SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT (S&DT) UNTUK NEGARA BERKEMBANG DALAM KETENTUAN PERDAGANGAN WORLD TRADE ORGAN IZATION (wro) BTDANG PERTANTAN Oleh: Ranitya Kusumadewil A. TATAR BETAKANG S&DT adalah ketentuan-ketentuan perlakuan khusus yang diberikan kepada negara berkembang dalam berbagai elemen perjanjian WTO yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta negara berkembang dalam perdagangan global dan mendorong pembangunan. Perkembangan mengenaisu S&DT ini perlu dicermati Indonesia sebagai negara berkembang yang dapat memperoleh hak-hak istimewa tersebut guna mengamankan kepentingan nasional. Dalam pembukaan Agreement on Estoblishing the WTO hasil perundingan Putaran Uruguay disebutkan bahwa pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan salah satu tujuan WTO. Dijelaskan pula bahwa perdagangan 'Ranitya Kusumadewi adalah Kepala Seksi Non Tarif Produk Pertanian pada Direktorat Kerja Sama Multilateral, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan. lsi artikel sebagian dan seluruhnya bukan dan tidak dapat dianggap sebagai representasi atau pandangan resmi dari Ditjen KPl, maupun Kementerian Perdagangan. internasional juga harus memberikan manfaat kepada pembangunan ekonomi negara berkembang dan Leost Developed Countries (LDCs). Sebagai bagian dari komitmen, seluruh perjanjian-perjanjian WTO mengandung beberapa ketentuan yang memberikan suatu hak khusus kepada negara berkembang serta mewajibkan negara maju untuk memperlakukan negara berkembang secara lebih ringan dibandingkan negara anggota wto lainnya. Perlakuan khusus yang diberikan kepada negara berkembang ini dikenal dengan istilah Special ond Differential Treatment (S&DT). Prinsip S&DT ini dilatarbelakangi oleh kondisi negara berkembang yang masih rentan baik dalam situasi perekonomian maupun sosialnya sehingga seringkali tidak dapat mengambil manfaat penuh atas perkembangan perdagangan global yang pesat, bahkan terkena dampak negatif atas persaingan pasar yang semakin tinggi. Oleh karenanya, prinsip S&DT diterapkan agar peraturan perdagangan internasional dapat mengadaptasi situasi ekonomi, memfasi I itasi kebutuhan-kebutuhan negara berkembang negara berkembang dan LDCs agar dapat berpartisipasi secara lebih aktif dalam perdagangan global. Terdaoat dua bentuk utama S&DT: Pertama, terkait komitmen akses pasar, S&DT memberikan non' Buletin KPt Edisi oollkpl/2ott
reciprocal trode preferences yang memberikan preferensi akses pasar kepada negara berkembang. Negara berkembang diberikan kewajiban yang lebih ringan dan berbeda dalam membuka akses pasarnya dengan periode implementasi yang lebih lama. Kedua, terkait aturan dan disiplin perdagangan, berarti negara berkembang dapat dikecualikan atau diberikan kewajiban yang lebih ringan atas penerapan suatu aturan perdagangan multilateral. Namun di samping kedua hal tersebut, pemberian bantuan teknis dan finansial kepada negara berkembang juga merupakan bentuk S&DT yang difasilitasi dalam WTO. Beberapa ketentuan yang termasuk dalam S&DT untuk negara berkembang adalah: 1. Periode implementasi perjanjian dan komitmen yang lebih lama; 2. Ketentuan-ketentuan atau instrumen untuk meningkatkan kesempatan perdagangan untuk negara berkembang; 3. Ketentuan untuk seluruh anggota WTO untuk melindungi kepentingan perdagangan negara berkembang; 4. Bantuan teknis untuk membangun infrastruktur terkait implementasi peraturan WTO, menghadapi sengketa, dan menerapkan standar teknis; dan 5. Ketentuan yang terkait anggota Lea st-deve I o ped co u ntry (LDC). S&DT dalam Agreement on AgricultureWTO Ketentuan S&DT ini terdapat di hampir seluruh perjanjian WTO termasuk dalam Agreement on Agriculture (AoA) yaitu perjanjian WTO untuk produk pertanian. Pertanian rnerupakan sektor utama bagi negara berkembang di mana