BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 2.1. Persepsi Pengertian Persepsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Miftah Thoha (2003:123) memberikan pengertian persepsi sebagai berikut: Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatannya, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Pengertian persepsi secara ringkas menurut Krech yang dikutip oleh Miftah Thoha (2003:139), adalah sebagai berikut: Persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu gambaran unik tentang kenyataan, yang barang kali berbeda dari kenyataannya. Sedangkan, pengertian persepsi menurut Jalaludin Rakhmat (2003:51), adalah sebagai berikut: Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Jalaludin Rakhmat (2003:55), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah: 1. Faktor Fungsional Berasal dari kebutuhan pengalaman masa lalu, motivasi, harapan, keinginan, perhatian, emosi, suasana hati, dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor personal. 2. Faktor Struktural Faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. 3. Faktor Kultural Kebudayaan dimana individu tumbuh dan berkembang akan turut pula menentukan proses persepsi seseorang. 9

2 Dengan demikian, persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses seseorang mengorganisasikan dan menginterprestasikan kesan-kesan inderanya sehingga dapat memberikan arti kepada lingkungannya. Yang perlu diperhatikan, bahwa persepsi mungkin berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya. Dalam penelitian ini yang menjadi objek persepsi adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, sebagai penyempurnaan dari Undang-undang Perpajakan Nomor 16 Tahun 2000 dan Undang-undang Nomor 17 Tahun Persepsi Wajib Pajak Terhadap Self Assessment System Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diserahkan sepenuhnya kepada wajib pajak yang bersangkutan. Dengan kata lain, bahwa melalui sistem ini Direktorat Jendral Pajak memberikan kepercayaan yang besar kepada wajib pajak yang bersangkutan. Sistem ini akan lebih menjamin kepastian hukum berupa hak dan kewajiban wajib pajak sendiri. Sebagai acuan penulis dalam meneliti persepsi wajib pajak tentang self assessment system pajak penghasilan adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Berdasarkan undang-undang inilah butir butir pernyataan dalam penelitian ini diturunkan, sehingga kedua undang-undang ini digunakan sebagai tolak ukur untuk menentukan persepsi wajib pajak apakah positif atau negatif. Persepsi positif terhadap self assessment system pajak penghasilan maksudnya adalah wajib pajak mempunyai pemahaman yang benar terhadap objek penelitian ini, yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undangundang Nomor 36 Tahun Sebaliknya, apabila persepsi negatif terhadap self assessment system, maka wajib pajak mempunyai pemahaman yang keliru terhadap kedua undang-undang itu. 10

3 Menurut Djamaludin Ancok (1994:27), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak, adalah: 1. Pemberian infomasi tentang pajak Informasi yang diberikan tidaklah sekedar hal hal yang menyangkut kewajiban membayar pajak dan cara pengisian SPT, tetapi juga memberikan perancangan kepada masyarakat tentang pentingnya pajak bagi pemerintah dan masyarakat. 2. Penyederhanaan sistem perpajakan Sistem pajak dapat merangsang tumbuhnya kegairahan membayar pajak, maka haruslah mengandung aspek kemudahan (simplicity). Selain hal tersebut diatas pengawasan petugas pajak pun juga mempengaruhi yaitu mudah untuk dihubungi, sikap penolong, simpati dan jujur dalam bertugas adalah beberapa sifat yang akan memudahkan proses pembayaran pajak, yang akan menumbuhkan persepsi bagi wajib pajak. 3. Perlakuan yang adil kepada pembayar pajak Perasaan tidak adil dapat terjadi dalam hal pembayaran pajak, antara lain: a. Ketidakadilan horizontal, yaitu perasaan tidak adil dikarenakan seseorang membayar pajak lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain yang jumlah kekayaannya relatif sama. b. Ketidakadilan vertikal, terjadi karena seseorang harus membayar pajak dalam proporsi yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan pajak-pajak yang harus dibayar oleh orang lain. Perasaan diperlakukan tidak adil ini akan membuat orang lain menjadi antipati dan menjadi benci kepada pajak. Dengan kata lain perasaan diperlakukan tidak adil ini akan mempengaruhi persepsi wajib pajak. 11

