11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sejarah Budaya Organisasi Organisasi telah ada sejak ratusan tahun lalu dimuka bumi, tidak ada literatur yang secara jelas menjelaskan asal muasal terjadinya organisasi. Berdasarkan sejarah sendiri belum diketahui secara pasti kapan terbentuknya organisasi. Diwakili oleh Taylorisme bahwa suatu organisasi baru dimulai sebagai disiplin akademik bersamaan dengan munculnya manajemen ilmiah pada tahun 1890 yang menjadi puncak dari gerakan ini. Ruang lingkup organisasi sangat luas dimulai dari organisasi kecil yaitu keluarga sampai organisasi finansial global yang mendunia. Suatu organisasi dapat mejadi fokus sentral dalam kehidupan seseorang atau malah mungkin hanya merupakan pelayanan untuk sementara waktu, sebuah organisasi mungkin dapat bersifat kaku, dingin tanpa kepribadian atau terkadang menghasilkan hubungan hubungan fleksibel yang bermakna bagi anggotanya. Rasionalisasi terhadap organisasi dengan serangkaian instruksi dan studi tentang gerak dan waktu akan menyebabkan peningkatan produktivitas. Berawal dari sini mulai muncul studi tentang sistem kompensasi dilakukan. Setelah perang dunia pertama berakhir fokus studi organisasi bergeser pada analisis bagaimana faktor hubungan antara manusia, psikologi dan tingkah laku laku manusia mulai mempengaruhi organisasi. Gerakan hubungan antar manusia pada organisasi pada akhirnya berpusat pada team, motivasi dan aktualisasi tujuan masing masing indovidu dalam organisasi. Pada awal tahun 1970an organisasi didunia banyak dipengaruhi oleh psikologis sosial, dan sejak saat itu studi akademiknya dipusatkan pada penelitian kualitatif.
12 Penjelasan tentang budaya di suatu organisasi dan perubahannya menjadi bagian yang penting didalam studi tentang budaya organisasi dimana metode kualitatif menjadi semakin diterima dengan memanfaatkan pendekatan pendekatan dari sejarah, psikologi dan sisi sosiologi. 2.2. Pengertian Budaya Organisasi Kata organisasi berasal dari bahasa yunani organon yang berarti alat atau sarana, mengacu pada pengertian tersebut para akademisi memandang organisasi sebagai sarana (means) untuk mencapai suatu sasaran (ends). Semua organisasi memiliki visi, misi dan sasaran yang ingin dicapai, sasaran tersebut lazim dikenal sebagai organizational effectiveness. Agar dapat mendorong pencapaiannya secara cepat dan tepat maka sasaran organisasi harus dapat diukur. Suatu organisasi dapat membuat general measuremant sebagai pengukur sasaran organisasinya dan agar organisasinya dapat dibandingkan dengan organisasi lain yang telah ada, general measurement dapat dibuat sendiri oleh organisasi bersangkutan atau dapat pula mengambil data dari organisasi lain yang memang khusus berdedikasi di bidang tersebut, misalnya majalah Fortune menerbitkan peringkat perusahaan didunia setiap tahunnya dengan mendasarkan pada besarnya revenue dan profit. Untuk dapat menilai keefektifan suatu organisasi saat disajikan, telaah sistematik organisasi yang mengacu pada dimensi utama oraganisasi antara lain strategi, struktur, lingkungan, budaya organisasi yang terbentuk dan penerapan teknologi yang digunakan. Ukuran suatu organisasi cenderung tidak dapat dibahas karena ukuran organisasi cenderung mengalami perubahan secara signifikan karena mengadopsi kemajuan teknologi. Ukuran yang dalam konsep konservatif menunjukan jumlah anggota dalam organisasi tampaknya menjadi kurang relevan. Terdapat tiga elemen penting organisasi dalam definisi organisasi, yaitu: organisasi adalah sekumpulan manusia, organisasi selalu mempunyai batasan dan setiap
13 organisasi selalu mempunyai sasaran. Keefektifan organisasi menunjukan sejauh mana organisasi telah merealisasikan sasarannya. Sasaran dapat berbentuk sasaran jangka pendek dan jangka panjang dan siapa yang menjadi sasarannya. Sasaran organisasi sangat dipengaruhi oleh visi dan misinya, visi menggambarkan apa yang ingin dituju organisasi dan masa depannya, apa yang dicita citakan pendiri dan pemimpinnya sedangkan misi berkaitan dengan alasan keberadaan suatu perusahaan (reason for being) misi sering disamakan dengan official goal suatu organisasi. Secara obyektif sasaran jangka pendek dapat diukur dengan ROI (Return on Investment) dan peningkatan Profitabilitas. Namun