BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERSEDIAAN SUMBER ATAU FASILITAS DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bagi seorang wanita menjaga kebersihan dan keindahan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

Atnesia Ajeng, Asridini Annisatya Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRAK

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

HUBUNGAN PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA CATUR TUNGGAL DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menstruasi merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, terjadi

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

Kata Kunci : Pengetahuan,Kesehatan Reproduksi, Perilaku, Personal Hygiene

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005).

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

PERILAKU SANTRI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENITAL EKSTERNA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kental dari vagina (Holmes et al, 2008) dan rongga uterus (Dorland, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU GENITAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI

PERAWATAN ORGAN REPRODUKSI DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL REPRODUCTIVE ORGANS CARE AND INCIDENT OF FLUOR ALBUS TO PREGNANT WOMEN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP KEPUTIHAN PADA SISWI KELAS I DI SMAN 2 KOTA BENGKULU TAHUN 2011

Perilaku Vulva Hygiene Berhubungan dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas XII SMA GAMA 3 Maret Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN. Saya bernama Hilda Rahayu Pratiwi / , sedang menjalani

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba, 2008).

Heni Hirawati P, Masruroh, Yeni Okta Triwijayanti ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu penyakit yang dianggap sebagai masalah besar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya dipahaminya. Sebagian dari masyarakat masih amat percaya pada mitos mitos yang merupakan salah satu pemahaman yang salah tentang seksual (Endarto, 2010). Pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu hal yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual anak anak menjadi perilaku seksual dewasa. Menurut Pangkahila, kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Perkembangan ini akan berlangsung mulai sekitar 12 sampai 20 tahun. Kurangnya pemahaman tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amatmerugikan kelompok remaja dan keluarganya (Soetjiningsih, 2004). Permasalah kesehatan reproduksi ada beberapa hal yang sering terjadi pada remaja putri, salah satu diantaranya adalah keputihan (fluor albus). Keputihan merupakan istilah yang sering dijumpai untuk keluarnya cairan berlebih dari jalan lahir atau vagina. Keputihan tidak selalu bersifat patologis, namun demikian pada umumnya orang menganggap keputihan pada remaja putri sebagai hal yang normal. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena ada berbagai sebab yang dapat mengakibatkan keputihan. Keputihan yang normal memang merupakan hal yang wajar. Keputihan yang normal memang terjadi pada wanita, yaitu yang terjadi menjelang, pada saat, dan setelah masa subur. Keputihan normal itu akan hilang sendiri menjelang, pada saat, dan 1

2 setelah menstruasi. Namun, keputihan yang tidak normal dapat menjadi petunjuk adanya penyakit yang harus diobati (Dechacare, 2010). Data keputihan tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau lebih. Di Indonesia kejadian keputihan semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa pada tahun 2002 sebanyak 50% wanita Indonesia pernah mengalami keputihan, kemudian pada tahun 2003 meningkat menjadi 60% dan pada tahun 2004 meningkat lagi menjadi hampir 70% wanta Indonesia pernah mengalami keputihan setidaknya sekali dalam hidupnya (Katharini, 2009) Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, seperti gonococus, chlamydia, trichomatis, gardenella, treponena pallidum, adanya infeksi jamur seperti candida dan adanya infeksi parasit seperti trichomonas vaginalis, serta adanya infeksi virus seperti candylomata acuminata dan herpes. Keputihan juga dapat terjadi karena menderita sakit dalam waktu lama, kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbulnya jamur atau parasit dan kanker karena adanya benda-benda asing yang di masukkan secara sengaja atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi (Rozanah, 2003). Masalah keputihan adalah masalah yang sejak lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Remaja merupakan salah satu bagian dari populasi beresiko terkena keputihan yang perlu mendapat perhatian khusus. Remaja mengalami pubertas yang ditandai dengan datangnya menstruasi. Pada sebagian orang saat menjelang menstruasi akan mengalami keputihan. Keputihan ini normal (fisiologis) selama jernih dan tidak berbau, tidak terasa gatal dan dalam jumlah yang tidak berlebihan. Bila cairan berubah menjadi berwarna kuning, bau dan isertai gatal maka telah terjadi keputihan patologis. Akibat keputihan ini sangat fatal bila lambat ditangani. tidak hanya bisa mengakibatkan kemandulan dan hamil diluar kandungan dikarenakan terjadi penyumbatan pada saluran tuba, keputihan juga bisa merupakan gejala awal