4 Setiap orang atau badan yang wajib membayar pajak adalah wajib pajak, oleh karena itu tidak setiap subjek pajak otomatis akan menjadi wajib pajak, melainkan yang hanya mempunyai kewajiban membayar pajak. Dengan demikian, maka pemahaman akan wajib pajak sangatlah dibutuhkan mengingat kewajiban pembayaran perpajakan baru akan timbul setelah kondisi tersebut terbentuk Tinjauan Umum Mengenai Pajak Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro, yang dikutip oleh Siti Resmi (2009:1), adalah sebagai berikut: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian tersebut kemudian disempurnakan, menjadi: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus -nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat seperti yang dikutip oleh Siti Resmi (2009:1), adalah sebagai berikut: Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Selanjutnya, pengertian pajak yang dikemukakan oleh Dr. N. J. Feldmann seperti yang dikutip oleh Siti Resmi (2009:2), adalah sebagai berikut: Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. 12

5 Menurut Siti Resmi (2009:3) secara garis besar pajak memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai berikut: 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain. 2. Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah: a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah). b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan; dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan. 13

6 c. Tarif pajak ekspor sebesar 0%; dimaksudkan agar para pengusaha terdorong untuk mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara. d. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain; dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan). e. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi; dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia. f. Pemberlakuan tax holiday: dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan ciri ciri yang melekat pada pengertian pajak antara lain: 1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membayar public investment Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak yang ada di Indonesia adalah self assessment system yang didalamnya mengatur hak dan kewajiban pajak dan wewenang Direktorat Jendal Pajak: 14

7 1. Hak wajib pajak antara lain adalah: a. Mengajukan peninjauan kembali terhadap Surat Tagihan Pajak (SPT). b. Mengajukan permohonan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP). c. Mengajukan permohonan banding atas ketidakpuasan wajib pajak terhadap SK keberatan. d. Mengajukan gugatan dan sanggahan. e. Meminta tindakan Surat Perintah Pemeriksaan dari pemeriksa. f. Meminta penjelasan atas dasar pengenaan pajak, dasar perhitungan rugi dan dasar pengenaan/ pemungutan pajak. 2. Kewajiban wajib pajak antara lain adalah: a. Mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) sebagai identitas bahwa dirinya benar sebagai Wajib Pajak. b. Melaporkan usahanya sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) dengan mendapatkan NPPKP (Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak). c. Menghitung, yaitu tarif pajak dikalikan dengan objek pajak dan memperhitungkan pajak yang terutang. d. Melaporkan pajak yang terutang secara bulanan, triwulan dan tahunan melalui Surat Pemberitahuan (SPT). e. Melaksanakan pembukuan/ pencatatan. f. Memberikan keterangan yang jelas dan sebenarnya kepada pemeriksa. g. Wajib pajak harus memahami konsekuensi yang mungkin timbul sekiranya wajib pajak tidak atau sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan maksud undang-undang, bahkan wajib pajak juga harus rela untuk diuji kepatuhannya tentang kewajiban perpajakannya melalui pemeriksaan. 15

