BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal, sebagai sarana untuk mematuhi peraturan pemerintah dan

dokumen-dokumen yang mirip
Manajemen Laba dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan Komisaris Independendan Kepemilikan Institusional sebagai Variabel Pemoderasi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai pemilik (investor) serta sebagai pimpinan

BAB II. Rerangka Teori dan Hipotesis. Perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. kegiatan bisnis perusahaan. CSR merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban sosial

BAB I PENDAHULUAN. mengemuka di dunia bisnis atau perusahaan. Corporate social responsiblity

BAB I PENDAHULUAN. dasar bagi investor, kreditor, calon investor, calon kreditor dan pengguna

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan (Kieso et al, 2011). Menurut Healy dan Wahlen (1999), laporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. tahunan perusahaan merupakan media komunikasi antara

BAB 1 PENDAHULUAN. pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan bisnis terutama yang bergerak di bidang pemanfaatan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. jawab sosial yang umum bagi investor, pelanggan, dan pihak stakeholder

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu organisasi dimana sumber daya (input) seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan sektor penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan didirikan dengan tujuan yang jelas yaitu untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate

pemerintah melalui peraturan daerah. Contoh kerugian jangka panjang adalah menurunnya tingkat kepercayaan perusahaan di mata masyarakat, menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. alternatif sumber dana bagi perusahaan tersebut. Melaksanakan kegiatan investasi tersebut, para investor perlu mengambil keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di

BAB I PENDAHULUAN. saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga

BAB 1 PENDAHULUAN. kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan menyusun dan menerbitkan laporan keuangan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya, informasi yang diberikan perusahaan dalam laporan keuangan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan),

BAB 1 PENDAHULUAN. dan bisnis seperti sebuah perusahaan juga ikut terpengaruh dalam pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber informasi penting yang dipakai oleh stakeholders untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Nilai Perusahaan sangat penting dalam tingkat keberhasilan perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. jawab sosial dan peningkatkan kesejahteraan sosial. Sehingga perusahaan bukan

PENGUNGKAPAN INFORMASI SOSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DALAM LAPORAN TAHUNAN

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pengungkapan CSR merupakan gagasan yang tidak lagi membuat perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility-csr) dimana perusahaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage) bisnisnya agar

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan perusahaan melalui laporan keuangan. Di Indonesia, laporan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan adalah laporan keuangan. Sebuah perusahaan secara periodik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. semakin maraknya komitmen untuk melaksanakan good governance. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. modal (investor dan kreditor), tetapi juga kepentingan karyawan, konsumen,

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemegang saham dan calon investor untuk mengambil keputusan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sah dari pihak-pihak yang memiliki klaim atas perusahaan. Para pihak ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 1,

BAB I PENDAHULUAN. sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), tentang komitmen

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. media pengungkapan (disclosure) maupun perangkat evaluasi dan monitoring

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga beberapa aspek penting

BAB I PENDAHULUAN. sosial atau yang dikenal dengan CSR (Corporate Social Responsibility),

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perusahaan dihadapkan dalam persoalan yang semakin

I. PENDAHULUAN. menilai kinerja perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan

keuangan saja yang merupakan informasi wajib. Informasi mengenai kondisi perusahaan juga dapat didapatkan dari informasi yang diungkapkan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang sebesar-besarnya. Tujuan perusahaan yang kedua adalah ingin

BAB I PENDAHULUAN. Informasi merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi banyak pihak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pandangan dalam dunia usaha dimana perusahaan hanya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan informasi perusahaannya. Peran perusahaan tidak. hubungan yang harmonis dengan masyarakat sosial.

