BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, karena

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB IV PEMBAHASAN. kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah.

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah (Prasetyo, 2008). keuangan daerah lainnya. Meskipun apabila dilihat dari hasil yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja dan Penilaian Kinerja Dalam Sektor Publik

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Proses penelitian apapun bentuknya, secara ilmiah adalah untuk dapat memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, karena proses penelitian tanpa pengetahuan teoritis, bagaikan berjalan tanpa tujuan. Oleh karena itu, penelitian harus berangkat pula dari berbagai teori sebagai penuntun perjalanan dalam proses penelitian. Namun teori-teori yang dipergunakan adalah teori yang ada relevansinya dengan variabel-variabel yang hendak diteliti, sehingga teori-teori dianggap sebagai landasan untuk melakukan proses penelitian. 2.1 Landasan Teori Teori-teori yang dipergunakan sebagai pedoman penentu arah proses penelitian, dianggap sebagai landasan teori. Sehubungan dengan arah penelitian yang fokus pada variabel yang hendak dianalisis, maka dalam penelitian ini teoriteori yang hendak dipergunakan adalah teori-teori tentang sumber pendapatan daerah, retribusi daerah, pelayanan persampahan/kebersihan, efektivitas, efisiensi, Pendapatan Asli Daerah dan potensi. 2.1.1 Sumber Pendapatan Daerah Berdasarkan ketentuan Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 10 Undang-Undang No 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa sumber penerimaan daerah terdiri dari. 16

1) Pendapatan Asli Daerah, bersumber dari. a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 2) Dana Perimbangan terdiri dari. a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 3) Lain-lain Pendapatan. Dari sumber penerimaan daerah tersebut di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Pendapatan Asli Daerah, sangat ditentukan oleh adanya faktor-faktor internal dan eksternal. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain. 1) Faktor Internal (a) Tersedianya Dasar Hukum atau Peraturan Perundang-Undangan sebagai kebijakan pemerintah untuk pemungutan Pajak Daerah, yang dapat memberikan kewenangan dan landasan yang jelas di dalam pelaksanaannya. (b) Tersedianya sumber daya aparatur yang handal dan profesional di bidang pendapatan akan memberikan dampak yang positif dalam mengembangkan dan mengelola potensi sumber pendapatan dan didukung oleh sumber daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 17

(IPTEK). Dengan sumber daya aparatur yang handal dan profesional akan dapat meningkatkan atau memberikan pelayanan yang terbaik sebagai pelayanan prima terhadap wajib pajak. (c) Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan yang mendukung seperti komputerisasi, sistem informasi dan peralatan yang memadai akan dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada wajib pajak. 2) Faktor eksternal (a) Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi Sosial Ekonomi daerah yang cukup stabil dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tingkat inflasi yang rendah dan pendapatan per kapita masyarakat yang cukup mamadai akan memberikan dampak yang positif dalam hal pendapatan daerah. Kondisi sosial ekonomi akan berdampak pada meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat, termasuk kewajiban membayar pelayanan retribusi kebersihan. (b) Adanya Perubahan Kebijakan dari Pemerintah Pusat Adanya perubahan kebijakan dari pemerintah pusat dalam bidang pendapatan juga berpengaruh terhadap kebijakan di daerah sebagai landasan pelaksanaannya. Seperti dikeluarkannya Undang-Undang No 34 Tahun 2000 tentang pajak dan retribusi daerah serta peraturan pelaksanaannya No 65 dan No 66 Tahun 2001, memerlukan perubahan kebijakan di daerah untuk mengimplementasikannya. 18