pembangunan sangat bergantung pada sektor ini. Dengan demikian, S&DT dalam sektor pertanian dipandang sangat penting dan sensitif bagi negara berkembang. AoA yang saat ini berlaku memberikan sejumlah ketentuan S&DT kepada negara berkembang melalui berbagai cara. Misalnya mempunyai persentase pengurangan tarif, subsidi domestik (domestic support), dan subsidi ekspor yang lebih rendah dengan periode implementasi yang lebih lama. Fleksibilitas yang lebih besar juga diberikan untuk memperbolehkan negara berkembang menggunakan intrumen kebijakan tertentu seperti subsidi investasi, subsidi dengan tujuan dasar pembangunan, dan subsidi ekspor. Di samping itu, terdapat ketentuan khusus untuk negara berkembang yang net food importing dan LDCs sebagaimana diatur dalam Decision on Measures Concerning the Possible Negotive Effects of the Reform Progromme on Buletin KPI Edisi 001/KPl/2011
Least-Developed and Net Food- I m po rti ng Deve I o pi n g Co u ntri e s. Berbagai ketentuan S&DT dalam Agreement on Agriculture diantaranya adalah: l-. Ketentuan yang memperbolehkan fleksibilitas bagi negara berkembang untuk menggunakan instrumen kebijakan ekonomi dan perdagangannya:. Subsidi investasi yang secara umum diberikan pada sektor pertanian serta subsidi input pertanian yang secara umum diberikan kepada produsen berpenghasilan rendah atau resourced poor guna mendorong pembangunan dikecualikan dari komitmen pengurangan subsidi domestik (domestic support);. Persentas e de minimis2 dari Aggregate Measurement of Support (AMS)3 dalam subsidi domestik yang tidak memerlukan pengurangan adalah 10% bila dibandingkan 5% untuk anggota negara maju;. Ketentuan untuk mengurangi budgetary outlays untuk ' De Minimis adalah jumlah maksimum pemberian subsidi yang dikategorikan sebagai AMS. Jumlah ini dikecualikan dari komitmen pemorongan. ' AMS adalah jumlah subsidi pertanian baik products specific maupun non product specific yang wajib terkena pemotongan. subsidi ekspor dan jumlah yang diuntungkan dari subsidi tersebut adalah 24% dan L4% masing-masing, bila dibandingkan dengan ketentuan untuk negara maju yang harus mengurangi masing-masing 36% dan2t%.. Selama periode implementasi, tidak ada komitmen pengurangan yang harus dilakukan terkait subsidi pemasaran dan pengiriman barang serta subsidi transport internal untuk pengiriman ekspor.. Ketentuan penjualan foodstuff dengan harga subsidi dengan tujuan memenuhi kebutuhan makanan rakyat miskin di negara berkembang tidak dianggap sebagai domestic support yang menjadi subjek pengurangan komitmen. 2. Ketentuan yang memperbolehkan periode transisi yang lebih lama untuk negara berkembang: AoA memberikan negara berkembang fleksibilitas untuk mengimplementasikan komitmen pengurangan selama periode 10 tahun, sementara untuk negara maju 6 tahun. Negara LDCstidak diwajibkan melakukan komitmen pengurangan. Buletin KPI Edisi 0O1/KP /2O1,L
B. PERKEMBANGAN Banyak negara berkembang yang berpandangan bahwa fleksibilitas yang ada dalam AoA kurang memadai untuk mendukung program pembangunan. Bahkan dalam implementasinya, terdapat beberapa kebebasan yang dulu dimiliki negara berkembang kini dibatasi oleh komitmen yang ada. Negara berkembang berpandangan bahwa mereka harus tetap diberikan wewenang untuk memproteksi dan membantu produksi pangan domestik demi kepentingan ketahanan pangan (food security), jaminan penghidupan (livelihood security), dan pembangunan pedesaan ( rurol development); serta melindungi produsen dan konsumen dari harga dunia yang berfluktuasi, dan ancaman lonjakan impor. Di samping itu, negara berkembang juga banyak yang menganggap adanya ketidakseimbangan dalam perjanjian yang sekarang di mana disiplin yang diterapkan untuk negara berkembang dirasa lebih ketat daripada yang diterapkan untuk negara maju. Sebagai contoh, dalam