BAB I PENDAHULUAN. manajemen dan menjamin akuntanbilitas manajemen terhadap stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada dasarnya melaksanakan kegiatan usaha sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. seharusnya dicapai perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar sahamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Kontribusi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam Purwanto (2011: 16) mengemukakan konsep Triple Bottom Line yang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor keuangannya saja, namun juga dari faktor non-keuangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pihak eksternal (pemegang saham, investor, pemerintah, kreditur, dan lain

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Manajer selaku agent mengetahui informasi internal lebih banyak mengenai

BAB I PENDAHULUAN. modalnya kepada perusahaan tersebut (Haruman, 2008). informasi tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Maraknya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR),

I. PENDAHULUAN. Perusahaan membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja manajemen dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebab terjadinya asimetri informasi (ketidakseimbangan penguasaan informasi)

BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan sarana dalam mengkomunikasikan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa wacana mengenai kinerja perusahaan secara umum,

BAB I PENDAHULUAN. dipakai investor ketika menanamkan dananya pada suatu perusahaan dan juga para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social

BAB I PENDAHULUAN. diterima lagi. Perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang dihadapi oleh perusahaan akan semakin banyak dan semakin sulit.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori agensi didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan sebagai sekumpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jawab sosial menjadi trend global selling dengan semakin maraknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility. sosial perusahaan, serta prosedur pengukurannya.

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

BAB I PENDAHULUAN. CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu kepedulian organisasi bisnis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perusahaan memiliki kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. social responsibility (CSR) bukanlah hal yang baru, karena CSR telah

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang hal ini akan berdampak buruk bagi perusahaan. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan seperti manajemen, investor, kreditor, pemerintah, dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan dimana merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar bagi perusahaan-perusahaan agar dapat bersaing secara ketat dan

BAB I PENDAHULUAN. (profit) melainkan juga kesejahteraan orang (people) dan menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan menghasilkan informasi keuangan untuk keperluan berbagai stakeholder, seperti kreditor untuk keputusan pemberian hutang, investor untuk penanaman modal, sebagai sarana untuk mematuhi peraturan pemerintah dan berbagai keperluan stakeholder lainnya. Stakeholder menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian dari aliran kas dengan menggunakan informasi seperti laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Stakeholder membuat keputusan investasi dan kredit berdasarkan penilaian tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pelaporan laba memegang peranan penting dalam penilaian kinerja perusahaan (Hong dan Andersen, 2011). Pentingnya pelaporan laba dalam penilaian kinerja perusahaan, menyebabkan banyak perusahaan yang berusaha untuk menyesatkan investor atau pemilik perusahaan dengan memanfaatkan kurangnya informasi yang diterima investor. Salah satu cara yang sering digunakan adalah manajemen laba. Watts dan Zimmerman (1986) menetapkan manajemen laba sebagai tindakan manajer yang menggunakan kebijakan akuntansi terhadap pelaporan angka-angka akuntansi yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi perusahaan yang sebenarnya dan menyesatkan pihak investor dalam pengambilan keputusan ekonomi dengan adanya angka laba tersebut. 1

Manajemen laba merupakan pilihan yang dilakukan oleh manajer atas kebijakan akuntansi atau tindakan nyata manajer yang mempengaruhi laba untuk mencapai tujuan spesifik atas laba yang dilaporkan (Scott, 2012). Manajer dapat melakukan manajemen laba dengan menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi untuk merubah laporan keuangan, baik untuk menyesatkan sebagian investor mengenai kinerja ekonomi perusahaan atau untuk memengaruhi hasil-hasil kontrak yang ditentukan berdasarkan praktik pelaporan akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999). Manajemen laba merupakan tindakan yang melanggar etika dan moral karena bertujuan untuk menyesatkan pengambilan keputusan stakeholder berdasarkan angka laba yang dilaporkan. Tindakan manajemen laba yang dilakukan manajer dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan stakeholder terhadap perusahaan. Hilangnya kepercayaan stakeholder akan memberikan konsekuensi buruk bagi perusahaan, seperti adanya ancaman tindakan yang tidak menyenangkan dari karyawan, kesalahpahaman dari pelanggan, tekanan dari investor, pemutusan hubungan dari rekan kerja perusahaan, tuntutan hukum dari aparat, boikot dari aktivis, pandangan sinis dari masyarakat, dan pengungkapan dari media yang pada akhirnya akan menghancurkan reputasi perusahaan (Fombrun et al., 2000). Konsekuensi jangka panjang atas hilangnya kepercayaan stakeholder adalah perusahaan akan kehilangan dukungan yang berujung pada meningkatnya kewaspadaan dan kecurigaan dari shareholder (Zahra et al., 2005). 2

