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan kualitas laporan keuangan daerah serta untuk memperoleh gambaran perbandingan antara teori dengan pelaksanaannya di lapangan. 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah.
2. Untuk mengetahui Pengaruh Sistem Pengendalian Intern (SPI) terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. 3. Untuk mengetahui Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. 4. Untuk mengetahui Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. 5. Untuk mengetahui Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan, Sistem Pengendalian Intern (SPI), Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis Penelitian atas pengaruh penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah,sistem pengendalian intern, kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi dan kualitas laporan keuangan daerah dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan, dan disamping itu, penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi : 1. Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi Pengaruh Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah, Sistem Pengendalian Intern (SPI), Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Kualitas Laporan Keuangan Daerah.
2. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain yang ingin mengkaji di bidang yang sama. 1.4.2 Kegunaan Operasional Kegunaan operasional yang penulis tujukan adalah pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemerintah kabupaten bandung dan kabupaten bandung barat dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan saran-saran serta dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan daerah di waktu yang akan datang. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung dan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dengan mendatangi objek yang menjadi pilihan penulis dalam pengumpulan data yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Adapun waktu penelitian ini dilakukan pada periode Desember 2012 hingga selesai.