untuk sasaran jangka panjang selain ukuran tersebut diperlukan suatu tools untuk dapat membuat organisasi dapat survive bagaimanapun kondisinya, sumber yang dimaksud berasal dari dalam organisasi setiap individu karyawannya. Tools tersebut dikenal dengan Budaya Organisasi, didalam perusahaan budaya organisasi disebut sebagai budaya perusahaan (corporate culture). Daft (2010) menyimpulkan bahwa terdapat 5 keefektifan organisasi, yaitu : Pendekatan Sasaran (goal attainment approach), Pendekatan Sistem (system approach), Pendekatan Stakeholders, Pendekatan Proses Internal (internal process) dan Pendekatan Nilai Bersaing (competing values approach). Melihat sisi keefektifan suatu perusahaan maka secara rasional efektif dapat dinilai berdasarkan pencapaian suatu hasil akhir. Sasaran akhir harus dapt didentifikasi, didefinisi, dikelola serta dapat diukur, dalam pendekatan ini ukuran yang lazim digunakan adalah pertumbuhan market share dan pertumbuhan profitabilitas. Pada pendekatan nilai bersaing sebagai dasar untuk mendiagnosis sasaran jangka panjang adalah dengan melalui komparasi sasaran yang diinginkan manajemen dengan sasaran yang dipersepsi oleh karyawan. Terdapat dua hal utama yaitu fleksibltas versus kontrol dan orientasi karyawan versus perusahaan. Dengan
14 membuat kuesioner competiting value yang disebarkan ke masing masing karyawan akan diperoleh suatu model human relation yaitu jika perusahaan fokus melihat pada sasaran terakhirnya adalah karyawan yang terampil, open system jika sasaran terakhirnya adalah lebih pada pemerolehan sumber daya manusia, internal process jika sasarannya adalah pada stabilitas karyawan dan rational goal jika sasaran akhir perusahaan pada akhirnya menekankan pada produktivitas dan efisiensi perusahaan. Untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien suatu perusahaan memerlukan struktur yang tepat dan tepat sesuai dengan misi, teknologi, lingkungan, strategi serta keadaan internal dan eksternal organisasi. Tanpa adanya struktur manajemen perusahaan hanya merupakan sekumpulan karyawan yang tidak terkordinir dengan sistematik dan hanya menimbulkan cost belaka. Struktur manajemen pada dasarnya menunjukan tugas yang dialokasikan, kepada siapa bertanggung jawab, mekanisme kordinasi dan pola interaksi antar karyawan. Pada prinsipnya struktur manajemen berkaitan dengan tiga komponen dasar perusahaan yaitu: kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. 2.3. Sumber Daya Manusia Globalisasi pasar dan kompetensi yang tajam mendorong suatu perubahan pada kehidupan masyarakat didunia sehingga perusahaan dituntut mengaplikasikan strategi yang tepat agar berhasil menanfaatkan peluang bisnis (Kotter, 1992). Pengelolaan human capital sangat berkaitan dengan strategi SDM berbasis kompetensi, sedangkan organization capital banyak menitik beratkan pada budaya perusahaan. Pengaplikasian suatu strategi perlu didukung oleh oleh SDM berbasis kompetensi agar tujuan perusahaan dapat dijalan dengan efektif. Kondisi menunjukan bahwa peranan human capital menunjang pengimplementasian suatu strategi perusahaan. Perusahaan yang melakukan program program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia serta restrukturisasi sebagai upaya untuk mengantisipasi suatu
15 perubahan lingkungan yang sangat cepat banyak yang tidak berhasil karena perusahaan tersebut tidak memadukan kedua program tersebut. Perusahaan yang kehilangan SDMnya yang kompeten akan mengalami kesulitan besar dan tidak mudah dan cepat recover. Strategi SDM berbasis kompetensi harus mendukung pengimplementasian strategi korporat dan perlu diterjemahkan dalam dalam seluruh aktivitas SDM, kebijakan kebijakan, program program yang sejalan dengan strategi, visi dan misi perusahaan. Ketidak sesuaian antara strategi SDM dan strategi perusahaan akan mempengaruhi pencapaian sasaran dan goal perusahaan, karena itu pentingnya perusahaan mengaplikasikan strategi SDM berbasis kompetensi yang mengacu pada kebutuhan saat ini dan berorientasi kemasa depan, kreatif dan strategis. 2.4. Ciri Budaya Organisasi Denison (1990) mengemukakan bahwa budaya yang kuat jika memiliki potensi yang jauh lebih besar untuk melakukan kordinsi dan kontrol perilaku secara implisit. Suatu budaya yang kuat dengan sosilisasi anggota yang baik akan meningkatkan efektivitas, karena hal tersebut melancarkan pertukaran informasi serta koordinasi perilaku. Suatu budaya organisasi dikatakan kuat apabila : 1. Nilai nilai organisasi dianut secara bersama oleh seluruh pinpinan dan anggota organisasi 2. Nilai nilai budaya mempengaruhi perilaku pimpinan dan anggota organisasi 3. Membangkitkan semangat berperilaku dan bekerja lebih baik 4. Resisten terhadap tantangan eksternal dan internal 5. Mempunyai sistem peraturan formal dan informal