Pelaporan laba merupakan suatu bentuk pelaporan yang penting, karena pada dasarnya suatu perusahaan bertujuan untuk memberikan profit kepada para pemegang saham, namun dalam proses aktifitas perusahaan menghasilkan laba tersebut, dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungannya. Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa investor tidak hanya membutuhkan pertanggungjawaban kinerja perusahaan melalui pelaporan laba saja, namun juga melalui tanggungjawab kepada karyawan, sosial dan lingkungan. Hal tersebut menuntut adanya transparansi dalam pelaporan kinerja sebagai suatu komponen yang penting sehingga berkembanglah corporate social responsibility (CSR) yang memberikan transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik. Menurut Daniri (2008), CSR merupakan sebuah pemikiran dimana perusahaan tidak hanya dihadapkan pada prinsip single bottom line saja, tapi juga harus menerapkan prinsip triple bottom lines yaitu perusahaan juga memperdulikan permasalahan lingkungan maupun sosial akibat dampak yang ditimbulkan. Pengungkapan CSR merupakan suatu proses untuk mengkomunikasikan dampak dari kegiatan operasi perusahaan kepada kelompok tertentu yang berkepentingan maupun kepada masyarakat baik itu dampak sosial ataupun lingkungan (Hackston dan Milne, 1996). Tanggung jawab sosial dapat diartikan sebagai komitmen suatu perusahaan untuk mempertanggungjawabkan dampak dari operasi atau aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta menjaga agar dampak 3

tersebut memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungannya, tanggungjawab sosial tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan kegiatan dan pengungkapan CSR yang tinggi mengindikasikan perusahaan yang memiliki komitmen yang kuat untuk menjadi perusahaan yang berkontribusi pada karyawan, sosial dan lingkungannya (Hong dan Andersen, 2011). Etika memegang peranan penting dalam proses komunikasi dan transparansi dalam menyampaikan kinerja perusahaan. Shlefer (2004) menyatakan bahwa manipulasi laba merupakan tindakan yang melanggar etika, sedangkan pelaporan CSR menunjukkan bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan yang beretika dan memiliki rasa tanggungjawab terhadap lingkungannya, oleh karena itu perusahaan yang melakukan kegiatan CSR yang tinggi atau memiliki komitmen yang tinggi untuk tanggungjawab sosial cenderung tidak akan melakukan tindakan manajemen laba. Pengungkapan CSR mencerminkan transparansi yang dapat menurunkan oportunistik manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba. Penelitian ini mencoba menjawab apakah perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR yang tinggi merupakan perusahaan yang beretika dan tidak melakukan praktik manajemen laba. Penelitian oleh Hong dan Andersen (2011) menemukan adanya hubungan negatif antara CSR dan manajemen laba, bahwa perusahaan yang beretika dan perduli terhadap tanggungjawab sosialnya akan memiliki pengungkapan CSR yang tinggi dan cenderung untuk melaporkan kinerja keuangan dengan lebih transparan dan memiliki manajemen laba yang rendah. 4

Terdapat pertentangan hasil dalam arah hubungan antara manajemen laba dan CSR, dimana manajer dapat saja memiliki insentif untuk melakukan kegiatan CSR sebagai bentuk pertahanan terhadap reaksi dan pengawasan stakeholder yang dapat mengancam posisi manajer dan merusak reputasi perusahaan, yang disbabkan oleh hilangnya kepercayaan stakeholder kepada manajer atas tindakan manajemen laba yang dilakukan manajer (Prior et al., 2008) dan menggunakan CSR yang berkaitan dengan isu etika dan moral sebagai bentuk pencitraan yang menjaga reputasi perusahaan atas tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Di sisi lain pengungkapan kegiatan CSR dalam laporan tahunan justru membuat informasi keuangan menjadi lebih jelas dan transparan. Menurut Kim et.al (2012), pelaporan CSR merupakan pelaporan dari aktivitas tanggung jawab sosial yang umum bagi investor, pelanggan, dan pihak stakeholder lainnya untuk menuntut transparansi yang lebih besar mengenai semua aspek bisnis, sehingga dengan adanya pelaporan CSR laporan tahunan menjadi lebih terpercaya bagi investor maupun pihak yang menggunakan laporan tersebut dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang bertanggungjawab secara sosial dan bersedia mengeluarkan usaha dan sumber daya untuk menerapkan praktek CSR dan berupaya memenuhi harapan etis para pemegang saham dalam masyarakat, cenderung membatasi penggunaan manajemen labanya. sehingga memberikan investor informasi keuangan yang lebih transparan dan dapat diandalkan. Kim et al. (2012) menyatakan hubungan antara pelaporan dan kinerja CSR serta manajemen laba menjadi pertanyaan penelitian yang penting karena ketidakkonsistenan hasil penelitian sebelumnya. Kim 5

