BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Serangga mempunyai berbagai peran di ekosistem yang oleh manusia

UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kasus (97%) dan 382 kasus (77%) kabupaten/kota pada

AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK ETANOL DAUN INGGU

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

AKTIVITAS LARVASIDA FRAKSI SEMIPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN INGGU

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

AKTIVITAS LARVASIDA FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN INGGU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara-negara dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan di Indonesia. Pertama kali DBD terjadi di Surabaya pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

I. PENDAHULUAN. yang ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk Aedes Aegypty.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang. disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. vektor dari agen penyakit. Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia, termasuk di

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di negara-negara tropis

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB I. Infeksi virus dengue merupakan vector borne disease. Nyamuk Aedes

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan utama di

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

I. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 2011a). Tahun 2010 Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kejadian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MOJO (Aegle marmelos L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

Toksisitas Ekstrak Sponge Axinella sp. Terhadap Mortalitas Larva Culex sp. Toksisitas Ekstrak Sponge Axinella sp. Terhadap Mortalitas Larva Culex sp.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Kemenkes, gejala malaria pada tahun 2013 (WHO, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue. hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit virus yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Malaria merupakan penyakit yang disebabkan protozoa dari genus plasmodium melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit malaria ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Fujioka & Aikawa, 2002). Wilayah Jepara, Magelang, Kebumen, Purworejo, dan Wonosobo merupakan beberapa wilayah daerah endemis malaria di Jawa Tengah. Vektor malaria di daerah sekitar persawahan di Jawa Tengah adalah Anopheles aconitus dan vektor malaria di daerah pantai selatan Jawa Tengah adalah Anopheles maculatus (Widiarti et al., 2005). Usaha pemberantasan malaria selain pengobatan penderita, dilakukan juga pengendalian terhadap vektor malaria, yaitu dengan menurunkan populasi nyamuk atau memutus siklus hidup nyamuk. Salah satu cara dengan menggunakan larvasida sintetik, seperti deltamethrin, temephos, dan berbagai senyawa sintetik lainnya. Penggunaan larvasida sintetik untuk pengendalian nyamuk dapat bermanfaat bila digunakan dalam keadaan tepat. Larvasida sintetik bila digunakan dalam skala yang luas, terus menerus dalam jangka panjang, serta frekuensi yang tinggi, dapat menimbulkan penurunan kerentanan (Tiwary et al., 2007). Menurut penelitian Widiarti et al., (2005) beberapa wilayah di Jawa Tengah dan DIY terjadi penurunan keresistenan Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus terhadap insektisida deltamethrin sebesar 66,0% - 97,5% dan 97% - 97,5%. Penggunaan temephos di beberapa wilayah Surabaya telah menurunkan persentase kematian nyamuk Aedes aegypti sebesar 22% - 60% (Mulyatno et al., 2012). Upaya mengurangi penggunaan larvasida sintetik sangatlah tepat bila mengoptimalkan penggunaan tumbuhan yang mempunyai kemampuan sebagai larvasida nabati. Hal ini karena Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif larvasida. Pemakaian produk alami dari tanaman telah banyak dikembangkan untuk 1