(c) Tingkat Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pembayar pajak berpengaruh terhadap kecilnya tunggakan pendapatan dan tunggakan pembayaran pajak. 2.1.2 Retribusi Daerah Dalam Undang-Undang No 18 Tahun 1997 (disempurnakan menjadi Undang-Undang No 34 Tahun 2000) disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan atau akan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Senada dengan itu, Munawir (1998:8) mengemukakan, bahwa retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan ini bersifat ekonomis, karena siapapun yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran itu. Menurut Harits dalam Jelantik (2005 : 20), sifat-sifat retribusi antara lain sebagai berikut. 1) Paksaan bersifat ekonomi 2) Ada imbalan langsung kepada pembangunan 3) Walaupun memenuhi persyaratan-persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk mau dan tidak mau membayar 4) Retribusi merupakan pungutan yang umumnya bugdeter tidak menonjol. Dalam hal-hal tertentu, retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang 19

dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. Kaho (1997 : 154) mengatakan, bahwa retribusi yang diserahkan kepada daerah cukup memadai, baik dalam jenis maupun dalam jumlahnya. Namun hasil riil yang dapat disumbangkan sektor ini bagi keuangan daerah masih sangat terbatas, karena tidak semua jenis retribusi yang kini dipungut daerah memiliki prospek positif. Ciri-ciri pokok retribusi daerah sebagai berikut. 1) Retribusi dipungut oleh daerah 2) Dalam pungutan retribusi, terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk 3) Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan Waluyo (2006:6) mengatakan, bahwa retribusi memiliki pengertian berbeda jika dibandingkan dengan pajak. Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi tertentu, karena pembangunan tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi dari pemerintah. Dari pandangan-pandangan di atas dapat digambarkan, bahwa pemerintah harus memberikan pelayanan atau jasa terlebih dahulu kepada masyarakat dan atas pelayanan yang diberikan. Pemerintah berhak melakukan pungutan dengan menyediakan atau memberikan pelayanan tertentu terlebih dahulu. Retribusi Daerah merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah yang harus ditingkatkan penerimaannya, mengingat PAD adalah sumber yang sering dijadikan ukuran kemampuan daerah. Berbeda dengan pajak daerah, kalau dilihat 20

dari sudut pengembangannya melalui peningkatan pelayanan, sepanjang jasa pelayanan yang diberikan betul-betul nyata. Jenis jasa tertentu yang dijadikan objek retribusi daerah, dikelompokkan ke dalam 3 golongan, yaitu. 1) Retribusi jasa umum, yaitu retribusi atau jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah dengan tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Salah satu diantara jenis retribusi jasa umum adalah retribusi pelayanan persampahan dan kebersihan. 2) Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 3) Retribusi perijinan tertentu, yaitu obyek retribusi perijinan tertentu ini adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan atau ketertiban umum, misalnya retribusi ijin proyek dan ijin usaha. Jenis-jenis Retribusi Daerah yang ada di Kota Denpasar berjumlah 16 yang terdiri dari. 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan 2) Retribusi Pelayanan Persampahan/kebersihan 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP atau Capil 21

4) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Akte Capil 5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 6) Retribusi Pelayanan Pasar 7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 8) Retribusi Jasa Usaha Pemakaian Kekayaan Daerah 9) Retribusi Jasa Usaha Terminal 10) Retribusi Jasa Usaha Tempat Penginapan/Pasanggrahan/Villa 11) Retribusi Rumah Potong Hewan 12) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga 13) Retribusi Penyebrangan di Atas Air 14) Retribusi Mendirikan Bangunan 15) Retribusi Izin Gangguan 16) Retribusi Izin Usaha 2.1.3 Pelayanan Persampahan/Kebersihan Pada mulanya pemukiman penduduk tidak memerlukan adanya pelayanan persampahan/kebersihan yang ditangani secara khusus oleh pemerintah daerah karena penduduk sendiri masih dapat mengatasi masalah sampah yang timbul secara alami, dengan melakukan pembuangan sampah ke pekarangan masingmasing. Namun dengan perkembangan jumlah penduduk dan pemukiman yang semakin pesat dengan aktivitas manusia yang lebih luas, menimbulkan adanya bahan-bahan atau barang yang tidak dimanfaatkan atau dibuang yang disebut dengan sampah. 22