et al. (2012) menyatakan bahwa ketidakkonsistenan hasil penelitian CSR terdahulu karena adanya dua teori yang bertentangan (competing theories) yang memberikan prediksi yang berbeda tentang arah hubungan antara tingkat pelaporan CSR, tingkat kinerja CSR, dan manajemen laba. Dua teori yang bertentangan tersebut adalah teori berbasis ekonomis (economic-based theory) dan teori berbasis sosial-politis (sociopolitical theory). Hasil penelitian Clarkson dan Richardson (2008) menunjukkan bahwa teori berbasis ekonomis yang dapat menjelaskan hubungan antara tingkat pelaporan CSR dan tingkat kinerja CSR, sedangkan hasil penelitian Kim et al., (2012) menunjukkan dukungan empiris terhadap teori sosio-politis yang menyatakan bahwa perusahaan melakukan pengungkapan CSR dengan dengan pemikiran bahwa keputusan bisnis dan hasilnya, termasuk dampak positif dan negatifnya yang ditimbulkan oleh perusahaan tidak hanya dirasakan oleh perusahaan tersebut dan stakeholder saja tetapi juga masyarakat secara lebih luas, sehingga setiap keputusan yang diambil tidak hanya mempertimbangkan motivasi ekonomi saja namun juga mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Keterkaitan antara pengungkapan CSR dan manajemen laba dalam konteks Indonesia masih menjadi pertanyaan penelitian, mengenai generalisasi temuan penelitian terdahulu. Hal ini terjadi karena kondisi sosial, politis, budaya, dan ekonomi serta faktor regulasi CSR yang berbeda. Perbedaan konteks institusional yaitu Indonesia termasuk kluster negara-negara code law dengan tingkat perlindungan investor yang lemah, mungkin membatasi generalisasi temuan penelitian CSR dan 6

manajemen laba terdahulu ke dalam konteks Indonesia (Leuz et al., 2003). Perushaan-perusahaan di Indonesia menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir terdapat peningkatan kegiatan CSR (Sari, 2013). Perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin giat melakukan kegiatan CSR berawal dari terbitnya UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang isinya mewajibkan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang yang berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pemerintah semakin menegaskan tentang tanggung jawab sosial ini pada PP No. 47 tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas, namun standar akuntansi keuangan Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial, akibatnya yang terjadi didalam praktik perusahaan hanya dengan sukarela mengungkapkannya. Walaupun aturan tentang kewajiban CSR sudah jelas, namun pengawasan atas pelaksanaan CSR belum ada. Hal ini menimbulkan keberagaman bentuk dan tingkat intensitas pelaksanaan CSR yang bervariasi pada perusahaanperusahaan di Indonesia. Penelitian ini juga mencoba menguji faktor-faktor yang dapat memperkuat hubungan negatif antara manajemen laba dengan CSR. Dewan komisaris adalah wakil shareholder dalam perusahaan yang berbadan hukum perseroan terbatas. Dewan komisaris berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen. Dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajer untuk mengungkapkan CSR. Jaggi et al., (2009) menemukan bahwa tingginya proporsi komisaris independen dapat menurunkan 7