pelaksanaannya, negara maju dapat memberikan subsidi yang mendistorsi pasar lebih besar dari tingkat de minimis, sementara negara berkembang justru terbatasi oleh adanya tingkat de minimis tersebut. Negara berkembang juga memiliki kesulitan menerapkan Special Safeguard {SSG) karena prosedurnya yang sulit dilakukan oleh negara berkembang sementara memungkinkan dilakukan negara maju. Ketidakseimbangan yang dirasakan negara berkembang, inilah yang menuntut agar perundingan WTO Putaran Doha membawa perubahan ke arah yang lebih baik yang dapat memfasilitasi pembangunan negara berkembang sesuai tujuan dari WTO. Dalam perundingan WTO Putaran Doha, para anggota WTO menyepakati bahwa S&DT harus tetap menjadi bagian integral dari seluruh elemen negosiasi pertanian sebagaimana tertuang dalam Doho Declorotion hasil Pertemuan Tingkat Menteri WTO ke-4 di Doha. Dalam Deklarasi Doha tersebut juga telah dimandatkan bahwa Committee on Trade and Development (CTD) akan melakuan evaluasi secara khusus mengenal ketentua n-ketentuan S&DT secara keseluruhan. Secara lebih khusus, pembahasan mengenai S&DT terkait Putaran Doha dilakukan dalam formal Special Sessiona. Dalam perkembangan perundingan Putaran Doha bidang pertanian, S&DT menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembahasan masing-masing pilar akses pasar, domestic support, dan export competition. Hal ini dimaksudkan agar reformasi peraturan perdagangan internasional bidang * Special Sesslon adalah forum pelaksanaan negosiasi dari suatu komite tertentu, yang memiliki kegiatan di luar kegiatan reguler komite. Buletin KPI Edisi 001/KPl/20t1
pertanian menghasilkan kebijakan yang tidak mendorong kelanjutan dari distorsi perdagangan khususnya yang dilakukan negara maju serta untuk mendorong kebijakan yang fleksibel guna mendorong pertumbuhan dan pembangunanegara berkembang. Fleksibilitas yang lebih tinggi dalam penggunaan kebijakan yang bertujuan untuk mendorong sektor pertanian secara menyeluruh bagi negara berkembang dirasa sangat penting mengingat bahwa sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam transformasi ekonomi negara berkembang. Dengan adanya fleksibilitas tersebut, negara berkembang dapat mengambil manfaat ekonomi dan sosial dari perdagangan global yang diperlukan dalam pembangunan pertanian dan negaranya. Dengan demikian, keberhasilan Putaran Doha sangat bergantung pada bagaimana outcome kesepakatan S&DT untuk negara berkembang yang tertuang dalam setiap elemen modalitas. Berikut adalah beberapa elemen modalitas S&DT untuk negara berkembang yang sedang dinegosiasikan dalam Perundingan WTO Putaran Doha bidang pertanian berdasarkan masing-masing pilar. t. Morket Access. Pengurangan tarif yang lebih kecil dengan implementasi periode yang lebih lama. Pengurangan bound tariff yang signifikan memiliki risiko untuk negara berkembang, sebab negara berkembang relatif lebih rentan dalam sektor pertanian serta memiliki keterbatasan kemampuan finansial untuk menggunaka n safegua rd atau instrumen kebijakan lainnya untuk menanggulangi efek externol shock apabila tarif diturunkan. Sebagian besar negara berkembang banyak yang bergantung pada kebijakan di perbatasan seperti tarif untuk menjaga food security dan rural development, sehingga dengan adanya S&DT tersebut diharapkan masih ada jarak yang memadai antara bound toriff dengan applied tariff untuk negara berkembang. Modalitas yang kini tertuang adalah negara maju diwajibkan melakukan ratarata pemotongan tarif minimum 54% selama 5 tahun, sementara negara berkembang diwajibkan melakukan rata-rata pemotongan tarif maksimum 36% selama l-0 tahun. Fleksibilitas untuk memilih sejumlah produk sebagai Special Products (SP) yang penting bagi food security, livelihood security, dan rural development. Buletin KPI Edisi OO1,/KPll201-1.
