BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

RUGI LABA BIAYA FISKAL

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

A. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II LANDASAN TEORI. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "Pajak" yang dikemukakan

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan. diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Konsep Dasar Perpajakan & Pajak Yang Berbasis Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

BAB II LANDASAN TEORITIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

BAB I PENDAHULUAN. kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Penghasilan termasuk Objek Pajak. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. kepada negara dimana penerimaan pajak tersebut digunakan oleh negara untuk. membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan negara.

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO

BAB II LANDASAN TEORI. Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh pemerintah kepada rakyat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

Transkripsi:

5 BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Pajak 1. Defenisi Pajak Sistem self assessment yang diterapkan pada saat ini memberikan peranaktif kepada Wajib Pajak untuk menghitung, mengisi, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah beban pajak yang terhutang. Pada sistem self assessment Wajib Pajak mempunyai tanggung jawab yang lebih besar. Untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, Wajib Pajak seharusnya mengetahui dan mengerti permasalahan yang berhubungan dengan pajak, baik itu mengenai definisi pajak, asas-asasnya, jenis-jenis pajak ataupun tata cara perpajakan yang berlaku. Berikut beberapa defenisi pajak menurut para ahli sebagai berikut : Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam buku Mardiasmo (2006:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Defenisi Pajak menurut S.I Djajadiningrat, Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni ciri ciri yang melekat pada definisi pajak : a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang undang serta aturan pelaksanaannya. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

6 c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran - pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukanya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang bukan budgeter, mengatur. 2. Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu : 1) Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contohnya dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2) Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contohnya dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah B. Konsep Pendapatan dan Beban menurut Akuntansi 1. Konsep Pendapatan menurut Akuntansi Dalam literatur akuntansi terdapat beberapa pengertian atau definisi pendapatan, antara lain adalah: Menurut Niswonger, menjelaskan pendapatan sebagai berikut: Pendapatan atau revenue merupakan kenaikan kotor atau gross dalam modal pemilik yang dihasilkan dari penjualan barang dagangan, pelaksanaan jasa kepada pelanggan atau klien, penyewa harta, peminjam uang, dan semua kegiatan usaha serta profesi yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan.

7 Menurut Ikatan Akuntan Publik (PSAK No. 23 paragraf 6 No. 23) adalah : Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan merupakan salah satu komponen penting laporan keuangan. Namun permasalahan utama dalam akuntansi untuk pendapatan adalah menentukan saat pengakuan pendapatan. Dalam Statement of Financial Accounting Concept No. 5 disebutkan bahwa pengakuan pendapatan umumnya terjadi ketika: 1. Pendapatan Telah Direalisasikan Pendapatan dapat direalisasikan bila aktiva yang didapat atau diterima dari suatu pertukaran dapat dipertukarkan secara cepat dengan sejumlah uang kas atau klaim terhadap kas. 2. Pendapatan Telah Dihasilkan Pendapatan telah dihasilkan karena sebagian besar proses untuk menghasilkan laba telah diselesaikan. General Accepted Accounting Principles (GAAP) menyimpulkan bahwa pendapatan baru dapat diakui dalam laporan keuangan bila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Nilai ekonomis harus sudah ditambahkan kepada produknya. b. Jumlah/nilai pendapatan harus dapat diakui. c. Pengukuran harus dapat diuji dan relatif bebas dari bias. d. Expense/beban yang terkait harus dapat ditaksir dengan cukup akurat 2. Konsep Beban menurut Akuntansi Biaya dikenal sebagai besarnya pengorbanan ekonomis dalam menjalankan operasi perusahaan. Adapun definisi beban menurut Ikatan Akuntan Publik dalam Standar Akuntansi Keuangn bahwa beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian

8 kepada penanam modal. Definisi beban mencangkupi baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Menurut Zaki Baridwan dalam buku Intermediete Accounting, biaya adalah aliran keluar atau pemakaian lain aktiva atau timbulnya hutang (atau kombinasi keduanya) selama satu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau dari pelaksanaan kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha, C. Konsep Penghasilan dan Beban menurut Pajak 1. Konsep Pendapatan Menurut Pajak Menurut Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaiman diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008 yang merupakan hukum pajak material dalam sistem perpajakan Indonesia, penghasilan yaitu : setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Yang termasuk penghasilan adalah : 1) Penghasilan yang menjadi objek pajak (PPh Pasal 4 ayat 1), a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gartifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan

9 sebagai biaya; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan, karena jaminan pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalty; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan dari selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva tetap; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggota yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; s. Surplus Bank Indonesia 2) Penghasilan yang dikenakan PPh final (PPh Pasal 4 ayat 2), a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan

10 saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 3) Penghasilan yang bukan obyek pajak (PPh Pasal 4 ayat 3) a. (1) bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak; (2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; b. warisan; c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/P, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

11 1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2) bagi perseroan terbatas, BUMN/D yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut; g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK); i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi; j. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha; k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syaratbadan pasangan usaha tersebut: 1) merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan KMK; dan, 2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang terdaftar instansi yang membidanginyayang ditanamkan kembali dalam bentuk saran dan

12 prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada waib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuanga. 2. Konsep Beban menurut Pajak Biaya biaya dalam perpajakan adalah semua biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dalam rangka menghitung besarnya pajak penghasilan, tetapi tidak semua biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat diakui sebagai pengurang, meskipun biaya tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha. Hal ini disebabkan karena menurut ketentuan pajak, biaya fiskal digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yakni : 1) Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, diatur pada Pasal 6 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 antara lain sebagai berikut: Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain : a) biaya pembelian bahan; b) biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; c) bunga, sewa, dan royalti; d) biaya perjalanan; e) biaya pengolahan limbah; f) premi asuransi;

13 g) biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan; h) biaya administrasi; dan i) pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian dari selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya bea siswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat : a) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; c) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; d) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;

14 i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2) Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan : a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali : a) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; b) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; c) cadangan penjaminan untuk LembagaPenjamin Simpanan; d) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; e) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

15 f) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri; d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan KMK; f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; h. Pajak Penghasilan; i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

16 D. Rekonsiliasi Fiskal Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan perpajakan (fiskal). Dalam laporan keuangan komersial ditujukan untuk menilai kondisi keuangan, kinerja keuangan berdasarkan prinsip Standar Akuntansi Keuangan (SAK) secara benar, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak yang disusun berdasarkan peraturan perpajakan (UU PPh). Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perhitungan laba (rugi) suatu entitas (Wajib Pajak). Suatu penghasilan yang diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi dan suatu biaya yang tidak diakui menurtu fiskal tetapi diakui menurut akuntansi menyebabkan laba (penghasilan) akuntansi lebih kecil daripada laba (penghasilan) kena pajak menurut fiskal. Jika terdapat perbedan seperti ini maka rekonsiliasi fiskal yang akan dilakukan adalah menambahkan sejumlah penghasilan dan biaya tersebut kedalam laba bersih menurut akuntansi. Perbedaan perbedaan penghasilan dan biaya menurut akuntansi dan fiskal dapat dikelompokkan menjadi 2, yakni : 1. Beda Sementara/Waktu (timing deferences) Perbedaan waktu terjadi karena perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya untuk penghitungan laba. Suatu biaya atau penghasilan diakui menurut akuntansi komersial dan belum diakui menurut fiskal, sebaliknya. Perbedaan ini bersifat sementara karena akan tertutup pada periode sesudahnya. Contoh perbedaan ini adalah pengakuan piutang tak tertagih, penyusutan harta berwujud, penilaian persedian, dan lainnya. 2. Beda Permanen/Tetap (permanent differences) Perbedaan tetap terjadi karena transaksi transaksi pendapatan dan biaya diakui menurut akuntansi komersial dan tidak diakui menurut fiskal, perbedaan tetap mengakibatkan laba (rugi) menurut akuntansi berbeda (secara tetap) dengan laba (penghasilan) kena pajak menurut fiskal, dan sebaliknya. Contoh perbedaan ini adalah penghasilan bunga bank, deviden,