3 dari kanker rahim yang merupakan pembunuh nomor satu bagi wanita dengan angka insiden kanker servik diperkirakan mencapai 100 per 100.000 penduduk per tahun, yang bisa berujung pada kematian (Iskandar dalam Katharini, 2009) Banyak remaja putri yang merasa berat dan malu untuk membicarakan organ genitalia dengan orang lain. Sehingga perawatan kesehatan alat kelamin terhambat oleh pantangan sosial dan kurangnya pengetahuan. Kalaupun ada hanya beberapa remaja putri yang berkonsultasi dengan dokter tentang masalah keputihan. Hal tersebut dapat menyebabkan pengetahuan remaja putri tentang keputihan menjadi terbatas. Keputihan masih dianggap bukan hal yang serius di kalangan remaja putri, sehingga dalam menjaga kebersihan organ genitalia pada remaja putri masih kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari masih banyaknya remaja putri yang memakai celana ketat dan mereka cenderung memilih yang berbahan bukan dari katun, keputihan bisa jadi disebabkan oleh celana panjang yang ketat dan atau celana dalam yang terbuat dari serat sintetik/nilon (Clayton dalam Katharini, 2009). Menurut Sianturi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keputihan bermacam-macam. Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi (oleh kuman, jamur, parasit, virus ), adanya benda asing dalam liang senggama misalnya tertinggalnya kondom atau benda tertentu yang dipakai waktu senggama, gangguan hormonal akibat mati haid, adanya kanker atau keganasan pada alat kelamin dan kurangnya perilaku dalam menjaga kebersihan organ genital. Sebelum seseorang melakukan perilaku menjaga kebersihan organ genital ada 3 tahapan yang harus dilalui yaitu: pengetahuan, sikap, praktik atau tindakan (Notoatmojdo, 2003). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya. Remaja putri akan melakukan pembersihan organ genitalia apabila ia mengetahui tujuan dan manfaatnya bagi kesehatannya, dan bahaya-bahayanya bila tidak melakukan hal tersebut. Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum

4 merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmojdo, 2003). Pengetahuan ini akan membawa remaja putri untuk berfikir dan berusaha supaya tidak terkena keputihan. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga remaja tersebut berniat menjaga kebersihan organ genitalia untuk mencegah supaya tidak terkena keputihan. Remaja ini mempunyai sikap tertentu tehadap objek tersebut. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah ketersediaan sumber atau fasilitas antara lain sumber mendapatkan informasi mengenai keputihan baik dari media audio, audio visual, visual dan fasilitas yang lainnya. Media informasi yang mudah didapat antara lain melalui majalah-majalah remaja putri yang didalamnya terdapat topik bahasan tantang kesehatan reproduksi remaja putri, khususnya tentang keputihan. Setelah seseorang mengetahui tentang keputihan (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya), kemudian akan mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang disikapinya (dinilai baik), di dukung pula dengan sumber atau fasilitas maka proses selanjutnya ia akan mempraktikkan apa yang diketahui dan yang disikapinya (dinilai baik). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) di SMA Negeri I Loceret Kabupaten Nganjuk tentang hubungan perilaku higiene pribadi (praktek kebersihan) dengan kejadian keputihan ditemukan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara higiene pribadi dengan kejadian keputihan. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 19 Januari 2011 pada kelas VIII A di SMP Negeri 29 Semarang dengan cara menyebarkan angket pada remaja putri sebanyak 17 orang di temukan 17 orang (100%) yang mengalami keputihan dan sebagian besar mereka telah

5 memiliki pengetahuan yang baik tentang keputihan. Selain itu belum adanya penyuluhan kesehatan reproduksi dan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fluor albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian terhadap hal-hal yang mempengaruhi terjadinya fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. Untuk itu peneliti mengambil judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya fluor albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang. B. Rumusan masalah Dari latar belakang diatas penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut : Faktor-faktor apa sajakah yang Mempengaruhi Terjadinya fluor albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Fluor Albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pengetahuan tentang fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. b. Mendeskripsikan sikap tentang fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. c. Mendeskripsikan praktek kebersihan diri tentang fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. d. Mendeskripsikan kejadian fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang.

6 e. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan kejadian fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. f. Menganalisis sikap dengan kejadian fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. g. Menganalisis hubungan praktik kebersihan diri dengan kejadian fluor albus pada remaja putri di SMP Negeri 29 Semarang. D. Manfaat penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi masyarakat Untuk memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Fluor Albus pada Remaja Putri di SMP Negeri 29 Semarang. 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran/ informasi dasar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Fluor Albus pada Remaja Putri sehingga dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. 3. Bagi Instansi Kesehatan Sebagai masukan bagi jajaran kesehatan, khususnya Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Fluor Albus pada Remaja Putri sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam penentuan kebijakan peningkatan kesehatan masyarakat melalui kerjasama dengan instansi pendidikan atau melalui Dinas Pendidikan Kota Semarang. E. Bidang ilmu Penelitian ini berkaitan dengan bidang ilmu keperawatan maternitas.