Negara berkembang diberika n hak untuk memilih sejumlah produk pertanian yang dianggap penting bagi mereka sebagai Speciol Products. Pemilihan produk-produk tersebut akan berdasarkan kriteria-kriteria yang berdasarkan ketiga kriteria tersebut. Perlakuan bagi SP adalah pengurangan tarif yang lebih ringan, bahkan untuk beberapa produk SP, negara berkembang dapat menerapkan zero cuf yaitu tidak ada pemotongan tarif. Pemberlakuan Speciol Sofeguard Mechqnism (SSM) untuk negara berkembang. Peraturan sofeguord yang saat ini berlaku sangat sulit atau tidak dapat diterapkan oleh negara berkembang, baik dari segi waktu, teknis, maupun biayanya. Saat ini sedang diusulkan suatu mekanisme sofeguard baru yang lebih mudah diterapkan negara berkembang yang disebut Special Sofeguord Mechonism (SSM). SSM dapat diterapkan untuk produk pertanian negara berkembang yang mengalami kerugian atas lonjakan impor atau terdepresinya harga. Perlunya memperhatikan preference erosion. Preferences secara umum memiliki dampak positif bagi pembangunan negara yang menerimanya. Dalam perundingan Doha, kemungkinan terhapusnya/tererosinya preference akibat pemotongan tarif yang menyeluruh perlu diperhatikan dan diatur pelaksanaannya sehingga dapat meminimalisir kerugian negara berkembang yang semula memiliki preferensi tersebut. Salah satu isu yang dibahas dalam agenda ini adalah pemberian bantuan teknis, termasuk tambahan bantuan dana dan copacity building untuk menghadapi penyesuaian tersebut. 2. Domestic Support Domestik) (Subsidi. Pengurangan yang lebih kecil subsidi yang mendistorsi pasar dengan periode implementasi yang lebih lama. Negara berkembang hanya diwajibkan mengurangi subsidi yang mendistorsi pasar yaitu Overoll Trade distorting_ Domestic Support (OTDS)' sebesar 2/3 dari kewajiban negara maju dengan periode 5 OTDS adalah subsidi yang mendistorsi pasar dan menjadi subjek komitmen pemotongan subsidi di bawah perundingan Doha. OTDS merupakan penjumlahan dari Total AMS, 1O% Value of Production, dan subsidi blue box. Buletin KPI Edisi OO7/KPI/201,1
implementasi 5 tahun untuk negara maju dan 8 tahun untuk negara berkembang.. Tetap berlakunya Artikel 6.2 Agreement on Agriculture (AoA) untuk negara berkembang. Artikel 6.2 AoA menyebutkan bahwa subsidi investasi dan subsidi input yang diberikan kepada /owincome atau resource-poor producers di negara berkembang dikecualikan dari komitmen pengurangan subsidi.. De minimis support untuk negara berkembang adalah 20% dari Value of Production (VoP), sementara negara maju adalah LO%. Dalam perundingan ini juga diperjuangkan agar de minimis untuk negara berkembang tidak berada di bawah angka 2O% yang saat ini berlaku. 3. Export Competition. Dalam Deklarasi Doha serta Hong Kong Ministerial Declorotion, telah disepakati bahwa segala bentuk subsidi ekspor harus dihapuskan. Subsidi eksoor tersebut harus dihapuskan pada tahun 2013 untuk negara maju/ sementara negara berkembang diberikan waktu yang berbeda yaitu pada tahun 2016. Pengecualian yang diberikan kepada negara berkembang dalam Artikel 9.4 Agreement on Agriculture tetap dipertahankan. Artikel 9.4 Agreement on Agriculture menyebutkan bahwa negara berkembang tidak dikenakan kewajiban pengurangan untuk beberapa bentuk subsidi ekspor yang terkait subsidi pemasaran (morketing), pengiriman/transportasi internasional barang, dan subsidi transport internal untuk pengiriman ekspor. Perlakuan khusus untuk Sfafe Trading Enterprises (STEs) di negara berkembang di mana STE negara berkembang yang memiliki kegiatan menjaga stabilitas harga dan menjamin food securify diperbolehkan menggunakan monopoli ekspor, sementara negara maju harus menghapuskan monopoli tersebut pada tahun 2013. Hal ini dimaksudkan agar STE dapat berkontribusi terhadap transformasi pertaniannya. Pemberian perlakuan yang berbeda untuk negara berkembang dalam disiplin export credit seperti penerapan yang lebih ringan dalam hal pengurangan moxi m u m repoyment terms. Buletin KPI Edisi OOL/KPI/2O1,L