17 yang diterima perseroan terbatas, pemberian imbalan dalam bentuk natura, sumbangan, dan lainnya yang tidak diperbolehkan menurut fiskal. E. Perencanaan Pajak 1. Definisi Perencanaan Pajak Manajemen Pajak menurut Sophar dalam buku Erly Suandy (2008:6), Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuditas yang diharapkan., sedangkan menurut Arief Himawan (2007:10), manajemen pajak sebagai pemenuhan kewajiban dengan benar tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Tujuan Manajemen Pajak dibagi menjadi 2 bagian, yaitu menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan sebagai usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. Untuk mencapai tujuan manajemen pajak tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan fungsi fungsi yang terdiri dari perencanaan pajak (tax planning), pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation), dan pengendalian pajak (tax control). Perencanaan pajak adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensnya dengan pajak. Menurut Harnanto (2001:4), perencanaan pajak (tax planning) merupakan suatu proses pengintegrasian usaha usaha wajibpajak atau sekolompok wajib pajak untuk meminimalisasikan beban atau kewajiban pajaknya, baik yang berupa penghasilan maupun pajak lainnya, melalui pemanfaatan fasilitas perpajakan dan perundang undangan perpajakan. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa perencanaan pajak melalui penghindaran pajak merupakan satu satunya cara yang legal yang dapat ditempuh oleh wajib pajak dalam rangka mengefisiesikan pembayaran pajaknya. Ide dasarnya adalah usaha pengaturan terlebih dahulu semua

18 aktifitas perusahaan guna menghindarkan dampak perpajakan sebanyak mungkin. Perencanaan pajak (tax planning) disini tidak sama dengan perencanaan yang merugikan penerimaan negara, karena tujuannya adalah untuk mengatur agar pajak yang harus dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya, atau dengan kata lain mengefesiensikan jumlah pajak yang akan dibayarkan, melalui penghindaran pajak (tax avoidance) bukan penggelapan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana perpajakan yang tidak dapat ditolerensi. Manfaat perencanaan pajak dan untuk menghemat pajak dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : a) Penghematan kas keluar; perencanaan pajak dapat menghemat pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan. b) Mengatur aliran kas (cash flow); perencanaan pajak dapat mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.perencanaan pajak (Tax Planning) merupakan salah satu fungsi tax management yang bertitik tolak pada usaha pencapaian efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. 2. Tahapan Dalam Perencanaan Pajak Menurut Erly Suandy (2003:14), agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan, maka perencanaan pajak seharusnya dilakukan dengan melalui urutan tahap tahap perencaan sebagai berikut : a. Analisa informasi yang ada. b. Buat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak. c. Evaluasi pelaksanaan rencana pajak d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak, e. Memutahkhirkan rencana pajak.

19 3. Strategi Umum Perencanaan Pajak Strategi umum yang dapat ditempuh untuk mengefisiensikan beban pajak secara legal adalah sebagai berikut : a. Tax Saving Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak lebih yang tinggi, dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang b. Tax avoidance Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21. c. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa: - Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan; - Sanksi pidana: pidana atau kurungan d. Menunda pembayaran kewajiban pajak Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya, sebagai contoh penundaan pembayaran PPN dengan cara menunda penerbitan Faktur Pajak sampai batas yang diperkenankan khususnya penjualan secara kredit dimana penerbitan faktur pajak dilakukan pada akhir bulan berikutnya setelah dilakukannya penyerahan JKP/BKP.

20 e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka, sehingga berpotensi kehilangan kredit pajak 4. Langkah Langkah dalam Perencanaan Pajak Adapun langkah langkah dalam perencanaan pajak untuk mencari peluang penghindaran pajak, dapat dilakukan melalui : a) Maksimalkan penghasilan yang dikecualikan Usaha maksimalisasi penghasilan yang dikecualikan adalah usaha memaksimalkan penghasilan yang bukan objek pajak dengan mendasarkan pada variabel penghasilan yang bukan sebagai objek pajak. Peluang ini tercantum dalam pasal 4 ayat (3) Undang-undang No. 17 tahun 2000 tanggal 2 Agustus 2000, yang mengatur tentang penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. b) Maksimalisasi biaya-biaya fiskal Tindakan ini berupa tindakan yang dilakukan dengan meningkatkan biayabiaya yang dapat dikurangkan atau menekan biaya yang tidak dapat dikurangkan / dialihkan ke biaya-biaya yang dapat dikurangkan. Peluang ini tercantum dalam Undang-undang No. 17 tahun 2000 Pasal 6 yang mengatur tentang biaya-biaya yang dapat dikurangkan dan Pasal 9 yang mengatur tentang biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan. c) Minimalkan tarif pajak Tindakan ini dapat dimungkinkan dengan upaya pengenaan pajak dengan tarif seminimal mungkin. Hal ini dapat ditempuh antara lain dengan mengalokasikan penghasilan dalam beberapa tahun, atau dalam beberapa perusahaan yang masih satu grup.