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2003 : 2) menyatakan, bahwa sampah adalah barang sisa proses suatu produksi yang berasal dari kegiatan atau aktivitas manusia, umumnya berbentuk padat, cair maupun gas. Secara fisik sampah mengandung bahan-bahan yang masih mempunyai nilai atau harga, sepanjang dikelola dan dimanfaatkan secara tepat dan diolah dengan teknologi yang memadai. 2.1.4 Efektivitas Devas (1989:279:280) menyatakan, bahwa efektivitas adalah hasil guna kegiatan pemerintah dalam mengurus keuangan daerah haruslah sedemikian rupa, sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan penelitian dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Apabila dikaitkan dengan penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, maka efektivitas yang dimaksud adalah seberapa besar realisasi penerimaan berhasil mencapai target penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan yang seharusnya dicapai pada suatu periode tertentu. Orsborne (1997:389) mengatakan, bahwa efektivitas adalah merupakan ukuran dari suatu kualitas output. Ketika mengukur efektivitas, akan diketahui apakah investasi berguna atau tidak. Efektivitas penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan merupakan perbandingan antara realisasi penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dengan target penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. 23

Menurut Mardiasmo dan Mahpatih (2000:II,5) untuk menghitung efektivitas tersebut digunakan rumus sebagai berikut. Realisasi Penerimaan Retribusi Efektivitas = x 100 %...(2.1) Potensi Penerimaan Retribusi Realisasi Penerimaan Retribusi Efektivitas = x 100 %...(2.2) Target Penerimaan Retribusi Berikut disampaikan pedoman kriteria penilaian efektivitas penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan diukur dengan menggunakan kriteria skala interval sebagaimana terlihat dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kriteria Efektivitas Penerimaan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Efektivitas Penerimaan Retribusi Kebersihan (%) Diatas 100 90-100 80-89 60-79 Kurang dari 60 Sumber: Fisipol UGM, 1991 Kriteria Efektivitas Penerimaan Retribusi Kebersihan Sangat Efektif Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif Tidak Efektif 2.1.5 Efisiensi Orsborne (1997:389) mengatakan, bahwa efisiensi adalah ukuran berapa banyak biaya untuk masing-masing unit output. Ketika mengukur efisiensi, akan diketahui berapa banyak biaya yang ditanggung untuk mencapai hasil tertentu. Beberapa cara untuk meningkatkan output dengan input yang sama, atau dengan output dengan proporsi yang besar dengan kenaikan input yang proporsional atau 24

juga dengan menurunkan input dengan proporsi yang besar dan menurunkan output secara proporsional. Menurut Mardiasmo dan Mahpatih (2000:II.5), untuk menghitung efisiensi tersebut digunakan rumus sebagai berikut. Biaya Pengelolaan Pelayanan Persampahan Efisiensi = x 100 %...(2.3) Realisasi Penerimaan Retribusi Kriteria efisiensi pengelolaan pelayanan persampahan/kebersihan, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Kriteria Efisiensi Pengelolaan Penerimaan Retribusi Persampahan/Kebersihan Pelayanan Efisiensi Pengelolaan Penerimaan Retribusi Kebersihan (%) Diatas 100 90-100 80-89 60-79 Kurang dari 60 Sumber: Fisipol UGM, 1991 Kriteria Efisiensi Pengelolaan Penerimaan Retribusi Kebersihan Tidak Efisien Kurang Efisien Cukup Efisien Efisien Sangat Efisien 2.1.6 Pendapatan Asli Daerah Undang-undang No 25 Tahun 1999 Junto Undang-Undang No 33 Tahun 2004 menyatakan, bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 25

Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-undang tersebut terdiri dari. 1) Hasil Pajak Daerah Hasil Pajak Daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada semua obyek seperti orang atau badan atau benda bergerak dan tidak bergerak. 2) Hasil Retribusi Daerah Hasil Retribusi Daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata. 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain bagian laba dari BUMN, hasil kerjasama dengan pihak ketiga. 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, antara lain penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah. 2.1.7 Potensi Potensi merupakan kemampuan dan jumlah kesanggupan untuk menghasilkan penerimaan dalam keadaan 100 persen. Kemampuan itu terdiri dari Ability (kecakapan, bakat, kemampuan), Capability (Cakap, daya muat atau tampung, daya tahan, kekuatan), Aptitude (keahlian), Skill (kepandaian) dan Talent (Bakat, Pembawaan). 26

Potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah guna menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu untuk melihat potensi sumber penerimaan daerah. Dibutuhkan pengetahuan tentang perkembangan beberapa variabel-variabel yang dapat dikendalikan (yaitu variabel kebijakan dan kelembagaan) dan yang tidak dapat dikendalikan (yaitu variabel ekonomi) yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah (Mardiasmo dan Mahpatih, 2000:8). Menurut Mardiasmo dan Mahpatih (2000:24), untuk menghitung besarnya potensi retribusi pelayanan persampahan Kota Denpasar dipergunakan rumus sebagai berikut. PrK = In x r Prt x r Dr x r Sl x r RT x r Ps x r.....................( 2.4) Keterangan : PrK = Potensi Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan r = Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan (Perda No:1/1992) In = Industri Prt = Pertokoan Dr = Dokter Praktek Sl = Salon RT = Rumah Tangga Ps = Pedagang Pasar 2.1.8 Menentukan Trend Untuk dapat meramalkan, memperkirakan, memprediksi sesuatu (nilai suatu variabel) di masa yang akan datang, perlu adanya data masa lampau. Kualitas dari suatu ramalan, perkiraan atau prediksi sangat berkaitan erat dengan informasi yang dapat diserap dari data masa lampau (Wirawan, 2001:169). 27

Menurut model klasik variabel deret waktu, dipengaruhi oleh 4 gerakan atau perubahan yang disebut komponen-komponen deret waktu. Keempat komponen deret waktu tersebut adalah sebagai berikut. 1) Trend Sekunder Trend Sekunder atau trend jangka panjang adalah gerakan naik turun di dalam jangka waktu panjang. Menurut geraknya trend sekunder ini dibedakan atas 3, yaitu (1) Trend naik, (2) Trend tetap, (3) Trend turun. 2) Variasi Musim Variasi Musim atau gerak musim adalah gerak naik atau turun secara periodik di dalam jangka waktu yang panjang, kurang dari 1 tahun. Gerakan musim ini biasanya dinyatakan dalam persen (%). Oleh sebab itu disebut dengan istilah seasonal indeks 3) Variasi Siklis Variasi Siklis adalah gerak naik atau turun secara periodik di dalam jangka waktu yang panjang, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, atau lebih 4) Variasi Residu Variasi Residu gerakan yang tidak teratur dan sulit untuk diramalkan, merupakan gerakan yang disebabkan oleh faktor kebetulan. Gerakan semacam ini umumnya timbul sebagai akibat dari bencana alam, kelaparan, kekeringan, peperangan, perubahan politik, pemogokan dan sebagainya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan salah satu dari Metode Trend Linier, yaitu Metode Kuadrat Terkecil (Least Squares Method). Prinsip dari cara 28

kuadrat terkecil adalah meminimumkan jumlah kuadrat penyimpangannya (selisih) nilai Variabel bebasnya (Yi) dengan nilai trend atau ramalan. (Y ), atau (Yi Y ) 2 diminimumkan akan diperoleh 2 buah persamaan yang telah disederhanakan menjadi : a = Yi n. (2.5) b = Xi Yi Xi 2 (2.6) n adalah banyaknya pasangan data. Setelah nilai a dan b dihitung dengan rumus di atas, maka persamaan trend liniearnya dapat disusun sebagai berikut. Y = a + b X. (2.7) Keterangan : Y = Variabel terikat X = Variabel bebas (dalam hal ini X adalah waktu) a = Intersep Y b = Slop garis trend 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Wartini (2001) dengan judul Optimalisasi Pemungutan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan di Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada Dinas Kebersihan Kabupaten Tanggerang. Permasalahan yang diangkat adalah pengelolaan retribusi pelayanan persampahan belum mencapai optimal. Teknik analisis yang digunakan adalah efisiensi, efektivitas, potensi, analisis kecukupan dan analisis SWOT. Kesimpulannya, bahwa tingkat efisiensi pengelolaan retribusi pelayanan 29

