BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang pada gilirannya merupakan penawaran tenaga kerja yang

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

BAB I PENDAHULUAN. padat. Pemukiman kumuh terjadi disetiap sudut kota. Banyaknya pengamen,

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pasar sebagai arena atau suatu tempat pertukaran baik dalam bentuk fisik

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014

BAB V Simpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. dampak positif juga memberi dampak negatif terutama ditunjukkan oleh

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENT ANG PUSAT PERDAGANGAN KAKI LIMA (PPKL) KOTA MOJOKERTO

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. berekreasi, membuka lapangan pekerjaan dan berbelanja. Pada mulanya

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR KHUSUS TERHADAP INTENSITAS PARKIR DI KAWASAN SIMPANG LIMA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk

PEMBINAAN DINAS KOPERASI UMKM PEMERINTAH KOTA SURABAYA TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) LAPANGAN KARAH KOTA SURABAYA SKRIPSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini.

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999; Undang-Undang

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pembangun ekonomi masih terus berlangsung, sudut pandang yang

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini dibagi menjadi beberapa bagian terdiri atas

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang masuk dan keluar menuju Propinsi Riau. Letaknya yang strategis tersebut akan menyebabkan sektor perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat di Kota Payakumbuh. Perkembangan sektor perdagangan dan jasa juga dibarengi dengan semakin meningkatnya jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Payakumbuh. Data yang diperoleh dari Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan menyatakan bahwa jumlah PKL di Kota Payakumbuh pada tahun 2015 sebanyak 2.331 Orang dan ini akan meningkat setiap tahunnya. Dengan jumlah PKL yang sangat signifikan tersebut membawa berbagai dampak bagi Kota Payakumbuh. Baik dampak yang positif maupun dampak yang negatif terutama dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Menurut Agustinus (2001), ada tiga faktor yang mendorong pedagang kaki lima, pertama Aspek Ekonomi, Pemberdayaan PKL (usaha mikro) perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal dan berkesinambungan dengan menumbuhkan iklim usaha yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan dan pengembangan usaha yang seluas-luasnya. Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan kegiatan Perdagangan sektor informal yang memberikan kontribusi cukup besar untuk menggerakan perekonomian masyarakat serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi suatu daerah. Bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah PKL menjadi tempat untuk mendapatkan barang barang yang dibutuhkan dengan harga relatif terjangkau dibanding ditempat lain. Meningkatnya daya beli masyarakat pada PKL maka otomatis akan meningkatkan perekonomian sebuah kota mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya Kota Payakumbuh adalah masyarakat dengan golongan ekonomi menengah kebawah. Secara umum PKL berjualan pada kawasan pasar maka oleh Pemerintah Kota PKL tersebut dipungut retribusi yang merupakan Pendapatan Asli Daerah bagi Kota Payakumbuh. Kedua aspek sosial