8 3. Wewenang Direktorat Jendral Pajak antara lain adalah: a. Melakukan penelitian terhadap SPT secara normal. b. Melakukan pemeriksaan terhadap usaha wajib pajak sesuai dengan data dan informasi perusahaan. c. Melakukan penyelidikan terhadap usaha wajib pajak yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. d. Melakukan penetapan pajak. e. Melakukan penagihan pajak dengan surat paksa. f. Melakukan pengenaan sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sebelum diberlakukan tax reform pada tahun 1983, sistem perpajakan di Indonesia adalah official assessment system dimana peran pemerintah sangat berpengaruh dalam menetapkan besarnya pajak yang terutang. Kemudian melalui tax reform yang mulai berlaku pada tahun 1983, maka official assessment system berubah menjadi self assessment sytem. Disini, pemerintah tidak lagi memegang peranan sepenuhnya dalam menghitung pajak terutang wajib pajak, melainkan oleh pemerintah wajib pajak telah diberikan kepercayaan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara mandiri Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagai penyempurnaan dari Undang-undang Perpajakan Nomor 16 Tahun 2000 (KUP) berisi ketentuan ketentuan yang berlaku bagi Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Adapun Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 ini adalah sebagai induk dari undang-undang perpajakan sebab semua ketentuan perpajakan yang tidak berlaku secara khusus tunduk kepada undang-undang ini. Tetapi walaupun demikian, tidak semua ketentuan ketentuan yang berlaku di KUP tercantum dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 ini melainkan terdapat pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 dan Undang-undang Nomor 9 Tahun

9 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 pada dasarnya memuat hal hal sebagai berikut: 1. Kewajiban wajib pajak. 2. Hak wajib pajak. 3. Wewenang pemerintah sebagai pemungutan pajak. 4. Kewajiban pemerintah sebagai pemungut pajak. 5. Ketentuan sanksi administrasi dan sanksi pidana terhadap pelanggaran peraturan perundang undangan perpajakan. Dalam penelitian ini untuk mengkaji persepsi wajib pajak terhadap self assessment system pajak penghasilan yang mengacu kepada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 ini hanya mengidentifikasi butir pernyataan dari kewajiban wajib pajak, hak wajib pajak dan sanksi perpajakan. Alasannya adalah bahwa hal ini berkaitan langsung dengan wajib pajak. 1. Kewajiban wajib pajak, meliputi: Mendaftarkan diri untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan NPWP sebagai tanda pengenal bagi Wajib Pajak yang bersangkutan (pasal 2). a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), baik SPT-Masa maupun SPT-Tahunan (pasal 3). b. Pembayaran pajak, baik berupa pembayaran pajak masa (PPh pasal 21, 22, 23, 25, dan 26) maupun pembayaran pajak tahunan (PPh pasal 29 dan kekurangan PPh pasal 21). c. Menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan (pasal 28). d. Memberikan keterangan dan penjelasan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan oleh aparat perpajakan (pasal 29). 2. Hak wajib pajak, meliputi: a. Menunda penyampaian SPT (pasal 3). b. Membetulkan SPT (pasal 8). c. Menunda pembayaran pajak (pasal 10). d. Restitusi/ kompensasi kelebihan pembayaran (pasal 11). 17

10 e. Mengajukan keberatan atas surat surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendal Pajak dan atas pemotongan oleh pihak ketiga serta mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak (pasal 25). 3. Sanksi perpajakan dapat berupa: a. Sanksi administrasi. b. Sanksi pidana Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah dasar hukum pengenaan pajak penghasilan di negara ini, sebagaimana telah diubah sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 dimana memuat hal hal mengenai peraturan pajak penghasilan Subjek Pajak dan Pengecualian Subjek Pajak Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah: a. 1. Orang pribadi; 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; b. Badan dalam hal ini meliputi antara lain; perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga, dana pensiun dan bentuk usaha lainnya; dan c. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Sementara berdasarkan azas subjektivitas yang sesuai dengan pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 ini, maka subjek pajak terdiri dari dua (2) macam, yaitu: 1. Subjek pajak dalam negeri, dimana meliputi: a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh 18

11 tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; 2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. Penerimannya dimasukan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara, dan 5. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang menggantikan yang berhak. 2. Subjek pajak luar negeri, dimana meliputi: a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 19

12 Menurut pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menjadi pengecualian subjek pajak atau seseorang atau badan yang tidak termasuk subjek pajak meliputi: a. Kantor Perwakilan Negara Asing; b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabatpejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik; c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat: 1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan 2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia Objek Pajak dan Pengecualian Objek Pajak Dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. 20