persampahan masih sangat rendah, analisis potensi objek retribusi pelayanan persampahan memperlihatkan, bahwa potensi retribusi pelayanan persampahan mengalami peningkatan sebesar Rp 3,8 Miliar dan analisis SWOT memperlihatkan, bahwa pemerintah daerah memiliki peluang dan persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menjadikan Retribusi Persampahan/Kebersihan sebagai pokok kajian dalam pembahasannya. Perbedaannya adalah lokasi, waktu penelitian, variabel yang diteliti, metode serta pendekatan yang digunakan. Penelitian dilakukan oleh Susilawati (2004) dengan judul Analisis Potensi dan Efektivitas Retribusi Pasar di Kabupaten Gianyar. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gianyar. Permasalahan yang diangkat adalah berapakah besarnya nilai potensi Retribusi pasar pada tahun 2004 di Kabupaten Gianyar dan bagaimanakah tingkat efektivitas penerimaan Retribusi pasar selama tahun 2004, sampai triwulan ke dua di Kabupaten Gianyar. Teknik analisis yang digunakan adalah potensi, efektivitas dan efisiensi. Kesimpulannya, bahwa kontribusi retribusi sampah cukup memberikan andil yang berarti terhadap PAD di Kabupaten Gianyar, karena paling tidak turut menentukan kemandirian suatu daerah kabupaten mampu mendanai sendiri pembangunan dan belanja daerah. Disisi lain juga disebutkan, bahwa penerimaan retribusi sampah masih potensial untuk ditingkatkan namun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian, yakni: Pertama, struktur tarif retribusi perlu dievaluasi agar besarnya dapat mencerminkan struktur biaya yang sebenarnya, Kedua perlu diadakan perbaikan dan penambahan fasilitas di pasar, dan Ketiga pemungutan retribusi pasar terhadap pedagang perlu dibedakan 30

menurut skala usaha. Persamaan penelitian ini sama-sama menjadikan retribusi daerah sebagai pokok kajian dalam pembahasannya. Perbedaannya adalah terletak pada lokasi, waktu penelitian dan teknik analisis yang dipergunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Suantra (2007) dengan judul Analisis Potensi Penerimaan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan di Kabupaten Klungkung. Teknik analisis yang digunakan adalah efektivitas, efisiensi, dan potensi. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa penerimaan Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan tidak efektif di Kabupaten Klungkung apabila dilihat dari realisasi dengan potensi penerimaan Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, yang mana hanya mencapai 68,66 persen. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menjadikan Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan sebagai pokok kajian dalam pembahasan dan perbedaannya hanya terletak pada lokasi, waktu penelitian dan teknik analisis yang dipergunakan. Penelitian keempat adalah penelitian yang dilakukan Jelantik (2005) dengan judul Potensi Dan Efektivitas Penerimaan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan di Kota Denpasar. Teknik analisis yang digunakan adalah tingkat pertumbuhan penerimaan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, efektivitas, efisiensi dan analisis regresi sederhana. Kesimpulannya adalah pertumbuhan penerimaan Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan Kota Denpasar positif dan semakin meningkat di Kota Denpasar tahun 1994-2003, penerimaan Retribusi pelayanan persampahan / kebersihan sangat tidak efektif di Kota Denpasar Tahun 1994-2003, yaitu hanya 31

mencapai 35,61 persen, tingkat efisiensi biaya operasional pengelolaan pelayanan persampahan/kebersihan di Kota Denpasar tidak efisien, penerimaan Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD Kota Denpasar. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan sebagai pokok kajian dalam pembahasan. Perbedaannya hanya terletak pada waktu, variabel yang diteliti serta teknik analisis data yang digunakan. 2.3 Hipotesis Berdasarkan pokok masalah dan tinjauan pustaka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini, yaitu. a. Tingkat efektivitas penerimaan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan Kota Denpasar Tahun 2002-2006 cukup efektif. b. Tingkat efisiensi pengelolaan penerimaan pelayanan Persampahan/Kebersihan Kota Denpasar dari Tahun 2002-2006 cukup efisien. 32