21 Dari ketiga alternatif tersebut di atas, alternatif pertama dan kedua relatif lebih dapat diterapkan. Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan dalam perencanaan pajak perusahaan adalah : a) Mengusahakan agar terdapat penghasilan yang stabil untuk menghindarkan pengenaan pajak dari kelas penghasilan yang tarifnya tinggi (top rate brackets). b) Mempercepat atau menunda beberapa penghasilan dan biaya-biaya untuk memperoleh keuntungan dari kemungkinan perubahan tarif pajak yang tinggi atau rendah, seperti penangguhan pengenaan PPN, PPN yang ditanggung pemerintah dan seterusnya. c) Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa wajib pajak,seperti pembukaan grup-grup perusahaan. d) Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan beberapa tahun untukmencegah penghasilan tersebut termasuk dalam kelas penghasilan yang tarifnya tinggi dan tunda pembayaran pajaknya, seperti penjualan cicilan, kredit dan seterusnya. e) Transpormasikan penghasilan biasa menjadi capital gain jangka panjang. f) Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan-ketentuan mengenai pengecualian dan potongan-potongan. g) Mempergunakan uang dari hasil pembebasan pengenaan pajak untuk keperluan perluasan perusahaan yang mendapatkan kemudahankemudahan. h) Memilih bentuk usaha yang terbaik untuk operasional usaha. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sedemikian rupa sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi menghasilkan, kerugian-kerugian dan asset yang dapat dihapus. 5. Penerapan Perencanaan Pajak pada Perusahaan Dalam melakukan perencanaan pajak, Wajib Pajak harus mengikuti perkembangan dan perubahan ketentuan dan peraturan perundangundangan perpajakan, agar dapat mengetahui apakah cara-cara yang lama

22 masih sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku atau memungkinkan munculkan keuntungan fiskal yang baru akibat adanya perubahan tersebut. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mendisain suatu perencanaan pajak, diantaranya sebagai berikut : 1) Mempertimbangkan pelaksanaan program-program tertentu Agar perusahaan dapat bertahan hidup dan berkembang, maka pada saat tertentu perusahaan harus mengadakan program-program tertentu seperti program pendidikan dan pelatihan karyawan, program penelitian dan pengembangan, program pemasaran dan lain-lain. Tentu saja program tersebut memerlukan analisa dari berbagai faktor untuk menentukan saat pelaksanaannya. Disini dianalisa dari segi perpajakan. Misalnya menjelang akhir tahun 2004 diperkirakan PT. XYZ memperoleh laba usaha sebelum pajak Rp. 1.000.000.000,- dengan demikian PPh yang harus dibayar adalah sebagai berikut : 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% x Rp. 900.000.000,- = Rp. 270.000.000,- Total PPh yang harus dibayar Rp. 282.500.000,- Pada waktu itu PT. XYZ mempunyai program pemasaran untuk memperkenalkan produk baru dan untuk lebih meningkatkan citra produknya yang belum dilaksanakan. Perkiraan baiaya program tersebut Rp. 250.000.000,-, jika PT. XYZ melaksanakan program tersebut pada periode mendatang, misalnya tahun 2005, maka pada tahun 2004 PT. XYZ akan membayar PPh sebesar Rp.282.500.000,- dan pada tahun 2005 harus mengeluarkan dana sebesar Rp.250.000.000,- untuk program tersebut. Jika PT. XYZ melaksanakan program tersebut pada akhir tahun 2004, maka Penghasilan Kena Pajak PT. XYZ menjadi Rp.