13 Penghasilan atau sumber mengalirnya kemampuan ekonomis kepada wajib pajak menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, meliputi: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini; b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan serta penghargaan; c. Laba usaha; d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai penggantian saham atau pernyertaan modal; 2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun; 4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan; dan 5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; 21

14 e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang; g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. Premi asuransi; o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. Surplus Bank Indonesia. Penghasilan yang dikenai pajak bersifat final menurut pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, meliputi: a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. Penghasilan berupa hadiah undian; c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan 22

15 saham atau pengalihan penyertaan modal dan perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. Penghasilan data transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate dan persewaan tanah dan atau bangunan; dan e. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. Sementara pengecualian dari objek pajak menurut pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 yang sebenarnya juga merupakan tambahan kemampuan ekonomis meliputi antara lain: a.1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amal zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; b. Warisan; c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau 23

16 kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam pasal 15; e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa; f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroaan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat; 1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2. Bagi Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontak investasi kolektif; j. Dihapus; k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan 24

17 menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. Merupakan perusahan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. Sisa lebih yang diterima atau diperolah badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atas berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Penghasilan Kena Pajak dan Penghasilan Tidak Kena Pajak Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 selain mengatur mengenai subjek pajak dan pengecualiannya serta objek pajak dan pengecualiannya juga mengatur peraturan perhitungan Pajak Penghasilan. 1. Penghasilan Kena Pajak/ PKP Dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa; besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk: 25

18 a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain; 1. Biaya pembelian bahan; 2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. Bunga, sewa, dan royalty; 4. Biaya perjalanan; 5. Biaya pengolahan limbah; 6. Premi asuransi; 7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. Biaya adminstrasi; dan 9. Pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. Penyusutan atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 11A; c. Iuran kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan; e. Kerugian selisih kurs mata uang asing; f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 26

19 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat jendal Pajak; dan 3. Telah diserahkan perkara penagihan kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintahan. 2. Penghasilan Tidak Kena Pajak/ PTKP Hal tersebut diatur dalam pasal 7 ayat (3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, sebagaimana telah diubah sebelumnya yaitu Undangundang Nomor 17 Tahun 2000 seperti pada tabel 2.1 berikut: 27

20 Tabel 2. 1 PTKP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Keterangan Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi Tambahan untuk WP kawin Tambahan untuk isteri yang penghasilannya digabung Tambahan untuk setiap tanggungan/ anggota keluarga (max 3) PTKP UU PPh 2000 (s/d tahun pajak 2008) PTKP UU PPh 2008 (mulai tahun pajak 2009) Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp , Cara Menghitung Besarnya Penghasilan Kena Pajak Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, pada pasal 16 sampai dengan pasal 19 mengatur mengenai cara menghitung besarnya Pajak Penghasilan. Untuk menghitung Pajak Penghasilan terlebih dahulu dihitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP), kemudian atas PKP ini dikalikan tarif yang berlaku. Besarnya Penghasilan Kena Pajak diperoleh dengan cara mengurangkan jumlah biaya, beban atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan terhadap penghasilan bruto. Sedang besarnya tarif pajak sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17, sebagaimana telah diubah sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 seperti pada tabel 2.2 berikut: Tabel 2. 2 Tarif PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp , 00 (dua puluh lima juta rupiah) Diatas Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah Tarif UU PPh 2000 (s/d tahun pajak 2008) Lapisan Penghasilan Kena Pajak 5 % Sampai dengan Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) 10 % Di atas Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) Tarif UU PPh 2008 (mulai tahun pajak 2009) 5 % 28