Pembahasan mengenai S&DT dalam perundingan bukanlah pekerjaan yang mudah. Meskipun dalam perundingan S&DT sudah tertuang dalam berbagai elemen modalitas, S&DT mendapatkan banyak tantangan dan perdebatan dari negara anggota lainnya terutama negara maju. Pertama, S&DT berlaku untuk seluruh negara berkembang yang sifatnya heterogen di mana kemampuan ekonomi serta daya saingnya bisa berbeda- beda. Hal ini menyebabkan konsep tersebut menjadi kurang berarti dalam praktiknya. Terlebih lagi, untuk menjadi negara berkembang hanyalah merupakan selfdeclaration. Sehingga perlakuan khusus ini dapat diberikan kepada negara manapun yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara berkembang. Sebagai contoh, Singapura dan Korea Selatan yang memiliki kemampuan ekonomi dan daya saing yang baik tetap dianggap sebagai negara berkembang dan akan menerima S&DT tersebut bersama-sama negara-negara yang sangat miskin seperti Benin dan Malawi. Kedua, S&DT dianggap merupakan bentuk hambatan dari proses liberalisasi dan globalisasi yang juga menjadi spirit dari WTO. Ketiga, S&DT justru dapat menyebabkan negara berkembang tidak efisien dan kurang dapat mengadaptasi dengan daya saing dunia akibat preferensi-preferensi yang diterimanya. Keempat, S&DT akan menyebabkan distorsi perdagangan terutama dengan adanya kelanjutan pemberian subsidi. Meskipun mendapatkan berbagai tantangan, negara-negara berkembang terus memperjuangkan S&DT. Perjuangan negara berkembang tersebut juga banyak dilakukan dalam bentuk koalisikoalisi. Beberapa koalisi negara berkembang dalarn bidang Pertanian yang memperjuangkan S&DT di antaranya adalah Africon, Caribbean and Pacific (ACP) yaitu negara-negara Afrika, Karibia, dan Pasifik yang memiliki preferensi dari Uni Eropa; Tropical Products Group yaitu negara berkembang yang mencari akses pasar yang lebih besar untuk produkproduk tropis;g20 yaitu kelompok negara berkembang yang menuntut perubahan yang ambisius di pertanian negara maju dengan fleksibilitas untuk negara berkembang; dan G33 yaitu kelompok negara berkembang yang memperjuangkan Speciol Products (SP) dan Special safeguord Mechonism (SSM). Indonesia sendiri tergabung dalam kelompokkelompok G33 dan G20. Dalam memperjuangkan kepentingan pertanian Indonesia, lndonesia selalu berperan aktif dalam memperjuangkan S&DT. Menteri Perdagangan menyerukan bahwa "Speciol ond Differentiol Treotment bukanlah tujuan akhir, namun merupakan instrumen untuk Buletin KPI Edisi 00L/KPll20t1,
mencapai pembangunan tersebut"6. Salah satu bentuk perjuangan Indonesia yang paling utama adalah Indonesia menjadi pelopor dan koordinator Kelompok G-33 yang bersama-sama dengan 45 negara berkembang lainnya memperjuangkan konsep Speciol Products (SP) dan Speciol Sofeguord Mechanism (SSM). SP dan SSM dianggap instrumen yang penting bagi negara berkembang untuk menjamin food security, livelihood security, dan rural development yang diperlukan bagi pembangunan. Indonesia sebagaimana negara berkembang lainnya menghendaki agar pembangunan menjadi bagian integral dari hasil Perundingan Doha dan salah satu cara mencapai pembangunan ini adalah melalui pemberian S&DT bagi Negara berkembang. Meski kedua konsep tersebut mendapatkan banyak tantangan, namun secara prinsip konsep tersebut dapat diterima oleh negara anggota lainnya. C. TINDAK LANJUT S&DT bagi Indonesia sangat bermanfaat apabila dapat digunakan secara maksimal. S&DT bukanlah sebagai instrumen perdagangan yang dapat mendistorsi perdagangan, namun dipandang sebagai instrumen yang dapat mendukung 6 Pertemuan World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, 26-30Januari 201,1,. pembangunan. S&DT harus dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong program-program pembangunan pemerintah seperti halnya Swasembada Pangan sehingga kondisi inilah yang akan menjadi kekuatan Indonesia pada akhirnya dalam menghadapi tantangan globalisasi yang semakin besar. Sebagai contoh pemanfaatan S&DT yang