berkaitan dengan strategi penanganan PKL, aspek sosial dimaksud antara lain mencakup penguatan kelembagaan, kualitas SDM (pendidikan dan ketrampilan), migrasi penduduk, dan kriminalitas. Dengan jumlah yang banyak mesti ada lembaga yang menaungi PKL seperti Asosiasi PKL. Prilaku PKL yang cendrung tidak tertib, berjualan seenaknya dan tidak mau berubah berkaitan erat dengan tingkat pendidikan PKL itu sendiri. PKL melakukan usahanya berada di kawasan ruang publik seperti di trotoar, emperan toko dan di jalan. Berdasarkan hal tersebut hak pejalan kaki dan pengguna jalan jadi terganggu. Trotoar dan jalan sebagai kawasan ruang publik menjadi hilang atau kurang fungsinya. PKL dengan tingkat pendidikan yang rendah berjualan di fasilitas publik karena dianggap tempat tersebut strategis dan mudah mendapatkan keuntungan. PKL tidak mengetahui atau tidak mau tahu bahwa berjualan di tempat tersebut melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga aspek lingkungan Kondisi lokasi PKL secara umum tidak lepas dari masalah kebersihan dan keindahan lingkungan, dimana aspek ini dapat memiliki nilai jual (citra dari lokasi tersebut). Peningkatan jumlah PKL di Kota Payakumbuh tiap tahunnya tidak sebanding dengan jumlah lokasi yang disediakan oleh Pemerintah Kota payakumbuh sehingga PKL berjualan pada ruang publik yang fungsinya bukan untuk PKL. Keindahan, ketertiban dan estetika kota menjadi kurang yang apabila tidak ditata akan terjadi kesemrautan, kumuh dan lingkungan menjadi tidak sehat. Hal ini sangat bertentangan dengan pembangunan yang berkelanjutan. Ketiga dari sisi sosial perilaku PKL yang cendrung tidak tertib, berjualan seenaknya dan tidak mau berubah berkaitan erat dengan tingkat pendidikan PKL itu sendiri. PKL melakukan usahanya berada di kawasan ruang publik seperti di trotoar, emperan toko dan di jalan. Berdasarkan hal tersebut hak pejalan kaki dan pengguna jalan jadi terganggu. Trotoar dan jalan sebagai kawasan ruang publik menjadi hilang atau kurang fungsinya. PKL dengan tingkat pendidikan yang rendah berjualan di fasilitas publik karena dianggap tempat tersebut strategis dan mudah mendapatkan keuntungan. PKL tidak mengetahui atau tidak mau tahu bahwa berjualan di tempat tersebut melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Ada beberapa faktor yang mendasar mengapa timbulnya PKL, yakni : 1). Sulitnya lapangan pekerjaan 2). Kurangnya keahlian seseorang serta 3) Tingkat pendidikan yang rendah. Ketiga faktor tersebut mendorong seseorang memutuskan untuk menjadi PKL dan dengan modal seadanya. Faktor yang mendasar tersebut adalah tantangan bagi pemerintah, khususnya bagi Pemerintah Kota Payakumbuh. Keberadaan PKL harus dipandang sebagai sebuah potensi bukan sebagai masalah. Potensi yang perlu dikelola, ditata dan diberdayakan, sehingga PKL tidak lagi sebagai sebuah persoalan tapi adalah sebuah usaha sektor informal yang menggerakan perekonomian masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Penataan dan perelokasian PKL ke tempat yang sesuai peruntukannya merupakan kebijakan yang mesti dilakukan termasuk pemberdayaan PKL juga perlu dilakukan seperti memberikan pelatihan- pelatihan bagaimana meningkatkan pendapatannya, termasuk pemberian modal dan insentif lainnya yang menunjang pendapatan PKL tersebut. Sedangkan bagi PKL yang yang berjualan tidak pada tempat yang disediakan perlu dilakukan pembinaan dan sosialisasi peraturan perundangan undangan kepada mereka termasuk juga adanya pemberian sanksi. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan menyatakan bahwa Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. Menurut McGee dan Yeung (1977), PKL mempunyai pengertian yang sama dengan hawkers, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual ditempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar. Senada dengan hal itu, Soedjana (2000) mendefinisikan PKL sebagai sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di atas trotoar atau di tepi/ di pinggir jalan, di sekitar pusat perbelanjaan/ pertokoan, pasar, pusat rekreasi/ hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap atau setengah menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.

Penataan PKL merupakan salah satu kebijakan publik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh. Penataan ini bertujuan agar sarana publik terutama jalan dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Penataan ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positif kepada masyarakat dan PKL itu sendiri. Dalam melakukan penataan dan pemberdayaan PKL, Pemerintah Kota Payakumbuh telah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Payakumbuh nomor 9 tahun 2010 tentang Pedagang Kaki Lima dan/atau Pedagang Malam. Hakekat dari Perda tersebut adalah untuk meningkatkan usaha sektor informal dalam memperoleh jaminan dalam berusaha termasuk perlindungan, pembinaan dan pengaturan dalam melakukan usaha agar usaha yang dilakukan berdaya guna dan berhasil guna yang tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan. Termasuk juga diatur tentang untuk mengantisipasi kesemrautan agar kondisi pasar Bersih, Aman, Tertib, Indah, Anggun dan Harmonis (BATIAH) dapat terwujud. Dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 telah ditetapkan lokasi untuk PKL yang bertujuan untuk pengendalian, pengaturan dan pengawasan terhadap PKL, mennciptakan keterpaduan, keserasian dan keindahan kota serta menciptakan hygienis dan sanitasi lingkungan bagi PKL. Fungsi dari penetapan lokasi bagi PKL adalah untuk membina, mengatur dan menertibkan PKL serta sebagai arah penentu kebijakan terhadap PKL. Selain mengatur lokasi bagi PKL juga diatur luas tempat usaha, pengurusan izin serta hak dan kewajiban bagi PKL. Kondisi awal PKL di Kota Payakumbuh sebelum dilakukan penataan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh pada umumnya berjualan di di Jalan dan bahu jalan serta di gang gang pasar bertingkat Blok Barat dan Blok Timur Pasar Pusat Pertokoan Payakumbuh. Seperti di jalan deretan toko Jufri, gang toko mas Rambuti dan deretan jalan toko Gumarang. Kondisi ini membuat pasar jadi tidak tertata rapi sehingga akses pejalan kaki dan pengendara jadi tidak lancar bahkan terhambat sama sekali. Berdasarkan hal itu Pemerintah Kota Payakumbuh perlu melakukan penataan PKL dengan cara merelokasikan PKL ketempat yang sudah disediakan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh. Namun penataan yang dilakukan masih terbatas pada PKL yang menjual pakaian dan buah-buahan, sementara PKL lain