2 mengatasi kerugian penggunaan larvasida sintetik. Kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman yang mempunyai aktivitas tertentu, menjadi dasar penggunaannya sebagai larvasida nabati. Keuntungan penggunaan larvasida nabati selain sebagai pengendalian vektor nyamuk, proses degradasinya yang cepat dapat menurunkan resiko residu yang tercemar di lingkungan (Ghayal et al., 2010). Salah satu bahan alami yang potensial digunakan sebagai agen larvasida alami adalah tanaman inggu (Ruta angustifolia L.). Tanaman inggu bermanfaat sebagai obat hipertensi, obat topikal untuk saluran pendengaran, sakit kepala, antiseptik kulit, dan insektisida repellent (Emam et al., 2010). Beberapa jenis tanaman yang termasuk dalam genus Ruta juga mempunyai aktivitas sebagai larvasida alami. Ekstrak metanol Ruta chalapensis telah dilaporkan dapat meningkatkan persentase kematian larva nyamuk Aedes aegypti dan Culex pipiens pallens sebesar 81,2% dan 87,9%, pada dosis 100 ppm (Kim et al., 2002). Minyak atsiri Ruta chalapensis efektif menghambat pertumbuhan larva nyamuk Aedes albopictus dengan nilai LC 50 sebesar 35,66 ppm (Conti et al., 2012). Minyak atsiri Ruta graveolens dapat meningkatkan jumlah kematian larva nyamuk Aedes aegypti sebesar 14,37 ppm (Tabanca et al., 2012). Analisis kromatografi minyak atsiri Ruta montana mengidentifikasi kandungan keton yang terdapat pada tanaman tersebut, berpotensi sebagai larvasida nabati terhadap nyamuk Culex pipiens dengan presentase kematian larva 99% setelah 30 menit pengujian (Boutoumi et al., 2009). Berdasarkan data literatur diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas larvasida fraksi nonpolar ekstrak etanol daun inggu (Ruta angustifolia L.) terhadap larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus.

3 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apakah fraksi nonpolar ekstrak etanol daun inggu mempunyai aktivitas larvasida terhadap kematian larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus serta berapa konsentrasi fraksi nonpolar yang dapat mematikan 50% larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus? 2. Golongan senyawa apa saja yang terkandung dalam fraksi nonpolar ekstrak etanol daun inggu dengan menggunakan analisis KLT. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini adalah: 1. Menentukan aktivitas dan mengukur konsentrasi fraksi nonpolar ekstrak etanol daun inggu yang paling efektif dalam mematikan 50% larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus. 2. Menentukan golongan senyawa yang terkandung dalam fraksi nonpolar ekstrak etanol daun inggu dengan menggunakan analisis KLT. D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Inggu ( Ruta angustifolia L.) a. Sinonim Nama lain dari Ruta angustifolia L. adalah Ruta bracteosa DC., Ruta graveolens L. var. Angustifolia Hook., Ruta Frangiata (Depkes RI, 2005). b. Nama daerah Pohon inggu memiliki beberapa nama daerah antara lain aruda (Sumatera), inggu, godong inggu (Jawa), dan anruda busu (Sulawesi) (Depkes RI, 1989).

4 c. Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Geraniales Suku : Rutaceae Famili : Ruta Jenis : Ruta angustifolia (L.) d. Deskripsi tanaman ( Pollio et al., 2008) Gambar 1. Tanaman Inggu Makroskopik. Daun majemuk menyirip rangkap ganjil, tidak memanjang, helaian anak daun bentuk lanset, panjang 6-10 cm, lebar 1,5-2,5 cm, pinggir daun agak menggulung, warna hijau kelabu, ibu tulang daun menonjol pada permukaan bawah (Depkes RI, 1989). e. Kandungan kimia dan efek farmakologis tanaman inggu Studi fitokimia pada bagian tanaman inggu menunjukkan bahwa herba tersebut mengandung senyawa utama alkaloid, furokumarin dan senyawasenyawa lain seperti flavonoid, tanin, minyak atsiri, sterol, dan triterpenoid (Gunaydin et al., 2003). Kandungan senyawa-senyawa ini mempunyai efek farmakologi tertentu, seperti alkaloidnya mempunyai efek sebagai anti inflamasi, antihistamin dan spasmolitik. Furanokumarin, bergapten serta xanthotoxin mempunyai efek spasmolitik pada jaringan otot halus. Ruta angustifolia L. memiliki efek penghambatan yang signifikan terhadap kolagen dengan menginduksi agregasi platelet dari darah manusia secara in vitro (Zeichen, 2000).