berlaku saat ini (sesuai dengan AoA) adalah Indonesia masih diberikan fleksibilitas untuk memberikan subsidi di bawah Artikel 6.2 AoA. Hal ini mencakup subsidi input yang diberikan kepada petanipetani yang miskin sehingga dapat mendorong produktivitas dan pada akhirnya dapat mendukung program Swasembada Pangan tersebut. Mengingat saat ini sektor pertanian Indonesia masih didominasi oleh petani-petani kecil, S&DT masih diperlukan untuk menghindari efek negatif dari masuknya produk impor akibat semakin terbukanya akses pasar serta untuk mendorong kelanjutan dari program pembangunan pemerintah yang masih belum tercapai di beberapa area. Untuk itulah, S&DT masih terus diperjuangkan dalam perundingan WTO Putaran Doha. Dalam memperjuangkan S&Dl isu SP dan SSM tetap menjadi fokus utama Indonesia bersama dengan Kelompok G 33 dalam memperjuangkan food security, livelihood security, dan rurol development. Meskipun pada dasarnya kedua konsep tersebut Buletin KPI Edisi O0t/KPl/201-1,
sudah diterima negara-negara anggota, tantangan yang kini dihadapi adalah bagaimana menuangkan prosedur serta disiplindisiplin penerapan kedua instrumen tersebut sehingga dapat efektif diterapkan negara berkembang. Indonesia akan terus memperjuangkan kedua konsep tersebut sehingga dapat menjadi instrumen yang dapat melindungi pertanian Indonesia di tengah pesatnya perkembangan perdagangan global. Dalam perundingan, Indonesia akan selalu mengedepankan sikap aktif dan konstruktif dalam mendorong kemajuan perundingan. Indonesia baik selaku suatu negara maupun koordinator Kelompok G-33 akan terus berperan aktif dalam berbagai forum persidangan dengan memberikan masukan-masukan substantif guna memperjuangkan S&DT dan majunya perundingan. S&DT juga harus dapat dimanfaatkan guna mengamankan kepentingan nasional baik dari sisi ofensif maupun defensif. Sisi ofensif melibatkan langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka meningkatkan ekspor Indonesia melalui perjuangan akses pasar untuk produk-produk Indonesia, sedangkan sisi defensif melibatkan langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka mengamankan produk-produk Indonesia dari hambatan perdagangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan yang adil. Dalam menyusun posisi serta strategi perundingan Indonesia, Indonesia selalu melakukan koordinasi antar instansi pemerintah serta dengan melibatkan pihak swasta agar semua pemangku kepentingan memiliki satu pandangan dalam menggambarkan kepentingan Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 28 Tahun 2005 tentang Pembentukan Tim Nasional Perundingan Perdagangan Internasional. dibentuk Tim Nasional Perundingan Perdagangan Internasional yang selanjutnya disebut dengan Tim Nasional PPI sebagai pihak yang berkoordinasi menyusun posisi runding Indonesia dalam perundingan perdagangan internasional termasuk perundingan WTO. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 49/M- DAG/KEP/3/2006 tentang Pembentukan Kelompok Perunding Perdagangan Internasional dan Sekretariat Tim Nasional untuk Perdagangan Internasional, telah dibentuk Tim Kelompok Perunding yang berada di bawah Timnas PPI yang memiliki tugas melakukan perundingan, mengamankan dan memperjuangkan posisi dan strategi suatu perundingan perdagangan internasional berdasarkan kepentingan pembangunan nasional. Dalam menghadapi perkembangan perundingan, Timnas PPI akan terus melakukan koordinasi untuk membahas hasil-hasil perundingan 10 Bu letin KPI Edisi 001,/KPl /2011