23 750.000.000,- (Rp. 1.000.000.000 - Rp. 250.000.000) sehingga PPh tahun 2007 adalah sebagai berikut : 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% x Rp. 650.000.000,- = Rp. 195.000.000,- Total PPh yang harus dibayar Rp. 207.500.000,- Dengan demikian pelaksanaan program pemasaran pada akhir tahun 2007 berakibat menurunkan PPh (penghematan pajak) PT. XYZ sebesar Rp.75.000.000,- yaitu Rp. 250.000.000,- x 30%. Diasumsikan penghematan pajaktersebut digunakan untuk membiayai program pemasaran tersebut, maka program tersebut hanya membutukan dana sebesar Rp. 175.000.000,- (Rp. 250.000.000 - Rp. 75.000.000). Disamping itu, jika pelaksanaan program pemasaran tahun 2004 berhasil,maka Penghasilan Kena Pajak pada tahun 2005 akan meningkat sehingga dapat dipertimbangkan lagi program-program lainnya yang dirasa perlu. Namun padadasarnya perusahaan telah menikmati keuntungan berupa penghematan pajak, terutama penundaan pembayaran pajak. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan programprogram tertentu lebih baik dilaksanakan pada saat perusahaan memperoleh Penghasilan Kena Pajak yang besar karena pelaksanaan tersebut dapat menghemat pajak yang paling besar (penghematan pajak sebesar total biaya program dikalikan dengan tarif pajak paling tinggi yaitu 30%). Jika program dilaksanakan pada saat Penghasilan Kena Pajak relatif kecil maka jumlah penghematan pajak juga kecil,atau bahkan dapat terjadi NIHIL karena adanya pelaksanaan program tersebutmenyebabkan perusahaan rugi (PKP-nya negatif) yang dapat dikompensasikan tahun berikutnya jika memperoleh laba, bahkan dapat diminta kembali (restitusi pajak) jika perusahaan lebih bayar.

24 2) Mempertimbangkan Penghasilan Kena Pajak perusahaan melalui peningkatan penghasilan karyawan. Manajemen perusahaan yang sehat, selalu memperhatikan kesejahteraan karyawannya, karena perusahaan akan memperoleh timbal balik dari para karyawannya, seperti peningkatan motivasi dan prestasi serta peningkatan loyalitas karyawan pada perusahaan. Oleh karena itu manajemen perusahaan lebih baik menaikkan penghasilan karyawannya daripada harus mengeluarkan uang untuk pajak. Misalnya, seharusnya PKP tahun 2004 sebesar Rp. 1.000.000.000,- sehingga PPh yang harus dibayar adalah Rp. 282.500.000,- namun, perusahaan mengambil kebijakan untuk menaikkan penghasilan setiap karyawannya menjadi 50% dari gaji mereka. Untuk hal tersebut perusahaan mengeluarkan dana sebesar Rp. 350.000.000,-. Dengan kebijakan tersebut, PKP menurun menjadi Rp.650.000.000,- yang berarti pula penghematan pajak sebesar Rp. 105.000.000,-. Penghematan ini tentu dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan kebijakan kenaikan gaji tersebut. Meskipun perusahaan harus mengeluarkan lebih banyak dana untuk pelaksanaan kebijakan tersebut dibandingkan dana yang harus dibayar untuk pajak, namun perusahaan memperoleh manfaat yang sangat besar. Jika ternyata dengan kebijakan kenaikan gaji tersebut menyebabkan penghasilan karyawan melebihi penghasilan tidak kena pajak, maka akan menambah pajak penghasilan karyawan, namun tarif yang digunakan relatif kecil. Hal yang sangat penting bagi perusahaan adalah perusahaan dapat mengalihkan beban pajak perusahaan kepada karyawan-karyawannya dengan cara yang menguntungkan karyawan dan perusahaan. 3) Membagi perusahaan menjadi beberapa perusahaan atau menggabungkannya. Dilihat dari segi perpajakan, pembagian perusahaan menjadi beberapa perusahaan akan memberikan manfaat penghematan pajak,