5 Analisis kromatografi minyak atsiri Ruta montana L. (Rutaceae) mengidentifikasi kandungan keton yang terdapat pada tanaman tersebut, berpotensi sebagai larvasida nabati terhadap nyamuk Culex pipiens dengan presentase kematian larva 99% setelah 30 menit pengujian (Boutoumi et al., 2009). Pada uji mikrobiologi, ekstrak etil asetat herba inggu dapat menghambat pertumbuhan jamur Botrytis cinerea, Phomopsis spesies dan Phomopsis viticola dengan adanya dua furanokumarin, alkaloid kuinolin, dan alkaloid kuinolon (Alzoreky & Nakahara, 2003). Study toksikologi ekstrak Ruta graveolens menunjukkan anti-implantasi pada tikus Albino, menghambat kehamilan sekitar 50%-60%. Sehingga, tanaman ini juga digunakan untuk aborsi kandungan pada manusia (Motjaba, 2009). 2. Anopheles sp. a. Anopheles aconitus 1). Klasifikasi Phylum : Arthropoda Classis : Insecta Ordo : Diptera Familia : Culicidae Sub Familia : Anophellinae Genus : Anopheles Spesies : Anopheles aconitus (Djakaria, 2000) 2). Bionomik Anopheles aconitus Anopheles aconitus dominan menggigit di luar rumah, akan tetapi bila pada malam hari tidak ada orang di luar rumah, maka nyamuk akan masuk ke dalam rumah untuk mencari makan. Anopheles aconitus dalam mencari makan lebih bersifat heterogen dan sangat adaptif mencari makan pengganti bila hospes favorit tidak dijumpai (Hiswani, 2004).

6 b. Anopheles maculatus 1). Klasifikasi Phylum : Arthropoda Classis : Insecta Ordo : Diptera Familia : Culicidae Sub Familia : Anophellinae Genus : Anopheles Spesies : Anopheles maculatus (Djakaria, 2000) 2). Bionomik Anopheles maculatus Larva ditemukan di daerah pegunungan, di mata air rembesan dan sungai kecil dimana sinar matahari dapat menyinari daerah tersebut. c. Siklus hidup Anopheles Siklus hidup nyamuk adalah metamorphosis sempurna (holometabola). Tahapannya adalah telur, larva jentik, pupa, dan imago (dewasa). Nyamuk betina mampu bertelur sampai 100-400 butir telur. Telur tersebut akan diletakkan di dekat permukaan air. Kemudian telur akan menetas menjadi larva setelah tujuh hari. Larva terletak di air dan mengalami empat masa pertumbuhan (stadium) yaitu : stadium 1 (± 1 hari), stadium II (± 1-2 hari), stadium III (± 2 hari), dan stadium IV (± 2-3 hari). Larva akan bergerak aktif ke atas dan ke bawah jika air terguncang. Fase selanjutnya adalah pupa, bentuknya bengkok dan kepala besar. Pupa tidak membutuhkan makanan, namun memerlukan udara. Fase pupa membutuhkan waktu 2-5 hari. Pupa terdapat di air, tidak memerlukan makanan tetapi memerlukan udara. Pupa menetas menjadi nyamuk yang dapat terbang dan ke luar dari air. Nyamuk Anopheles dewasa bentuk badannya lebih besar jika di bandingkan dengan ukuran nyamuk lain, mempunyai urat sayap bersisik, mempunyai prombosis panjang, mempunyai sirip penutup tubuh, sisik pada pinggir sayap berubah menjadi jumbai, dan sayap terdiri dari 6 urat sayap, yaitu urat sayap 2, 4 dan 5 bercabang (Hiswani, 2004).