yang telah dilaksanakan dan mengaitkannya dengan kepentingan Indonesia, menyusun posisi lndonesia sesuai subjek yang dirundingkan dengan memperhatikan kepentingan nasional, serta menyusun strategi perundingan sesuai dengan kepentinga nasional dalam menghadapi mitra runding Indonesia. dibantu untuk menggunakan S&DT sebaik mungkin. Terkait hal ini, Indonesia dapat berperan aktif memantau pelaksanaan S&DT dan memberikan masukan-masukan khususnya bagaimana kontribusi S&DT terhadap pembangunan negara berkembang. Saat ini Ketua CTD adalah Duta Besar Rl untuk WTO, sehingga seyogyanya hal ini Di samping itu, Indonesia juga dapat dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. berperan aktif dalam memberikan Sementara berbagai reformasi masukan substantif atas reyiew S&DT yang dilakukan Committee on Trode ond Developmenf (CTD). S&DT dalam perdagangan masih dirundingkan, Indonesia masih dapat menggunakan S&DT yang kini tertuang dalam WTO tetap dipandang sebagai Agreement on Agriculture seefektif instrumen yang dapat membantu pembangunan negara berkembang mungkin untuk mendorong pembangunan. untuk mengadaptasikan perubahan perdagangan global yang semakin D. PENUTUP pesat sehingga dapat pula Bagi negara berkembang, meningkatkan peran hasil yang serta negara memuaskan dalam isu-isu berkembang dalam perdagangan Speciol qnd global. Differential Treatment Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak yang merupakan inti dari penilaian suksesnya negosiasi Doha dan WTO mempertanyakan efektivitas pelaksanaan S&DT tersebut. Sesuai sebagai institusi yang mendukung pembangunan. Meskipun Deklarasi bentukbentuk S&DT telah lama diterapkan Doha, seluruh negara anggota sepakat bahwa ketentuan bahkan sejak GATT (Generol S&DT harus di-review dengan Agreement on Tariff maksud memperkuat pelaksanaannya dan membuatnya menjadi efektif and Tradel, namun dalam praktiknya ketentuanketentuan mengenai S&DT belum dan operasional. Dalam deklarasi dapat memfasilitasi negara tersebut disebutkan bahwa berkembang secara efektif Committee dalam on Trqde and menghindari efek negatif perkembangan perdagangan yang pesat Development diberi mandat untuk melakukan identifikasi terkait dan mendukung pembangunan. ketentuan S&DT. CTD juga diminta Sehingga perundingan WTO Putaran melihat cara agar negara Doha yang telah berlangsung sejak berkembang, terutama LDCs dapat Buletin KPI Edisi )jt/kpl/2ott Lt
tahun 2O0L diharapkan dapat menghasilkan instrumen-instrumen S&DT yang lebih efektif bagi negara berkembang. Walaupun mendapatkan banyak tantangan, perjuangan tersebut terus dilakukan negara berkembang khususnya di bidang pertanian yang merupakan sektor utama negara berkembang. Indonesia sebagai negara berkembang sangat bergantung pada sektor pertanian yang selama ini selalu berperan aktif dalam memperjuangkan S&DT guna mendorong pembangunan pertanian Indonesia. Terkait dengan pembahasan diatas, terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian di antaranya adalah:. Indonesia perlu memperjuangkan instrumen-instrumen S&DT yang dapat secara efektif diterapkan negara berkembang. Hal ini perlu dilakukan dengan memperhatikan elemen-elemen modalitas perundingan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan Indonesia;. Kegiatan monitoring dan review atas pelaksanaan S&DT perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga dapat terlihat bagaimana efektivitas pelaksanaan S&DT;. Dalam mengantisipasi perkembangan perdagangan global yang lebih pesat di masa yang akan datang, seyogyanya Indonesia juga harus dapat membangun dan mempersiapkan diri menghadapi tingginya persaingan global serta mengantisipasi jika S&DT tersebut suatu saat akan menurun atau hilang;. Dalam implementasinya, instrumen-instrumen 5&DT ini sebaiknya dapat terus diperhitungkan dalam setiap kebijakan pemerintah sehingga dapat tercipta program dan rencana pemerintah yang bersinergi;. lndonesia harus memoerhatikan bagaimana S&DT ini dapat mempengaruhi perdagangan Indonesia dengan negara berkembang lainnya. Referensi: - "Agreement on Agriculture", The Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiotions, 1995; - FAO, "Speciol and differential treqtment in agriculture", Trade Policy Brief No. 1"0,2006; - Matthews, A., "Speciol and DifferentialTreqtment in the WTO Ag ri cu ltu ra I N eg oti oti o n s", 2O05; - Revised Droft Modalities for Agriculture, Dokumen TNIAG/Wl4lRev.4, 6 Desember 2008. 12 Buletin KPI Edisi OO1-/KPl/20t1