21 s/d Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) Diatas Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) s/d Rp ,00 (seratus juta rupiah) Diatas Rp ,00 (seratus juta rupiah) s/d Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) Diatas Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) s/d Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) 15 % Diatas Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) s/d Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 25 % Diatas Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) s/d ,00 (lima ratus juta rupiah) 35 % Di atas Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) 15 % 25 % 30 % Contoh perhitungan Pajak Terhutang untuk Wajib Pajak Orang Pribadi: Penghasilan neto setahun : Rp ,00 PTKP (K/3) : Rp ,00 Jumlah Penghasilan Kena pajak : Rp ,00 Maka Pajak Penghasilan Terutang 5 % x Rp , 00 : Rp ,00 15 % X Rp , 00 : Rp ,00 25 % X Rp ,000,00 : Rp ,00 30 % X Rp ,00 : Rp ,00 + Rp , Biaya Yang Tidak Dapat Dikurangkan dan Biaya Yang Dapat Dikurangkan Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun 29

22 pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Sedangkan pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat (1) mengatur mengenai penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang tidak boleh dikurangkan, yaitu sebagai berikut: a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota; c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali; 1. Cadangan piutang tidak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial; 3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan; 4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengelolaan limbah industri, yang ketentuan dan syarat syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan 30

23 makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amal zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; h. Pajak Penghasilan; i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan Sistem Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan serta Sanksinya Sistem Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 20 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, menyatakan bahwa: Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak dilunasi oleh wajib pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh wajib pajak sendiri. 31

24 Ada dua (2) sistem pembayaran pajak penghasilan, yaitu: 1. Pembayaran Pajak Penghasilan selama tahun berjalan Yaitu merupakan angsuran PPh yang dapat dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (PPh pasal 25) serta pembayaran PPh melalui pemotongan oleh pihak lain yang dikenal dengan istilah Withholding tax (meliputi: PPh pasal 21, PPh 22 dan PPh 23). 2. Pembayaran setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan Dalam hal ini adalah PPh pasal 29 dimana jumlah pembayarannya adalah sebagai sisa PPh yang seharusnya dibayar berdasarkan hasil perhitungan total Pajak Penghasilan yang sebenarnya terutang dikurangi dengan total pembayaran PPh selama masa berjalan. Seperti yang kita ketahui, batas akhir pembayaran pajak yang disetor sendiri oleh wajib pajak yaitu paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya saat terutangnya pajak atau setelah masa pajak berakhir, sementara sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 10, maka tempat yang ditunjuk sebagai tempat pembayaran kas negara (dalam hal ini pajak) adalah kantor pos, bank badan usaha milik negara, bank badan usaha milik daerah dan tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Pelaporan Pajak Penghasilan Disamping melakukan penyetoran, kewajiban perpajakan lainnya adalah melaporkan pajak terutang yang telah dibayar melalui Surat Pemberitahuan (SPT) atau laporan hasil pemungutan pajak. SPT sebagai sarana pelaporan pajak dibagi 2 (dua) jenis yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. Pelaporan masing-masing SPT tersebut memiliki batas waktu pelaporan yang berbeda-beda. Adapun batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah sesuai pasal 3 ayat (3) Undang-undang KUP, yaitu sebagai berikut: a. Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak; b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak; atau 32