7 3. Ekstraksi Simplisia Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dengan penyari. Mekanismenya, disaat cairan penyari menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, maka zat aktif dalam simplisia tersebut akan ikut larut dalam larutan penyari (Depkes RI, 1979). Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20 % keatas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Depkes RI, 1989). Rendaman maserasi disimpan dalam ruang gelap yang terlindung dari cahaya langsung, untuk menghindari perubahan reaksi akibat adanya katalis cahayanya. Penyerbukan pada simplisia berfungsi untuk memperbesar permukaan sel, sehingga penyari mudah masuk. Selain itu proses ekstraksi yang dilakukan menjadi lebih efektif dan efisien. Prinsip maserasi adalah tercapainya keseimbangan konsentrasi bahan simplisia selama direndam beberapa hari (Voight, 1994). 4. Fraksinasi Pemisahan senyawa dapat digunakan untuk analisis metabolit sekunder dan sintesis dengan mendapatkan produk yang semurni mungkin dalam jumlah besar dengan pelarut yang seminimal mungkin (Mursyidi, 1989). Metode pemisahan menggunakan cara kromatografi vakum cair. Mekanismenya yaitu kolom dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, dimulai dengan pelarut yang kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan, kolom dihisap sampai kering pada tiap pengumpulan fraksi (Hosttesmann, 1995). Komponen yang telah terpisah dari campuran bergerak terbawa fase gerak ke bawah kolom, jumlah komponen penyusun campuran dapat terlihat sebagai cincin berwarna sepanjang kolom gelas (Hendayana, 2006).

8 5. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan dan uji senyawa kimia secara kualitatif. Senyawa kimia yang dapat diuji dapat berupa senyawa tunggal atau campuran. Sistem KLT terdiri dari dua fase yaitu fase gerak yang bergerak sepanjang fase diam dan akan menarik sampel ikut naik bersama karena pengaruh kapiler secara menarik atau menurun. Fase diam pada KLT adalah suatu lapisan terbuat dari bahan halus yang ditempatkan pada lempengan. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam, makin sempit juga ukuran fase diam, dan semakin baik pula kerja elusi KLT (Ganjar, 2007). 6. Uji Bioassay Uji bioassay larvasida adalah uji untuk mengukur efektivitas suatu larvasida terhadap vektor penyakit. Evaluasi aktivitas larvasida larva nyamuk digunakan larva nyamuk instar III yang diuji selama ± 24 jam atau ± 48 jam di berbagai konsentrasi ekstrak larvasida. Kematian larva dicatat tiap range waktu. Tujuan uji tes bioassay adalah : a.menentukan respon dosis terhadap resistensi larva nyamuk b.mengukur LC 50 dan LC 90 mortalitas larva nyamuk c.menentukan konsentrasi larvasida efektif untuk membunuh larva nyamuk di lingkungan. d.menilai adanya resintensi silang dengan larvasida yang umum digunakan (WHO, 2005). E. Landasan Teori Menurut penelitian Conti et al (2012), kandungan minyak atsiri 2-nonanon dan 2-undekanon di dalam Ruta chalapensis mempunyai aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk A. Albopictus dengan LC 50 sebesar 35,66 ppm. Analisis kromatografi minyak atsiri Ruta montana mengidentifikasi kandungan keton yang terdapat pada tanaman tersebut, berpotensi sebagai larvasida nabati terhadap nyamuk Culex pipiens dengan presentase kematian larva 99 % setelah 30 menit

9 pengujian (Boutoumi et al., 2009). Isolasi senyawa furokumarin 3-2-2-dimetil butenil-3-hidroksi dan alkaloid kuinolon daun Ruta chalapensis dapat menurunkan aktivitas pencernaan larva Spodoptera littoralis (Nadia et al., 2009). Di dalam famili Rutaceae selain herba inggu, beberapa tanaman juga mempunyai aktivitas sebagai larvasida alami. Aktivitas larvasida fraksi petroleum eter Euodia ridleyi terhadap larva nyamuk Anopheles stephensi diperoleh nilai LC 50 sebesar 120,07 ppm (Prathibha et al., 2010). Kandungan limonoid yang terdapat pada isolasi ekstrak heksana Citrus sinensis dapat menghambat pertumbuhan larva Anopheles stephensi dengan LC 50 sebesar 289,62 ppm (Murugan et al., 2012). F. Hipotesis Fraksi nonpolar ekstrak etanol daun inggu memiliki aktivitas larvasida terhadap kematian larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus serta mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, kumarin, dan terpenoid.