16 6. Memiliki kordinasi dan kontrol perilaku Budaya organisasi yang kuat di suatu perusahaan dapat disimpulkan jika nilai nilai budaya baik formal maupun informal dianut secara bersama dan berpengaruh positif terhadap perilaku dan kinerja pimpinan dan seluruh karyawan sehingga kuat dalam menghadapi tantangan eksternal dan internal perusahaan. Budaya organisasi diterjemahkan sebagai filosofi usaha, asumsi dasar, slogan atau moto perusahaan, tujuan umum perusahaan dan atau prinsip prinsip yang menjelaskan usaha perusahaan. Nilai nilai tersebut apabila dianut dan dilaksanakan secara bersama oleh seluruh anggota perusahaan dapat memperkuat budaya organisasi. Faktor faktor kekuatan budaya perusahaan yang menentukan adalah kebersamaan dan intensitas, kebersamaan adalah sejauh mana anggota perusahaan mempunyai nilai nilai inti yang dianut secara bersama. Derajat kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi dan imbalan, orientasi diperlukan sebagai pembinaan kepada seluruh angggota perusahaan khususnya anggota baru, dapat dilakukan melalui bimbingan dari anggota senior ataupun melalui program program pelatihan. Sedangkan intensitas adalah komitment dari seluruh anggota perusahaan kepada nilai nilai budaya organisasi. Derajat intensitas bisa merupakan suatu hasil dari struktur imbalan. Keinginan karyawan untuk melaksanakan nilai nilai perusahaan dan bekerja semakin meningkat apabila mereka diberi imbalan yang pantas. Para pemimpin perlu memperhatikan dan mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada seluruh anggota guna menanamkan nilai nilai inti budaya organisasi. 2.4.1. Ciri Ciri Budaya Organisasi Kuat Perusahaan yang memiliki ciri ciri perusahaan yang memiliki budaya organisasi yang kuat dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa setiap anggota perusahaan sangat
17 loyal, mengetahui dan sangat memahami tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang baik dan tidak baik. Pedoman bertingkah laku bagi setiap anggota juga sudah digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran didalam perusahaan sehingga setiap anggota menjadi sangat kohesif. Nilai nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti sebagai slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari hari secara konsisten. terrdapat pembinaan kohesif yang memuat kesetiaan dan komitmen perusahaan. Adanya kesepakatan yang tinggi dilkalangan anggota perusahaan mengenai apa yang dipertahankan oleh perusahaan. Dari semua sisi kekuatan tersebut terdapat satu tanda bahwa perusahaan tersebut memiliki kekuatan didalam budaya organsiasi yaitu terlihat dari rendahnya tingkat keluar masuknya karyawan, baik karyawan dari posisi tertinggi sampai pada karyawan posisi rendah. 2.4.2. Ciri Ciri Budaya Organisasi Lemah Budaya Perusahaan yang kurang didukung secara luas oleh anggotanya dan sangat dipaksakan akan berpengaruh negatif pada perusahaan karena akan memberi arah yang salah kepada seluruh karyawannya. Jika hal ini terjadi pada suatu perusahaan, maka apapun yang menjadi tugas tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik dan sempurna. Terlihat dari kurangnya motivasi atau semangat kerja, timbul kecurigaan antar karyawan, komunikasi yang kurang lancar, lunturnya loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya dan komitmen kepada perusahaan. Semuanya berakibat membuat perusahaan menjadi tidak efektif dan tidak kompetitif. Tanda yang sangat terlihat sangat jelas pada perusahaan dengan organisasi yang lemah adalah perusahaan tidak mampu menyelesaikan masalah integrasi internal dan adaptasi internal. Perusahaan dengan ciri seperti ini ini akan sulit berkompetisi didunia industri hanya tinggal masalah waktu menunggu berakhirnya perusahaan.