25 yaitu : mengusahakan agar Penghasilan Kena Pajak yang rendah atau sedang (15% atau 30%), jika perusahaan mempunyai keuntungan yang besar. Sedangkan jikaperusahaan yang produk-produknya menderita rugi diusahakan untuk digabung menjadi satu dengan perusahaan yang memperoleh laba yang cukup besar,sehingga dapat menurunkan pengenaan pajak bagi perusahaan yang mempunyailaba besar (karena PKP-nya dikurangi dengan PKP negatif perusahaan yang rugi). a) Menyebar penghasilan dengan membentuk grup-grup perusahaan misalkan PT. XYZ memutuskan untuk membagi perusahaan ke dalam divisi-divisi yang berdiri sendiri sesuai dengan lokasi pemasaran yang ada dan sedang mencoba memprediksi pengaruh pajak atas keputusan tersebut. Jika perusahaan tetap dalam satu bentuk tunggal yaitu hanya PT. XYZ maka pajak penghasilan yang harus disetor oleh PT. XYZ adalah : Penghasilan Kena Pajak Rp. 750.000.000,- Tarif Pajak : PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% x Rp. 650.000.000,- = Rp. 195.000.000,- Rp. 207.500.000,- Jika perusahaan dibagi dalam beberapa kelompok maka pajak penghasilan yang harus disetor sesuai dengan kontribusi laba masing-masing divisi adalah Rp.300.000.000,-, Rp. 250.000.000,-, dan Rp. 150.000.000,- PT. XYZ - I PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% x Rp. 200.000.000,- = Rp. 60.000.000,- Rp. 72.500.000,-

26 PT. XYZ II PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% x Rp. 150.000.000,- = Rp. 45.000.000,- Rp. 57.500.000,- PT. XYZ - III PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 15.000.000,- Rp. 27.500.000,- Sehingga total pajak penghasilan dari divisi perusahaan ini adalah Rp. 72.500.000,- + Rp. 57.500.000,- + Rp. 27.500.000,- = Rp. 157.500.000,-. Dapat disimpulkan bahwa jika dibentuk beberapa anak perusahaan (divisi) maka penghematan pajak yang dapat dilakukan adalah sebesar Rp. 207.500.000,- Rp. 157.500.000,- = Rp. 50.000.000,- b) Menggabungkan beberapa perusahaan menjadi Satu Jika diantara beberapa perusahaan memperoleh laba, ada perusahaan yang mengalami kerugian, maka untuk menghemat laba dapat dilakukan penggabungan. Dengan dilakukan penggabungan, maka pajak yang terutang akan menjadi lebih kecil dari yang seharusnya jika tidak digabungkan. Misalkan PT. XYZ - I laba Rp. 250.000.000,-, PT. XYZ II Rugi Rp. 150.000.000,- dan PT. XYZ III laba Rp. 200.000.000,-.

27 Maka perhitungan pajak penghasilan jika perusahaan berdiri sendiri adalah : PT. XYZ - I PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% x Rp. 150.000.000,- = Rp. 45.000.000,- Rp. 57.500.000,- PT. XYZ II PPh = Rp. 0,- PT. XYZ - III PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 30.000.000,- Rp. 42.500.000,- Total pajak penghasilan yang harus dipungut adalah Rp. 57.500.000,- + Rp.42.500.000,- = Rp. 100.000.000,- Perhitungan pajak penghasilan jika perusahaan digabung adalah Penghasilan Kena Pajak : Rp. 250.000.000,- - Rp. 150.000.000,- + Rp. 200.000.000,- = Rp. 300.000.000,- PPh - 10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,- 15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,- 30% x Rp. 200.000.000,- = Rp. 60.000.000,- Rp. 72.500.000,- Dari kasus diatas maka dapat dilihat jika perusahaan digabungkan maka PT. XYZ akan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp. 100.000.000 Rp. 72.500.000,- = Rp. 27.500.000,-

28 4) Pemilihan bentuk usaha Dilihat dari segi perpajakan, maka bentuk usaha Perseorangan, Firma dan Persekutuan Komanditer merupakan bentuk yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT). Pajak penghasilan PT dikenakan dua kali pertama pengenaan pajak dikenakan pada saat penghasilan diperoleh atau diterima PT, sedangkan kedua, pada saat pemilik (pemegang saham) menerima atau memperoleh dividen. Hal ini terjadi karena PT (sebagai badan) dan pemiliknya dianggap oleh perpajakan sebagai Wajib Pajak yang terpisah (Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Perseorangan).