25 c. Surat pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak Sanksi Dari beberapa ketentuan diatas, baik yang diatur secara eksplisit maupun implisit, atas terjadinya keterlambatan melakukan kewajiban pajak baik membayar ataupun melaporkan SPT, terlambat memenuhi permintaan dokumen dan lain lain akan mempunyai konsekuensi tersendiri. Konsekuensi yang timbul tersebut diberikan dalam bentuk sanksi perpajakan, baik yang berbentuk kuantitatif maupun kualitatif. 1. Sanksi Kuantitatif Sanksi ini terdiri dari sanksi administrasi, sanksi denda dan sanksi bunga penagihan. Sanksi ini dikenakan terhadap keterlambatan membayar pajak dan melaporkan SPT Masa maupun SPT Tahunan. Sanksi tersebut adalah: a. Terlambat menyetor pajak terutang, dikenai sanksi administrasi sesuai pasal 9 ayat (2a) UU KUP sebesar 2% perbulan dikalikan pajak terutang yang terlambat disetor. b. Terlambat melaporkan SPT Masa dan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai pasal 7 ayat (1) sebesar Rp ,00. c. Terlambat menyetor produk Surat Ketetapan Pajak (SKPKB, SKPBT, STP), dikenai sanksi administrasi bunga penagihan sesuai pasal 19 ayat (1) UU KUP sebesar 2 % perbulan dikalikan jumlah tagihan yang terlambat disetor. 2. Sanksi Kualitatif Keterlambatan dalam melakukan pemenuhan pajak, yaitu terlambat memberikan respon/jawaban yang diminta oleh petugas pajak atau memberikan jawaban, namun sudah melampaui jangka waktunya, tidak akan diberikan sanksi administrasi, sanksi denda dan sanksi bunga penagihan. Namun dampak yang akan ditemui akan jauh lebih 33

26 besar dan dalam kondisi tertentu, juga menyangkut kelangsungan hidup wajib pajak. Sanksi tersebut biasanya diberikan dalam bentuk surat teguran, surat peringatan lanjutan atau gugurnya hak untuk melakukan prosedur lanjutan. a. Terlambat memberikan respon/ tanggapan/ jawaban kepada kantor pajak Dalam hal surat yang diberikan oleh kantor pajak berupa surat peminjaman buku atau surat tanggapan, surat sanggahan, maka sanksi yang diberikan adalah Surat Teguran, Surat Peringatan (SP) I atau Surat Peringatan II atau surat sejenis yang jangka waktunya biasanya akan jauh lebih singkat dari syarat yang pertama diberikan. Terbitnya Surat Teguran; SP I dan SP II tersebut sedikit banyak akan mendorong aparat pajak untuk berpikir bahwa wajib pajak tidak kooperatif. Akibatnya, aparat pajak dapat menggunakan norma perhitungan atau penetapan pajak secara jabatan kepada wajib pajak. b. Terlambat mengajukan keberatan Jika wajib pajak terlambat mengajukan permohonan keberatan atau keberatan ditujukan dalam jangka waktu yang sudah melampui batas waktu 3 (tiga) bulan, kecuali berada diluar kekuasaan wajib pajak, maka proses keberatan selanjutnya tidak dapat diterima hak wajibnpajak untuk mengajukan keberatan gugur secara administrasi. c. Terlambat mengajukan banding Proses banding selanjutnya tidak dapat diterima atau hak untuk mengajukan banding gugur secara administrasi. 34

27 Tabel 2. 3 Batas Waktu Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak No. Uraian Jangka Waktu 1 Penyetoran Pajak (SSP) 2 Pelaporan SPT 3 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Tanggal Mulai Tanggal Berakhir Sanksi/ Konsekuensi Sampai dengan Sanksi 2% per batas akhir sesuai bulan sesuai dengan pasal 9 dengan bulan ayat (1) UU KUP keterlambatan Sesuai dengan SPT Masa atau batas akhir yang Tahunan Wajib tercantum dalam Pajak Orang SKP tersebut Pribadi sebesar Rp ,00 pasal 7 ayat (1) UU KUP Bervariasi Sejak tanggal 1 bulan takwim Bervariasi Sejak tanggal 1 bulan takwim 1 bulan Sesuai dengan tanggal SKP 4 Keberatan 3 bulan Sejak tanggal SKP 5 Banding 3 bulan Sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan keberatan 6 Gugatan 14 hari Sejak keputusan (terhadap pelaksanaan pajak) yang digugat 30 hari Sejak keputusan (terhadap selain pelaksanaan penagihan pajak) yang di gugat Sesuai dengan batas akhir yang tercantum dalam SKP 3 bulan sejak tanggal SKP 3 bulan sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan keberatan pasal 27 ayat (3) UU KUP 14 hari sejak keputusan yang digugat pasal 40 ayat (2) UU PP 30 hari sejak keputusan yang digugat pasal 40 ayat (3) UU PP Terdapat sanksi bunga penagihan; 2% x bulan keterlambatan pasal 19 ayat (1) UU KUP Tidak dapat diproses lebih lanjut/ keberatan tidak dapat diterima Tidak dapat diproses lebih lanjut/ keberatan tidak dapat diterima Tidak dapat diproses/ hak gugatan penanggungan pajak dinyatakan gugur 35