manajemen laba akrual yang dilakukan oleh manajer. Komisaris independen akan menjalankan proses monitoring yang lebih efektif terkait manajemen laba. Monitoring yang dilakukan menunjukkan bahwa dewan komisaris yang independen memiliki kecenderungan menghalangi manajer untuk melakukan manajemen laba, sehingga kualitas laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi. Jo dan Harjoto (2011) menemukan bahwa CSR berkaitan baik dengan internal maupun eksternal tata kelola perusahaan dan sistem monitoring, seperti board leadership, board independence, institusional ownership dan analyst following. Hasil pengujian penelitian Jo dan Harjoto (2011) menunjukkan bahwa dibandingkan semua atribut tata kelola perusahaan, persentase board independent memiliki tingkat signifikansi dan hubungan positif yang paling tinggi, terkait dengan keputusan perusahaan mengenai kegiatan CSR. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa komisaris independen dapat menjadi monitoring yang penting atas prilaku top manajer. Dewan komisaris yang independent dapat secara efektif mengontrol mekanisme yang dilakukan oleh top manajer dalam perbedaan kepentingan dengan melakukan penunjukkan, pemecatan, dan denda yang tepat atas prilaku pencitraan melalui kegiatan CSR oleh top manajer. Selain komisaris independen kepemilikan institusional juga berpotensi dapat menjadi faktor yang dapat memperkuat hubungan negatif antara kegiatan CSR dengan manjemen laba yang dilakukan oleh manajer. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan dalam keputusan organisasi. Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa 8

kepemilikan institusional berpengaruh pada keputusan organisasi dengan adanya voting power yang dimilikinya sebagai pertentangan terhadap asimetri informasi oleh shareholders. Dengan menggunakan kekuatan dari informasi instiusional investor memiliki kecendrungan untuk lebih aktif terlibat dalam keputusan perusahaan dibandingkan pemegang saham non-institusional. Graves dan Waddock (1994) menemukan bahwa dampak dari kepemilikan institusional secara positif mendukung kegiatan CSR. Seluruh jenis industri baik secara langsung atau tidak langsung akan memberikan dampak terhadap lingkunggannya, namun dengan tingkat yang berbeda, seperti jenis perusahaan perbankan yang tidak terlalu berdampak terhadap kerusakan lingkungan, lain halnya dengan perusahaan pertambangan, yang merupakan jenis industri yang sangat sensitif pada dampak pencemaran lingkungan. Selain itu industri pertambangan termasuk dalam industri high profile yang memiliki visibilitas dari stakeholder, risiko politis yang tinggi, dan menghadapi persaingan yang tinggi. Industri high profile umumnya merupakan industri yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi bersinggungan dengan kepentingan luas (stakeholder). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan perusahaan pertambangan sebagai objek penelitian, untuk menguji apakah variabel kepemilikan institusional dan dewan komisaris independen dapat melemahkan keterkaitan antara corporate social responsibility dengan manajemen laba pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 9

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah manajemen laba berpengaruh negatif terhadap pengungkapan kegiatan corporate social responsibility? 2. Apakah komisaris independen dapat memperkuat hubungan negatif antara manajemen laba akrual dengan corporate social responsibility? 3. Apakah kepemilikan institusional dapat memperkuat hubungan negatif antara manajemen laba akrual dengan corporate social responsibility? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menguji apakah manajemen laba akrual berpengaruh negatif dengan pengungkapan kegiatan corporate social responsibility. 2. Menguji apakah komisaris independen dapat memperkuat pengaruh negatif antara manajemen laba akrual dengan corporate social responsibility. 3. Menguji apakah kepemilikan institusional dapat memperkuat pengaruh negatif antara manajemen laba akrual dengan corporate social responsibility. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi akademisi 10

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan literatur mengenai hubungan antara pengungkapan CSR dengan manajemen laba, dengan dewan komisaris independen dan kepemilikan institusional sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan pertambangan di Indonesia. 2. Bagi perusahaan tercatat Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong perusahaan tercatat untuk lebih meningkatkan pengungkapan CSR dan meningkatkan jumlah dewan komisaris independen. 3. Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor mengenai tanggungjawab perusahaan terhadap pembangunan dan pemeliharaan berkelanjutan dan memanfaatkan informasi tersebut untuk menilai perusahaan, selain itu juga perlu mempertimbangkan proporsi kepemilikan institusional ketika akan melakukan investasi. 11