yang menjual makanan/ minuman dan lainnya belum seluruhnya dilakukan penataan sehingga masih banyak ruang publik yang ditempati oleh PKL untuk menjalankan usahanya. Idealnya penataan PKL dilakukan secara menyeluruh sehingga untuk masa yang akan datang keberadaan PKL tidak lagi menjadi permasalahan bagi Tata Ruang dan Lingkungan Kota Payakumbuh melainkan sebagai penunjang perekonomian masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penyelesaian persoalan PKL tidak saja waktu ada PKL yang menggelar dagangan pada tempat yang dilarang tetapi juga perlu dilakukan pembinaan terhadap PKL Patuh yang sudah ada. Tujuan utama dari penataan PKL adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, idealnya dengan dilakukannya penataan PKL yang notabene merupakan salah satu bagian dari kebijakan publik semestinya juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama PKL itu sendiri yang merupakan objek utama dari penataan yang dilakukan. Penataan bagi PKL dan calon PKL dilakukan akan dengan sendirinya sarana sarana publik dapat berfungsi sesuai dengan seharusnya sehingga dengan sendirinya pelayanan terhadap publik akan meningkat juga. Masyarakat dapat menikmati fasilitas yang sudah disediakan oleh Pemerintah sesuai peruntukannya dan PKL berdagang pada tempat atau Lokasi yang telah ditentukan bagi PKL itu sendiri. Dari observasi awal dilakukan, Pemerintah Kota Payakumbuh telah melakukan penataan terhadap PKL, terutama yang memakai badan jalan dan pinggir jalan untuk menggelar dagangannya. Secara teknis penataan dilakukan dengan cara melakukan dialog dengan PKL yang akan direlokasi serta diberi pengertian sehingga PKL tersebut mau dipindahkan ke lokasi yang telah disediakan bagi PKL. Akan tetapi lokasi yang dijadikan tempat relokasi tersebut adalah termasuk sarana publik juga yaitu terminal angkutan kota dan angkutan pedesaan. Sebagai fasilitas publik terminal mesti difungsikan sesuai peruntukannya jelas hal ini sangat bertentangan dengan asas dan prinsip pelayanan publik. Jika hal ini kita kaitkan dengan Perda Nomor 9 tahun 2010 sangat bertentangan sekali. Semakin sempit lahan/ luas terminal sebagai fasilitas publik mengakibatkan pelayanan terhadap masyarakat jadi terganggu terutama bagi angkutan kota dan angkutan pedesaan yang menaikan dan menurunkan

penumpang di terminal. Dampak dari penataan ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan dan kelangsungan usaha para PKL serta menimbulkan persepsi yang berbeda antara masyarakat di Lokasi PKL yang lama dengan masyarakat ditempat relokasi yang baru. Sebenarnya Pemerintah Kota Payakumbuh telah menyediakan tempat khusus bagi PKL, terutama yang berada di pasar ibuh namun tempat yang disediakan tersebut tidak/kurang diminati oleh PKL. B. Perumusan Masalah Penataan PKL merupakan salah satu kebijakan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban di pasar Kota Payakumbuh. Landasan hukum dari kebijakan ini adalah dengan diterbitkan Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor 9 tahun 2010 tentang Pedagang Kaki Lima dan/atau Pedagang Malam. Mengingat pentingnya penataan PKL sebagai kebijakan publik maka Pemerintah Kota Payakumbuh membuat program penataan PKL dengan nama program pembinaan pedagang kaki lima dan asongan dengan kegiatan penataan tempat berusaha bagi pedagang kaki lima dan asongan. Hal yang mendasari dibuatnya kebijakan ini adalah PKL dinilai dalam melakukan aktifitas usahanya di dalam pasar cendrung di lokasi yang tidak legal dan tidak seuai peruntukannya. Aktifitas usaha yang dilakukan PKL dianggap mengganggu ketentraman, ketertiban serta ketidak tertiban yang ada di pasar Payakumbuh. Kondisi yang demikian menyebabkan masyarakat tidak menyukai untuk berbelanja ke pasar karena merasa tidak aman dan nyaman yang pada gilirannya akan merugikan pedagang termasuk PKL dan Pemerintah Kota Payakumbuh. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan penataan PKL yang dilaksanakan oleh pemerintah kota payakumbuh dalam melakukan penataan bagi PKL di Kota Payakumbuh. Penataan yang dilakukan bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan kenyamanan di pasar Payakumbuh juga memberikan dampak kepada stakeholder terkait yaitu PKL dan pedagang di lokasi PKL yang lama serta pedagang di tempat Relokasi yang baru termasuk masyarakat dan pengelola. Dari penelitian yang dilakukan akan terjawab pertanyaan apakah kebijakan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh dalam penataan PKL untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dari uraian diatas penting dan mendesak untuk menjawab pertanyaan berikut ini : 1. Bagaimanakah kelangsungan usaha dan pendapatan PKL di lokasi yang baru sesuai penataan PKL yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh? 2. Bagaimanakah persepsi pedagang disekitar tempat PKL sebelum di relokasi dan ditempat Relokasi yang baru? C. Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya penataan tempat berusaha bagi PKL adalah agar terciptanya ketertiban dan ketentraman bagi para PKL dalam melaksanakan aktifitas usahanya serta tertatanya pasar pasar sebagai tempat berjualan atau tempat dilakukannya tranasaksi jual beli antara pedagang dengan pembeli/ masyarakat sehingga pasar kelihatan bersih dan nyaman. Sedangkan sasaran yang hendak dituju dari kegiatan ini adalah: a) Secara bertahap akan tertata dan terbenahinya PKL yang berjualan di pasar Kota Payakumbuh, b) Tertib dan tertatanya PKL berada di lingkungan pasar, c) Merasa amannya para pengunjung untuk datang dan berbelanja ke pasar Payakumbuh. Dari tujuan kebijakan publik diatas yang tak kalah penting diperhatikan oleh Pemerintah Kota Payakumbuh adalah kesejahteraan dan pendapatan PKL itu sendiri sebagai bagian dari masyarakat/publik karena ini sangat berkaitan erat dengan kelangsungan hidup PKL dan keluarganya yang merupakan Hak asasi bagi setiap orang. Artinya penataan PKL yang dilakukan selain untuk untuk ketentraman, ketertiban dan kenyamanan juga untuk kesejahteraan PKL itu sendiri termasuk pedagang/masyarakat di tempat PKL sebelum direlokasi dan ditempat relokasi yang baru. Penataan PKL yang dilakukan secara langsung juga berdampak pada pedagang/masyarakat di lokasi PKL yang lama dan di lokasi yang baru karena keberadaan PKL selain memberi dampak yang kurang baik untuk ketertiban dan kenyamanan di pasar juga memberi dampak yang baik kepada pedagang/masyarakat di lokasi PKL berada. Dengan banyak jumlah pengunjung/pembeli yang datang juga secara langsung meningkatkan jual beli pedagang di tempat tersebut sehingga ada hubungan yang saling menguntungkan

antara PKL dengan pedagang resmi di sekitar tempat PKL menggelar dagangannya. Hal ini disebabkan karena jenis barang dagangan antara PKL dengan pedagang resmi berbeda. Seperti PKL menjual pakaian anak anak sedangkan pedagang resmi menjual barang harian, hal ini jelas menguntungkan PKL dan pedagang resmi. Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendeskripsikan kelangsungan usaha dan pendapatan PKL di relokasi PKL yang baru. 2. Untuk menganalis persepsi pedagang disekitar tempat PKL sebelum di relokasi dan ditempat Relokasi yang baru. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilakukan diharapkan manfaat yang diperoleh yaitu sebagai berikut : 1. Untuk memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam penataan dan pemberdayaan bagi PKL. 2. Sebagai sumbangan pikiran dan saran kepada Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan terhadap penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Payakumbuh. 3. Sebagai bahan terhadap penelitian berikutnya yang berkaitan dengan Penataan PKL.