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata serta partisipasi masyarakat dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brok dalam Zain (2003:11) berikut ini. Pajak adalah pengalihan sumber dari sektor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2013:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

A. Pengertian Laporan Keuangan

A. Pengertian Laporan Keuangan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah kesimpulan dari hasil pencatatan yang disusun secara sistematis berdasarkan standar akuntansi yang di terima umum dan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2015-12-22 Tinjauan Atas Penerapan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN UMUM 1 Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi 2. Badan, terdiri dari PT,CV,perseroan lainnya,bumn/bumd 3. BUT (bentuk Usaha Tetap) 2 Subjek Pajak dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LandasanTeori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Koperasi 1. Definisi Koperasi a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi: Koperasi adalah badan usaha

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemitro. R yang dikutip oleh Mardiasmo (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang paling potensial untuk membiayai pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Perpajakan 1. Pengertian pajak Menurut Rochmat Soemitro seperti dikutip oleh Waluyo ( 2007 : 3 ) mengemukakan bahwa : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Laba Rugi Komersial Dalam Penentuan PPh Terhutang Pada PT. Mutiara Intrareksa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk Wajib Pajak dalam negeri,dan Badan Usaha Tetap (BUT)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan I. PEMOHON Supriyono. II. OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam upaya untuk

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 a. PEMBAGIAN LABA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN SEPERTI DIVIDEN, TERMASUK DIVIDEN YANG DIBAYARKAN OLEH PERUSAHAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) Kita telah memasuki masa milenium dan akan memasuki perdagangan bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

Perpustakaan LAFAI

Perpustakaan LAFAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Istilah Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat yang dikutip oleh Wirawan (2011 : 6) "Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA 1 BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA Definisi Bendahara Istilah bendahara secara umum dikenal sebagai orang yang memegang uang baik di perusahaan swasta, sebuah organisasi, maupun di instansi-instansi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang pajak II.1.1 Definis Pajak Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak yang sifatnya memaksa. Dalam Undang Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penghasilan termasuk Objek Pajak. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1):

Lampiran 1. Penghasilan termasuk Objek Pajak. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1): Lampiran 1 Penghasilan termasuk Objek Pajak Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1): Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Pajak Secara Umum II.1.1 Definisi Pajak Menurut Mardiasmo (2006) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2003) adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. dalam Resmi (2007) adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK? PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan SIAPA SUBJEK PAJAK? ORANG PRIBADI 1. Warisan yang berlum terbagi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Definisi Pajak, Wajib Pajak, dan Badan Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu : Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu : 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ketentuan Umum dan Perpajakan, pajak merupakan suatu konstribusi wajib

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ketentuan Umum dan Perpajakan, pajak merupakan suatu konstribusi wajib BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Undang-undang No. 16 Tahun 2009 pasal 1 tentang Ketentuan Umum dan Perpajakan, pajak merupakan suatu konstribusi wajib

Lebih terperinci

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT Modul 1 Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT Drs. H. Bambang Hermanto, M.Si. Mas Rasmini, S.E., M.Si. D PENDAHULUAN alam Modul 1 ini, akan dibahas mengenai konsep dasar pajak penghasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang - undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PAJAK 2.1.1. Pengertian Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH dalam Suandy (2011) mendefinisikan pajak sebagai : Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak II.1.1 Definisi dan Klasifikasi Pajak Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli dibidang perpajakan, antara lain : Menurut Mardiasmo (2006:1) mendefinisikan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013: 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci